koreksi fiskal

Koreksi Fiskal

 

Laporan keuangan yang disusun perusahaan biasanya harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut sebagai dasar pada SPT PPh yang disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan laporan keuangan perusahaan mengacu pada standar akuntansi komersial. Untuk memenuhi kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan melakukan penyesuaian fiskal (koreksi fiskal).

 

Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal berdasarkan pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu:

  1. Beda Tetap
  2. Beda Waktu.

 

Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak, contohnya : sumbangan, entertain (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan dan lain2.

 

Beda waktu, yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebananya berbeda.

Misal :

Biaya penyusutan, perusahaan menetapkan masa manfaat aktiva 10 tahun, tapi berdasarkan fiskal Cuma 4 tahun, maka akan terjadi pembebanan yang berbeda.

 

Koreksi fiskal dapat juga dijelaskan sebagai berikut :

Koreksi fiskal positif diantaranya:

  • Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
  • Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
  • Pengeluaran dalam bentuk natura
  • Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
  • Sumbangan atau bantuan
  • Pajak Penghasilan
  • Sanksi administrasi (Pajak)
  • Penyusutan/amortisasi
  • Dll

 

Koreksi fiskal negatif diantaranya:

  • Penyusutan/amortisasi
  • Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
  • Dll

 

Penyustan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.

 

Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskal nya. Laporan audit pada perusahaan go public di perpustakaan BEJ dapat kita pinjam dan baca untuk menambah wawasan tentang koreksi fiskal.

 

 

 

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).

Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

 

  1. Dasar Hukum : UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak  Penghasilan (PPh)
  2. Jenis Perbedaan Pengakuan antara Komersial dan Fiskal

Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:

  1. Beda Tetap (Permanent Different)

Beda Tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.

Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :

Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)

Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:

  • Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
  • Penghasilan berupa hadiah undian
  • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
  • Penghasilan dari  usaha jasa konstruksi dan
  • Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
  • dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)

 

Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:

  • biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
  • yang bukan objek pajak;
  • yang pengenaan pajaknya bersifat final;
  • yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
  • penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan  dalam bentuk natura dan kenikmatan

Pajak Penghasilan

sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang  perpajakan.

biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)

 

Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakuai oleh akuntansi komersial  namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.

Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakuai oleh akuntansi komersial namun  secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih besar.

 

  1. Beda Waktu (Time Different)

Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan  laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.

 

Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :

Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.

 

Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :

Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun

Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO

Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu

Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.

Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.

 

  1. Jenis Koreksi Fiskal
  2. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi  Fiskal Positif Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :

  1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
  2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
  3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
  • Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
  • Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
  • Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
  • Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
  • Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
  • Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industry.
  1. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
  2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
  3. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
  4. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
  5. Pajak Penghasilan.
  6. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
  7. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
  8. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
  9. Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
  10. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
  11. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.

Referensi : Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 9 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

 

 

  1. Koreksi Fiskal Negatif

Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain :

  • Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain :
    1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
    2. Penghasilan berupa hadiah undian.
    3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
    4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
  • Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain :
    1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
    2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
    3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
    4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
    5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
    6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
    7. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
    8. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
    9. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
    10. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
    11. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
    12. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
    13. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    14. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
    15. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    16. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    17. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    18. Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
    19. Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.

Dasar Hukum : Pasal 4 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

 

 

BEDA PENYUSUTAN AKTIVA TETAP MENURUT PAJAK DAN AKUNTANSI

 

  • Menurut akuntansi dapat digunakan metode apapun sementara menurut pajak hanya boleh menggunakan 2 metode saja yaitu garis lurus dan saldo menurun, bahkan untuk bangunan hanya dibolehkan metode garis lurus.
  • Umur manfaat menurut akuntansi didasarkan kepada diskresi manajemen sementara menurut pajak diatur umur manfaat aktiva tetap bedasarkan ketentuan perpajakan, yaitu untuk aktiva tetap bukan bangunan dibagi menjadi 4 golongan dengan umur manfaat mulai dari gol 1 adalah 4, 8, 16 dan 20 tahun sedangkan bangunan menjadi 10 tahun untuk bangunan semi permanen dan 20 tahun untuk bangunan permanen.
  • Secara akuntansi, aktiva tetap (aset tetap) mulai disusutkan pada saat aktiva tersebut siap untuk digunakan. Secara perpajakan, aktiva tetap mulai disusutkan pada bulan dilakukannya pengeluaran (pada saat diperoleh/dibeli).

 

 

 




Zotero

Dalam menulis karya ilmiah, maka kita mengumpulkan beberapa artikel karya ilmiah yang dibutuhkan untuk penulisan kita.  Terdapat beberapa software yang dapat membantu kita untuk mengorganisasikan artikel karya ilmiah yang telah kita kumpulkan, salah satunya yaito Zotero.
Zotero adalah aplikasi gratis yang berbasis Open Source. Bisa dipasang di komputer apapun: Windows, Linux, bahkan Mac-‐OS sekalipun. Aplikasi ini bisa menata sistem kutipan dan daftar pustaka kita. Dengan demikian, bagian yang ‘menyebalkan’ dalam proses penulisan karya tulis ilmiah, menjadi sangat dimudahkan.
Kelebihan Zotero adalah sbb:
  • pengelolaan laman web,
  • pemotretan laman web
  • lebih baik dalam pengelolaan file non .pdf
  • mampu mengambil metadata dari buku melalui ISBN



SEJUMLAH KENDALA DAN TANTANGAN FIQIH MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH DALAM RANGKA MEMENANGKAN KOMPETISI GLOBAL

