Bentuk usaha

 

Bentuk badan usaha, BUMN, BUMD, merger, akuisisi, dan franchise




Dosen – doyan semelang

“Hidup adalah suatu ukuran, bukan eksperimen. Hidup merupakan suatu usaha, perjuangan membawa lingkungan tempat kita berada menjadi lebih baik”. (Marwoto Hadi Susastro).
Kalimat di atas indah nan bijak dan bisa menjadi perenungan kita semua. Betapa tidak? Profesi dosen sungguh mulia karena tugasnya menyalurkan pengetahuan bagi anak orang. Setiap dosen diharapkan mumpuni (kompeten),sehinga apa yang diajarkannya di depan kelas menciptakan nilai tambah bagi mahasiswa. Untuk menyandang atribut kompeten, dosen demen kawatir alias doyan semelang. Ia harus was-was jika muridnya mulai malas baca buku buku pelajaran. Ia mesti gelisah bila apa yg diajarkan kian tidak relevan dengan tuntutan jaman, dan masih banyak lagi kekawatiran-kekawatiran or risau-risau yg lain. Benarkah demikian yg menerpa sosok dosen? entahlah saya nggak tahu, mungkin Anda justru lebih tahu dalam hal itu !




Sawang sinawang

Setiap kita melihat orang lain kerap benak bergumam dia enak betul hidupnya, senantiasa happy sepanjang hari. Atau ada ungkapan lain yakni rumput tetangga lebih hijau ketimbang rumput kita. Apa esensinya ini? Kita punya tendensi iri dengan “tampilan” orang lain padahal yang namanya tampilan bukanlah jatidiri murni. Saya selalu ingat ungkapan alm eyang saya: mati, rejeki dan jodoh itu Gusti Allah yg atur. Setelah setengah abad saya lalui hidup ini ternyata ungkapan tsb bagi saya benar adanya. Salah satu bukti ketika 10 tahun yll saya mengalami kecelakaan parah, secara teori saya mati, tapi ternyata sampe detik ini saya sehat walafiat. Dengan begitu sayapun kini meyakini nggak perlu iri dengan rejeki seseorang.., rejeki itu misteri, Kita memang harus mencarinya sepenuh hati, namun biarlah keputusan tercapai tidaknya kita serahkan kpd Sang Khalik – Yang Maha Bijak nan mahir atensi…




Perilaku etika

Apakah ada perbedaan antara perilaku etika compliance-based dengan integrity-based di kalangan mahasiswa?




Merekonstruksi Kepemimpinan Bisnis

 

Perencanaan jangka panjang pada situasi kompleks dinamis tidak memberikan nilai tambah. Hal itu didasari sifat situasi makro perubahan sosial, politik, dan kebijakan ekonomi serta dinamika regional dan global yang susah diprediksi. Batas psikologis suku bunga dan kurs valuta asing terhadap rupiah beberapa waktu lalu sudah dilewati begitu saja. Kondisi ketidakpastian (uncertainty) dan dinamika pasar makin tinggi.

Holon

Situasi ini membuat organisasi bisnis memerlukan kolaborasi para pemimpin. Namun demikian, berlimpahnya perusahaan dengan orang-orang yang merasa mampu memimpin tidak selalu menjadi solusi masalah bisnis. Fakta yang ada menunjukkan kapasitas (capacity) pemimpin bisnis dalam eksekusi sesuai tuntutan di lapangan memerlukan pendekatan baru: ketekunan menggali, menanam, dan menumbuhkan kapasitas individu.

Kapasitas pemimpin bisnis yang diperlukan saat ini adalah kemampuan berpikir kesisteman (system thinking). Artinya pemimpin bisnis (Senge dan Checkland, 1990-an) mestinya menyadari bahwa organisasi yang dipimpinnya adalah bagian dari ketidakpastian lingkungan dinamis yang memerlukan tindakan sekaligus diinginkan (want) dan dapat dilaksanakan (able). Sistem tersebut tidak seperti janji kosmetik yang memutihkan wajah dengan seketika atau menghilangkan sproten, sistem ini memerlukan partisipasi sadar dan aktif dalam komunikasi.

