Artificial Neural Network

nn

Artificial Neural Network Artificial (ANN) atau Jaringan Syaraf Tiruan merupakan sebuah teknik atau pendekatan pengolahan informasi yang terinspirasi oleh cara kerja sistem saraf biologis, khususnya pada sel otak manusia dalam memproses informasi. Elemen kunci dari teknik ini adalah struktur sistem pengolahan informasi yang bersifat unik dan beragam untuk tiap aplikasi. Neural Network terdiri dari sejumlah besar elemen pemrosesan informasi (neuron) yang saling terhubung dan bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan sebuah masalah tertentu, yang pada umumnya dalah masalah klasifikasi ataupun prediksi.

Cara kerja Neural Network dapat dianalogikan sebagaiman halnya manusia belajar dengan mengunakan contoh atau yang disebut sebagai supervised learning. Sebuah Neural Network dikonfigurasi untuk aplikasi tertentu, seperti pengenalan pola atau klasifikasi data, dan kemudian disempurnakan melalui proses pembelajaran. Proses belajar yang terjadi dalam sistem biologis melibatkan penyesuaian koneksi sinaptik yang ada antara neuron, dalam halnya pada Neural Network penyesuaian koneksi sinaptik antar neuron dilakukan dengan menyesuaikan nilai bobot yang ada pada tiap konektivitas baik dari input, neuron maupun output.

nn2

Neural Network memproses informasi berdasarkan cara kerja otak manusia. Dalam hal ini Neural Network terdiri dari sejumlah besar elemen pemrosesan yang saling terhubung dan bekerja secara paralel untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Di sisi lain, komputer konvensional menggunakan pendekatan kognitif untuk memecahkan masalah; dimana cara pemecahan masalah haruslah sudah diketahui sebelumnya untuk kemudian dibuat menjadi beberapa instruksi kecil yang terstruktur. Instruksi ini kemudian dikonversi menjadi program komputer dan kemudian ke dalam kode mesin yang dapat dijalankan oleh komputer.

Neural Network, dengan kemampuannya dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan dari data yang rumit atau tidak tepat, serta juga dapat digunakan untuk mengekstrak pola dan mendeteksi tren yang terlalu kompleks untuk diperhatikan baik oleh manusia atau teknik komputer lainnya. Sebuah Neural Network yang telah terlatih dapat dianggap sebagai “ahli” dalam kategori pemrosesan informasi yang telah diberikan untuk dianalisa. Ahli ini kemudian dapat digunakan untuk menyediakan proyeksi terkait kemungkinan kondisi di masa mendatang serta menjawab pertanyaan “bagaimana jika?”

nn3

Keuntungan lainnya dari penggunaan Neural Network termasuk:

  • Pembelajaran adaptif: Kemampuan untuk belajar dalam melakukan tugas-tugas berdasarkan data yang diberikan
  • Self-Organization: Sebuah Neural Network dapat membangun representasi dari informasi yang diterimanya selama proses pembelajaran secara mandiri
  • Operasi Real-Time: Penghitungan Neural Network dapat dilakukan secara paralel, sehingga proses komputasi menjadi lebih cepat.

Neural Network dan algoritma komputer konvensional tidaklah saling bersaing tetapi saling melengkapi. Beberapa tugas atau masalah lebih cocok diselesaikan dengan pendekatan algoritmik seperti halnya operasi aritmatika, di sisi lain ada tugas-tugas yang lebih cocok untuk jaringan saraf, misalnya prediksi pergerakan data time-series. Bahkan, sejumlah besar tugas lainnya memerlukan sistem yang menggunakan kombinasi dari keddua pendekatan tersebut, dimana biasanya komputer konvensional digunakan untuk mengawasi Neural Network agar dapat memberikan kinerja maksimum.




Inovasi Pengrajin Kain Tradisional

Daerah manakah di Indonesia yang pernah Anda kunjungi?pernahkah sama-sama kita mencermati berbagai kekayaan alam dan budaya di Indonesia? Salah satu kekayaan budaya Indonesia adalah  kain khas Nusantara. Perkembangan kain-kain Nusantara mulai menggeliat namun gaungnya masih belum terdengar seperti layaknya keindahan alam Indonesia yang sudah sangat dikenal Dunia. Masyarakat dunia sudah sangat mengenal Batik sebagai salah satu kain khas asli Indonesia. Selain batik,  Indonesia juga memiliki kain khas lainnya yaitu tenun yang dibuat dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Kain tenun juga merupakan salah satu kerajinan di Indonesia yang pelan-pelan mulai mendapat perhatian tersendiri dari penikmat seni dan masyarakat Indonesia dan dunia. Beberapa diantaranya adalah kain tenun yang berasal dari daerah Nusa Tenggara seperti kain tenun buna, songket, ikat (Nusa Tenggara Timur); Subhanalee, tereng, songket, sasambo (Sasak dan Mbojo), Rangrang (Nusa Tenggara Barat) (https://m.tempo.co. ;http://hellolombokku.com). Namun beragamnya jenis kain ternyata tidak menjadi daya tarik kuat bagi para pecinta kain tanah air, baru setelah berkembangnya dan mulai dikenalnya pariwisata dimasing-masing daerah kemudian berimbas pada mulai dikenal meluasnya kain tenun tradisional tersebut.

Lombok merupakan salah satu pulau yang menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat 4.725 km persegi. Keberadaan berbagai objek wisata di Lombok yang mulai dikenal kemudian memiliki dampak terhadap mulai dikenalnya kain tradisonal khas lombok. Secara umum penghasil kain di Pulau Lombok bersal dari tiga daerah utama yaitu Desa Sade  dan Desa Sukarare (Lombok Tengah) dan Desa Pringgasela (Lombok Timur). Berdasarkan hasil penelusuran dari penulis ketiga desa ini merupakan acuan dari berbagai model dan motif kain di khas Lombok. Motif kain tersebut dari ketiga daerah tersebut hampir sama, yang membedakan hanya jumlah helaian dari masing-masing kain, dimana umumnya kain dari Desa Pringgasela memiliki tenunan yang lebih rapat.

Kain asal Lombok yang beberapa lama ini sangat dikenal adalah kain rangrang yang merupakan motif kain berbentuk segitiga dengan berbagai warna yang mencolok.

img_1157

Kain diatas sempat menjadi perhatian dari masyarkat karena warna dan motifnya yang menarik, namun kemudian tidak dapat berkembang karena hasil wawancara penulis dengan salah satu kolektor dan pemerhati kain tradisional Indonesia Ibu Dr.Aviliani, kelemahan dari kain tenun Indonesia adalah kainnya yang terlalu tebal sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pakaian yang nyaman untuk orang-orang yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia. Hal ini kemudian memunculkan kesempatan bagi produsen kain pabrik atau sejenisnya untuk kemudian membuat kain motif serupa namun lebih tipis. Ternyata ketika kain tersebut dilempar kepasaran justru lebih diminati oleh konsumen karena lebih sesuai untuk dibuat pakaian dan harganya lebih murah.

Kain tenun sendiri bukan hanya merupakan kain, namun merupakan simbol, kisah dimana terkandung makna dan filosopi sejarah dari masing-masing daerah asal kain tersebut. Namun jika melihat peluang yang ada, pada saat ini pelaku industri kain nusantara banyak yang belum memahami mengenai selera konsumen, dengan tetap bertahan pada pakem-pakem pembuatan kain yang sudah diwarisi dari zaman nenek moyang mereka. Sementara terkadang hal tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang ada sekarang ini, hal ini kemudian menyebabkan kurang diminatinya kain tersebut bahkan oleh orang Indonesia sekalipun.

#gallery-1 { margin: auto; } #gallery-1 .gallery-item { float: left; margin-top: 10px; text-align: center; width: 33%; } #gallery-1 img { border: 2px solid #cfcfcf; } #gallery-1 .gallery-caption { margin-left: 0; } /* see gallery_shortcode() in wp-includes/media.php */

Lama kelamaan kelemahan tersebut mulai dibahas dan dilakukan perbaikan oleh para pengrajin kain. Kain diatas merupakan Contoh kain  kain yang dibuat dengan bahan yang lebih tipis disebut dengan kain seset.  Perkembangan lainnya adalah penggunaan warna-warna natural atau warna alam sebagai bahan pewarna diharapakan menjadi salah satu inovasi untuk menarik konsumen, mengingat kembali boomingnya istilah kembali pada alam (back to nature) hal ini juga sekaligus menjadi salah satu sumber keunggulan kompetitif dari produk kain asal Lombok.

img_1172

Perkembangan Sosial media juga ternyata berimbas kepada cara penjualan yang digunakan oleh para pengrajin dalam memasarkan kain tradisional mereka dengan mulai memiliki account di Facebook sebagai salah satu metode pemasaran baru bagi mereka. Dimana kefektifan dari metode sosial media masih perlu pendalaman lebih untuk melihat dampaknya terhadap penjualan kain asal Lombok.Semoga kedepan semakin banyak inovasi yang dibuat para pengrajin untuk dapat meningkatkan minat beli konsumen. Jaya terus kain Indonesia, jadilah pemenang di negara sendiri.