Pendahuluan

Berdasarkan pandangan Ekonomi Islam, tidak diragukan bahwa suku bunga dan maysir (gambling, kegiatan spekulatif sejenis perjudian) adalah merupakan faktor-faktor utama yang membawa kepada krisis keuangan dewasa ini. Menjaga individu maupun masyarakat terbebas dari berbagai bentuk krisis keuangan dapat jelas terlihat sebagai satu dari tujuan-tujuan lembaga tersebut. Sementara sistem keuangan konvensional mengalami kehancuran, perbankan Islam tampak sedang mengalami kecerahan, data secara accounting 17% dari aset perbankan di Qatar, 15% di Malaysia, dan secara mengesankan lebih dari 95%  dari kegiatan perbankan di Saudi. (Hayu, dan Sofjan, 2009)

Adanya sistem keuangan Islam atau sistem keuangan berdasarkan prinsip syariah dapat merupakan suatu peluang sekaligus tantangan ke depan dalam rangka menghadapi kompetisi global masa kini. Khan dan Ahmed (2008) mengatakan bahwa sepanjang tiga decade terakhir, industri keuangan syariah telah menunjukkan peran dan keberadaannya dalam panggung sejarah. Namun demikian, masa depan dari industri keuangan ini akan sangat bergantung pada kemampuannya meresponse perubahan dalam dunia keuangan. Dengan adanya  globalisasi dan revolusi teknologi informasi, scope  lembaga keuangan telah melampaui batas-batas perundang-undangan suatu negara.

Ghozali (2007) mengatakan bahwa aktivitas perusahaan sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas mengelola risiko, selanjutnya dia mengatakan risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham. Dalam bidang keuangan dan perbankan, kegiatan  usaha perbankan secara terus menerus selalu berhubungan dengan berbagai bentuk risiko.

Khan dan Ahmed (2008) mengatakan bahwa salah satu  fungsi dasar lembaga keuangan adalah untuk mengelola risiko yang muncul untuk transaksi keuangan secara efektif. Untuk dapat memberikan penawaran layanan keuangan dengan biaya rendah, lembaga keuangan konvensional telah mengembangkan berbagai jenis kontrak, proses, instrumen, dan lembaga untuk memitigasi risiko. Namun demikian, masa depan dari lembaga keuangan syariah akan sangat bergantung pada lembaga-lembaga tersebut dalam mengelola risiko yang muncul dalam beroperasinya.

Dalam penulisan singkat ini akan dicoba dibahas mengenai sejumlah kendala dan tantangan fiqih di bidang manajemen risiko perbankan syariah dalam rangka untuk menstimulasi para pakar dan para praktisi untuk menjawab tantangan tersebut dengan melakukan berbagai kegiatan sebagai solusi ke depan untuk menghadapi kompetisi global saat ini.

Manajemen Risiko Bank Syariah

Definisi Risiko Bank

Darmawi (2010) mengatakan  risiko dapat didefinisikan secara sederhana adalah mengenai kemungkinan  akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan, seperti kemungkinan kehilangan, cedera, kebakaran, dan sebagainya. Tidak ada metode apa pun yang dapat menjamin seratus persen bahwa akibat buruk itu setiap kali dapat dihindarkan, kecuali kalau kegiatan yang mengandung risiko tersebut tidak dilaksanakan. Untuk itu, agar risiko tidak menghalangi kegiatan perusahaan, maka seharusnyalah risiko itu dimanage dengan sebaik-baiknya, sehingga muncul istilah manajemen risiko.

Risiko dapat diartikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat mengakibatkan kerugian. Risiko adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian jika tidak diantisipasi serta tidak dimanage bagaimana seharusnya. Risiko dalam bidang perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang predictable yaitu dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang bersifat unpredictable (unanticipated) yang berdampak negatif pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko tersebut memang sesungguhnya  tidak dapat dihindari namun dapat dimanage dan dikendalikan.

Risiko dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis (systematic risk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh  adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro, seperti perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan situasi pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum; dan Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja. Macam-macam Risiko yang dihadapi oleh bank adalah sebagai berikut (Ghozali, 2007):

(1).Risiko Kredit

Risiko Kredit didefinisikan sebagai suatu risiko kerugian yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien dalam membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat membayar hutangnya.

(2). Risiko Pasar

Risiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti: suku bunga, nilai tukar, harga equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/aset yang dimiliki bank menurun.

(3). Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas pasar dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting tertentu dengan harga karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar. Risiko likuiditas pendanaan dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

(4). Risiko Operasional

Risiko akibat kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan.

(5). Risiko Hukum

Risiko hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menanggung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.

(6). Risiko Reputasi

Risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank.

(7). Risiko Strategik

Risiko yang timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan-perubahan eksternal.

(8). Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik ketentuan internal maupun eksternal.

Risiko-Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah:

Pada umumnya, risiko yang dihadapi perbankan syariah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang bersifat umum yang sama-sama dengan yang dihadapi baik oleh bank konvensional, maupun yang dihadapi oleh bank syariah dan risiko yang mempunyai keunikan tersendiri karena harus complied dengan  prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, juga sama mesti dihadapi bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah juga menjadi tidak sama.

Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syariah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain. Ada pun risiko-risiko lainnya tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Withdrawal risk merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini sebagian besar dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari bank  konvesional sebagai counterpart-nya. Bank syariah dapat terkena withdrawal risk (risiko penarikan dana) disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return yang diberikan oleh rival kompetitornya.
  2. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor.
  3. Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.

Risiko-risiko tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Adapun risiko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait dengan produk pembiayaan yang dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :

  1. a) Risiko Terkait Produk

(1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Countracts (NCC)

Yang dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty countracts (NCC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan natural certainty countracts, seperti murabahah, ijarah, ijarah mutahia bit tamlik, salam dan istisna’. Penilaian risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai berikut :

1)      Default risk (risiko kebangkrutan).