Sistem pengambilan keputusan tersebut tidak instan, tetapi melalui proses. Proses tersebut menafsir realitas lingkungan dan sekaligus aktualitas individu. Para board of director sebagai aktor organisasi (direktur pemasaran, keuangan, operasional, information technology, maupun human capital) seyogianya duduk semeja mengomunikasikan pandangan masing-masing secara terus menerus dengan dibekali pengetahuan spesifik masing-masing (worldview) baik cognitive maupun experience based knowledge. Hasilnya adalah akar permasalahan organisasi yang didefinisikan (root definition) dan dapat diterima semua pihak. Sampai di sini agaknya harapan para pihak terkait terhadap kapasitas pemimpin mulai memudar karena kebanyakan pemimpin bisnis tidak sabar dan tidak mampu mengaktualisasikan gagasan dengan baik kepada teamnya. Mereka cenderung mengamankan ego sektoral yang menjadi tanggung jawabnya dan melihat worldview-nya sebagai resep rahasia. Padahal seharusnya di-share dengan sesama pemimpin di organisasinya.

Setiap individu memiliki sistem berpikir, bertindak, dan berolahrasa sendiri-sendiri yang disebut holon (system individual). Demikian pula departemen dan organisasi. Sistem tersebut saling terkait satu sama lain sehingga diperlukan kapasitas baru seorang pemimpin, yaitu kemampuan berpikir serba sistem (systems thinking). Oleh karena itu keunggulan suatu organisasi bisnis dalam efisiensi biaya bisa saja di-drive oleh seorang individu/pemimpin yang memahami holon individual, departemen, dan organisasi sekaligus.

Kesadaran (awareness) pemimpin dalam systems thinking approach pada organisasi bisnis ini sudah ada sejak 90-an. Dikumandangkan oleh Peter Senge nun di Amerika dan makin terasa urgensinya ketika Peter Checkland melanjutkan penelitiannya di Eropa. Kedua Peter cukup fenomenal bagi saya, terutama Checkland yang menghasilkan pendekatan sistem lunak (soft systems approach).

Pendekatan sistem lunak bersendi pada sistem aktifitas manusia (human activity system) yang meliputi hampir semua kegiatan bisnis. Sistem ini bersifat terbuka dengan para pihak (stake holder) yang keikatannya dalam satu tujuan bersama “emergent property”. Tentunya semua pihak dalam organisasi/ perusahaan mempunyai tujuan bersama, yaitu menciptakan nilai tambah (value creation) yang berujung pada profit. Sayangnya kondisi ini disadari dan disikapi dengan cara berbeda, terutama dalam soal waktu: proses dan kecepatan pembuatan keputusannya.

Keputusan seorang pemimpin terkait dengan kapasitas seseorang. Kapasitas yang merupakan bagian dari talenta (talent) memang bisa tetap menjadi harta terpendam seperti DNA bila tidak dilatih. Kapasitas bawah sadar manusia tak terbatas dan luar biasa daya ungkit (leverage)-nya.

Kompleksitas dan dinamika lingkungan hanya bisa dipahami dengan berpikir kesisteman. Hal mulai terasakan seperti diperagakan dengan elok beberapa pemimpin negeri ini, Jokowi-Ahok dan Gede Winasa. Kita merindukan pemimpin bisnis yang memahami berpikir kesisteman dan berpikir serba sistem. Inikah yang diperagakan pemimpin agama besar dari tanah Timur Tengah dahulu kala? Inikah prinsip syariah? Inikah prinsip persepuluhan? Siapakah kini pemimpin bisnis model ini?

Mari kita kaji dari praktik bisnis kita masing-masing sehari-hari. Mulailah dari Anda sendiri dengan merekonstruksi kepemimpinan Anda. Prinsip bisnis tak akan jauh dari prinsip hidup yang dihidupi. Dengan mengembangkan hidup pribadi bersendi kesisteman dan serba sistem yang membahagiakan saya yakin keputusan menjadi lebih mudah dan lebih cepat karena sudah menjadi kebiasaan. Prinsip berkomunikasi tiada henti menghasilkan keputusan yang diingini dan bisa dilaksanakan. Analsisis logika dan budaya berjalan seiring. Harmoni tercipta melalui dinamika manusiawi dewasa dan saling menginspirasi. Hasilnya berdaya ungkit dan menghasilkan panen melimpah. Semoga!




