Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia

Penggunaan bahasa Indonesia saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Kita menyaksikan di ruang-ruang publik bahasa Indonesia nyaris tergeser oleh bahasa asing. Ruang publik yang seharusnya merupakan ruang yang menunjukkan identitas keindonesiaan melalui penggunaan bahasa Indonesia ternyata sudah banyak disesaki oleh bahasa asing. Berbagai papan nama, baik papan nama pertokoan, restoran, pusat-pusat perbelanjaan, hotel, perumahan, periklanan, maupun kain rentang hampir sebagian besar tertulis dalam bahasa asing.

Mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah, baik ranah kedinasan, pendidikan, jurnalistik, ekonomi, maupun perdagangan, juga belum membanggakan. Di dalam berbagai ranah tersebut, campur aduk penggunaan bahasa masih terjadi. Berbagai kaidah yang telah berhasil dibakukan dalam pengembangan bahasa juga belum sepenuhnya diindahkan oleh para pengguna bahasa.

Sementara itu, para pejabat negara, para cendekia, dan tokoh masyarakat, termasuk tokoh publik, yang seharusnya memberikan keteladanan dalam berbahasa Indonesia ternyata juga belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Penghargaan kebahasaan yang pernah diberikan kepada para tokoh masyarakat tersebut tampaknya belum mampu
memotivasi mereka untuk memberikan keteladanan dalam berbahasa Indonesia.

Berbagai persoalan tersebut menunjukkan bahwa upaya pembinaan bahasa Indonesia pada berbagai lapisan masyarakat masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Oleh karena itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa—melalui Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan—masih perlu bekerja keras untuk membangkitkan kembali kecintaan dan kebanggaan masyarakat terhadap bahasaIndonesia. Upaya itu ditempuh melalui peningkatan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia danpeningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah. Upaya itu juga dimaksudkan agar kedudukandan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun bahasa negara, makin mantap di tengah terpaangelombang globalisasi saat ini.

Untuk mewujudkan itu, telah disediakan berbagai bahan rujukan kebahasaan dan kesastraan.

  1. KALIMAT
  2. PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA
  3. PARAGRAF
  4. EJAAN
  5. TATA ISTILAH
  6. BENTUK DAN PILIHAN KATA
  7. TESAURUS BAHASA INDONESIA
  8. KAMUS BAHASA INDONESIA

Badan Pembinaan & Pengembangan Bahasa

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI




Peringkat Jurnal Menurut ERA

Informasi journal ilmiah bidang Business dan Management yang dapat dituju untuk publikasi di bidang masing-masing, dapat menggunakan daftar yang disusun oleh Excellence in Research for Australia (ERA) yang dikelola oleh Australian Research Council (‘DIKTI’nya Australia) untuk keperluan akreditasi riset nasional mereka.

Daftar yang dibuat 2010 dan memuat ranking masing-masing journal, terbaik A*) dapat diunduh di:
2010 finalised journals in a Field of Research: Business and Management
Namun,
The ranked journal list is no longer available from the ARC website. This is because it was intended solely for the purposes of the ERA 2010 evaluation, and because journals may have changed significantly in the number of years since the rankings were developed. (ERA)

Update daftar terbaru ada di:
2015 submission journals in an ANZ Field of Research: Business and Management
tapi tanpa pemeringkatan.
Dalam daftar 2015 tesebut, ARC kerjasama dengan Scopus.
ARC Selects Elsevier’s Scopus for ERA 2015 Assessment




Bagaimana menulis literature review yang baik?

How to write a PhD lit review & develop a conceptual framework: steps, stages & specifics.

 

Prosemantic

How to write a PhD lit review & develop a conceptual framework: steps, stages & specifics.  Klik:

Bloomberg, L. D., & Volpe, M. (2012). Chapter 6. Developing and presenting your literature review. in Completing your qualitative dissertation: A road map from beginning to end. Sage Publications.

Literature Review Organizer

Notar, C. E., & Cole, V. (2010). Literature review organizer. International Journal of Education, 2(2), 1.

 




Skala Likert, tingkat pengukuran dan statistik

Image may contain: text

Image may contain: text

Statistik parametrik dapat digunakan denga data Likert, ukuran sampel kecil, varians yang unequal, dan distribusi tidak normal tanpa kekhawatiran akan kesimpulan yang salah. Temuan ini sejalan dengan literatur empiris sepanjang 80 tahun.

Norman, Geoff. “Likert scales, levels of measurement and the “laws” of statistics.” Advances in health sciences education 15.5 (2010): 625-632.




Analisis Skala Likert

Skala Likert 10 butir lebih efisien dari skala likert 5 butir dalam mengoperasikan model pengukuran.

Skala Likert

Skala nominal, ordinal, interval, dan rasio

Parametric & non parametric

Awang, Z., Afthanorhan, A., & Mamat, M. (2015). The Likert scale analysis using parametric based Structural Equation Modeling ( SEM ). Computational Methods in Social Sciences, 4(1), 13–21.