Yakni risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

  1. Industry  risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:
  • karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
  • riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan di bank konvensional dan pembiayaan yang bersangkutan dengan bank syariah, terutama perkembangan non performing financing jenis usaha yang bersangkutan.
  • Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial standard).
  1. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi dan keuangan.
  2. Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeur, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi) market risk (forex risk, interest risk, security risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.

2)      Recovery risk (risiko jaminan).

Yakni risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

  1. Kesempurnaan pengikatan jaminan.
  2. Nilai jual kembali jaminan (marketability jaminan).
  3. Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan.
  4. Kredibilitas penjamin (jika ada).

(2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC)

Yang dimaksud dengan Analisis Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memeperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis NUC, seperti mudharabah dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu sebagai berikut:

  1. a)      Business risk (risiko bisnis yang dibiayai)

Adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :

  1. Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:
  • Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
  • Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry financial standard)
  1. Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi), market risk (forex risk, interest  risk, security risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
  2. Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan) adalah risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh:
  1. a)      Unusual business risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh :
  • Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai
  • Penurunan drastis harga jual barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
  • Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
  1. b)      Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau revenue sharing
  • Untuk jenis profit and loss sharing, shirinking risk muncul bila terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank
  • Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah tidak mampu menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah tidak mampu melanjutkan usahanya.
  1. c)      Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
  1. Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang terjadi pada third way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
  1. a) Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank
  2. b) Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan
  3. c) Pengelolaan internal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai dengan standar pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.

Untuk mengatasi character risk, bank menetapkan kovenan khusus pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan oleh character risk, kerugian akan dibebankan kepada nasabah. Untuk menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian akibat risiko tersebut, maka bank menetapkan adanya jaminan (collateral).

  1. b) Risiko Terkait Korporasi

Kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang terkait dengan produk. Analisis risiko yang terkait dengan pembiayaan korporasi meliputi:

1)      Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan.

Terdapat setidaknya tiga risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan, yaitu sebagai berikut:

–  Over trading

Over trading terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan dukungan modal yang kecil (too much business volume with too little capital). Keadaan ini akan menimbulkan krisis cash flow.

–  Adverse trading

Adverse trading terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan mengambil kebijakan melakukan pengeluaran tetap (fixed costs) yang besar setiap tahunnya, serta bermain dipasar yang tingkat volume penjualannya tidak setabil. Perusahaan yang mempunyai karakterstik seperti ini merupakan perusahaan yang secara potensial berada dalam posisi yang lemah serta berisiko tinggi.

Liquidity run

Liquidity run terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan oleh alasan yang tidak terduga. Kondisi ini tentu saja akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank. Sekalipun tidak dapat memprediksi arus likuiditas  sebuah perusahaan, bank dapat menaksir apakah perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang cukup atau dapat memperoleh dana tambahan untuk mempertahankan  cash flow seperti sedia kala.

2)      Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan

Sebuah perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan menandatangani kontrak untuk pengeluaran berskala besar. Apabila tidak mampu untuk menghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Bank maupun supplier pembayaran perdagangan sering kali tidak mampu untuk mengontrol suatu pengeluaran yang berlebihan  dari sebuah perusahaan. Namun demikian, bank dapat mencoba untuk memonitornya dengan melakukan analisis, misalnya, neraca perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan, dimana komitmen pengeluaran kapital harus diungkap.

3)      Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank

Terdapat tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni sebagai berikut:

  1. a)      Analisis pembiayaan yang keliru

Dalam konteks ini, terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga, tetapi dikarenakan memang sudah sejak awal nasabah yang bersangkutan berisiko tinggi. Keputusan pembiayaan bisa jadi adalah keputusan yang tidak valid. Kesalahan dalam pengambilan keputusan ini biasanya bersumber dari informasi yang tersedia kurang akurat. Untuk mengatasi hal ini, bank memerlukan staf  yang terlatih dan berpengalaman dalam menyusun suatu pendekatan pembiayaan.

  1. b)      Creative accounting

Creative accounting merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang menyesatkan tentang suatu laporan posisi keuangan perusahaan. Dalam kasus ini, keuntungan dapat dibuat agar terlihat lebih besar, aset terlihat lebuh bernilai, dan kewajiban dapat disembunyikan dari neraca keuangan.

  1. c)      Karakter nasabah

Terkadang nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet. Bank perlu waspada  terhadap kemungkinan  ini dengan mencoba untuk membuat suatu keputusan berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.

Manajemen Risiko Perbankan Syariah dan Sistem Keuangan Global

Yousef (1996) dalam Ibrahim (2006) mengatakan bahwa Islamic banking adalah merupakan suatu segmen yang tertinggi tingkat pertumbuhannya, yaitu pangsa pasar dari asetnya telah meningkat dari 2% di akhir tahun 1970an mencapai 15% sampai pada pertengahan tahun 1990an

Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga semakin pesat. Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah, khususnya di Indonesia. Masyarakat dunia, para pakar dan para pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi mereka juga ingin menerapkan konsep syariah secara lebih serius.

Selain itu prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan. Bank syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan industri lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Harapan tersebut memberikan suatu optimisme melihat penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Namun demikian masa depan dari industri perbankan syariah, akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk meresponse perubahan dalam dunia keuangan. Fenomena globalisasi dan revolusi teknologi informasi, menjadikan ruang lingkup perbankan syariah sebagai lembaga keuangan telah melampaui batas perundang-undangan suatu negara. Implikasinya adalah, sektor keuangan pun menjadi semakin dinamis, kompetitif dan kompleks. Terlebih lagi adanya tren pertumbuhan merger lintas segmen, akuisisi, dan konsolidasi keuangan, yang membaurkan risiko unik tiap segmen dari industri keuangan tersebut.