Apa itu Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI)?

Saat kelulusan dari Perguruan Tinggi (baik Negeri maupun Swasta), mahasiswa akan mendapatkan beberapa dokumen kelulusan seperti halnya Ijazah, Surat Keterangan Kelulusan (SKL), Transkrip Akademik, dan dokumen lain yang berkaitan dengan profesi.  Namun mulai tahun akademik 2015 , selain mendapatkan dokumen tersebut di atas, mahasiswa akan mendapatkan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI).

Menurut Permendikbud No. 81 Tahun 2014, SKPI merupakan dokumen yang memuat informasi tentang pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan pendidikan tinggi bergelar. SKPI ini juga dapat dikatakan sebagai “Rekam Jejak Mahasiswa dalam Perkuliahan”. Berbagai macam kegiatan mahasiswa selama perkuliahan dapat digambarkan di SKPI.

Penerbitan SKPI ini didasari oleh adanya tiga Permendikbud, yakni

  1. Permendikbud No. 73 Tahun 2013,
  2. Permendikbud No. 49 Tahun 2014, dan
  3. Permendikbud No. 81 Tahun 2014.

SKPI itu berisi mengenai hal-hal berikut seperti :

  1. Logo Perguruan Tinggi
  2. Nomor Keputusan Pendirian Perguruan Tinggi
  3. Nama Program Studi Lulusan
  4. Nama Lengkap Pemilik SKPI
  5. Tempat dan Tanggal Lahir Pemilik SKPI
  6. Nomor Pokok Mahasiswa (NPM)
  7. Tanggal, Bulan, Tahun Masuk dan Kelulusan
  8. Nomor Seri Ijazah
  9. Gelar yang Diberikan Beserta Singkatannya
  10. Jenis Pendidikan (Akademik, Vokasi, atau Profesi)
  11. Program Pendidikan (Diploma, Sarjana Terapan, Magister Terapan, Doktor Terapan, Sarjana, Magister, Doktor, Profesi, atau Spesialis)
  12. Capaian Pembelajaran Lulusan Sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Secara Naratif
  13. Level Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
  14. Persyaratan Penerimaan
  15. Bahasa Pengantar Kuliah
  16. Sistem Penilaian
  17. Lama Studi
  18. Jenis dan Program Pendidikan Tinggi Lanjutan
  19. Skema Tentang Sistem Pendidikan Tinggi (sumber : Pasal 7 Ayat 1 Permendikbud No 81 Tahun 2014)

SKPI berbeda dengan Transkrip Akademik, perbedaannya adalah jika Transkrip Akademik menggambarkan nilai yang dicapai oleh mahasiswa dari setiap mata kuliahnya, sedangkan SKPI lebih menggambarkan pada apa saja yang dicapai oleh mahasiswa selama perkuliahannya.

Pencapaian mahasiswa selama perkuliahannya dapat digambarkan pada kolom Capaian Pembelajaran Lulusan, yakni menerangkan kemampuan yang dibutuhkan sebagai prasayarat dalam persaingan dunia kerja dilihat dari latar belakang lulusannya.

Capaian pembelajaran juga tidak hanya membahas mengenai kemampuan dalam persaingan  kerja semata, namun juga membahas mengenai kemampuan pengetahuan yang dimiliki oleh lulusan dan juga kemampuan sikap yang harus dimiliki oleh lulusan. Hal ini dapat membantu para perekrut kerja (HRD perusahaan) dalam menyeleksi tenaga kerja.

Selain beberapa hal mengenai capaian pembelajaran, ada hal lain yang ada di SKPI, yakni Aktivitas Mahasiswa selama Perkuliahan. Hal ini termasuk pada kegiatan seminar dan workshop yang diikuti, prestasi yang pernah diraih, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan akademik.

Pada SKPI juga dimuat mengenai KKNI atau Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Pada kolom KKNI ini menjelaskan mengenai pemahaman jenjang kualifikasi kompetensi yang dapat menyetarakan atau mengitegrasikan pendidikan dan pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja.

Dalam SKPI digunakan dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan juga Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional. Hal ini dilakukan karena pemakaian SKPI tidak hanya berlaku pada wilayah Nasional saja, namun juga hingga wilayah Regional bahkan Internasional.

Pihak yang Berwenang Berkaitan dengan SKPI

Ada beberapa pihak yang berwenang dalam rangka dikeluarkannya SKPI. Kewenangan dikeluarkan SKPI dilakukan oleh Perguruan Tinggi tersebut. Adapun untuk penandatanganan SKPI dilakukan oleh:

  1. Untuk Universitas atau Institut dilakukan oleh Dekan Terkait
  2. Untuk Sekolah Tinggi dilakukan oleh Ketua dan Pemimpin Unit Pengelola Program Studi terkait.
  3. Untuk Akademik atau Politeknik dilakukan oleh Pemimpin Unit Pengelola Program Studi terkait.
  4. Untuk Akademi Komuniktas dilakukan oleh Direktur

Manfaat SKPI Bagi Lulusan

  • Sebagai dokumen tambahan yang menyatakan kemampuan kerja, penugasan pengetahuan, dan sikap/moral seorang lulusan yang lebih mudah dimengerti oleh pihak pengguna di dalam maupun luar negeri dibandingkan dengan membaca transkrip
  • Sebagai penjelasan yang objektif dari prestasi dan kompetensi pemegangnya
  • Dapat meningkatkan kelayakan kerja (employability)

Manfaat SKPI Bagi Perguruan Tinggi

  • Menyediakan penjelasan terkait dengan kualifikasi lulusan, yang lebih mudah dimengerti oleh masyarakat, dibandingkan dengan membaca transkrip
  • Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan program dengan pernyataan capain pembelajaran suatu program studi yang transparan.
  • Menyatakan bahwa institusi pendidikan berada dalam kerangka kualifikasi nasional yang diakui secara nasional dan dapat disandingkan dengan program pada institusi luar negeri melalui qualifiaction framework masing-masing negara.
  • Meningkatkan pemahaman tentang kualifikasi pendidikan yang dikeluarkan pada konteks pendidikan yang berbeda-beda.

Sumber Penulisan Artikel :

  • Permendikbud No. 81 Tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi
  • Petunjuk Pelaksanaan SKPI Perbanas Institute
  • http://www.kopertis12.or.id/2014/12/19/surat-keterangan-pendamping-ijazah-skpi.html



Teknologi ikut andil dalam Dehumanisasi ?

Humanisasi memiliki arti proses menjadikan manusia sebagai manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Sedang dehumanisasi mempunyai arti sebaliknya, yakni proses menjadikan manusia tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dehumanisasi berarti penghilangan harkat manusia. Immanuel Kant menyatakan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia., sehingga menurut konsep ini, anak manusia harus dididik oleh manusia, dengan cara manusia, dan dalam nuansa kehidupan manusia. Dengan penggunaan teknologi dalam pendidikan dapat dianggap sebagai nilai tambah namun tidak dapat menggantikan peran manusia dalam mendidik anak manusia tersebut. Dehumanisasi peserta didik tidak terjadi hanya karena teknologi, karena teknologi hanya sebagai nilai tambah bukan pengganti manusia (pendidik) dalam upaya mendidik anak manusia (peserta didik), karena yang seharusnya pendidikan harus menjadi proses humanisasi manusia, karena manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat mendidik dan didik (educandum dan educabile).

Dalam mengunakan teknologi, terdapat beberapa hal yang membentuk kepribadian seseorang, diantaranya keluarga, sekolah dan lingkungan. Dalam dunia pendidikan, teknologi akan tetap berfungsi sebagai alat bantu, sebagai penunjang fasilitas pembelajaran, dan bukan sebagai faktor utama. Dalam konteks pendidikan yang penting adalah, bahwa peserta didik dapat menyerap dan mengerti materi yang diajarkan kepadanya. Walau demikian memang harus diwaspadai, bahwa teknologi dapat mengubah kebiasaan seseorang, dan kemudian membentuk menjadi satu budaya baru. Sebelum hal itu terjadi, seseorang harus menyadari bahwa ada resiko tersebut yang harus diperhitungkan apakah itu positif atau negatif. Dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan sisi negatif, maka kegunaan teknologi akan memberi manfaat. Hal ini berarti tidak selalu teknologi menjadikan penyebab dehumanisasi.




Analogi to Analisa (PART II)

Analogi – Analisa to Rekomendasi (PART II)
(Kasus Pengembangan IT pada Sebuah Perguruan Tinggi)

screen-shot-2016-10-12-at-11-56-32-am

Lanjutan dari kasus sebelumnya (Analogi to Analisa (PART I),
(Analisa Arsitektur Infrastruktur Komputer & Analisa Departemen IT dan Rekomendasi)

Layanan berbasi IT merupakan hal yang banyak diinginkan oleh perguruan tinggi mengingat banyaknya stakeholder yang harus dilayani. Namun untuk mengimplementasikannya perlu banyak portimbangan karena pada umumnya kebutuhan ini datangnya pada fase dimana perguruan tinggi sudah berjalan dan sudah ada beberapa bagian sistem maupun teknologi informasi yang sudah dipakai. Untuk itu diperlukan analisa yang runut untu mendapatkan gambaran tentang apa saja yang perlu dilakukan. Dibawah ini adalah contoh sebuah kasus dan pendekatan analogi existing sistem untuk mendapatkan gambaran awal apa yang saja yang diperlukan untuk pengembangan layanan IT-nya).