Employee vs entrepreneur

Students, which one do you choose?




Asuransi Kita: PERLU RICH PICTURE!*

ojkPeningkatan proses dan hasil kerja pada Indonesia Insurance Award (IIA) 2014 bidang human capital (HC) membanggakan. Demikian kesimpulan umum sebagai juri pada kegiatan yang sama dua tahun berturut. Terlihat hampir semua perusahaan asuransi melaksanakan perbaikan sistemik yang diinginkan (systemically desirable) dan sekaligus layak dan bisa dilaksanakan (culturally feasible). Meskipun kendala eksternal dan internal terjadi pada semua peserta IIA 2014, namun mereka mampu mengatasinya sehingga menjadi kampiun perubahan (change champion) pada masing-masing bidangnya. Asurani menggunakan ilmu aktuaria untuk menghitung risiko yang diperkirakan. Ilmu aktuaria menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas. Namun demikian, para pemangku kepentingan tetap harus mempertimbangkan juga faktor manusia sebagai modal, karena perilaku dan risiko lainnya tidak cukup dengan kalkulasi kuantitatif. Bersikap inklusif dalam hal ini, dapat melindungi risiko dalam memperkirakan klaim di kemudian hari dengan ketepatan yang dapat diandalkan. Yang menggembirakan adalah pertanyaan pokok strategi HC umumnya sudah dipahami dan dilaksanakan dengan menempatkan manusia secara strategik (strategic positioner). Hal makin urgen terkait erat dengan pengawasan industri keuangan dan perbankan yang berpindah dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). sumber: OJK Dengan demikian pengawasan tidak lagi bersifat tunggal dari Bapepam LK seperti dulu. Sekarang terdapat korelasi erat antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dalam satu grup usaha. Umumnya bank yang menjadi induknya. Misalnya Mandiri memiliki PT AXA Mandiri Financial Service, PT Mandiri AXA General Insurance (MAGI), PT Mandiri Tunas Finance (MTF), dan 3 bank, 1 sekuritas, dan 1 perusahaan remittance. Kondisi ini tentu berpengaruh pada bagaimana arsitektur HC masing-masing grup. Hal yang dibutuhkan adalah sebuah gambar besar Rich Picture yang menampung pandangan atau worldviews dari para pihak terkait. Checkland dan Poulter dalam Hardjosoekarto (2012) menyarankan tiga elemen sosial yang menjadi fokus analisis. Ketiga hal tersebut yaitu elemen peran, norma, dan nilai-nilai.:

  1. Peran: posisi sosial yang menandai perbedaan di antara anggota-anggota kelompok atau anggota-anggota organisasi.
  2. Norma: perilaku yang diharapkan yang terkait dnegan peran.
  3. Nilai-nilai: standar atau kriteria ke dalam mana perilaku yang sesuai dengan peran (behavior-in-role) dinilai.