Lebih lanjut terdapat kecenderungan perkembangan sistem pencatatan, matematika keuangan dan inovasi teknik manajemen risiko yang tidak dapat diprediksi. Perkembangan tersebut disinyalir akan semakin menambah tantangan yang dihadapi oleh perbankan syariah, terutama dengan masuknya lembaga keuangan konvensional yang juga menawarkan produk-produk keuangan syariah.

Di samping itu risiko dalam menghadapi sistem keuangan global bukanlah sekedar kesalahan tentang kemampuan menciptakan laba, tetapi yang terlebih penting adalah hilangnya kepercayaan dan kredibilitas mengenai bagaimana operasional kerjanya. Oleh karena itu perbankan syariah perlu dibekali dengan kemampuan manajemen sistem operasi yang mutakhir untuk menyikapi perubahan lingkungan. Salah satu faktor utama yang dapat menentukan kesinambungan dan pertumbuhan industri perbankan syariah adalah seberapa intens lembaga ini dapat mengelola risiko yang muncul dari layanan keuangan syariah yang diberikan

Sejumlah Kendala dan Tantangan Fiqih

Ketidakhadiran instrumen derivatif bagi bank syariah merupakan penghalang utama bagi mereka untuk mengelola risiko pasar, jika dibandingkan dengan bank konvensional. Selain itu bank syariah juga memiliki pesaing langsung yaitu hadirnya windows syariah dari bank konvensional. Terutama dengan adanya kendala norma syariah, bank syariah tidak bisa masuk ke dalam pasar bank konvensional, sementara bank konvensional dapat menawarkan produk syariah dan konvensional secara simultan (Khan, dan Ahmed, 2008).

Selanjutnya Khan dan Ahmed (2008) juga mengatakan bahwa regulator telah membuat ketetapan bahwa permodalan yang dimiliki masing-masing bank (baik di bank syariah maupun konvensional) harus dapat dijadikan buffer (penopang) atas risiko-risiko yang dihadapi. Ketika permodalan menjadi upaya puncak untuk memproteksi risiko, adalah kebijakan yang prudent bagi bank syariah untuk mengelola risiko di level organisasi.

Terutama instrumen derivatif yang digunakan untuk tujuan hedging lebih dipergunakan untuk mengontrol risiko pada level grup organisasi perbankan daripada digunakan secara terpisah bagi aktivitas tiap unit yang berbeda. Dalam hal ini tidak adanya suatu mekanisme yang efektif yang dapat mencegah bank konvensional untuk menggunakan instrumen derivatif untuk mengelola risiko produk syariah mereka. Sebagai akibatnya persaingan antara bank syariah dengan windows syariah dari bank konvensional berjalan tidak sehat karena adanya instrumen derivatif. Hal ini menghadapkan bank syariah pada persaingan yang tidak sebanding.

Untuk mengatasi default pembayaran kredit bank konvensional  biasanya menggunakan instrumen derivatif kredit. Sedangkan bagi bank syariah, instrumen derivatif kredit ini tidak tersedia. Selanjutnya, ketika terjadi default bank syariah tidak dapat menjadwal ulang atas utang yang berdasarkan tingkat mark up. Selain itu bank syariah juga lebih berpotensi mengalami default yang dipicu oleh adanya perubahan suku bunga, jika dibandingkan dengan bank konvensional (Khan, dan Ahmed, 2008)

Mengenai risiko likuiditas Khan dan Ahmed (2008) juga mengatakan bahwa bagaimana pun, dengan menyebutkan beberapa alasan sebagai berikut, bank syariah dihadapkan pada risiko likuiditas yang cukup serius:

Terdapat larangan fiqih bagi bank syariah untuk melakukan sekuritisasi asetnya, yang umumnya berupa utang. Dengan demikian, aset bank syariah menjadi tidak likuid jika dibandingkan dengan aset bank konvensional. Dengan lambatnya pengembangan instrumen keuangan bank syariah tidak akan mampu mendapatkan dana dari pasar secara cepat. Persoalan ini menjadi begitu serius pada saat ketika belum terdapat pasar uang antar bank syariah.

Bank syariah membutuhkan Lender of Last Resort (LLR)  sebagai fasilitas untuk menyediakan fasilitas dalam kondisi darurat. Namun sayangnya fasilitas LLR yang ada berbasiskan bunga, dimana bank syariah tidak dapat menikmati fasilitas ini. Dengan belum adanya persoalan likuiditas sampai saat ini, bank syariah belum memiliki sistem manajemen likuiditas secara formal.

Ada pun teknik-teknik yang dapat dipakai dalam rangka mengidentifikasi, melakukan pengukuran, dan pengelolaan risiko pada bank syariah dapat dibagi menjadi dua macam. Sepert misalnya: teknik-teknik standar yang dipakai dalam bank konvesional, dengan catatann tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dapat diaplikasikan pada bank syariah. Hal itu antara lain: GAP analysis, maturity matching, internal rating sistem, dan risk adjusted return on capital (RAROC).

Di sisi lain bank syariah bisa mengembangkan teknik baru yang harus konsisten dengan prinsip-prinsip syariah. Ini semua dilakukan dengan harapan bisa mengantisipasi risiko-risiko lain yang sifatnya unik tersebut.
Survei yang dilakukan Islamic Development Bank (2001) terhadap 17 lembaga keuangan syariah dari 10 negara mengimplikasikan, risiko-risiko unik yang harus dihadapi bank syariah lebih serius mengancam kelangsungan usaha bank syariah dibandingkan dengan risiko yang dihadapi bank konvensional. Survei tersebut juga mengimplikasikan bahwa para nasabah bank syariah berpotensi menarik simpanan mereka jika bank syariah memberikan hasil yang lebih rendah daripada bunga bank konvensional. Lebih jauh survei tersebut menyatakan, model pembiayaaan bagi hasil, seperti diminishing musyarakah, musyarakah, mudharabah, dan model jual-beli, seperti salam dan istishna’, lebih berisiko ketimbang murabahah dan ijarah (Yulianti, 2007)

Dalam perkembangan ke depan, perbankan syariah menghadapi tantangan yang tidak sedikit sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini seperti, pemilihan instrumen finansial yang comply dengan prinsip syariah termasuk juga instrumen pasar uang yang dapat digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai ) terhadap risiko (Chapra dan Khan, 2000). Oleh karena BI dan IFSB mengacu pada aturan Basel Accord II, maka dari itu penguasaan yang betul-betul mumpuni di bidang manajemen risiko perbankan konvensional sangat diperlukan dalam menerapkan manajemen risiko perbankan pada bank syariah.