Analogi Pendahuluan

  • Sistem Informasi Perguruan Tinggi ibarat sebuah bangunan rumah tingkat satu bergaya Belanda yang secara fungsional masih layak berdiri dan ditinggali, di tengah-tengah kemajuan gaya arsitektur modern di sekitarnya, yang dalam keadaan tidak begitu bersih karena mekanisme pemeliharaannya yang kurang baik
  • Rumah yang pada masanya tersebut terbilang sangat baik, semakin lama semakin penuh dihuni oleh keluarga yang terus beranak pinak dan berkembang biak dengan pesat
  • Keadaan terkini yang penuh dengan perubahan dan gejolak membuat sebagian dari penghuni rumah mulai merasa kesulitan untuk tinggal secara nyaman, tidak saja karena semakin sempitnya ruang tinggal dan tempat beraktivitas, tetapi semakin diperlukannya berbagai kebutuhan baru yang pada jaman Belanda dahulu belum ada, misalnya: ruang kedap suara untuk bermain musik, kolam renang bergaya yakuzi untuk berekreasi, kanal listrik khusus untuk alat-alat elektronik standar internasional, jumlah lantai yang harus ditingkatkan untuk mengadaptasi kuantitas anggota keluarga yang bertambah, dan lain sebagainya – yang pada intinya memaksa keluarga tersebut untuk melakukan perombakan tidak hanya terhadap tata ruang rumah, namun melibatkan arsitektur secara keseluruhan
  • Sehubungan dengan hal itu, kepala keluarga mengadakan rapat keluarga yang dihadiri berbagai perwakilan kerabat untuk menyampaikan isu tersebut di atas – sebagian merasa bahwa tidak perlu diadakan perombakan rumah besar-besaran karena sebenarnya yang sekarang sudah nyaman, sementara yang lain merasa sudah saatnya perubahan besar-besaran dilakukan
  • Rapat keluarga tersebut berakhir dengan tiga pilihan besar sebagai berikut: pilihan pertama adalah merubuhkan rumah tersebut dan membangunnya kembali sesuai dengan kebutuhan dan gaya arsitektur modern; pilihan kedua adalah melakukan renovasi terhadap sebagian besar dari rumah tersebut; dan ketiga adalah memenuhi kebutuhan kecil-kecil secara bertahap tanpa membongkar rumah yang ada (tambal sulam)
  • Karena ketiga skenario tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan kebetulan ketika diadakan voting ternyata seimbang, maka diputuskan dibentuk sebuah tim yang terdiri dari wakil-wakil keluarga untuk memutuskan pilihan mana yang terbaik
  • Langkah pertama yang dilakukan oleh tim tersebut adalah mencoba mencari cetak biru dan berbagai dokumen arsitektur rumah sebagai salah satu cara obyektif untuk menilai kelayakan pengambilan keputusan terhadap tiga skenario yang ada
  • Dari hasil pencarian tersebut, malangnya yang didapatkan hanyalah dokumen desain interior bangunan, sementara cetak biru arsitekturnya sudah hilang sama sekali – dengan kata lain, tim merasa sulit untuk memutuskan pilihan mana dari ketiga skenario yang ingin diambil, terutama dalam menentukan cost-benefit-nya
  • Usaha lain kemudian dilakukan, yaitu mencoba mencari arsitek yang dulu membangun rumah tersebut, namun arsitek tersebut sulit dihubungi karena sudah bertahun-tahun tidak berjumpa; seandainya bertemu, belum tentu ybs. punya fotocopy bangunan tersebut, atau masih hafal mengenai struktur rumah yang dulu dibangunnya, atau mau menggambar ulang mengenai hasil karyanya tersebut
  • Karena usaha tersebut tidak membuahkan hasil dan tidak efektif – disamping keluarga tidak mau terlalu menggantungkan diri terhadap keberadaan arsitektur terkait – maka diundanglah beberapa arsitektur lain untuk mencoba membantu mereka dalam mengambil keputusan dari tiga pilihan yang ada
  • Pada mulanya, ketika para arsitektur tersebut bertemu dengan pimpinan keluarga, dengan melihat kenyataan yang ada, pihak ketiga ini jelas memilih skenario yang pertama karena sebagai profesional tidak mau mengambil resiko apapun untuk melaksanakan skenario kedua maupun ketiga, karena kedua skenario terakhir tersebut jika dijalankan akan berada di atas asumsi-asumsi yang spekulatif
  • Namun ketika pihak ketiga ini bertemu dengan anggota keluarga yang lainnya (yang setuju dan tidak setuju dengan isu perombakan rumah), terlihat bahwa skenario kedua dan ketiga menjadi valid – walaupun untuk melakukannya dibutuhkan usaha-usaha yang akan terlihat aneh di mata tetangga, seperti misalnya membuat ruangan bergaya modern menempel di sisi bangunan bergaya Belanda tersebut dengan cat yang berwarna lain
  • Dengan kata lain, jika yang diinginkan adalah melakukan skenario kedua dan ketiga, sebenarnya beberapa anggota keluarga yang kebetulan masih terlibat dalam pembuatan bangunan lama dapat melakukannya (terbukti dengan beberapa “karya” yang telah dihasilkannya selama ini)
  • Sementara itu, tim keluarga beserta para arsitektur barunya lebih baik berkonsentrasi pada skenario pertama yang dahulu telah memutuskan untuk melakukan pendekatan sebagai berikut: membeli tanah di sebelah rumah lama yang ada, merancang bangunan baru sesuai dengan visi dan misi yang jauh ke depan, melakukan pembangunan dan pengembangan sesuai dengan dana yang tersedia, dan secara perlahan-lahan memindahkan orang-orang yang tinggal di rumah lama ke bangunan yang baru (pilot project, paralel) – dan menjual tanah serta bangunan bergaya Belanda yang lama
  • Ada baiknya, di dalam anggota keluarga ada yang disekolahkan sebagai arsitek ahli agar selain dapat terlibat dalam pembangunan dan pengembangan bangunan baru, dapat mengerti mekanisme dan metoda baku dalam proses pembangunan dan pengembangan tersebut, terutama yang berkaitan dengan pembuatan cetak biru arsitektur terkait
  • Namun satu hal yang harus diingat adalah, bahwa pimpinan keluarga harus terlebih dahulu meyakinkan para anggota keluarganya, mengapa rangkaian angkah-langkah tersebut di atas harus diambil, karena masih banyaknya anggota keluarga yang merasa bahwa tidak perlu dilakukan langkah sedramatis ini, karena sebenarnya masih nyaman berada tinggal di rumah yang lama

 

Analisa Arsitektur Infrastruktur Komputer

  • Arsitektur terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu Sistem Informasi Akademik dan Keuangan yang berbasis pada teknologi lama (sentralisasi dengan menggunakan dump terminal) dan Sistem Informasi Universitas untuk keperluan komunikasi yang berbasis teknologi baru
  • Secara jaringan cukup baik, dalam arti kata telah tersedia infrastruktur yang menghubungkan setiap titik koneksi di dalam kompleks Universitas Atmajaya
  • Secara kuantitas dan spesifikasi komputer, terlihat adanya kepincangan (kuantitas relatif sedikit, spesifikasi relatif rendah) – namun hal tersebut tidak terpisahkan dari tingkat kebutuhan dan literacy user terhadap peranan dan fungsi komputer sebagai alat bantu dalam aktivitas sehari-hari
  • Sistem akademis tersentralisasi di BAAK, dan tanpa adanya server sebagai redudansi (jika terjadi masalah dengan server, kegiatan transaksi akademis berhenti)

 

Analisa Departemen TI

  • Tidak ada anggota yang memiliki kompetensi dan keahlian strategis di bidang sistem informasi yang dapat mengantar Perguruan Tinggi untuk dapat memiliki sistem informasi seperti yang diinginkan (memiliki visi dan misi jauh ke depan)
  • Terdapat beberapa orang yang memiliki kemampuan teknis cukup baik, namun kurang lengkap (tidak didasari dengan teori dan konsep yang kuat) sehingga kerap terjadi kesalahpahaman dalam membicarakan permasalahan teknis antar anggota di Departemen TI
  • Cara kerja tim belum bersifat proaktif, dalam arti kata masih menunggu permasalahan yang ada
  • Adanya inkonsistensi dalam menyampaikan informasi dan melakukan tindakan; di satu pihak tahu persis adanya kekurangan sistem informasi yang dimiliki, di lain pihak tidak ada usaha melakukan perbaikan atau pemikiran untuk memperbaikinya (disamping ada produk-produk tambal sulam yang telah dihasilkan)

 

