Bahasa Matematika

 

 

screen-shot-2016-10-12-at-11-51-59

Bahasa sehari hari yang kita kenal adalah bahasa verbal. Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan salah satunya adalah sifatnya yang majemuk dan emosional terkadang kabur karena bermakna ganda. Dalam bahasa verbal, jika ingin membandingkan dua obyek yang berlainan, seperti komputer dan pensil, akan terjadi kesulitan dalam menjelaskan secara detail persamaan dan perbedaannya. Selama ini juga orang beranggapan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa dari suatu negara yang sudah jamak digunakan untuk komunikasi bersama, seperti bahasa Indonesia untuk mempersatukan wilayah Indonesia atau bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi dunia.

Matematika adalah bahasa yang sarat dengan simbol dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu dengan simbol yang sama berlaku disetiap kondisi dan negara. Contoh angka 0 artinya nihil atau kosong dan berlaku baik di percakapan sehari –hari ataupun dalam perhitungan bisnis juga dalam menjelaskan kondisi yang sifatnya hitungan. Jadi Matematika adalah bahasa yang mengunakan simbol atau lambang yang merupakan rangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang akan disampaikan. Pada proses pengembangan ilmu dan pemecahan suatu persoalan dipergunakanlah matematika sebagai bahasa, karena bahasa matematika memiliki keuanggulan sebagai bahasa yang cermat dan tepat.




Pengaruh Media Sosial Terhadap Psikologis Manusia

Di zaman yang semuanya serba cepat ini, membuat kebanyakan orang menjadi gampang stres. Banyak sekali hal yang bisa dilakukan oleh orang supaya bisa menghilangkan stresnya akibat pekerjaannya. Salah satunya dengan membuka media sosial milik pribadi.

Dengan bermain sosial media Anda bisa menyalurkan bebagai aspirasi yang ingin Anda katakan kepada khalayak luas.

Bermain sosial media ternyata memiliki pengaruh terhadap psikologis manusia, baik itu pengaruh yang baik ataupun yang buruk.

Berikut adalah beberapa fakta mengenai pengaruh sosial media terhadap psikologis manusia yang dilansir dari Women’shealth.com.

  1. Bermain Sosial Media Bisa Beguna Sebagai Sarana Pengungkapan Diri yang Baik

Para ilmuwan telah menemukan bahwa berbicara tentang diri kita sendiri membuat kita merasa lebih baik. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah PNAS, melaporkan bahwa pengungkapan tentang diri akan terlibat pada saraf dan mekanisme kognitif di otak yang berhubungan dengan hasil akhirnya.

  1. Posting-an di Media Sosial Dapat Mempengaruhi Mood seseorang

Menurut sebuah studi tahun 2014, emosi bisa menular di media sosial. Anda mungkin pernah mengalami apa yang disebut “penularan emosi” secara pribadi. Posting-an yang berbau negatif atau positif biasanya juga akan mempengaruhi pembacanya. Seolah-olah orang yang membacanya ikut merasakan hal yang sama. Cobalah untuk menghindari posting negatif, dan membuat posting Anda sendiri positif. Jika Anda kebetulan terjebak dalam posting-an negatif, segeralah beralih dengan mencari unggahan yang lucu dan menyenangkan. Sebuah studi 2012 menemukan bahwa melihat foto-foto anak anjing dan melihat video kucing yang lucu dapat meningkatkan suasana hati dan produktivitas seseorang.

  1. Media Sosial Berpotensi Menimbulkan Sifat Iri Hati

Peneliti dari Jerman menemukan bahwa melihat keberhasilan teman melalui posting-an dapat memicu perasaan iri, menderita, dan kesepian. Mereka melakukan penelitian dengan mengamati 600 peserta yang menghabiskan waktu bermain media sosial, dan ditemukan bahwa satu dari tiga merasa tidak baik setelah itu. Sebuah 2015 studi dari University of British Columbia melaporkan hasil yang sama. Para peneliti mensurvei lebih dari 1.100 pengguna Facebook, dan menemukan bahwa dari semua memiliki reaksi berpotensi, iri hati.

  1. Media Sosial Dapat Menimbulkan Rasa Cemas

Sebuah studi baru-baru 2015, misalnya, menemukan bahwa tekanan terus-menerus tersedia di media sosial dapat menyebabkan kecemasan dan depresi pada remaja. Sebanyak 42 persen ibu mengatakan mereka mengalami stres karena bermain media sosial Pinterest, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan gambar yang terbaik. Survei lain pada tahun yang sama mengungkapkan bahwa hampir 20 persen orang dewasa Amerika percaya Facebook adalah jaringan sosial dengan efek paling negatif bagi suasana hati mereka.

  1. Bagi Sebagian Wanita Bermain Media Sosial Dapat Menghilangkan Stres

Sebagian wanita dapat menghilangkan stres dengan menggunakan media sosial. Wanita lebih suka mengunggah segala hal yang menurut mereka menarik dan menikmati gambar-gambar yang mereka sukai. Menurut hasil penelitian yang dikutip dari women’shealth.com 21 persen wanita yang menggunakan media sosial Twitter memiliki kecenderungan stres lebih rendah dari pada wanita yang tidak menggunakan media sosial.

Kelima fakta di atas menunjukan bahwa sosial media miliki pengaruh yang besar terhadap psikologis manusia. Sebagai manusia tentunya kita harus membatasi penggunan media sosial dan menggunakannya secara bijaksana demi kesehatan jiwa dan raga.

 

sumber :

https://m.tempo.co/read/news

 




ANOTASI BUKU MULTIMEDIA MAKING IT WORK

A. Data buku
Judul : MULTIMEDIA MAKING IT WORK
Pengarang : Tay Vaughan
Penerbit : McGraw-Hill: New York
Tahun : 2011
Halaman : 465
____________________________________________________________
B. Tujuan

Membahas penggunakan teks, gambar, suara, dan video untuk menyampaikan pesan menjadi lebih berarti, juga tentang merancang, pengorganisasian, dan memproduksi proyek multimedia dari semua jenis.

C. Pokok Bahasan
Pemilihan penggunaan multimedia dikarenakan banyak manfaat multimedia dibandingkan sarana penyampaian informasi lainnya. Dalam Multimedia, teks memberikan informasi yang dapat memiliki makna ampuh, demikian juga dalam pemanfaatannya dalam presentasi multimedia.
Membuat sebuah presentasi multimedia dibutuhkan beberapa elemen visual seperti elemen-elemen grafis, warna atau motif atau transparant, juga penempatannya di depan atau belakang objek lain. Selain mengetahui unsur pemilihan warna, font, trik, juga dibutuhkan kemahiran dalam menggunakan alat, bakat, dan pengetahuan dan kreativitas. Untuk mendukung pembuatan multimedia, perlu juga diperhatikan beberapa hal yaitu komponen dan pengukuran suara, pemakaian audio digital untuk proses rekaman, penyuntingan suara. Untuk mencari hasil suara yang maksimal dapat dilakukan dengan membandingkan dan mencari perbedaan dari penggunaan MIDI dan audio digital dalam produksi multimedia.
Animasi membuat presentasi statis menjadi hidup. Agar pembuatan animasi menjadi lebih baik perlu diketahui prinsip-prinsip animasi, teknik animasi cel dan animasi komputer. Penggunaan video dalam multimedia interaktif akan memberikan suatu pengalaman baru, karena video merupakan gambar yang bergerak dan dihasilkan daripada proses rekaman.