Pada tahap selanjutnya adalah proses penggambaran pemikiran dan aktor yang berperan dalam pengembangan perusahaan mengggunakan rich picture. Penyajian rich picture dalam bentuk gambar mirip dengan kartun yang menunjukkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) berikut peran dan perhatian pokok mereka. Penyusunan rich picture dimaksudkan untuk mengenali sejak awal situasi dunia nyata terkait dengan organisasi atau institusi perasuransian. Rumusan akar permasalahan (root definition) sangat terbantu dengan rich picture. Keunggulan metode ini seperti dijelaskan Horan (2000), antara lain: a) bentuknya grafis.; b) dapat dibuat baik dengan sederhana maupun dengan sangat lengkap, dan bisa menyajikan informasi dari yang ringan atau sedikit sampai informasi keseluruhan system; c) mudah diperbaiki. d) dapat menyajikan berbagai informasi, seperti emosi, konflik, politik, dan lain-lain; e) menyajikan informasi sebagai dasar untuk berkomunikasi dan negosiasi. Johansson (2007) menambahkan, teknik visual sebagai upaya inklusif dalam penggambaran masalah kompleksitas secara visual digunakan sesuai dengan situasi lapangan berkembang sesuai dengan ketersediaan dan kebiasaan organisasi masing-masing. Definisi asuransi yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga perlu dikomunikasikan lebih baik. Bayangan yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut perlu disampaikan dengan cara-cara baru. Cara baru berkomunikasi tersebut apabila dikerjakan dengan proses yang penuh kesadaran bisnis (business awareness) dan logika dunia nyata (mindfulness) kiranya perlu dicoba. Hasilnya tergantung pada kesediaan dan kesungguhan berinteraksi para pemangku kepentingan asuransi. Kiranya sebagai organisasi, perusahaan asuransi sudah terbuka untuk berkomunikasi lebih baik. Masalahnya bangaimana dengan OJK? Lembaga baru ini sedang menyusun kultur baru, kompetensi, system, dan komunikasi yang baru pula. Mari kita berbenah membangun rumah baru kita dengan turut menyusun arsitektur HC secara nasional. Bukankah perbankan sudah memiliki Arsitektur Perbankan Indonesia? Mengapa tidak kita buat Arsitektur Asuransi Indonesia dan Arsitektur HC Indonesia? Mari bekerja sama menjadi organisasi pembelajaran (learning organization) dan kampiun perubahan (change champion) . Siapa mau ikut?

* Sudah dimuat di Economic Review, Juli-Agustus 2014, 34-35




Menuju Asean Economic Community: Human Resource TRANSFORMATION Tak Bisa Ditawar!*

HR TransformationPergeseran paradigma dalam pengelolaan manusia mutlak dilakukan melalui transformasi modal manusia (human capital transformation). Menghadapi Asean Economic Community (AEC) pada 2015 dan financial integration pada 2020, kebutuhan tenaga perbankan berpengetahuan, terampil dan berkarakter yang menjadi tuntutan saat ini tidak lagi memadai. Beberapa bank yang sudah menyadari bahwa sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu unsur kunci tercapainya kesuksesan perusahaan telah menempatkannya sebagai modal manusia (human capital) sama pentingnya dengan modal finansial (atau bahkan lebih penting). Pertanyaan mendasar dalam manajemen SDM adalah bagaimana setiap insan dalam perusahaan menjadi katalisator bagi sumber daya yang lain dan menciptakan nilai (creating value) bagi seluruh pemangku kepentingan.
Kini, isu yang terkait erat dengan pengembangan sumber daya manusia adalah transformasi manajemen, khususnya manajemen sumber daya manusia (human resources management atau HRM). Ulrich yang meneliti sejak tahun 1980-an menuliskan dalam HR Champion (1997) dan HR Transformation (2009) bahwa dalam kesuksesan organisasi bisnis, peran kompetensi teknis hanya berkisar 23,3% dan selebihnya kompetensi tentang bisnis dan manajemen perubahan. Penelitian ini diteruskan melewati pergantian abad sampai menghasilkan model yang terus menerus diperbarui. Model inilah yang seyogianya diadaptasi industri perbankan sesuai konteks perusahaan di dalam menghadapi era baru kesejahteraan yang berimbang di kawasan Asean melalui peranan pengembangan modal manusia (human capital development).
Pengelolaan faktor manusia dalam organisasi terkait dengan kompetensi dan perilaku melintasi dua dekade abad ke-20 menuju abad ke-21 ini. Adaptasi di kawasan Asia seperti dilakukan Dessler dan Huat yang berdasar pada studi dan penelitian akademik menegaskan, “…managing people in organizations to produce the workforce competencies and behaviours required to achieve the operation’s strategic goals…” (Dessler dan Huat, 2006). Tantangan dan kesempatan (opportunities) lingkungan, kebijakan (policy) dan fungsi departemen SDM dalam pengembangan kompetensi seyogianya memberikan added value bagi organisasi. Model konseptual dan rencana tindakan menjadi harapan dalam membangun solusi alternatif bagi para line manager organisasi perbankan.
Paradigma pegembangan SDM ketika surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/310/KEP/DIR 1999 tentang Penyediaan Dana untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bank Umum sebesar 5% dari total biaya SDM, pada waktu itu cukup ampuh untuk mendorong pengembangan sumber daya manusia. Tercatat beberpa bank (BRI, BNI, Mandiri, BTN, BCA, CIMB Niaga, Danamon, dan Permata) menjadikan organisasinya sebagai organisasi pembelajar (learning organization) melalui pengelolaan bakat (talent management) dan universitas perusahaan (corporate university). Hal ini memungkinkan karena dana yang relatif berlebih akibat akumulasi dari tahun ke tahun yang tidak terealisasi. Bagi bank yang mampu melihat aturan ini sebagai peluang, kesempatan ini tidak disia-siakan. Perusahaan bertekad untuk menjadikan kinerja tinggi sebagai praktek dan budaya manajemen yang berkesinambungan. Pada Anugerah Perbankan Indonesia 2013 (APBI 2013) tercatat bank CIMB Niaga dan Bank BRI telah berusaha optimal melalui upaya transformasi. Kinerja kedua bank ini kinclong bukan hanya karena sistem yang dibangun telah berhasil. Sisi lain yang menentukan adalah kepemimpinan. Perusahaan seyogianya memastikan pengembangan kompetensi karyawan secara berkesinambungan. Pengembangan internal ini menjamin tercipta insan perbankan yang mumpuni dan kemampuan kepemimpinan yang dapat membawa perusahaan pada pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan di tataran regional Asean. Transformasi dimulai dengan menyadari evolusi peran SDM.