Rekomendasi

  • Yayasan dan Manajemen Universitas harus memiliki prinsip dan kesepahaman yang sama dalam hal mengembangkan sistem informasi Perguruan Tinggi agar tahu persis arah dan tujuannya (misalnya: SI/TI sebagai enabler change management, atau SI/TI sebagai penunjang manajemen sehari-hari, atau SI/TI sebagai alat meningkatkan efisiensi kerja, dsb.)
  • Harus ditunjuk satu orang yang memiliki kompetensi dan otoritas penuh dan mengerti permasalahan serta bertanggung jawab memenuhi visi dan misi sistem informasi yang dicanangkan tersebut, karena tanpa adanya orang tersebut, tidak ada gunanya pihak luar membantu karena tidak ada ownership dan transfer of knowledge (lebih baik secara karir dibandingkan dengan secara manajemen proyek)
  • Biarkan orang tersebut berdasarkan keahlian dan otoritas yang diberikan padanya menentukan langkah-langkah yang paling efektif baginya, termasuk di dalamnya mekanisme memilih pihak luar untuk membantu; yang bersangkutan secara langsung bertanggung jawab kepada Ketua Steering Commitee dan Organization Commitee

 

 

 

 

 

— oOo —




Analogi to Analisa (PART I)

Analogi to Analisa (PART I)
(Kasus Pengembangan IT pada Sebuah Perguruan Tinggi)
screen-shot-2016-10-12-at-11-56-32-am

Layanan berbasi IT merupakan hal yang banyak diinginkan oleh perguruan tinggi mengingat banyaknya stakeholder yang harus dilayani. Namun untuk mengimplementasikannya perlu banyak portimbangan karena pada umumnya kebutuhan ini datangnya pada fase dimana perguruan tinggi sudah berjalan dan sudah ada beberapa bagian sistem maupun teknologi informasi yang sudah dipakai. Untuk itu diperlukan analisa yang runut untu mendapatkan gambaran tentang apa saja yang perlu dilakukan. Dibawah ini adalah contoh sebuah kasus dan pendekatan analogi existing sistem untuk mendapatkan gambaran awal apa yang saja yang diperlukan untuk pengembangan layanan IT-nya).

Analogi Pendahuluan

  • Sistem Informasi Perguruan Tinggi ibarat sebuah bangunan rumah tingkat satu bergaya Belanda yang secara fungsional masih layak berdiri dan ditinggali, di tengah-tengah kemajuan gaya arsitektur modern di sekitarnya, yang dalam keadaan tidak begitu bersih karena mekanisme pemeliharaannya yang kurang baik
  • Rumah yang pada masanya tersebut terbilang sangat baik, semakin lama semakin penuh dihuni oleh keluarga yang terus beranak pinak dan berkembang biak dengan pesat
  • Keadaan terkini yang penuh dengan perubahan dan gejolak membuat sebagian dari penghuni rumah mulai merasa kesulitan untuk tinggal secara nyaman, tidak saja karena semakin sempitnya ruang tinggal dan tempat beraktivitas, tetapi semakin diperlukannya berbagai kebutuhan baru yang pada jaman Belanda dahulu belum ada, misalnya: ruang kedap suara untuk bermain musik, kolam renang bergaya yakuzi untuk berekreasi, kanal listrik khusus untuk alat-alat elektronik standar internasional, jumlah lantai yang harus ditingkatkan untuk mengadaptasi kuantitas anggota keluarga yang bertambah, dan lain sebagainya – yang pada intinya memaksa keluarga tersebut untuk melakukan perombakan tidak hanya terhadap tata ruang rumah, namun melibatkan arsitektur secara keseluruhan
  • Sehubungan dengan hal itu, kepala keluarga mengadakan rapat keluarga yang dihadiri berbagai perwakilan kerabat untuk menyampaikan isu tersebut di atas – sebagian merasa bahwa tidak perlu diadakan perombakan rumah besar-besaran karena sebenarnya yang sekarang sudah nyaman, sementara yang lain merasa sudah saatnya perubahan besar-besaran dilakukan
  • Rapat keluarga tersebut berakhir dengan tiga pilihan besar sebagai berikut: pilihan pertama adalah merubuhkan rumah tersebut dan membangunnya kembali sesuai dengan kebutuhan dan gaya arsitektur modern; pilihan kedua adalah melakukan renovasi terhadap sebagian besar dari rumah tersebut; dan ketiga adalah memenuhi kebutuhan kecil-kecil secara bertahap tanpa membongkar rumah yang ada (tambal sulam)
  • Karena ketiga skenario tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan kebetulan ketika diadakan voting ternyata seimbang, maka diputuskan dibentuk sebuah tim yang terdiri dari wakil-wakil keluarga untuk memutuskan pilihan mana yang terbaik
  • Langkah pertama yang dilakukan oleh tim tersebut adalah mencoba mencari cetak biru dan berbagai dokumen arsitektur rumah sebagai salah satu cara obyektif untuk menilai kelayakan pengambilan keputusan terhadap tiga skenario yang ada
  • Dari hasil pencarian tersebut, malangnya yang didapatkan hanyalah dokumen desain interior bangunan, sementara cetak biru arsitekturnya sudah hilang sama sekali – dengan kata lain, tim merasa sulit untuk memutuskan pilihan mana dari ketiga skenario yang ingin diambil, terutama dalam menentukan cost-benefit-nya
  • Usaha lain kemudian dilakukan, yaitu mencoba mencari arsitek yang dulu membangun rumah tersebut, namun arsitek tersebut sulit dihubungi karena sudah bertahun-tahun tidak berjumpa; seandainya bertemu, belum tentu ybs. punya fotocopy bangunan tersebut, atau masih hafal mengenai struktur rumah yang dulu dibangunnya, atau mau menggambar ulang mengenai hasil karyanya tersebut
  • Karena usaha tersebut tidak membuahkan hasil dan tidak efektif – disamping keluarga tidak mau terlalu menggantungkan diri terhadap keberadaan arsitektur terkait – maka diundanglah beberapa arsitektur lain untuk mencoba membantu mereka dalam mengambil keputusan dari tiga pilihan yang ada
  • Pada mulanya, ketika para arsitektur tersebut bertemu dengan pimpinan keluarga, dengan melihat kenyataan yang ada, pihak ketiga ini jelas memilih skenario yang pertama karena sebagai profesional tidak mau mengambil resiko apapun untuk melaksanakan skenario kedua maupun ketiga, karena kedua skenario terakhir tersebut jika dijalankan akan berada di atas asumsi-asumsi yang spekulatif
  • Namun ketika pihak ketiga ini bertemu dengan anggota keluarga yang lainnya (yang setuju dan tidak setuju dengan isu perombakan rumah), terlihat bahwa skenario kedua dan ketiga menjadi valid – walaupun untuk melakukannya dibutuhkan usaha-usaha yang akan terlihat aneh di mata tetangga, seperti misalnya membuat ruangan bergaya modern menempel di sisi bangunan bergaya Belanda tersebut dengan cat yang berwarna lain
  • Dengan kata lain, jika yang diinginkan adalah melakukan skenario kedua dan ketiga, sebenarnya beberapa anggota keluarga yang kebetulan masih terlibat dalam pembuatan bangunan lama dapat melakukannya (terbukti dengan beberapa “karya” yang telah dihasilkannya selama ini)
  • Sementara itu, tim keluarga beserta para arsitektur barunya lebih baik berkonsentrasi pada skenario pertama yang dahulu telah memutuskan untuk melakukan pendekatan sebagai berikut: membeli tanah di sebelah rumah lama yang ada, merancang bangunan baru sesuai dengan visi dan misi yang jauh ke depan, melakukan pembangunan dan pengembangan sesuai dengan dana yang tersedia, dan secara perlahan-lahan memindahkan orang-orang yang tinggal di rumah lama ke bangunan yang baru (pilot project, paralel) – dan menjual tanah serta bangunan bergaya Belanda yang lama
  • Ada baiknya, di dalam anggota keluarga ada yang disekolahkan sebagai arsitek ahli agar selain dapat terlibat dalam pembangunan dan pengembangan bangunan baru, dapat mengerti mekanisme dan metoda baku dalam proses pembangunan dan pengembangan tersebut, terutama yang berkaitan dengan pembuatan cetak biru arsitektur terkait
  • Namun satu hal yang harus diingat adalah, bahwa pimpinan keluarga harus terlebih dahulu meyakinkan para anggota keluarganya, mengapa rangkaian angkah-langkah tersebut di atas harus diambil, karena masih banyaknya anggota keluarga yang merasa bahwa tidak perlu dilakukan langkah sedramatis ini, karena sebenarnya masih nyaman berada tinggal di rumah yang lama

 

Analisa Users/Stakeholders

  • Masih menggunakan paradigma lama (tingkat satu dari empat tingkat dalam evolusi sistem informasi di perusahaan), dimana secara transaksi dan kegunaan, komputer masih tersentralisasi di dua departemen besar, yaitu BAAK sebagai pelaksana transaksi dan SIMU sebagai departemen pengolah data
  • Sebagian besar stakeholder manajemen Perguruan Tinggi masih menempatkan dirinya sebagai user dan/atau operator, belum sebagai decision maker – sehingga merasa masih tidak perlu menggunakan komputer karena mekanisme aktivitas manual masih baik dilaksanakan
  • Tertib administrasi manual di Perguruan Tinggi secara umum sudah baik; sebenarnya hal ini mempermudah untuk mengimplementasikan sistem informasi, namun karena secara prinsip manajemen dan pengetahuan komputer masih kurang, menghambat pengembangan diri dan implementasi sistem terkait
  • Dalam menentukan kebutuhan, users/stakeholders masih mengacu pada permintaan laporan pihak eksternal (luar), bukan atas inisiatif kebutuhan pengambilan keputusan sehari-hari