Khan dan Ahmed (2008) mengatakan bahwa ada dua aksioma atau kaidah fiqih sehubungan dengan risiko yaitu: al kharaj bil dhaman dan al ghunmu bil ghurmi. Kedua kaidah return yang didapatkan dari aset, secara intrinsic terkait dengan tanggung jawab atas kerugian yang muncul dari aset tersebut.

Kaidah ini sangat bertentangan dengan konsep keuangan yang berbasiskan bunga. Konsep bunga memisahkan antara return dengan tanggung jawab untuk menanggung kerugian, pemilik modal akan tetap mendapatkan return tanpa harus menanggung risiko. Hal ini dilakukan dengan menentukan return yang fixed atas nominal dana yang dipinjamkan.

Konsep keuangan Islam melarang adanya pemisahan ini. Pemisahan tanggung jawab risiko kerugian atas return yang didapatkan, risiko yang ada tidak dapat dipindahkan dan dibebankan pada satu pihak, tetapi harus ditanggung dan dibagi kepada dua pihak (risk sharing). Khan dan Ahmed (2008)  juga menyebutkan    bahwa manajemen risiko merupakan pembahasan yang kurang mendapatkan perhatian dalam keuangan syariah, akan tetapi masih ada beberapa tantangan lagi di bidang ini dari beberapa penyebab:

Pertama, beberapa teknik manajemen risiko belum tersedia bagi bank syariah yang sesuai dengan tuntunan syariah, khususnya derivatif kredit, swaps, pasar derivatif untuk manajemen risiko, garansi komersial, instrumen pasar uang, asuransi komersial, dan lainnya. Selain itu riset untuk menemukan teknik yang lebih efisien juga dirasakan masih kurang.

Kedua, terdapat beberapa pandangan syariah yang berdampak langsung pada proses manajemen risiko. Di antaranya adalah, tidak terdapatnya cara yang efektif yang terkait dengan default yang secara sengaja dilakukan nasabah, larangan jual beli utang, larangan transaksi forward dan futures mata uang, kecuali untuk tujuan hedging (Smolarski, Schapek dan  Tahir, 2006: 425)

Ketiga, tidak adanya standardisasi akad keuangan syariah, juga merupakan suatu tantangan yang cukup berarti.

Refleksi Ke Depan.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan berbagai pesoalan yang berupa kendala dan tantangan dari sudut pandang fiqih (pemahaman keagamaan dari alim-ulama yang berdasarkan Al Quran dan Hadits Nabi Shallallahu alaihi Wassallam). Untuk itu perlu digarisbawahi  beberapa point sbb.:

Pertama, melihat pertumbuhan bank syariah yang merupakan “the fastest growing segment in the banking system” sebenarnya bank syariah memiliki potensi yang besar untuk dapat keluar sebagai pemenang (The Winner) dalam memenangkan suatu kompetisi di dunia persaingan yang sudah meliputi berbagai sektor, terutama sektor keuangan khususnya perbankan, untuk itu perbankan syariah yang lebih dikenal dengan Islamic banking, dalam hal ini harus juga lebih “membenahi” berbagai faktor penentu kemenangan tersebut, di antaranya adalah di bidang manajemen risiko syariah.

Kedua, di bidang manajemen risiko perbankan syariah terdapat sejumlah kendala dan tantangan dari sudut pandang fiqih khususnya di bidang fiqih muamalat yang mana, kendala dan tantangan ini memerlukan berbagai “inovasi” atau terobosan yang bersifat terus menerus (berkelanjutan) agar dapat menjawab berbagai kendala dan tantangan tersebut di masa kini dan terutama di masa mendatang.

Ketiga, bidang studi manajemen risiko perbankan syariah adalah suatu bidang studi yang masih cukup baru, sejalan dengan usia Islamic banking, memerlukan berbagai temuan dari hasil riset dan juga membutuhkan tenaga-tenaga SDM (sumber daya manusia/insani) yang sangat mumpuni di bidang fiqih muamalat dan juga betul-betul menguasai berbagai permasalahan di bidang risk management. Sebagai misalnya telah ditemukan (dari hasil penelitian dengan menggunakan puluhan ribu simulasi untuk mendapatkannya) yaitu Islamic Pricing Benchmark, manajemen risiko perbankan syariah masih memerlukan berbagai riset lainnya misalnya pula untuk dapat mengembangkan berbagai teknik manajemen risiko yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Keempat, pengembangan manajemen risiko perbankan syariah merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dan disadari oleh segenap para penanggungjawab di bidang keilmuan (para pakar) dan pihak-pihak manajemen (para praktisi) mengingat dunia persaingan yang semakin mengglobal dan ketat, jika Islamic banking tidak mau keluar sebagai underdog alias kalah dalam persaingan, walaupun selama ini telah berhasil menunjukkan tingkat pertumbuhannya yang cukup spektakuler.  Pihak manajemen (para praktisi) di bidang ini harus dapat meng-create suasana lingkungan yang dapat mengidentifikasi tujuan dan harus dapat menciptakan  strategi dan sistem yang pada gilirannya dapat dilakukan  identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengelolaan perubahan-perubahan sebagai akibat dari adanya risiko yang bervariasi.