HR TransformationEvolution of HR Role
LATE 1990s LATE 2000s EVOLUTION OF THINKING
Employee Champion Employee Advocate (EA)
Human Capital (HC) Developer Employees are increasingly critical to the success of organizations. EA focuses on today’s employee.
HC developer focuses on how employees prepare for the future.
Administra-tive Expert Functional Expert HR practices are central to HR value. Some HR practices are delivered through administrative efficiency (such as technology), and others through policies, menus, and interventions, expanding the functional expert role.
Change Agent Strategic Partner Being a strategic partner has multiple dimensions: business expert, change agent, knowledge manager, and consultant. Being a change agent represents only part of the strategic partner role.
Strategic Partner Strategic Partner The view has expanded to encompass the dimensions once attributed to either the strategic partner or the change agent roles.
Leader The sum of the first four roles equals leadership, but being an HR leader also has implications for leading the HR function, integrating work of other functions, ensuring corporate governance, and monitoring the HR community.
Sumber: HR Transformation, Ulrich, Dave, 2009:104
Dari sisi human capital dan kepemimpinan, APBI 2013 mempunyai intensi mendorong upaya lebih sungguh dan menyadari perlunya kolaborasi antarorganisasi. Organisasi perbankan hendaknya mempunyai mental berkelimpahan (abundance). Sifat ini paradox dengan kenyataan dimana individu dan organisasi perbankan masing-masing mesti berjuang untuk sukses. Metafora yang tepat dari situasi perbankan adalah situasi di jalan raya di Jakarta yang padat, ruwet, dan macet. Kemacetan akan bertambah parah ketika ada seseorang (pemotor, kendaraan pribadi, atau bis umum) miskin mental berkelimpahan seperti sering kita lihat di awal dan akhir jam kerja. Rambu-rambu lalin, polisi, dan lebar jalan tak mampu menampung akitifitas yang bertujuan (purposeful activity) segenap warga Jakarta.
Demikian pula aktifitas perbankan. Upaya otoritas pengaturan perbankan oleh Bank Indonesia yang tahun lalu ditengarai dengan berakhirnya outsourcing pada proses inti kegiatan perbankan mewarnai kebijakan pengembangan modal manusia (human capital development-HCD). PBI No.13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain dan SE BI No.14/20/DPNP perlu mendapat tanggapan seperti halnya upaya mengurai kemacetan. Perbankan perlu belajar menjadi organisasi berkelimpahan (abundant organizations) melalui pelaksanaan HCD, engagement survey, dan good corporate governance (GCG). Sayangnya pada ajang APBI 2013 ini penilaian hanya dari sisi laporan tahunan yang berupa hard data dan hard information. Padahal soft data dan soft information melalui indepth interview dan orservasi langsung memberikan banyak keutuhan informasi.