 

Analisa Program Aplikasi

  • Secara fungsional dan transaksional, aplikasi tersebut cukup baik karena melingkupi seluruh aktivitas inti dari sistem administrasi akademik
  • Struktur programnya agak berbelit-belit karena mengikuti prosedur manajemen bergaya lama yang berbasis dokumen fisik (paper based mechanism)
  • Dokumentasi program minimum (user manual dan reference manual) hampir tidak ada sehingga menyulitkan untuk mempelajari alur pemikiran program terkait
  • Dokumentasi pengembangan program (technical document) tidak dibuat, sehingga program tersebut sulit jika tidak dapat dikatakan mustahil untuk dikembangkan oleh orang lain, karena tidak adanya pijakan pengembangan yang valid secara teknis
  • Secara kualitas, aplikasi berada pada level 1 menuju level 2 (dari 5 skala kualitas pengembangan aplikasi yang ada)

 

Analisa Sistem Basis Data

  • Content data yang terkandung cukup lengkap dan menggunakan standard yang baik – beberapa struktur terlihat cukup baik dan beberapa struktur kurang baik (ada sebagian yang telah diperbaiki dalam perjalanannya)
  • Menggunakan cara representasi data konvensional (kualitasnya cukup baik), yang dalam hal menunjang aktivitas fungsional dan transaksional statis sangat baik, namun dalam memenuhi kebutuhan perubahan yang dinamis (seperti pembuatan laporan baru, query-query ad-hoc baru) sangat buruk (butuh waktu, biaya, dan tenaga untuk setiap perubahan keperluan yang ada)
  • Sistem backup data cukup baik di beberapa tempat, namun prosedurnya masih perlu diperbaiki
  • Dokumentasi struktur data dan keterkaitannya tidak ada, sehingga sulit untuk menentukan hubungan keterkaitan yang valid antara satu struktur data dengan struktur data lainnya (yang biasa direpresentasikan dalam bentuk tabel data) – dengan kata lain, jika ingin dibuatkan laporan dari basis data ini, semua didasarkan pada asumsi si programmer semata

 

Bersambung ke Part II

(Anlisa Komponen lain)

 

 

— oOo —




Membuat Aplikasi Kalkulator Sederhana berbasis android dengan menggunakan AppInventor

 

Mari kita membuat aplikasi kalkulator sederhana berbasis android dengan menggunakan App Inventor

  1. Ketik ai2.appinventor.mit.edu di browser untuk membuka aplikasi app inventor.
  2. Klik “Create” button pada App Inventor website.
  3. Log in to App Inventor dengan  gmail (atau google) user name dan password.
  4. Klik “Continue” untuk menutup splash screen.
  5. Start new project.
  6. Beri nama project dengan “Kalkulator”.
  7. Sekarang kita berada pada layar Designer.

    Buat tampilan seperti di bawah ini :

    screen-shot-2016-10-12-at-11-53-39

    Tampilan viewer:

    screen-shot-2016-10-12-at-11-34-58

    Tampilan Properties:

    screen-shot-2016-10-12-at-11-36-12

    Tampilan Code Blocks

    screen-shot-2016-10-12-at-11-35-47

    Jika sudah selesai connect dengan menggunakan AI Companion, Emulator atau USB untuk melihat hasil output aplikasi yang telah kita buat.

    Jika sudah selesai dan tidak ada error klik build aplikasi untuk install file apk ke device smartphone atau tablet android.

    Aplikasi Kalkulator Android sudah terinstall dan dapat digunakan di smartphone atau tablet kita.

     

    Happy Coding …




EVALUASI PRODUK MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF

EVALUASI PRODUK
“MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF”

DESKRIPSI MULTIMEDIA PEMBELAJARAN SECARA UMUM
Sejarah Multimedia
Istilah multimedia berasal dan Theater, bukan komputer. Pertunjukan yang memanfaatkan lebih dari satu medium seringkali disebut pertunjukan multimedia. Pertunjukan multimedia mencakup monitor video, synthesized band, dan karya seni manusia sebagai bagian dan pertunjukan. Sistem multimedia dimulai pada akhir 1980-an dengan diperkenalkannya Hypercard oleh Apple pada tahun 1987, dan pengumuman oleh IBM pada tahun 1989 mengenai perangkat lunak Audio Visual Connection (AVC) dan video adapter card bagi PS/2. Sejak permulaan tersebut, hampir setiap pemasok perangkat keras dan lunak melompat ke multimedia. Pada 1994, diperkirakan ada lebih dari 700 produk dari sistem multimedia di pasaran. Citra visual dapat dimasukkan kedalam sistem dan paket perangkat lunak yang menyatukan digital, dan dari kamera video, pita dan piringan video, dan scanner optik. Input audio dapat dimasukkan melalui mikrofon, pita kaset dan compact disk. Output visual dapat ditampilkan di layar monitor, televisi yang tersambung. Output audio dapat disediakan oleh alat output suara, speaker stereo, dan headset. Pada 1990, harga sistem multimedia yang lengkap berkisar $10.000, tapi harganya sejak itu menurun, membuat teknologi itu dalam jangkauan perusahaan kecil yang benar-benar membutuhkan (diadobsi dari Rimadhona, 2010: 5).
Definisi Multimedia
Konsep multimedia didefinisikan oleh Haffost ”sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk mengabungkan gambar, video, fotografi, grafik, dan animasi dengan suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komuter”. Lebih lanjut pengertian multimedia dikemukakan oleh Hofstetter (dalam Nopiandi, 2010: 16)“mendefinisikan multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa multimedia merupakan perpaduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video, interaksi, dll. yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik yang dikemas dalam bentuk CD.
Definisi Multimedia Interaktif
Multimedia interaktif adalah program atau aplikasi yang khusus diperuntukan memberikan informasi kepada masyarakat atau user dan dapat dikemas kedalam format Compact Disk (CD). Multimedia interaktif dipakai sebagai sarana penyampaian informasi populer yang bersifat instant atau siap saji yang didalamnya terdapat berbagai gabungan tampilan yang terdiri dari: teks, gambar, narasi suara, video, animasi 2D atau 3D, sound FX. Animasi merupakan kumpulan objek yang memiliki berbagai bentuk sebagai sebuah gerakan (Wahyono, 2006). Bambang (dalam Martana, 2011) mendefinisikan multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Multimedia interaktif suatu sistem presentasi menggunakan program aplikasi dalam komputer yang menggabungkan berbagai aplikasi media visual ke dalamnya, serta dikontrol secara interaktif dengan sebuah aplikasi kontrol untuk memberi kemudahan penggunanya dalam memproses atau mencari informasi yang diperlukan secara beruntun maupun secara acak melalui sistem navigasi logika interaktif.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa multimedia interaktif adalah suatu tampilan multimedia yang dirancang oleh desainer agar tampilannya memenuhi fungsi menginformasikan pesan dan memiliki interaktifitas (kontrol) kepada penggunanya.
Kelebihan dan Kekurangan Multimedia Interaktif
Adapun kelebihan yang dapat diperoleh jika menggunakan multimedia interaktif dalam pembelajaran, antara lain.
1.Mendorong siswa belajar secara mandiri.
2.Membantu siswa meningkatkan pemahaman materi.
3.Membantu dan mendorong guru dalam menjelaskan hal-hal yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Sedangkan beberapa kelemahan menggunakan multimedia interaktif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.Biaya relatif mahal untuk tahap awal.
2.Kemampuan SDM dalam penggunaan multimedia masih perlu ditingkatkan.
3.Belum memadainya perhatian dari pemerintah.
4.Belum memadainya infrastruktur untuk daerah tertentu.
MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
CD Pembelajaran Interaktif Basic English Junir 1 ini dikembangkan oleh Elex Media Komputindo yang diperuntukan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan murid SD yang bertekad ingin mengembangkan sendiri kemampuannya. Basic English Junior 1 ini unsur utamanya menyajikan kehidupan sekelompok pelajar SMP dalam suasana kehidupan bersekolah beserta lingkungannya. Bahan ini terbagi menjadi 5 (lima) bacaan pendek yang masing-masing berjudul: 1) At School, 2) School Subjects, 3) My Room, 4) Wardi’s House, daj 5) In the School Yard. Pembelajaran menyajikan materi yang sistematis, karena dalam link menu yang tersaji sudah cukup jelas untuk mengarahkan pengguna dalam belajar. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a)Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
b)Pengembang : Elex Media Komputindo
c)Tingkat pendidikan user : Sekolah Menengah Pertama
d)Materi : 5 bacaan pendek
e)Software : –
f)Aksesibilitas : CD
g)Evaluasi/test : Pilihan Ganda
h)Contoh screenshot :
Berikut di bawah ini adalah contoh beberapa screenshot:
Pada saat pertama kali kita membuka software Basic English Junior 1, maka akan ditampilkan gambar seperti di bawah ini. Pada layar ini ditampilkan 4 menu pilihan yaitu :1) Reading Text, 2) Pronounciation, 3)Structure dan 4) adalah Game.
Gambar yang disajikan dan suara musik yang disuguhkan dan permainan warna yang kuat pada awal masuk dalam perangkat lunak ini sungguh sangat menarik sesuai dengan sasarannya yaitu anak SMP, sehingga membuat mereka tertarik dan ingin tahu lebih lanjut isi materi ini.