Kelima,  jika semua point di atas dipenuhi maka dengan penguasaan di bidang manajemen perbankan syariah yang betul-betul mumpuni, maka diharapkan pada gilirannya Islamic banking melalui sustainable innovation di bidang fiqih muamalat dan  risk management, dapat mengantongi “tiket” untuk ikut kompetisi global dan sekaligus memenangkan kompetisi tersebut dan keluar sebagai The Winner.

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka.

Al Quran dan Terjemahnya, 1413H. Mujamma’ Khadim al Haramain. Medinah

Munawwarah.

Chapra, Umer and Tariqullah Khan, 2000 (1421H). “Regulation and Supervision

            of Islamic Banks”. Islamic Development Bank.  Islamic Research and

Training Institute.

Darmawi, Herman. 2010. “Manajemen Risiko”. Bumi Aksara, Jakarta.

Ghozali, Imam. 2007. “Manajemen Risiko”. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang.

Hayu, S.P., & Sofjan, H., 2009. The Subprime Mortgage Crisis: Islamic

Economics Perspective. Perbanas Quarterly Review. Vol. 2. Iss. 1; pg. 51

Ibrahim, Badr El Din A.   2006 The “missing links” between Islamic development

objectives and the current practice of Islamic banking – the experience of

the Sudanese Islamic banks (SIBs)Humanomics.  Vol.22, Iss. 2;  pg. 55.

Khan,  Tariqullah., & Ahmed, Habib. 2008. “Manajemen Risiko Lembaga

            Keuangan Syariah” . Bumi Aksara, Jakarta.

Omar, M.A., & Noor, A.M., & Meera, A.K.M. 2010. Research Paper: “Islamic

            Pricing Benchmark”  http//www.iefpedia.com/ English/

wp-co content/upload/2010/07/ISLAMIC-PRICING-BENCHMARK

diakses 1 Februari 2011 pukul 15.08

Smolarski, J., & Schapek, M., & Tahir, M.I. 2006.   Permissibility and Use of

Option for Hedging Purposis in Islamic Finance. Thunderbird

           International Business Review. Vol. 48, Iss. 3; pg. 425

 




Cross Rate di Pasar Valuta Internasional

 

Cross Rate di Pasar Valuta Internasional

Cross rate adalah nilai tukar suatu valuta terhadap valuta lainnya, dimana baik reference currency maupun non referency-nya bukan valuta USD (Riyadi, 2006). Untuk memudahkan penjelasan saya gunakan reference currency adalah mata uang yang ditulisnya di depan, sedangkan non referency ditulisnya dibelakang. Misalnya SGD terhadap HKD (SGD/HKD), GBP terhadap SGD (GBP/SGD), jika terjadi mekanisme kurs yang seperti ini, maka disebut cross rate.

Contoh Cross Rate

 

Cross Rates

Bid Ask
GBP/AUD 1.7765 1.7773
GBP/CAD 1.7517 1.7524
GBP/EUR 1.1787 1.1796
GBP/GBP 1.0000 1.0000
GBP/HKD 10.2868 10.2902
GBP/JPY 135.5556 135.6194
GBP/NOK 10.9241 10.9429
GBP/NZD 1.8242 1.8252
GBP/SGD 1.8102 1.8111

Berdasarkan contoh diatas, cara membaca kurs-nya sama dengan kurs yang biasa digunakan (bukan cross rate) yaitu sebagai berikut :

 

Jika Bank Baru Persada Jakarta membutuhkan GBP. 1,000,000 untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Sementara kelebihan valuta HKD. Maka kurs yang digunakan adalah kurs jual (kurs pasar) pihak counter party sebagai quoting bank (price maker) yaitu GBP.1 = HKD. 10.2902. Dalam penulisan mata uang asing tanda “koma” dibaca “titik”, sedangkan tanda “titik” dibaca “koma”. Untuk memenuhi kebutuhan GBP. Sebesar GBP. 1,00,000 maka dibtuhkan HKD. Sebanyak GPB. 1,000,000 X HKD. 10.2902 = HKD. 1,029,020 (satu juta dua puluh sembilan ribu dua puluh hongkong dollar).

 

Bagaimana cara menghitung cross rate ?

Cross rate diperoleh dari kurs forex yang terjadi pada saat itu. Berdasarkan kurs pasar quoting bank (price maker) menghitung cross rate untuk mata uang yang dikehendaki, tentunya yang convertible di pasar valuta asing.

Misalnya kurs spot yang terjadi di pasa valuta asing adalah sebagai berikut :

Contoh Spot rate

Spot Rates Near real time rates – Not to be used for trading purposes (UKF REX tanggal 15 Sept. Jam 10.30 WIB)

World Time: Auckland 4:27 PM | Sydney 2:27 PM | Hong Kong 12:27 PM | London 5:27 AM | Toronto 12:27 AM

 

Major Rates Bid Ask
AUD 0.7462 0.7464
CAD 1.3211 1.3213
CHF 0.9734 0.9735
DKK 6.6190 6.6215
USD 1.1244 1.1249
GBP 1.3259 1.3263
HKD 7.7583 7.7588
JPY 102.2360 102.2570
NOK 8.2389 8.2509
NZD 0.7266 0.7268
SGD 1.3653 1.3656

Berdasarkan kurs diatas, maka untuk menentukan kurs CAD/HKD, dapat dilakukan sebagai berikut:

7.7583                                           7.7588

Bid rate (kurs beli) = ———– = 5.8717    Offer rate = ———– = 5.87298 = 5.8730

1.3213                                           1.3211

Dengan demikian kurs CAD/HKD = 5.7583 – 5.8730

Ini berarti bahwa CAD. 1 = HKD. 5.7583 (bid) dan CAD. 1 =  HKD. 5.8730 (offer)

Agar lebih mudah mengingat perhitungan cross rate diatas, dapat ditulis kembali kurs:

USD/CAD      1.3211             1.3213

 

USD/HKD      7.7583             7.7588

Rumusnya Bid dibagi Offer dan Offer dibagi Bid, valuta yang ditulisnya di depan adalah sebagai reference currency dan berfungsi sebagai pembagi (ada di posisi bawah). Dalam hal ini CAD/HKD, valuta CAD sebagai reference currency dan HKD sebagai non reference currency.