Metode Penilaian Human Capital pada APBI 2013 berbasis Laporan Tahunan 2012, data, informasi lain yang diakses melalui media publikasi lain. Setelah itu dilakukan kan penyaringan dengan mengukur hard data human capital pada pemenuhan jumlah 5% dari biaya SDM dilakokasikan untuk pelatihan. Untuk melihat validitas data tersebut digunakan referensi silang pada jenis dan jumlah pelatihan serta partisipan yang terlibat. Rasio produktifitas tenaga kerja juga digunakan sebagai nature paradigm, yaitu keterkaitan HC dengan model bisnis. Setelah diranking, dilakukan observasi konsep human capital yang dilaksanakan serta reputasi lembaga yang bekerja sama dengan bank sebagai recognition. Di sisi kepemimpinan dinilai visi, pengaruh (influence), nilai-nilai dan impact pemimpin di dalam transformasi human capital management (HCM) dan bisnis. Kedua penilaian ini menggunakan kriteria efficacy, efficiency, dan effectiveness.
Hal yang menggembirakan pada APBI 2013 antara lain roadmap human capital transformation sudah diagendakan misalnya oleh BNI yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan memiliki global capability, dengan tetap memperhatikan 4 (empat) pilar yang mendukung pencapaian kinerja perusahaan yaitu Revenue Uplift, Cost Efficiency, NPL Reduction dan Economic of Scale. Demikian pula pemanfaatan metode assessment center, talent management, dan engagement survey sudah digunakan terutama di bank-bank buku 3 dan 4. Beberapa bank juga sudah menjalin kerja sama internasional, misalnya dengan INSEAD, Wharton School of Business, dan pelatihan pengembangan dengan standar internasional. Di sisi lain, beberapa Bank BPD dan sebagian besar bank buku 2 dan 1 juga menunjukkan antusismenya dalam upaya mengimplementasikan pergeseran paradigm konsep HRD menuju HCD. Hasilnya memang belum terlalu membanggakan. Upaya tegas dari bidang pengawasan BI masih diperlukan karena langkah persuasif saja tidak cukup. Pemahaman pengetahuan kedisiplinan (discipleship) masih perlu disadarkan baik pada level individu, kelompok, maupun organisasi.
Untuk itu pada APBI 2014 diharapkan dapat dilaksanakan penjurian yang lebih inklusif dan integratif, agar kapabilitas masing-masing bank dapat dikenali secara utuh. Kapabilitas organisasi perbankan diidentifikasi dan dilacak melalui sejumlah aktor (nasabah, investor, regulator, pegawai, manajer lini, dan komunitas) yang terkait. Bila diperhatikan lebih seksama pemenang APBI 2013 telah berusaha mendekati aktor-aktor tersebut dan memberikan nilai tambah bagi mereka. Tercatat di papan tengah Bank Syariah Mandiri dan Bank Nusantara Parahyangan dikenal sebagai bank yang getol meningkatkan kapabilitas organisasi melalui para aktornya.
Transformasi adalah tantangan paradigmatik bagi industri perbankan dalam memandang dirinya. Paradigma modal manusia (human capital paradigm) adalah pengungkitnya (leverage). Pemimpin dan divisi modal manusia mestinya berperan sebagai pemosisi strategik (strategic positioner) bagi segenap karyawannya. Oleh karena itu, membangun modal manusia perlu memperhatkan tanda-tanda jaman. Setiap saat transformasi membantu organisasi mendesain ulang pengembangan modal manusia. Konvergensi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku ditajamkan oleh refleksi mengasilkan pengetahuan berbasis pengalaman (experience based knowledge) yang menjadi saripati pembelajaran (learning). Sungguh disayangkan beberapa bank tidak bersedia dinilai dan kurang mampu merespons APBI 2013 dengan baik. Komunikasi dan relasi yang baik selalu menjadi kekuatan dan daya pikat organisasi. Semoga!
*Tulisan ini pernah dimuat di majalah Economic Review, Edisi 02 tahun 01, November 2013