Figure 1 Menu utama

Figure 2 Menu Reading Text

Bila kita memilih menu Reading Text maka akan tampil gambar seperti yang ditampilkan pada menu Reading Text yang akan menawarkan 5 pilihan bacaan. Judul bacaan yang disajikan sesuai dengan karakteristik dan kehidupan keseharian anak SMP. Menu yang ditawarkan disini tidak banyak tetapi menarik.

Bila kita kemudian memilih menu School Subject maka akan tampil gambar seperti di bawah ini. Di sini di tampilkan bacaan mengenai School Subjects. Bila kita ingin mendengarkan pelajaran ini, kita dapat memilih kecepatan bacaan yaitu slow atau normal (di kiri bawah). Bila kita telah selesai mendengar pelajaran ini, maka di sebelah kanan bawah akan ditawarkan menu translation exercise, Filling up exercise, Question exercise, dan Sentence Building Exercise.
Fasilitas memilih kecepatan bacaan yaitu slow dan normal sangat baik diadakan sehingga siswa dari berbagai level pun dapat mengikuti materi yang diberikan. Suara saat membaca juga baik (tegas). Menu dan navigasi sangat sederhana sehingga tidak menyulitkan siswa untuk mengikuti pelajaran ini.

Figure 3 Menu School Subject
Bila kita kemudian memilih menu translation exercise maka akan ditampilkan gambar seperti di bawah ini, yaitu petunjuk sebelum mengerjakan latihan translation. Petunjuk diberikan selain tertulis juga dengan suara yang tegas agar siswa dapat mengikuti latihan dengan baik.

Figure 4 Menu Petunjuk Translation Exercise

Setelah kita mengetahui petunjuk dalam latihan translation, maka kita pilih mulai, dan layar akan menampilkan gambar seperti di bawah ini. Soal latihan yang diberikan sangat beragam dan menantang siswa untuk mengerjakan. Di sini siswa juga dibimbing sehingga bisa menjawab yang benar. Pada saat latihan juga diberikan timer, sehingga siswa harus berpikir kritis untuk menjawab soal yang diberikan. Selain itu juga diberikan skor sehingga siswa mengetahui berapa nilai latihan yang didapatkannya. Bila siswa kurang puas akan hasilnya siswa dapat mengulangnya kembali.

Figure 5 Menu Translation exercise
EVALUASI MULTIMEDIA
Software pembelajaran secara khusus dapat bermanfaat dalam hal pembelajaran jarak jauh, pembelajaran berjangka waktu lama, kemampuan yang beragam di kelas, pemberian bantuan kepada siswa. Software pembelajaran dapat menggantikan peran guru atau sekolah. Akan tetapi, dalam kasus tertentu, dukungan baru secara khusus akan bermanfaat dan dapat digabungkan ke dalam proses pengajaran klasik (St´ephane Crozat,1999).

Bagaimana menemukan software yang paling banyak diadaptasi untuk suatu situasi yang diminta? Apakah software pembelajaran tersebut menggunakan potensi yang ada pada teknologi multimedia? Oleh karenanya diperlukan perangkat untuk memberikan karakter dan mengevaluasi softaware pembelajaran multimedia yaitu metode bantuan untuk the Evaluation of Multimedia, Pedagogical and Interactive software (EMPI). Pada metode EMPI menggunakan enam pendekatan, yaitu: the general feeling, the technical quality, the usability, the scenario, the multimedia documents, and the didactical aspects. (St´ephane Crozat,1999)

Dengan rincian seperti berikut :
-Evaluasi umum mempertimbangkan gambar apa yang diberikan oleh software kepada para pengguna
− Mutu ilmu komputer memungkinkan dilakukannya evaluasi terhadap perwujudan teknis dari software tersebut
− Kegunaan berkaitan dengan sifat ergonomis dari tatap mukanya
− Dokumen multimedia (text, suara, gambar) dievaluasi sesuai dengan strukturnya
− Skenario berkaitan dengan teknik penulisan yang digunakan dalam merancang informasi
− Modul didaktis menggabungkan strategi didaktis, pemberian petunjuk, situasi.

Karakteristik sistem evaluasi
Evaluasi software pembelajaran multimedia berawal dari dua gagasan lama, yaitu: evaluasi dukungan pedagogis (misalnya, buku pengetahuan) [Richaudeau 80] dan software dan interface manusia-mesin (biasanya dalam konteks industri) [Kolsky 97]. Mengelola evaluasi dapat bergantung pada beberapa teknik, yaitu: penyelidikan pengguna, prototype, analisa pelaksanaan, namun apapun metode yang digunakan, sekurangnya harus menjawab tiga pertanyaan [Depover 94], yaitu:
− Siapa yang melakukan evaluasi: Dalam kasus kita, yang melakukannya adalah pengguna, pihak yang memutuskan strategi pedagogis, manajer pusat pembelajaran
− Apa yang kita evaluasi: kita ingin secara langsung berurusan dengan softwarenya bukan dengan dampak yang ditimbulkan pada para pengguna, dalam kaitannya dengan kegunaan, pilihan multimedia, strategi didaktis
− Kapan kita melakukan evaluasi: metode tersebut diharapkan diharapkan akan digunakan pada produk yang telah dibuat, bukan pada proses pembuatannya.

INSTRUMEN EVALUASI MULTIMEDIA PADA ASPEK EVALUASI UMUM

A.Petunjuk Mengisi Penilaian
1.Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian anda.
2.Rentang skala setiap komponen penilaian menggunakan skala 5, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat kurang baik
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik
3.Berikan komentar atau saran terhadap masing-masing komponen penilaian.

B.Instrumen Penilaian
NO. Pertanyaan Skor
5 4 3 2 1
1 Efektifitas
Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan mediaPembelajaran √
2 Pemaketan
Pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi √
3 Motivasi
Pemberian motivasi belajar √
4 Kelengkapan
Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar √
5 Materi
Kedalaman materi √
6 Sistematis
Sistematis, runut, alur logika jelas √
7 Komunikatif
Komunikatif; sesuai dengan pesan dan dapat diterima/sejalan dengan keinginan sasaran √
8 Rasa ingin tahu
Media pembelajaran ini menumbuhkan rasa ingin tahu √
Jumlah 5 3 0 0 0
Total 25 12 0 0 0

C.Pedoman Penilaian
Berdasarkan penilaian di atas, maka penilaian tersebut perlu dikuantitatifkan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Jika 5, maka skor yang diperoleh sangat baik
b. Jika 4, maka skor yang diperoleh adalah baik
c. Jika 3, maka skor yang diperoleh adalah cukup
d. Jika 2, maka skor yang diperoleh adalah kurang
e. Jika 1, maka skor yang diperoleh adalah sangat kurang

Jadi skor yang diperoleh pada aspek Evaluasi Umum adalah skor yang diperoleh dimasukkan ke dalam formula berikut
= (5×5)+(3×4)=37
=37/40 x 100%= 92.5%
Presentase= 92.5 %

Tabel Pencapaian Kualifikasi
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
90% – 100% Sangat Baik Tidak perlu direvisi
75% – 89% Baik Direvisi seperlunya
65% – 74% Cukup Cukup banyak direvisi
55% – 64% Kurang Banyak direvisi
0% – 54% Sangat Kurang Direvisi Total

Kesimpulan :
Dari penilain yang telah dilakukan terhitung bahwa skor yang didapat yaitu 92.5 %. Apabila dikonversi kedalam pedoman acuan penilaian skala 5, yaitu Sangat Baik sehingga tidak perlu revisi

INSTRUMEN EVALUASI MULTIMEDIA PADA ASPEK EVALUASI TEKNIS (MUTU ILMU KOMPUTER)

A.Petunjuk Mengisi Penilaian
1.Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian anda.
2.Rentang skala setiap komponen penilaian menggunakan skala 5, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat kurang baik
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik
3.Berikan komentar atau saran terhadap masing-masing komponen penilaian.