Dalam membuat proyek multimedia ada empat tahap utama, dan beberapa unsur tidak berwujud untuk membuat multimedia adalah seperti kreativitas, organisasi, dan keterampilan komunikasi. Pemilihan Perangkat keras dan Software dalam proyek-proyek multimedia, dan juga menentukan multimedia authoring system haruslah tepat.
Keberhasilan suatu proyek multimedia ditentukan tim yang solid dan kuat, dan didukung dengan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing anggotanya. Batasan dari proyek multimedia harus jelas, kemudian dibuat jadwal tahap, tugas, jenis pekerjaan, perkiraan biaya, batas waktu, dan tugas-tugas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek. Setelah batasan proyek multimedia jelas, maka dirancang struktur dan antarmuka pengguna untuk suatu proyek multimedia. Perolehan konten untuk suatu proyek haruslah tepat, karena hal ini terkait dengan masalah hukum, oleh karenanya konsultasi dengan seorang pengacara berpengalaman dalam hal kekayana intelektual menjadi sangat penting.
Internet merupakan infrastruktur yang salah satunya mendukung web. Web adalah teknologi berbasis multimedia yang memungkinkan untuk mengakses informasi. Melalui web, para pengguna dapat mengakses informasi-informasi yang tidak hanya berupa teks tetapi bisa juga berupa gambar, suara, video dan animasi. Hal lain yang harus diperhatikan adalah mengenai penggunaan metode dasar untuk menampilkan unsur-unsur multimedia pada halaman web, juga menentukan format grafis untuk berbagai jenis gambar, dan cara memutar audio, termasuk memasukkan animasi, dan video pada halaman web.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan pada suatu proyek sebagai bagian dari proses pengujian, selain itu juga menentukan langkah untuk mempersiapkan proyek untuk pengiriman ke pasar, dan menilai pertimbangan teknis dari pengiriman proyek pada World Wide Web.

D. Kekhasan
Buku ini dirancang untuk memberikan kemudahan dalam belajar dan mengembangkan keterampilan serta kemampuan dalam berkarir di bidang multimedia. Buku ini menceritakan secara runut mengenai multimedia, yaitu mulai dari dasar pengertian multimedia, pembuatan proyek, sampai dengan pengiriman proyek multimedia pada www.

E. Rekomendasi
Buku ini ditujukan untuk orang-orang yang akan membuat dan berminat kepada multimedia, baik juga digunakan untuk mengetahui kekuatan tim dalam membuat proyek multimedia. Bagi pembuat proyek multimedia, buku ini membahas secara detail dan jelas mengenai tahapan pembuatan proyek agar dapat berhasil.




Mengontrol Komputer Dengan Gelombang Otak

brain

Otak manusia adalah sebuah sistem yang sangat kompleks, khususnya pada bagian korteks frontal, yang merupakan daerah di mana sebagian besar pikiran sadar dan keputusan dibuat. Kurang lebih sebanyak sepersepuluh dari aktivitas total dalam otak terjadi pada bagian korteks frontal ini.

Pada saat otak manusia beraktifitas, maka otak akan menghasilkan sinyal-sinyal listrik yang memiliki pola yang saling berbeda sesuai dengan aktifitasnya masing-masing. Sinyal listrik yang dihasilkan oleh otak manusia ini dapat direkam menggunakan pengukuran EEG.

emotiv1

Umumnya pengukuran EEG dilakukan di rumah sakit menggunakan peralatan medis yang berukuran besar dan tidak murah. Namun saat ini telah mulai diproduksi alat pengukuran EEG yang bersifat praktis, dapat dibawa dan digunakan dengan mudah dimanapun. Keuntung lainnya alat ini dapat terhubung langsung ke computer sehingga mempermudah proses pengukuran, perekaman dan analisa sinyal EEG tersebut.

emotiv2

Dengan adanya kemampuan untuk menangkap sinyal listrik yang dihasilkan otak manusia pada saat melakukan sebuah aktifitas tertentu dan kemudian mempelajari polanya, maka dimungkinkan dibangunnya sebuah konektifitas antar otak manusia dengan komputer. Dalam hal ini aktifitas yang terjadi dalam otak manusia akan dikenali oleh komputer untuk kemudian diinterpretasikan sebagai sebuah perintah tertentu.

emotiv3

Saat ini uji coba menggunakan alat Emotiv Insight yang memiliki kemampuan membaca sinyal EEG melalui 5 buah channel yang dilakukan di FTI Perbanas Institute telah berhasil mengaktifkan beberapa perintah seperti halnya mengaktifkan sebuah aplikasi, menggeser slide presentasi maju dan mundur, serta lainnya dengan mengacu kepada aktifitas yang dilakukan otak seperti misalnya pada saat tersenyum, berkedip ataupun mengeryit.

Tahap selanjutnya dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menghubungankan sinyal EEG melalui Emotiv Insight agar dapat mengontrol beberapa peralatan penunjang perkuliahan baik di kelas maupun di lab seperti halnya menghidupkan lampu, menghidupkan komputer serta mengaktifkan LCD Projector.




Apa Itu Data Mining?

data-mining

Data Mining seringkali diterjemahkan sebagai Penggalian Data, yang mana sebenarnya kurang tepat karena kata Mining tersebut seharusnya diterjemahkan menjadi Penambangan dan bukanlah Penggalian.

Secara konteks tentunya terdapat perbedaan yang signifikan antara kegiatan penambangan dibandingkan dengan penggalian. Penggalian adalah sebuah aktifitas yang dilakukan untuk memindahkan sejumlah material dari satu tempat ke tempat lainnya, sebagai hasil jumlah material yang dipindahkan tentunya akan sama dengan jumlah material yang diperoleh. Di sisi lain, penambangan adalah sebuah aktifitas yang jauh lebih dari sekedar memindahkan material. Dalam proses penambangan seringkali seseorang hanya akan mendapat sepotong kecil material dari hasil penggalian yang besar, namun sepotong kecil material tersebut memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan material yang digali. Selain itu, proses penambangan juga harus didahului oleh kegiatan kajian, survey, persiapan dan lain sebagainya.

Berdasarkan gambaran di atas, maka Data Mining seharusnya diterjemahkan menjadi Penambangan Data dan bukanlah Penggalian Data. Pada aktifitas data mining, “gunung” yang akan ditambang adalah data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penambangan data ini adalah diperoleh sejumlah informasi ataupun pengetahuan yang bernilai tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat maupun organisasi. Pada hakikatnya, tujuan utama dari Data Mining adalah untuk dapat menemukan pola yang sifatnya berulang dan juga bernilai yang seringkali tersembunyi di dalam tumpukan data.

datamining-kdd

Sebagai contoh, sebuah aktifitas yang mampu membuat seseorang paham setelah selesai membaca buku telepon bahwa mayoritas orang yang bernama Andi tinggal di Jakarta Selatan dapat dikategorikan sebagai proses data mining. Sedangkan, menemukan dimana Andi Suhendar tinggal dengan mencari namanya di buku telepon bukanlah merupakan proses data mining namun hanya dapat dikategorikan sebagai proses query biasa.

Data Mining adalah sebuah aktifitas dan bukanlah sebuah algoritma atau program. Dalam pelaksanaan aktifitas Data Mining maka seringkali digunakan berbagai teknik ataupun algoritma yang berasala dari berbagai disiplin ilmu misalnya statistik, artificial intelligence ataupun machine learning.

Secara umum, tujuan dilakukannya data mining dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu untuk dapat memahami lebih jauh mengenai perilaku data yang diamati, atau sering disbeut sebagai Deskripsi, dan untuk dapat memperkirakan kondisi yang akan terjadi di masa mendatang atau disebut Prediksi. Dengan kemampuan untuk dapat mengenali keberadaan pola baik yang terkait dengan perilaku, ketehubungan, pergerakan data maka diharapkan data mining dapat membantu manusia dalam memahami lebih lanjut mengenai sistem yang diamati serta kemudian mengantisipasi kemungkinan pergerakan sistem di masa mendatang.