Untuk seluruh mata uang yang menggunakan USD sebagai referensi maka menggunakan perhitungan yang sama dengan perhitungan cross rate CAD/HKD.

Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa, dosen, manager keuangan pada perusahaan multi nasional dan masyarakat lainnya yang sering bertaransaksi menggunakan berbagai mata uang asing.

 

Referensi

Riyadi, Selamet. (2006). Banking Assets And Liability Management, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Spot Rates Near real time rates – Not to be used for trading purposes (UKF REX tanggal 15 Sept. Jam 10.30 WIB)




Kiat Menghindari Kecelakaan Plagiarism

Plagiarism bisa terjadi secara tidak disegaja. Editage Insights memberikan 5 tips untuk mengatasinya.
1. Pengakuan terhadap pekerjaan orang lain baik itu berupa gagasan, metode, konsep, dan temuan.
2. Beri tanda kutip apabila melakukan copypaste kata-kata penulis lain.
3. Lakukan parafrasa secara tepat. Sila kunjungi https://dosen.perbanas.id/parafrasa/
4. Perhatikan kutipan langsung (gunakan tanda kutip) dan kutipan tak langsung (gunakan kata-kata sendiri).
5. Usahakan menuliskan sumbernya untuk pernyataan yang agaknya merupakan pengetahuan umum. Tapi jika sudah jelas merupakan pengetahuan umum, tidak perlu. Misalnya kalimat tentang bumi itu bulat.

Semoga bermanfaat.

 




Awal kejatuhan Perbankan Jerman ?

Trouble in Frankfurt – Deutsche Bank’s shares tumble again

Cek link The Economist di bawah.

 

http://www.economist.com/news/finance-economics/21708052-report-some-hedge-funds-have-reduced-their-exposure-germanys-biggest-bank?cid1=cust/ddnew/n/n/n/20160930n/owned/n/n/nwl/n/n/AP/email&etear=dailydispatch




Tanya-Jawab Filsafat Ilmu (Bag. 1 dari 2)

Tanya:
Jelaskan bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan (knowledge) menurut pandangan : Rasionalisme, Empirisme, dan Transcendental Idealisme.
Jelaskan bagaimana dapat diperoleh pengetahuan tentang hukum, dan bagaimana pengetahuan tentang Hukum dapat berkembang menjadi Ilmu Hukum yang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah.

Jawab:

Rasionalisme

Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. Lacey bahwa berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki

Rasionalisme adalah paham yang menekankan pemikiran sebagai sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan kebenaran . Menurut para penganut aliran Rasionalisme, manusia dengan akalnya memiliki kemampuan untuk mengetahui struktur dasar alam semesta secara apriori. Maksudnya bahwa pengetahuan diperoleh tanpa melalui pengalaman inderawi atau dengan kata lain Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau ide . Akal bahkan dianggap dapat menemukan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris. Aliran Rasionalisme ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek . Rasionalisme mengidealkan cara kerja deduktif dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia tentang dunia merupakan hasil deduksi dari kebenaran-kebenaran apriori yang diketahui secara jernih dan gamblang oleh akal

Tokoh utama yang memperkenalkan faham Rasionalisme adalah filsuf Perancis yang kemudian dikenal sebagai “bapak filsafat modern” yaitu Rene Descartes (1596-1650). Orisinalitas pemikiran Descartes terletak pada idenya tentang kesangsian (dubium methodicum), untuk memperoleh kebenaran yang tak tergoyahkan. Descartes mengklaim dirinya telah menemukan filsafat yang sangat tajam dan kritis, yaitu metode yang dimulai dengan menyangsikan segala-galanya. Akhir dari kesangsian metodis tersebut adalah kebenaran yang tak dapat disangsikan lagi oleh Descartes, yaitu “aku yang berfikir.” Dari proses kesangsian Descartes yang konon memerlukan waktu seminggu penuh berdiam diri di kamar, muncullah diktumnya yang terkenal “cogito ergo sum: aku perfikir maka aku ada.”

Empirisme

Istilah “empirisme” berasal dari bahasa Yunani “empeira” yang berarti pengalaman. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Kaum empirisme menolak gagasan kaum Rasionalisme yang dipelopori oleh Descartes. Bagi penganut aliran Empirisme, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber dan penjamin kepastian kebenaran pengetahuan manusia. Karena sumber pengetahuan adalah pengalaman, maka metode yang diajukan adalah kaum empiris adalah metode pengamatan induktif.

Artikel selengkapnya: tanya-jawab-filsafat-ilmu-1-dari-2 (pdf)




Terapi Warna dan Manfaatnya

Terapi Warna dan Manfaatnya

 

Belakangan ini ada yang berbeda di hampir semua toko buku di Indonesia, yaitu berderetnya koleksi buku mewarnai khusus orang dewasa. Berbeda dengan buku mewarnai anak-anak, buku mewarnai khusus dewasa ini memiliki gambar-gambar yang lebih rumit. Memang kegiatan mewarnai sekarang ini menjadi sebuah tren dan banyak digandrungi orang dewasa karena dipercaya mampu menyehatkan mental dan menghilangkan stres. Benarkah demikian?