B.Instrumen Penilaian
NO. Pertanyaan Skor
5 4 3 2 1
1 Petunjuk Pemakaian
Petunjuk pemakaian Perangkat lunak tersedia √
2 Instalasi
Instalasi Perangkat lunak sederhana (tidak membutuhkan aplikasi lain) √
3 Kecepatan
Software dapat diakses dengan cepat √
4 Bugs
Tidak ada bug di dalam software √
5 Aspek Web
link web perangkat lunak √
Jumlah 3 2 0 0 0
Total 15 8 0 0 0

C.Pedoman Penilaian
Berdasarkan penilaian di atas, maka penilaian tersebut perlu di kuantitatifkan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Jika 5, maka skor yang diperoleh sangat baik
b. Jika 4, maka skor yang diperoleh adalah baik
c. Jika 3, maka skor yang diperoleh adalah cukup
d. Jika 2, maka skor yang diperoleh adalah kurang
e. Jika 1, maka skor yang diperoleh adalah sangat kurang

Jadi skor yang diperoleh pada aspek Mutu Ilmu Komputer adalah skor yang diperoleh dimasukkan ke dalam formula berikut
= (3×5)+(2×4)=23
=23/25 x 100%= 92%
Presentase= 92 %

Tabel Pencapaian Kualifikasi
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
90% – 100% Sangat Baik Tidak perlu direvisi
75% – 89% Baik Direvisi seperlunya
65% – 74% Cukup Cukup banyak direvisi
55% – 64% Kurang Banyak direvisi
0% – 54% Sangat Kurang Direvisi Total

Kesimpulan :
Dari penilain yang telah dilakukan terhitung bahwa skor yang didapat yaitu 92 %. Apabila dikonversi kedalam pedoman acuan penilaian skala 5, yaitu Sangat Baik sehingga tidak perlu revisi

INSTRUMEN EVALUASI MULTIMEDIA PADA ASPEK EVALUASI KEGUNAAN (USABILITY)

A.Petunjuk Mengisi Penilaian
1.Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian anda.
2.Rentang skala setiap komponen penilaian menggunakan skala 5, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat kurang baik
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik

3.Berikan komentar atau saran terhadap masing-masing komponen penilaian.

B.Instrumen Penilaian
NO. Pertanyaan Skor
5 4 3 2 1
1 Meneruskan
Ketika harus melaksanakan tindakan tertentu, sistem memberikan petunjuk mengenai hal tersebut √
2 Pengelompokan berdasarkan Format
Ikon, gambar, label dan simbol yang ada mudah dimengerti √
3 Masukan
Setiap tindakan pengguna diikuti oleh umpan balik sistem √
4 Beban Kerja
Kecukupan Informasi yang diberikan kepada pengguna √
5 Tindakan Minimal
Menu dan submenu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tidak terlalu banyak √
6 Beban Perseptif
Pada layar tidak terdapat banyak hiasan untuk memahami informasi penting √
7 Kendali Pengguna
Pengguna dapat menghentikan setiap perlakuan, misalnya karena terlalu lama √
8 Konsistensi
Elemen interaktif yang sama selalu memiliki fungsi yang sama √
9 Fleksibilitas
Antarmuka software dapat dimodifikasi oleh pengguna yang berpengalaman

Jumlah 4 4 0 0 1
Total 20 16 0 0 1

C.Pedoman Penilaian
Berdasarkan penilaian di atas, maka penilaian tersebut perlu dikuantitatifkan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Jika 5, maka skor yang diperoleh sangat baik
b. Jika 4, maka skor yang diperoleh adalah baik
c. Jika 3, maka skor yang diperoleh adalah cukup
d. Jika 2, maka skor yang diperoleh adalah kurang
e. Jika 1, maka skor yang diperoleh adalah sangat kurang

Jadi skor yang diperoleh pada aspek Kegunaan (Usability) adalah skor yang diperoleh dimasukkan ke dalam formula berikut.
=(4×5)+(4×4)+(1×1)=37
=37/45x 100%= 82%
Presentase= 82 %

Tabel Pencapaian Kualifikasi
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
90% – 100% Sangat Baik Tidak perlu direvisi
75% – 89% Baik Direvisi seperlunya
65% – 74% Cukup Cukup banyak direvisi
55% – 64% Kurang Banyak direvisi
0% – 54% Sangat Kurang Direvisi Total

Kesimpulan :
Dari penilaian yang telah dilakukan terhitung bahwa skor yang didapat yaitu 82 %. Apabila dikonversi ke dalam pedoman acuan penilaian skala 5, yaitu Baik sehingga perlu revisi seperlunya

INSTRUMEN EVALUASI MULTIMEDIA PADA ASPEK EVALUASI DOKUMEN MULTIMEDIA

A.Petunjuk Mengisi Penilaian
1.Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian anda.
2.Rentang skala setiap komponen penilaian menggunakan skala 5, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat kurang baik
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik

3.Berikan komentar atau saran terhadap masing-masing komponen penilaian.

B.Instrumen Penilaian
NO. Pertanyaan Skor
5 4 3 2 1
1 Berkaitan dengan teks
Tingkat bahasa disesuaikan dengan masyarakat yang dituju √
2 Redaksi
Teks-teksnya cukup sederhana untuk dibaca di layar √
3 Desain Halaman
Susunan halaman dapat menggambarkan informasi penting √
4 Tipografi/peletakan huruf
Warna teks dan latar belakangnya kompatibel/sesuai satu sama lain √
5 Visual
Tingkat gambar/simbol yang digunakan, mulai dari segi gambar yang realistis sampai segi teknisnya √
6 Gambar didaktik/pengajaran
Warna teks dan latar belakangnya kompatibel? √
7 Ilustrasi
kualitas gambar secara umum cukup baik (ada di tengah, pewarnaan, pencahayaan, …)? √
8 Audio
Lingkungan suara secara umum menyenangkan? √
9 Suara vokal
Suara yang digunakan terdengar jelas √
10 Efek Suara
Efek suara digunakan dengan baik (misalnya, untuk menarik perhatian) √
11 Musik
Apakah gaya musik yang digunakan disesuaikan dengan model global?

12 Hening
Ada saat hening untuk beristirahat atau berpikir √
13 Interaksi
Efek suara, musik dan suara vokal sudah cocok satu sama lain? √
Jumlah 7 5 0 1 0
Total 35 20 0 2 0

C.Pedoman Penilaian
Berdasarkan penilaian di atas, maka penilaian tersebut perlu dikuantitatifkan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Jika 5, maka skor yang diperoleh sangat baik
b. Jika 4, maka skor yang diperoleh adalah baik
c. Jika 3, maka skor yang diperoleh adalah cukup
d. Jika 2, maka skor yang diperoleh adalah kurang
e. Jika 1, maka skor yang diperoleh adalah sangat kurang

Jadi skor yang diperoleh pada aspek Dokumen Multimedia adalah skor yang diperoleh dimasukkan ke dalam formula berikut.
=(7×5)+(5×4)+(1×2)=57
=57/65×100%= 87%
Presentase= 87 %

Tabel Pencapaian Kualifikasi
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
90% – 100% Sangat Baik Tidak perlu direvisi
75% – 89% Baik Direvisi seperlunya
65% – 74% Cukup Cukup banyak direvisi
55% – 64% Kurang Banyak direvisi
0% – 54% Sangat Kurang Direvisi Total

Kesimpulan :
Dari penilaian yang telah dilakukan terhitung bahwa skor yang didapat yaitu 87 %. Apabila dikonversi ke dalam pedoman acuan penilaian skala 5, yaitu Baik sehingga perlu revisi seperlunya

INSTRUMEN EVALUASI MULTIMEDIA PADA ASPEK EVALUASI SKENARIO

A.Petunjuk Mengisi Penilaian
1.Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian anda.
2.Rentang skala setiap komponen penilaian menggunakan skala 5, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat kurang baik
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik
3.Berikan komentar atau saran terhadap masing-masing komponen penilaian.

B.Instrumen Penilaian
NO. Pertanyaan Skor
5 4 3 2 1
1 Navigasi
Pengguna tidak merasa bingung dengan struktur navigasi √
2 Sarana menjawab pertanyaan
Pengguna dapat menjawab pertanyaan latihan dengan metode drag and drop pada layar yang disediakan √
3 Lingkungan/Suasana
Suasana umum dari perangkat lunak tersebut sesuai dengan konteks pedagogis √
4 Emosi
Emosi yang dihasilkan sudah relevan √
5 Memahami bacaan Pada Pelajaran Reading
Pengguna dapat mendengarkan bacaan dengan beberapa pilihan tingkat kecepatan √
Jumlah 2 3 0 0 0
Total 10 12 0 0 0

C.Pedoman Penilaian
Berdasarkan penilaian di atas, maka penilaian tersebut perlu dikuantitatifkan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Jika 5, maka skor yang diperoleh sangat baik
b. Jika 4, maka skor yang diperoleh adalah baik
c. Jika 3, maka skor yang diperoleh adalah cukup
d. Jika 2, maka skor yang diperoleh adalah kurang
e. Jika 1, maka skor yang diperoleh adalah sangat kurang

Jadi skor yang diperoleh pada aspek Skenario adalah skor yang diperoleh dimasukkan ke dalam formula berikut.
=(2×5)+(3×4)=22
=22/25×100%=88%
Presentase= 88 %

Tabel Pencapaian Kualifikasi
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
90% – 100% Sangat Baik Tidak perlu direvisi
75% – 89% Baik Direvisi seperlunya
65% – 74% Cukup Cukup banyak direvisi
55% – 64% Kurang Banyak direvisi
0% – 54% Sangat Kurang Direvisi Total

Kesimpulan :
Dari penilaian yang telah dilakukan terhitung bahwa skor yang didapat yaitu 88 %. Apabila dikonversi ke dalam pedoman acuan penilaian skala 5, yaitu Baik sehingga perlu revisi seperlunya

INSTRUMEN EVALUASI MULTIMEDIA PADA ASPEK EVALUASI DIDAKTIK

A.Petunjuk Mengisi Penilaian
1.Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian anda.
2.Rentang skala setiap komponen penilaian menggunakan skala 5, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat kurang baik
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik
3.Berikan komentar atau saran terhadap masing-masing komponen penilaian.