ETIKA PROFESI DOSEN

Etika profesi menurut keiser dalam buku yang ditulis Suhrawardi Lubis pada tahun 1994 adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.

Konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dosen, guru, dan sebagainya. Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).

Dosen adalah tenaga pengajar/pendidik yang ikut berperan dalam mempersiapkan generasi muda yang tangguh. Dalam menjalankan profesinya, seorang dosen harus mampu memberikan keteladanan kepada anak didiknya tentang nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Pemahaman bahwa tugas dosen adalah sekedar mentransfer ilmu yang pernah dia peroleh adalah pemahaman yang sangat parsial. Tentunya tugas dosen lebih dari sekedar transfer ilmu saja, tetapi seorang dosen hendaknya mampu menghantarkan generasi muda menuju kemandirian, kematangan berfikir dan keteguhan prinsip dalam ketaatan kepada sang pencipta.

Sebagaimana Tri Dharma Perguruan Tinggi menjelaskan tugas seorang dosen mencakup tiga aspek, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian. Apabila tiga aspek tersebut dihayati dan diamalkan oleh setiap dosen, niscaya akan tercipta iklim pendidikan Indonesia yang dinamis dan efektif.

Oleh karena itu, ada beberapa etika yang menurut penulis harus dikedepankan dalam profesi dosen, yaitu:

  1. Seorang dosen adalah “g.u.r.u” yang artinya “digugu” dan “ditiru”, sehingga harus bisa menjadi teladan dalam lisan, maupun dalam perbuatan. Oleh karenanya, dosen adalah orang yang harus baik terlebih dahulu sebelum murid-muridnya, karena orang yang tidak punya tidak akan bisa memberi.

Disadari atau tidak, seorang murid akan mengamati gerak-gerik dan perilaku gurunya ketika mengajar. Apabila kejadian tersebut terjadi secara berulang-ulang, maka bisa memberikan kesan yang sangat membekas di hati murid. Akhirnya tanpa disadari, murid akan mencontoh perilaku sang guru, bahkan tidak mustahil murid mengidolakan sang gurunya.

Ketika dosen mengajar akan terjadi transfer dari dosen ke mahasiswa. Muatan transfer ternyata tidak hanya ilmu yang menyangkut mata kuliah yang diajarkan saja, tetapi sampai transfer perilaku atau akhlak.

  1. Dosen hendaknya berwawasan luas dan mengenal psikologi pendidikan. Karena anak didiknya adalah remaja yang mulai menginjak dewasa, maka pola pendidikan yang digunakan adalah pola pendidikan orang dewasa (andragogi).

Metode pendidikan orang dewasa selalu dilibatkan anak didik dalam perencanaan dan evaluasi dari pembelajaran yang mereka ikuti. Pengalaman benar atau salah  tetap bermanfaat bagi anak didik sebagai dasar untuk aktivitas belajar. Selain itu orang dewasa paling berminat pada pokok bahasan belajar yang mempunyai relevansi. Belajar bagi orang dewasa lebih berpusat pada permasalahan dibanding pada isinya (Orientasi belajar).

  1. Dosen seharusnya tidak menyembunyikan ilmu yang dia miliki apabila ingin diketahui oleh mahasiswa. Sehingga seorang dosen hendaknya terbuka untuk menyampaikan apa saja ilmu yang dia miliki demi kemajuan umat, bangsa dan Negara.

Apabila dosen menyembunyikan ilmu yang dia miliki, berarti menyembunyikan kebenaran dan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan.

  1. Dosen juga melakukan pengabdian kepada masyarakat, sebagai bentuk memanfaatkan ilmu yang dimiliki. Dengan melakukan penelitian, maka dosen akan mendapatkan pengembangan ilmu yang dia miliki, sehingga semakin hari seorang dosen semakin kaya ilmu dan pengalaman. Karena tidak semua ilmu bisa difahami secara teoritis saja, tetapi terkadang harus dibuktikan di lapangan.
  1. Dosen tidak menjadikan kegiatan belajar mengajarnya sebagai bisnis yang berorientasi materi, tetapi merupakan pengabdian atas ilmu yang dia miliki. Meskipun secara otomatis dosen akan mendapatkan reward dari apa yang sudah ditunaikan sesuai job description-nya, tetapi itu bukan tujuan seorang dosen berprofesi melainkan dampak saja. Sebagaimana peribahasa, barang siapa menanam, maka akan mengetam.
  1. Dosen hendaknya memberikan kemudahan kepada anak didiknya, dan bukan malah mempersulit. Dalam semua sisi, dosen hendaknya mengupayakan kemudahan bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat mengoptimalkan diri dalam menimba ilmu pengetahuan tanpa hambatan yang datangnya dari dosen.

Termasuk implikasi dari etika ini yaitu dosen seharusnya memberikan informasi yang jelas kepada mahasiswa perihal ketersediaan waktu untuk bertemu. Selain itu dosen juga memberikan informasi yang jelas tentang silabi mata kuliah yang diajarkan, sehingga mahasisa tidak mengalami kesulitan dalam belajar.

  1. Seorang dosen harus pandai menghargai anak didiknya, sehingga tumbuh semangat belajar yang baik. Sikap merendahkan dan tidak menghargai hanya akan mematikan kreatifitas dan menumpulkan kecerdasan.

Dosen adalah profesi yang sangat mulia, karena ikut berperan mendidik generasi muda, penerus bangsa ini. Seorang dosen harus visioner, dan berjiwa pejuang. Karena pada hakekatnya tugas yang diemban seorang dosen tidak sekedar menyampaikan ilmu yang dimilikinya tetapi sebuah tugas besar yaitu “Membangun Peradaban”.

 

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika

https://indahwardani.wordpress.com/2011/05/11/pengertian-etika-profesi-etika-profesi-dan-kode-etik-profesi/

http://blog.umy.ac.id/restufaizah/etika-profesi-sebagai-dosen/




Penyusunan Standar SPMI

penyusunan-standar-spmi

Sumber : TOT SPMI Kopertis Wilayah III




diskresi dan penegakkan hukum

Tulisan berikut terinspirasi dari Buku yang ditulis Prof. Dr. Marwan Effendi (2012) tentang diskresi, penemuan hukum, korporasi dan tax amnesty dalam penegakkan hukum.

Antara hukum dengan masyarakat tidak bisa dipisahkan, bahkan ada satu istilah yang disebut ubi societas ibi ius yang artinya dimana ada masyarakat disana ada hukum.

Masyarakat mengharapkan hukum dapat menjadi sarana dalam penegakkan hukum, bukan menjadi alat untuk kepentingan penguasa atau kepentingan politik namun faktor diluar hukum seringkali lebih kuat pengaruhnya sehingga aplikasi hukum didalam masyarakat menjadi tercederai.

Dalam pembangunan hukum, penegakkan hukum mempunyai fungsi strategis karena menjadi tumpuan harapan masyarakat kepada aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum, dan dalam pengertian makro penegakkan hukum tidak hanya ada saat litigasi dipengadilan tetapi ada dalam semua aspek kehidupan masyarakat

Ekspektasi masyarakat terhadap penegakkan hukum sangat besar khususnya di era reformasi saat ini dimana hukum digaungkan sebagai panglima. Berkaitan dengan ini maka perbedaan pendapat terus terjadi tentang mana yang lebih utama, antara keadilan dengan kepastian hukum? Apakah keadilan lebih penting dibandingkan kepastian hukum ataukah kepastian hukum lebih penting dibandingkan keadilan (sementara konsep keadilan memiliki dimensi yang sangat luas).