 

Sebenarnya terapi mewarnai semacam ini bukan hal baru dan sudah ada sejak awal tahun 1900. Carl Jung, seorang perintis psikologi analitik, kerap menggunakan terapi relaksasi ini bukan hanya kepada para pasiennya saja tapi juga pada dirinya sendiri.[1] Begitu juga sekarang ini, Dr. Ben Michaelis, mengatakan bahwa mewarnai akan mengaktifkan bagian logis di otak dan mendorong pola pikir kreatif. Hal ini disebabkan karena aktivitas ini ada di amygdala atau bagian pusat otak yang mampu membuat otak seseorang berisirahat dan makin lama efeknya akan semakin menenangkan.[2] Selain itu menurut Marygrace Berberian, mewarnai memiliki efek terapeutik untuk mengurangi kecemasan, meningkatkan fokus, atau membuat seseorang menjadi lebih sadar. Mewarnai juga bisa meningkatkan keterampilan motorik dan penglihatan seseorang, karena menurut psikolog Gloria Martinez Ayala kegiatan ini melibatkan baik logika maupun kreativitas secara berbarengan.[3]

 

Kegiatan ini juga efektif buat orang-orang yang merasa tidak nyaman dalam mengekspresikan perasaannya. Tapi kegiatan mewarnai ini lebih cocok buat orang-orang yang mencari ketenangan bukan buat orang yang memiliki masalah mental yang berat.[4]

 

[1] http://www.huffingtonpost.com/ingrid-prueher/coloring-is-a-great-relax_b_8093328.html?

[2] http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/11/mewarnai-tren-baru-meredakan-stres/2

[3] http://www.bustle.com/articles/101264-7-reasons-adult-coloring-books-will-make-your-life-a-whole-lot-brighter

[4] http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/01/kegiatan-mewarnai-sehatkan-mental-orang-dewasa




Manfaatkan makanan sisa

Manfaatkan Makanan Sisa

Faktanya, sekitar sepertiga makanan di dunia terbuang. Menurut FAO, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, manusia menyia-nyiakan makanan sebanyak 1,3 miliar ton per tahun di seluruh dunia. Sementara bencana kelaparan di berbagai belahan dunia jumlahnya mencapai angka yang fantastis yaitu sekitar 800 juta jiwa.[1]

 

Di lembah Salinas, California, setiap tahunnya para petani membuang ribuan ton sayuran segar yang dianggap tidak memenuhi standar supermarket. Ironisnya, jumlah itu bisa mencukupi kebutuhan pangan untuk dua miliar manusia.[2] Selain itu, di Huaral, Peru, sekitar 30 persen jeruk mandarin tidak memenuhi standar ekspor dan jika kita bicara dunia, 46 persen buah dan sayur tidak akan berpindah tangan dari pertanian ke meja makan kita.[3]

 

Membuang makanan bukan hanya bicara mengenai ironi, pemborosan dan pelanggaran moral tapi juga dampak buruknya terhadap lingkungan. Limbah makanan akan menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Di planet dengan sumber daya terbatas ditambah dengan ekspektasi tambahan penduduk sebanyak dua miliar pada 2050, pemborosan ini menurut Tristram Stuart dalam bukunya Waste: Uncovering the Global Food Scandal, sungguh tidak pantas.[4]

 

Seorang relawan di wilayah Picardy, Prancis , memungut 500 kilogram kentang yang dianggap terlalu kecil. Kentang-kentang ini akan disatukan dengan wortel dan sayur mayur yang tidak memenuhi standar pungutan relawan lain di Place de la Republique. Sebuah tempat dimana para relawan bekerjasama dengan kelompok Feedback, yang digawangi Tristram Stuart, memasak semuanya menjadi hidangan untuk 6.100 orang. Sampai sekarang Feedback sudah membuat lebih dari 30 perjamuan umum semacam ini yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan buruknya pembuangan makanan dan menginspirasi solusi lokal.[5]

 

Di Indonesia, gerakan semacam ini sepertinya belum ada. Namun kita bisa memulai dari diri kita sendiri misalnya dengan: membeli makanan segar di pasar petani lokal, membeli makanan yang harganya dipotong karena berpenampilan cacat, membawa sisa makanan kita di restoran, memanfaatkan makanan sisa di rumah dengan membekukan dan mengkalengkan makanan yang berlebih, atau bisa juga mengolah buah-buahan yang sudah kurang segar dengan blender untuk menjadi minuman, dan masih banyak lagi.[6]

 

 

 

 

[1] National Geographic, Maret 2016. Jangan Buang Makananmu, hal. 34

[2] National Geographic, Maret 2016. Jangan Buang Makananmu, hal. 29

[3] National Geographic, Maret 2016. Jangan Buang Makananmu, hal. 34

[4] National Geographic, Maret 2016. Jangan Buang Makananmu, hal. 34

[5] National Geographic, Maret 2016. Jangan Buang Makananmu, hal. 39

[6] National Geographic, Maret 2016. Jangan Buang Makananmu, hal. 50

 




Bentuk Protes Terhadap Jurnal Berbayar

Komentar Sylvain Deville ‏@DevilleSy Sep 28

Always happy to decline to review for Elsevier paywalled journals.

protes-thd-elsevier

Makalah ini sepertinya menarik.
Namun demikian saya sudah tidak lagi menerbitkan hasil riset saya di Elsevier, dan menolak melakukan peer review untuk makalah2 yang dikirim ke Elsevier. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan kemuakan saya atas dukungan perusahaan ini dalam menghambat open access terhadap makalah ilmiah, serta praktek komersialisasi karya ilmiah. Penerbit seperti Elsevier bergantung pada peer review gatis. Mereka dapatnya gratisan, para ilmuwan yang melakukan review itu dibayar dari uang pajak. Saya tak  mau lagi mereview dengan cara seperti ini. Penerbit meraup untung besar (lebih dari 30% pendapatan), menikmati kemurah-hatian kami.
Dengan segala hormat saya menolak undangan Anda untuk mereview naskah.

Best regards,

https://twitter.com/devillesy?lang=en