B.Instrumen Penilaian
NO. Pertanyaan Skor
5 4 3 2 1
1 Situasi Belajar
Situasi belajar dengan menggunakan perangkat lunak relevan dengan mempertimbangkan konteks pedagogis √
2 Pedoman bimbingan
Pedoman bimbingan disediakan dalam perangkat lunak tersebut √
3 Faktor Waktu
waktu sangat diperhitungkan untuk sesi dan antar-sesi √
4 Isi
Informasi yang ada di dalamnya sudah relevan √
5 Validitas/Keabsahan
Isi telah disesuaikan dengan tingkat siswa? √
6 Dampak Sosial
Informasi yang ada tidak memihak dalam hal jenis kelamin, suku, pilihan keagamaan √
7 Personalisasi
Disediakan jenis alat yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dalam perangkat lunak ini √
8 Informasi
Siswa diberikan informasi dengan benar mengenai kemampuan yang diminta untuk mengerjakan setiap pelajaran yang ada √
9 Parameter Pengendalian
Penggunaan isi materi dapat disesuaikan dengan usia, selera √
10 Strategi Pedagogis
Strategi umum dari perangkat lunak untuk pelajaran Bahasa Inggris diperoleh √
11 Metode
teknik penguatan untuk pelajaran Bahasa Inggris telah diterapkan dalam perangkat lunak ini √
12 Bantuan
Sistem pemberi bantuan secara pedagogis berguna √
13 Interaktivitas
Perangkat lunak tersebut memungkinkan dilakukannya eksperimen √
14 Evaluasi Pengetahuan
Pengetahuan menjadi semakin bertambah dari pertama kali menggunakan perangkat lunak sampai dengan setelah menggunakannya. √
15 Kemajuan Pedagogis
Perangkat lunak memperhitungkan perkembangan siswa. (Misalnya, software tersebut menyediakan latihan yang lebih sulit jika hasilnya baik) √
Jumlah 9 5 0 1 0
Total 45 20 0 2 0

C.Pedoman Penilaian
Berdasarkan penilaian di atas, maka penilaian tersebut perlu dikuantitatifkan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Jika 5, maka skor yang diperoleh sangat baik
b. Jika 4, maka skor yang diperoleh adalah baik
c. Jika 3, maka skor yang diperoleh adalah cukup
d. Jika 2, maka skor yang diperoleh adalah kurang
e. Jika 1, maka skor yang diperoleh adalah sangat kurang

Jadi skor yang diperoleh pada aspek Skenario adalah skor yang diperoleh dimasukkan ke dalam formula berikut.
=(9×5)+(5×4)+(1×2)=67
=67/75×100%=89%
Presentase= 89 %

Tabel Pencapaian Kualifikasi
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
90% – 100% Sangat Baik Tidak perlu direvisi
75% – 89% Baik Direvisi seperlunya
65% – 74% Cukup Cukup banyak direvisi
55% – 64% Kurang Banyak direvisi
0% – 54% Sangat Kurang Direvisi Total

Kesimpulan :
Dari penilain yang telah dilakukan terhitung bahwa skor yang didapat yaitu 89 %. Apabila dikonversi ked alam pedoman acuan penilaian skala 5, yaitu Baik sehingga perlu revisi seperlunya

Daftar Pustaka

Martana, I Putu Hery Eka. 2011. Pengembangan Media Pembelajaran CD Multimedia Interaktif Untuk Pengenalan Tata Surya Pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI Semester Genap Di SD NO 4 Selat Kecamatan Sukasada Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi (tidak terbit). Singaraja: UNDIKSHA.
Nopiandi, I G N Gede Dyan. 2010. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Model Dick And Carey Tentang Ikatan Kimia Pada Mata Pelajaran Kimia Siswa Kelas X Semester I di SMA Lab Undiksha Singaraja. Skripsi (tidak terbit). Singaraja: UNDIKSHA.
Rimadhona, Siti Istahan. 2010. Perancangan Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM.
St´ephane Crozat, Olivier Huˆ, Philippe Trigano. A Method for Evaluating Multimedia Learning Software. ICMCS’99, Jun 1999, Florence, France




Seminar dan Musyawarah APTIKOM DKI Jakarta

Tanggal 14 September 2016 yang lalu diadakan Seminar yang berjudul “ICT Education: Beyond Standard and Good Practice” dan Musyawarah Wilayah APTIKOM DKI Jakarta. Seminar kali ini membahas pentingnya sertifikasi, khususnya bagi para mahasiswa agar setelah lulus dari institusi dimana ia menuntut ilmu, ia pun memiliki bekal sertifikat sebagai bukti mahasiswa mampu dalam bidang tertentu.

Dengan pembicara BapakIr. Surono, MPhil, PGDipl. (Ketua Komisi Harmonisasi dan Kelembagaan BNSP) dan Prof. DR. R. Eko Indrajit, M.Sc, MM, suasana seminar berlangsung hidup dan banyak pertanyaan mengenai masalah sertifikasi.

Musyawarah kali ini pun terbilang seru, karena di acara ini dipilih ketua APTIKOM DKI Jakarta dan terpilihlah Bapak DR. Mochamad Wahyudi, MM, M.Kom, M. Pd. sebagai ketua yang baru untuk periode kepengurusan 2016-2020.

dsc_0368

Sebelum acara dimulai, ramah tamah antar peserta

img-20160914-wa0011

Pembukaan oleh Ketua APTIKOM DKI Jakarta yang lama

img-20160914-wa0012

Sambutan oleh Ketua terpilih




ANOTASI BUKU TEACHING AND LEARNING WITH MULTIMEDIA

A. Data buku
Judul : TEACHING AND LEARNING WITH MULTIMEDIA
Pengarang : Janet Collins, Michael Hammond, Jerry Wellington
Penerbit : Routledge. Taylor and Francis e-Library : New York
Tahun : 2002
Halaman : 145
___________________________________________________________
B. Tujuan
Tujuan buku ini adalah untuk merangsang perdebatan/diskusi baik guru, siswa sehingga kita dapat membuat dan menggunakan multimedia menjadi lebih baik dalam proses belajar mengajar.

C. Pokok Bahasan
Buku ini diawali dengan pengenalan multimedia juga cara-cara penyimpanannya, selain itu juga membahas software multimedia dalam konteks mengenai pengenalan TI pada sekolah-sekolah di waktu lampau, dan sejarah TI mulai 1970-an dan awal 1980-an, serta menyadari adanya hambatan juga kendala yang besar dalam hal pengembangan kurikuler pada TI.
Buku dengan suara, menjadi salah satu jenis software yang paling banyak dipakai–setidaknya di sekolah dasar, buku dengan suara tidak hanya membantu memotivasi pembaca pemula, tetapi juga membantu pembaca yang memiliki keterbatasan dan pembaca yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.
Aplikasi umum lainnya dari software multimedia yang perlu dipertimbangkan yaitu pengurusan informasi. Dua jenis pengurus informasi: user yang memiliki tujuan dan browser yang mencari sesuatu secara kebetulan.
Tantangan dalam multimedia adalah mengenai bagaimana memeriksa pencampuran kata-kata, gambar dan suara dalam multimedia dan, khususnya, bagaimana menganalisa kontribusi dari gambar untuk belajar, serta penggunaan multimedia dalam membuat cerita, konsep dan budaya yang dapat diakses peserta didik.
Hasil survei atas sikap guru terhadap TI, khususnya multimedia, adalah banyak guru tertarik pada kesempatan yang ditawarkan multimedia namun mereka kuatir atas permasalahan seperti memperkenalkan anak-anak pada perangkat lunak dan menemukan waktu yang cukup agar mereka dapat menilai bahan yang ada.
D. Kekhasan
Buku ini mendorong adanya tukar pikiran agar dapat membuat multimedia yang lebih baik dalam proses belajar mengajar, memotivasi dan menarik peserta didik, serta mendorong peserta didik mengatur cara belajar mereka sendiri dan memperkuat minat mereka selama jangka waktu tertentu. Buku ini memandang bahwa software, peserta didik dan guru adalah tiga variabel penting dalam membahas multimedia, sehingga guru sangat berperan dalam menggunakan perangkat lunak untuk mendukung pembelajaran kepada anak-anak dan menggabungkan penggunaannya ke dalam kurikulum

E. Rekomendasi

Buku lintas disiplin ilmu ini ditujukan untuk guru dan peneliti pada sekolah dasar dan menengah serta semua kalangan yang menaruh minat terhadap dampak multimedia dalam pendidikan. Dengan buku ini guru diharapkan dapat mengelola proses pembelajaran dengan cara yang baru dan inovatif.