Ekspektasi masyarakat yang tinggi secara tidak langsung dapat menyebabkan munculnya berbagai diskresi dalam hukum. Diskresi ,menurut Thomas J. Aaron adalah suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebih menekankan pertimbangan-pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum. Demikian juga pengertian tentang diskresi yang dikemukakan oleh Wayne La Farve yang menyebutkan diskresi sebagai pengambilan keputusan yang sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang peranan. Dengan demikian diskresi bisa dikatakan sebagai pelengkap dan aturan yang secara formal tertulis dalam undang Undang. Sedangkan yang berkaitan dengan diskresi adalah pengertian tentang kebijakan dan kebijaksanaan. Menurut Hikmahanto, kebijakan berbeda dengan kebijaksanaan. Meski keduanya terkait dengan pengambilan keputusan. Kebijakan merupakan basis untuk pengambilan keputusan sedangkan kebijaksaan merupakan keputusan yang bersumber dari diskresi (discretion) yang dimiliki oleh pejabat yang berwenang (Marwan effendi, 2012:7)

Diskresi dapat diambil oleh pejabat publik karena mengutamakan dicapainya tujuan sehinga legalitas hukum sedikit diabaikan, namun secara umum ada tiga syarat dari diskresi dilakukan:
1. demi kepentingan umum
2. masih dalam lingkup wewenangnya
3. tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik
Ketiga syarat tersebut diatas sebenarnya lebih ditekankan sebagai upaya untuk menemukan hukum (rechtvinding) karena pejabat umum (apalagi hakim) tidak bisa mengatakan hukumnya belum ada, dan diskresi dalam bidang hukum pidana tentu berbeda dengan diskresi dalam bidang hukum administrasi Negara, apalagi diskresi dalam Hukum ekonomi.

Diskresi tidak sama dengan exeptie (kekecualian) sehingga jika dikaitkan dengan konsep yang ada didalam hukum islam maka exeptie bentuknya bisa berupa ruksoh (keringanan bukan meniadakan atau mengesampingkan) bahkan terhadap hal yang prinsip seperti shalat (ada ruksohnya). Sedangkan diskresi adalah hasil ijtihad dalam tataran fiqih (tidak dalam tataran syariah apalagi aqidah) yang tujuannya untuk kemashalahatan dan sesuai dengan “arahan” dari Nabi Muhammad SAW sebagai figur sentral dalam Islam.
Secara umum, yang perlu dicatat adalah apapun bentuk diskresi yang diambil dan dalam lingkup hukum apapun tetap harus bertujuan dalam kerangka dicapainya tujuan hukum yaitu keadilan dan kepastian hukum. Wallahu a’lam bishowab




PERILAKU KONSUMEN : FUNGSI UTILITAS DAN MASLAHAH

Kajian dalam ilmu ekonomi tidak pernah lepas dari bahasan tentang perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsumsi sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia menjadi suatu bahasan yang mendasari kajian-kajian ilmu ekonomi tentang perilaku manusia dalam menjaga eksistensi hidupnya. Konsep permintaan yang dibahas dalam kajian ilmu ekoknomi mikro, didasari dari pemikiran manusia yang senantiasa membutuhkan sesuatu untuk dikonsumsi. Aktivitas manusia untuk menantiasa melakukan konsumsi mempunyai berbagai alasan yang rasional dan masuk akal. Atas berbagai alasan itulah seorang konsumen melakukan aktivitas konsumsi.

Berbagai alasan yang coba dirumuskan para ahli ilmu ekonomi, menghasilkan beberapa teori tentang motif konsumsi manusia, salah satunya adalah bagaimana meningkatkan kepuasan konsumsi akan barang/jasa secara optimal. Dari beberapa konsep perilaku konsumsi manusia, konsep tentang utilitas lah yang banyak dipakai sebagai acuan para ekonom konvensional (barat) dalam merumuskan konsep-konsep ekonomi kedepannya, salah satunya menjadi dasar pemikiran tentang teori permintaan yang diawali oleh kendala anggaran (budget constraint) dan kurva kepuasan (indefference curve).

Dalam perjalannya, teori utilitas banyak menghasilkan polemik di dalam masyarakat dunia. Munculnya usaha-usaha untuk senantiasa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia didasari dari kekurangan konsep utilitas sehingga menimbulkan gerakan-gerakan pemikiran baru tentang perlunya distribusi pendapatan. Selain itu, konsep ini mulai tergantikan dengan konsep preferensi yang tidak lain dan tidak bukan merupakan turunan dari konsep utilitas itu sendiri.

Islam sejak pertama kali dibawa ke muka bumi sudah memiliki konsep yang komperhensif dan mendalam tentang hidup dan kehidupan, mulai dari masalah sosial, politik dan ekonomi (muamalat). Secara umum, dalam rangka menjaga kelangsungan hidup manusia, Islam mengajarkan tentang konsep maslahah, yaitu suatu konsep kemaslahatan (kebaikan bersama) bagi seluruh mahluk hidup. Konsep maslahah dapat diterapkan pula dalam kaitannya tentang perilaku konsumsi manusia.

Pada tulisan kali ini akan coba dibahas perbandingan antara konsep utilitas yang ditawarkan oleh ekonomi konvensional dengan konsep maslahah yang menjadi acuan bagi ekonomi Islam. Tulisan ini, sebelumnya akan memaparkan tentang prinsip dan tujuan konsumsi manusia serta akan melihat sejauh mana rasionalitas yang dimilikinya memainkan peranan dalam aktivitas konsumsi.

 

Prinsip dan Tujuan Konsumsi

Manusia sebagai mahluk hidup membutuhkan sesuatu untuk dikonsumsi guna kelangsungan hidupnya dimuka bumi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, ada beberapa hal dasar  yang menyebabkan manusia melakukan kegiatan konsumsi itu sendiri. Hal itu tentunya tidak lepas dari hasrat manusia untuk senantiasa mendapatkan tingkat kepuasan (utilitas) yang optimum dalam konsumsi. Salah satu tujuan dasar dari konsumsi itu sendiri adalah memenuhi kebutuhan hidup yang terbatas oleh beberapa kendala sehingga tercapai suatu kondisi dimana manusia itu merasakan kepuasan atau utilitas yang optimum.

Dalam perkembangannya, pengukuran terhadap nilai utilitas yang terdapat dalam suatu komoditas tidak lagi menggunakan standar angka atau nilai, akan tetapi menggunakan peningkatan atau preferensi. Artinya dalam menentukan besar-kecilnya tingkat kepuasan suatu barang/jasa tidak lagi menggunakan angka, tetapi melakukan komparasi dengan barang lain untuk menentukan selera pasar. Dalam perkembangannya preferensi seseorang terhadap sebuah komoditas sangatlah beragam, dimana sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan pemahaman manusia terhadap kehidupan. Ada tiga unsur yang mempengaruhi perilaku seorang konsumen dalam berkonsumsi, yaitu: rasionalitas, kebebasan ekonomi dan utilitas.

Dalam membahas teori perilaku konsumen dalam berkonsumsi, diasumsikan bahwa seorang konsumen merupakan sosok yang cerdas. Dalam artian, konsumen tersebut mengetahui secara detail tentang income dan kebutuhan yang ada dalam hidupnya serta pengetahuan terhadap jenis, karakteristik dan keistimewaan komoditas yang ada. Dengan harapan, komoditas yang telah dikonsumsi oleh konsurnen dapat mendatangkan tingkat utility yang memuaskan. Perilaku seorang konsumen, terkadang dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi dalam menentukan komoditas dan jasa yang harus dikonsumsi. Dewasa ini, banyak kita temukan seorang konsumen yang mengkonsumsi komoditas baru, tetapi tidak dilandasi oleh pengetahuan tentang komoditas tersebut. Keinginan konsumen terhadap komoditas tersebut bisa terjadi, dikarenakan adanya advertising (iklan) yang dapat mempengaruhi dan membuat image baru tentang sebuah produk.

Dalam analisa ekonomi kapitalisme, perilaku seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh nilai kebebasan dalam berekonomi dan kondisi pasar yang perfect competition (persaingan sempurna). Asumsi yang ditawarkan sistem tersebut sangat idealis. Akan tetapi sulit untuk direalisasikan dalam dunia ekonomi nyata. Dalam konsep ekonomi Islam, seorang konsumen diberi kebebasan untuk melakukan tawar-menawar dan menentukan kesepakatan dalam sebuah transaksi, tetapi tidak bersifat mutlak. Kebebasan dalam sistem ekonomi Islam merupakan kebebasan yang diwarnai oleh nilai-nilai agama yang bertujuan untuk mewujudkan dialektika kemaslahatan individu dan masyarakat. Sebagai illustrasi, dalam sistem kapitalisme, manusia merupakan pemilik hakiki atas harta kekayaan yang dimiliki, sehingga ia mempunyai kebebasan untuk melakukan transaksi atas harta tersebut sesuai dengan kehendaknya. Dalam ekonomi Islam, harta kekayaan hanyalah merupakan titipan Allah, sehingga transaksi yang dilakukan oleh seseorang harus berdasarkan norma dan kaidah syari’ah. Apabila terjadi pelanggaran atas batasan syariah, transaksi yang dilakukan batal, karena dianggap hal itu menimbulkan kemudharatan dalam kehidupan masyarakat.

Perilaku seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan keyakinan dalam menjalani hidup. Dalam kehidupan banyak sekali nilai-nilai ekonomi yang ditawarkan oleh sistem ekonomi yang ada. Dalam kapitalisme, seorang konsumen merupakan perwujudan materi, dimana segala perilaku konsumsi yang ada harus bersandarkan atas nilai-nilai materi. Tujuan utama konsumen adalah mencapai nilai materi secara optimal, dan hal tersebut merupakan tujuan akhir dalam berekonomi. Seorang konsumen dapat dikatakan berhasil, jika mampu mendapatkan utility ataupun return yang maksimal atas segala pengorbanan yang telah dilakukan.

Sedangkan, Muhammad (2004) menyebutkan sedikitnya ada tiga prinsip umum yang mendasari perilaku ekonomi seorang muslim. Pertama, percaya pada hari akhir. Kedua, konsep Islam tentang keberhasilan. Ketiga, konsep Islam tentang kaya.

1. Percaya pada Hari Akhir (The Belief in the Last Day)

Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya untuk percaya pada Hari Akhir/Kiamat dan kehidupan di akhirat dengan percaya kepada Allah. Ini adalah rentangan waktu kehidupan seorang muslim mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Kehidupan sebelum mati dan kehidupan sesudah mati adalah saling berhubungan dalam pola yang berurutan. Dengan demikian seseorang yang melakukan konsumsi akan memiliki efek terhadap dua alam kehidupan, pertama adalah berhubungan dengan pilihan selama kehidupan di dunia, dan kedua adalah efek terhadap kehidupan yang akan datang (akhi­rat). Oleh karena itu utilitas yang diperoleh dari sesuatu yang dipilih merupakan keseluruhan nilai yang ada saat ini dalam mempengaruhi dua alam tersebut. Selanjutnya sejumlah pilihan atas pendapatan seseorang yang diperoleh di dunia seharusnya dapat menambah semua keuntungan yang akan digunakan untuk bekal kehi­dupan di akhirat. Sebagai contoh pengeluaran untuk hal-hal kebajikan, seperti infak, sedekah, dan semacamnya, merupakan bekal yang sangat baik bagi manusia untuk kehidupan di akhirat.

2. Konsep Islam tentang Keberhasilan (The Islamic Concept of Success)

Sukses menurut Islam adalah suatu sikap konsen terhadap Allah dan bukan hanya keadaan akumulasi kekayaan. Konsep keberhasilan dalam Islam senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai moral. Siddiqi (1986) mengatakan “keberhasilan terletak dalam kebaikan. Dengan perilaku manusia yang semakin sesuai dengan pembakuan-pembakuan moral dan semakin tinggi kebaikannya, maka dia se­makin berhasil. Selama hidupnya, pada setiap fase keberadaan, pada setiap langkah, individu Muslim selalu berusaha berbuat selaras dengan nilai-nilai moral”.

Menurut ajaran Islam, sebagai seorang hamba Allah, manusia harus secara positif menggunakan kemampuannya dan sumber daya yang diberikan oleh Allah secara baik. Hal ini mencakup semua aktivitas selama hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhannya, akan tetapi ia tidak diperbolehkan untuk mengeksploitasi terhadap makhluk Allah. Oleh karena itu dalam memanfaatkan alam dan sumber daya yang ada harus dilakukan secara baik yang kesemuanya dilakukan sebagai suatu kewajiban terhadap Allah (ibadah).

3. Konsep Islam tentang Kaya (The Islamic Concept of Riches)

Konsep harta, kekayaan dan pendapatan dalam Islam merupakan suatu konsep yang unik. Harta, kekayaan atau pendapatan menurut istilah dalam Islam disebut dengan mal. Mal apakah ia dipandang sebagai kekayaan atau pendapatan, keduanya adalah karunia dari Allah. Mal bukanlah suatu laknat. Surga bukan hanya terbuka bagi orang miskin, tetapi surga juga dan sama terbuka bagi orang yang kaya. Karena harta atau kekayaan sebagai karunia Allah, maka ia harus digunakan untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan manusia. Oleh karena itu dalam hal pembelanjaan harta, Rasulullah mengajarkan:

Suatu ketika Nabi (Muhammad SAW) bertanya kepada para sahabatnya: “Kepada siapakah di antara kamu harta milik ahli warisnya lebih berharga daripada miliknya sendiri? Mereka menjawab: Setiap orang menganggap harta miliknya sendiri lebih berharga daripada milik ahli warisnya”. Kemudian Nabi bersabda: “hartamu adalah apa yang kamu pergunakan dan harta ahli warismu adalah yang tidak kamu pergunakan.”

Itulah sebabnya ketika harta merupakan alat untuk membeli barang dan jasa yang akan mendatangkan kepuasan, maka harta tersebut akan dibelanjakan untuk barang-barang yang bermanfaat bukan yang dilarang.

 

Rasionalitas dalam Prilaku Islami

Dalam ekonomi Islam, pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan harus dilandasi nilai-nilai spiritualisme dan adanya keseimbangan dalam pengelolaan harta kekayaan. Selain itu, kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus berdasarkan batas kecukupan (had al kifayah), baik atas kebutuhan pribadi maupun keluarga.

Setiap konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsinya memiliki kecerdasan tersendiri. Kecerdasan ini, merupakan salah satu asumsi yang digunakan dalam mempelajari perilaku konsumen. Kecerdasan yang dimaksud disini adalah kemampuan seseorang dalam mengetahui secara detail tentang pendapatan dan kebutuhan yang ada dalam hidupnya serta pengetahuan terhadap jenis, karakteristik dan keistimewaan komoditas yang ada. Selain itu, perilaku konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh lingkuangan sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Konsep ekonomi Islam tidak memberikan kekuasan mutlak terhadap kecerdasan manusia dalam aktivitas konsumsinya. Karena selain diberikan kemampuan akal, manusia juga diberikan beberapa petunjuk dan kaidah serta jalan menuju kebaikan dan kebenaran. Dengan akal pikiran dan hidayah dari Allah, konsumen dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihannya.

Allah telah menurunkan aturan-aturan yang dapat digunakan manusia sebagai pedoman dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Sepanjang konsumen dapat berpegang teguh terhadap aturan dan kaidah syari’ah dalam berkonsumsi, maka konsumen tersebut dikatakan mempunyai rasionalitas (kecerdasan). Konsep rasionalitas dalam ekonomi Islam berdasarkan atas nilai-nilai syari’ah dan berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan material dan spiritual demi tegaknya sebuah kemaslahatan.

Menurut Marthon (2001), ada beberapa aturan yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk mewujudkan rasionalitas dalam berkonsumsi:

  1. Tidak boleh bermewah-mewahan

Tarf adalah sebuah sikap berlebihan dan bermewah-mewahan dalam menikmati keindahan dan kenikmatan dunia (Mu’jam Alfadz al-Qur’an Al-Karim, 1401 H). Islam sangat membeci tarf, karena merupakan perbuatan yang menyebabkan turunnya azab dan rusaknya sebuah kehidupan umat. Tarf juga merupakan sebuah prilaku konsumen yang jauh dari nilai-nilai syari’ah, bahkan merupakan indikator terhadap rusak dan goncangnya tatanan hidup masyarakat. Hal tersebut merupakan sunatullah dalam kehidupan dunia, apabila kemaksiatan dan kemungkaran telah merabak dalam kehidupan masyarakat, kerusakan dan kehancuran merupakan sebuah keniscayaan.

وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَآأَصْحَابُ الشِّمَالِ {41} فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ {42} وَظِلٍّ مِّن يَحْمُومٍ {43} لاَّبَارِدٍ وَلاَكَرِيمٍ {44} إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ {45}

Artinya: ”Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan ait panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewahan.” (QS. Al-Waqi’ah: 41-45)

Rasullah SAW bersabda, (diriwayatkan oleh Abdurahman bin Ja’far): ”Sejelek-jeleknya umatku adalah orang yang dilahirkan dalam kenikmatan dan bermewah-mewahan, mempunyai makanan yang bermacam-macam, pakaian yang berbeda corak dan warna, kendaraan segala tipe, serta sombong dalam omongan dan perkataan.” (As-Suyuthi, jilid II)

Dampak negatif dari hidup bermewah-mewahan adalah adanya stagnansi peredaran sumber daya ekonomi serta terjadi distorsi dalam pendistribusiannya. Selain itu, dana investasi akan terkuras demi memenuhi kebutuhan konsumsi, hingga akhirnya terjadi kerusakan dalam setiap sendi perekonomian.

Qardhawi (2004) dalam bukunya Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan bahwa batasan Islam tentang pembelajaan ada dua kriteria, Pertama, batasan yang terkait dengan kriteria sesuatu yang dibelanjakan, cara dan sifatnya. Artinya batasan-batasan yang dirumuskan oleh Islam mengenai konsumsi yang terkait dengan cara dan macam tanpa melihat kepada kuantitas sesuatu yang dibelanjakan, yaitu pembelanjaan yang diharamkan Islam seperti: khamar, rokok, judi dan patung-patung yang telah diharamkan oleh Rasul SAW. Hal ini, dikarenakan setiap pembelanjaan dalam hal-hal yang diharamkan addalah suatu perbuatan yang berlebih-lebihan dan pemborosan yang dilarang Islam, meskipun hanya satu dirham dan meskipun seseorang itu memiliki harta yang berlimpah.

Kedua, batasan yang terkait kuantitas dan ukuran, yaitu membelanjakan harta yang diperlukannya dari yang tidak dapat ditanggung oleh pendapatannya. Sebagai contoh, seseorang yang pendapatannya tujuh membelanjakannya sepuluh, padahal yang ia belanjakan bukan sesuatu yang mendesak (bukan primer), artinya ia terpaksa meminjam padahal utang itu adalah keresahan di waktu malam dan kehinaan di waktu siang.

  1. Pelarangan Israf, Tabdzir dan Safih

Israf adalah melampaui batas hemat dan keseimbangan dalam berkonsumsi, israf merupakan perilaku di bawah tarf. Tabdzir adalah melakukan konsumsi secara berlebihan dan tidak proporsional. Syari’ah Islam melarang perbuatan tersebut, karena dapat menyebabkan distorsi dalam distribusi harta kekayaan yang seharusnya tetap terjaga demi kemaslahatan hidup masyarakat. Ulama fiqh mendefinisikan, safih adalah orang yang tidak cerdas (rusyd), dimana ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariah dan senantiasa menuruti hawa nafsunya. Muhammad Al ‘Arabi menambahkan, safih harus ada pembatasan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan safih berada. Makna safih tidak bisa disimpelkan dengan orang yang tidak cerdas, sebab segala perbuatannya dapat menyebabkan kemudlaratan bagi pribadi dan masyarakat. Akan tetapi, pemahaman safih harus disesuaikan dengan perubahan zaman dan lingkungan safih. Seorang safih pada zaman dahulu kemungkinan bukan merupakan orang safih pada saat ini, dikarenakan adanya perubahan standar. (Ali A. Rasul, Daar al-Fikr).

Terhadap harta orang-orang safih, negara mempunyai hak terhadap penyitaan, apabila kondisi menuntut akan hal tersebut.

Allah berfirman:

وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berikanlah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (QS. An-Nisaa’: 5)

Beberapa penulis menganjurkan diadakannya larangan atas beberapa barang mewah tertentu atau membebaninya dengan pajak yang berat untuk menghalang-halangi konsumsinya, lebih-lebih bila kondisi ekonomi masyarakat tidak mengizinkan pengeluaran bagi sumber-sumber yang sudah langka untuk membuat barang itu. Baqir al Sadr menganjurkan agar  bahan-bahan tertentu tidak dialihkan ke dalam produksi barang-barang mewah, selama produksi barang-barang yang dibutuhkan umum belum tercapai jumlah memadai.

Konsumen harus menghindari diri dari sikap berlebihan, yang menjerumuskan sebagai pengeluaran yang tidak berguna di atas keperluan untuk memenuhi kebutuhan. Berlebihan adalah dalam pengertian di atas standar pemakaian rata-rata dalam suatu masyarakat, yakni suatu suatu pemikiran yang meninggalkan standar ini secara berlebih-lebihan harus tidak diperbolehkan.

  1. Keseimbangan dalam Berkonsumsi

Aturan dan kaidah berkonsumsi dalam sistem Ekonomi Islam menganut paham keseimbangan dalam berbagai aspek. Konsumsi yang dijalankan oleh seorang muslim tidak boleh mengorbankan kemaslahatan individu dan masyarakat. Selain itu, tidak diperbolehkannya mendikotomikan antara kenikmatan dunia dan akhirat. Bahkan sikap ekstrim pun harus dijauhkan dalam berkonsumsi. Larangan atas sikap tarf dan israf, bukan berarti mengajak seorang muslim untuk bersikap bakhil dan kikir. Akan tetapi mengajak kepada konsep keseimbangan, karena sebaik-baiknya perkara adalah tengah-tengahnya.

Allah berfirman:

وَلاَتَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَتَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا

Artinya: “Dan Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal .” (QS. Al-Israa’: 29)

وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS.  Al-Furqan: 67)

Rasulullah bersabda: “Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah kalian, tanpa israf dan menimbulkan kerusakan.” (As Suyuthi, Jilid II) Dan Rasulullah bersabda : “Bersikap zuhud bukan berarti mengharamkan sesuatu yanghalal.” (As-Suyuthi, ibid)

Berdasarkan uraian ayat dan hadist di atas, seorang konsumen dituntut untuk berkonsumsi secara seimbang (I’tidal), dikarenakan hal tersebut berdampak positif bagi kehidupan individu dan masyarakat, baik dalam etika maupun dalam aspek sosial dan ekonomi. Dari aspek ekonomi dapat dipahami, bahwa proteksi (bakhil) dapat mendorong seseorang untuk mengurangi konsumsi yang sedang dilakukan, sedangkan sifat konsumtif (royal) dapat menyebabkan sumber-sumber ekonomi yang ada tidak optimal, bahkan dapat mematikan sektor investasi.

Mannan (1992) dalam bukunya Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, menjelaskan beberapa prinsip konsumsi dalam Islam, salah satunya prinsip kesederhanaan yang mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minum adalah sikap yang tidak berlebihan yang berarti janganlah makan secara berlebihan.

يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Artinya: ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) Masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila isi perut diisi secara berlebihan tentu akan ada pengaruhnya pada pencernaan. Praktek memantangkan jenis makanan tertentu, dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.

Kesederhanaan merupakan salah satu etika konsumsi yang penting dalam ekononi Islam. Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkonsumsi. Diantara dua cara hidup yang ”ekstrim” antara paham materialistis dan zuhud. Ajaran Al-Qur’an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.

وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67)

Fungsi tujuan seorang konsumen muslim berbeda dengan konsumen non muslim. Seseorang konsumen muslim tidak hanya mencapai kepuasan dari konsumsi barang dan pengusahaan barang tahan lama. Perilaku konsumen muslim berpusat sekitar kepuasan yang dikehendaki oleh Tuhan seperti yang diungkapkan dalam Al-Qur’an. Jadi fungsi konsumsi seorang muslim bukan hanya sebagai fungsi jumlah barang yang dikonsumsinya saja melainkan juga terkandung di dalamnya fungsi sedekah yang mencakup infak dan zakat.

  1. Larangan Berkonsumsi atas Barang dan Jasa yang Membahayakan

Syari’ah Islam mengharamkan konsumsi atas barang dan jasa yang berdampak negatif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi, yang di dalamnya sarat dengan kemudlaratan bagi individu dan masyarakat serta ekosistem masyarakat bumi. Konsumsi terhadap komoditas dan jasa yang dapat membahayakan kesehatan dan tatanan kehidupan sosial, sangat berdampak bagi kehidupan ekonomi. Seperti halnya narkoba, minuman keras, judi dan penyakit sosial lainnya dapat menimbulkan tindakan kriminal yang dapat meresahkan kehidupan masyarakat. Dengan begitu, alokasi dana dalam kegiatan ekonomi akan sedikit terkuras untuk menangani tindakan kriminal dan memulihkan stabilitas keamanan, sehingga kehidupan ekonomi tidak akan berjalan secara optimal.

Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءاَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسُُ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar (arak), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,” (QS. Al-Maidah: 3)

Allah berfirman (larangan menuruti hawa nafsu):

أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan Umunya dan Allah telah mengunci manpendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa ]samu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah: 23)

Komoditas dan jasa yang dikonsurnsi seseorang (muslim), harus diperbolehkan secara hukum (syar’i). Dalam artian, barang dan jasa tersebut masuk dalam kategori thayyibah (baik lagi bermanfaat). Selain itu, kebutuhan yang ada juga diperbolehkan secara hukum (syar’i). Komoditas yang diperbolehkan secara hukum (syar’i) manifestasi dari thayyibah dan rizki, seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Thayyibah adalah segala komoditas yang bersifat hasan (baik secara syar’i), bersih dan suci. Adapun rizki adalah segala pemberian dan nikmat Tuhan.

 

Fungsi Utilitas dan Maslahah

Teori Nilai Guna (Utility)

Teori ekonomi konvensional mengambarkan tingkat kepuasan seseorang terhadap suatu barang/jasa demi memuaskan keinginannya sebagai utilitas. Suatu aktivitas ekonomi untuk menghasilkan sesuatu didorong karena adanya kegunaan dalam sesuatu itu. Manakala sesuatu itu memiliki kegunaan bagi seseorang maka ia akan melakukan aktivitas untuk mengkonsumsi sesuatu itu. Utilitas juga menggambarkan nilai guna atas suatu barang. Jadi suatu barang/jasa memiliki satuan nilai yang dapat diukur dengan fungsi utilitas.

Fungsi utilitas digambarkan oleh kurva indefference. Fungsi utilitas juga menggambarkan adanya tingkat kepuasan mengkonsumsi sejumlah barang/jasa pada jumlah tertentu. Semakin banyak jumlah yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula tingkat kepuasan yang didapatnya. Namun hal ini tidaklah berlaku seterusnya. Dalam teori utilitas dikenal juga konsep penurunan utilitas marjinal (diminishing marginal utiliity) yang menjelaskan adanya penurunan kepuasan (utilitas) pada setiap tambahan yang diberikan. Hal ini juga berimplikasi akan adanya suatu kepuasan total yang maksimal terhadap konsumsi suatu barang/jasa. Selain teori-teori yang dijelaskan di atas ada beberapa lagi teori turunan yang menjelaskan tentang fungsi utilitas.

Dalam perkembangannya, teori tentang utilitas memicu timbulnya gerakan-gerakan pemikiran, seperti aliran utilitarianisme (utilitarianism) yang menghendaki adanya usaha dari pemerintah untuk memaksimalkan utilitas total dari setiap anggota masyarakatnya dengan jalan pendistribusian pendapatan dari kalangan kaya kepada masyarakat miskin. Selain itu ada juga aliran liberalisme dan libertarianisme yang tidak jauh berbeda pemikirannya dengan paham utilitarian, yang menghendandaki adanya usaha memaksimalkan utilitas total setiap anggota masyarakat.

Konsep Maslahah

Mashalahah dalam ilmu ushul fiqh memiliki beberapa pengertian, tetapi secara esensi kandungannya adalah sama. Imam al-Ghazali, mengemukakan bahwa pada prinsipnya maslahah adalah ”mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.”

Imam al-Ghazali memandang bahwa suatu kemashlahatan harus senantiasa sejalan dengan tujuan syara’, sekalipun hal itu bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Hal ini dikarenakan kemashlahatan manusia tidak selamanya sejalan dengan tujuan syara’ bahkan lebih didasarkan kepada hawa nafsu. Sama halnya dengan konsumsi yang dilakukan oleh manusia. Karena konsumsi merupakan dorongan hawa nafsu sudah dapat dipastikan bahwa keinginan manusia untuk konsumsi selalu didorong oleh keinginan hawa nafsu. Oleh sebab itulah yang dijadikan patokan dalam menentukan kemashlahatan itu adalah kehendak dan tujuan syara’, bukan kehendak dan tujuan manusia.

Tujuan syara’ yang harus dipelihara tersebut, lanjut al-Ghazali, ada lima bentuk yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek tersebut, maka baru dapat dikatakan maslahah.

Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemashlahatan itu dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Maslahah al-Dharuriyyah, yaitu kemashlahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Artinya tanpa ini manusia tidak akan dapat hidup. Kemashlahatan seperti ini ada lima, yaitu (1) memelihara agama, (2) memelihara jiwa, (3) memelihara akal, (4) memelihara keturunan dan (5) memelihara harta.
  2. Maslahah al-Hajiyyah, yaitu kemashlahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemashlahatan pokok. Artinya kemashlahatan ini mendukung tercapainya kemashlahatan pokok yang dalam penerapannya berbentuk keringanan untuk mempertahankan kebutuhan dasar manusia. Contohnya seperti berburu binatang dan memakan makanan yang baik-baik.
  3. Maslahah al-Tahsiniyyah, yaitu kemashlahatan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Tanpa terpenuhinya kemashlahatan ini manusia masih dapat melanjutkan hidupnya, tetapi kemashlahatan ini juga mendukung tercapainya kemashlahatan lainnya. Misalnya, dianjurkan memakan makanan yang bergizi dan berpakaian yang bagus.

Lebih jauh, Abduh Wahab Khallaf (1994) dalam buku Ilmu Ushul Fiqh mengatakan, ”yang terpenting dari tiga tujuan pokok ini adalah darury dan wajib dipelihara. Hajiyi boleh ditinggalkan apabila memeliharanya merusak hukum darury, dan tahsiny boleh ditinggalkan apabila dalam menjaganya merusak hukum darury dan tahsiny.

Utilitas versus Maslahah

Dari konsep mashlahat terlihat bahwa ada aturan-aturan yang baku, berupa aturan illahiyah yang hakekatnya menjaga kebaikan manusia juga. Namun hal ini tidaklah menjadikan manusia dalam rangka melakukan aktivitas konsumsi menjadi kaku dan terkungkung, bahkan sebaliknya, manusia akan senantiasa terjaga dan terpelihara dirinya dari sesuatu yang mengancam kelangsungan hidupnya. Karena ini hanyalah panduan umum yang menjadi acuan dalam penerapan perilaku konsumsi manusia. Lain halnya dengan konsep utilitas yang digagas oleh ekonom konvensional. Secara logika memang konsep utilitas sangatlah masuk akal dan manusiawi. Adanya hasrat atau keinginan yang dapat diukur oleh suatu satuan nilai, yang biasa disebut dengan nilai guna, menjadikan adanya ukuran yang jelas dalam mempelajari perilaku konsumen. Namun konsep ini tidak dipagari oleh nilai-nilai dasar kemanusiaan dan moralitas, sehingga dalam penerapannya sangatlah materealis dan mengesampingkan sesuatu yang tidak dapat diukur oleh materi, seperti pahala dan akhirat.

Dalam buku Ekonomi Mikro dalam Prespektif Islam, Muhammad (2004) mengutip tulisan Fahim Khan, ”Theory of Consumer Behavior in an Islamic Perspective”, tentang beberapa keunggulan konsep maslahah, yaitu:

  1. Maslahah adalah subyektif dalam arti bahwa individu akan menilai mana yang paling baik untuk dirinya atas barang/jasa yang maslahah bagi dirinya. Tetapi kriteria untuk menentukan maslahah adalah tidak meninggalkan faktor subyektif seperti dalam kasus utilitas. Kriteria subyektifitas maslahah adalah maqasid syari’ah, yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan kriteria subyektifitas utilitas sangatlah menuruti keinginan manusia itu sendiri.
  2. Maslahah individu akan terisi dengan maslahah sosial dan tidak seperti kepuasan individu yang seringkali akan menimbulkan konflik kepuasan sosial.
  3. Konsep maslahah ditekankan pada semua aktivitas ekonomi dalam suatu masyarakat. Jadi konsep maslahah ditekankan pada masalah konsumsi, produksi dan tukar-menukar, tidak seperti pada teori konvensional dimana kepuasan hanya berkaitan dengan masalah konsumsi dan keuntungan bersinggungan dengan masalah produksi. Demikian juga maslahah tetap berhubungan dengan tujuan aktivitas ekonomi, apakah itu dilakukan pada tingkat individu maupun tingkat negara?

Dalam hal ini tidak mungkin membandingkan kepuasan yang diperoleh orang A pada saat mengkonsumsi suatu makanan yang baik (katakanlah buah apel) dengan kepuasan yang didapat oleh orang B yang mengkonsumsi barang yang sama dalam waktu yang sama.

 

Kesimpulan

Dari sekian banyak pemaparan yang telah dijelaskan di atas, terlihat bahwa konsep utilitas memiliki porsinya tersendiri jika dibandingkan dengan konsep maslahah dalam ekonomi Islam. Konsep utilitas yang dipahami selama ini dijadikan tolak ukur dalam aktivitas konsumsi manusia, padahal kalau kita kaji lebih dalam lagi ada hal yang seharusnya lebih mendasari seseorang dalam aktivitas konsumsinya, yaitu lebih melihat kemaslahatan akan barang/jasa yang dikonsumsinya. Utilitas dalam ekonomi Islam hanyalah sebagai alat bantu yang dapat mengukur sesuatu dengan satuan nilai tertentu sehingga menjadikan adanya standar bagi konsumsi manusia, namun hal itu bukan tujuan dari konsumsi itu sendiri.

Utilitas dalam ekonomi Islam tidak semata-mata terbatas pada materi yang sifatnya keduniawian semata, tetapi juga harus melihat faktor-faktor yang bersifat keakhiratan (ukhrowi). Sehingga prinsip dan tujuan konsumsi yang digariskan oleh Islam tidaklah sempit kepada hal-hal yang bersifat kebendaan dan untuk kepentingan pribadi semata namun juga kepada kepentingan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dianjurkannya sedekah sebagai suatu sarana untuk pemerataan konsumsi menjadi suatu keharusan. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkonsumsikan suatu barang/jasa serta tidak mengkonsumsi barang/jasa yang dilarang syari’ah sangat diperhatikan selain guna menjaga kemaslahatan individu, masyarakat dan lingkungan. Selain itu, dianjurkan pula untuk selalu bersikap sederhana dalam hidup, karena itu merupakan salah satu ciri dari umat Islam sebagai ummatan washatan (umat menengah). Wallahu’alam…

 

Daftar Pustaka

Al Qur’an dan Terjemahannya: Departemen Agama RI, 2000, Diponegoro, Bandung.

Abdul Wahhab Khallaf, 1994, Ilmu Ushul Fiqh, alih bahasa M.Zuhri dan Ahmad Qarib, Dina Utama Semarang (Toha Putera Group), Semarang.

Chapra, Umer, 2001, The Future of Economics: An Islamic Perspective, edisi terjemahan, SEBI, Jakarta.

Haroen, Nasrun, 2001, Ushul Fiqh 1, PT Logos Wacana Ilmu, Jakarta.

Husain, Abdullah Abdul at-Tariqi, 2004, Ekonomi Islam; Prinsip, Dasar dan Tujuan, Magistra Insani Press, Yogyakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2000, Pengatar Ekonomi Jilid II, Erlangga, Jakarta.

Mannan, Muhammad Abdul, 1992, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Intermasa, Jakarta.

Marthon, Said Sa’ad, 2001, Ekonomi Islam: Di Tengah Krisis Ekonomi Global, Zikrul Hakim, Jakarta.

Metwally, M.M., 1995, Teori dan Model Ekonomi Islam, PT Bangkit Daya Insani, Jakarta.

Muhammad, 2004, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE, Yogyakarta.

Qardhawi, Yusuf, 2004, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Robbani Press, Jakarta.

Siddiqi, M. Nejatullah, 1986, Pemikiran Ekonomi Islam; Suatu Penelitian Kepustakaan Masa Kini, LIPPM, Jakarta.




Surat kepada Einstein

benarkah-einstein

Ada surat seperti ini, lalu dikatakan bahwa karya Einstein saja pernah dianggap tak layak.
Betulkah?
Jawabnya ada disini: 1, 2.