Riset Kualitatif: Buku, artikel dan sumber-sumber daring

Selected books, articles, and online resources providing information on qualitative methods

 Books covering multiple qualitative methods

Barbour R. Introducing qualitative research: a student’s guide to the craft of doing qualitative research. London: Sage Publications; 2007. 2

Creswell JW. Qualitative inquiry and research design. Choosing among five approaches. Thousand Oaks, CA: Sage; 2007. 9

Polit D, Beck, CT (editors). Nursing research: generating and assessing evidence for nursing practice (International Edition). Philadelphia:

Lippincott, Williams, Wilkins; 2012. 33

Streubert H, Carpenter DR (editors). Qualitative research in nursing. Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins; 2011 37

Wertz F, Charmaz K, McCullen L, Josselson R, Anderson R, McSpadden E (editors). Five ways of doing qualitative analysis. New York: The

Guilford Press; 2011. 40

 

Books and articles focusing on a particular area of qualitative methodology

Phenomenology and hermeneutics

Dahlberg K, Dahlberg HK. Dialogue. Description vs. interpretation – a new understanding of an old dilemma in human science research. Nurs

Philos 2004;5(3):268–73. 10

Dahlberg K, Dahlberg H, Nystro¨ m M. Reflective lifeworld research. 2nd ed. Lund: Studentlittertur; 2008. 11

Dowling M. From Husserl to van Manen. A review of different phenomenological approaches. Nurs Stud 2007;44:131–42. 12

Lindseth A, Norberg A. A phenomenological hermeneutical method for researching lived experience. Scandinavian Journal of Caring Sciences

2004;18:145–153. 28

Van Manen M. Researching lived experience: human science for an action sensitive pedagogy. London: The Althouse Press; 1997. 39

Ethnography

Fetterman D. Ethnography: step by step. 3rd. ed. Thousand Oaks: Sage Publications; 2010. 14

Gobo G. Doing ethnography. Thousand Oaks: Sage Publications; 2008. 17

Kiefer C. Doing health anthropology: research methods for community assessment and change. New York: Springer Publishing; 2007. 22

Bazzano AN, Kirkwood BR, Tawiah-Agyemang C, Owusu-Agyei S, Adongo PB. Beyond symptom recognition: care-seeking for ill newborns in

rural Ghana. Trop Med Int Health 2008;13(1):123–28. 3

Grounded theory

Charmaz K. ‘‘Discovering’’ chronic illness: using grounded theory. Social Science and Medicine 1990;30(11):1161–72. 6

Charmaz K. Constructing grounded theory: a practical guide through qualitative analysis. Thousand Oaks: Sage Publications; 2006. 7

Content analysis

Elo S, Kynga¨ s H. The qualitative content analysis process. J Adv Nurs 2007;62(1):107–15. 13

Graneheim UH, Lundman B. Qualitative content analysis in nursing research: concepts, procedures, and measures to achieve trustworthiness.

Nurse Educ Today 2004;24:105–12. 18

Hsieh H-F, Shannon S. Three approaches to qualitative content analysis. Qual Health Res 2005;15(9):1277–88. 20

Qualitative interviewing

Gubrium J, Hostein J. Handbook of interview research: context and method. Thousand Oaks: Sage Publications; 2001. 19

Kvale S, Brinkman S. InterViews: learning the craft of qualitative research interviewing. 2nd ed. London: Sage Publications; 2009. 26

Kitzinger J The methodology of focus groups: the importance of interaction between research participants. Sociol Health Illn 1994;16:103–21. 23

Kitzinger J. Introducing focus groups. Br Med J 1995;311:299–302. 24

Kreuger R, Casey MA. Focus groups: a practical guide for applied research. Thousand Oaks: Sage Publications; 2009. 25

Trustworthiness and rigor

Lincoln YS, Guba EG. Naturalistic inquiry. Newbury Park, CA: Sage Publications; 1985. 27

Rolfe G. Validity, trustworthiness and rigour: quality and the idea of qualitative research. J Adv Nurs 2006;53(3):304–10. 35

Shenton AK. Strategies for ensuring trustworthiness in qualitative research projects. Educ Inform 2004;22:63–75. 36

 

Links to open online resources

Phenomenology Online. ª 2011 van Manen, http://www.phenomenologyonline.com/

Center for Qualitative Research ª2011 Bournemouth University, http://www.bournemouth.ac.uk/cqr/rescqrlnk.html

The Qualitative Report Copyright 1990-2011. Nova Southeastern University, Florida and Ronald J. Chenail, http://www.nova.edu/ssss/QR/web.html

International Journal of Qualitative Methods, http://ejournals.library.ualberta.ca/index.php/IJQM/index

Methodspace. ª2011 Sage, http://www.methodspace.com/page/links-qualitative-research

 

Books tips

Frank A. The wounded storyteller: body, illness, and ethics. Chicago: University of Chicago Press 1995 15

Mattingly C. Healing dramas and clinical plots. The narrative structure of experience. Cambridge: Cambridge University Press; 1998. 30

Polkinghorne DE. Narrative knowing and the human sciences. Albany, NY: State University of New York Press; 1986. 34

 

Erlingsson, C., & Brysiewicz, P. (2013). Orientation among multiple truths: An introduction to qualitative research. African Journal of emergency medicine3(2), 92-99.

 




Pendidikan 4.0

Revolusi Pembelajaran dalam Education 4.0

Image may contain: 1 person, text

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt and Certified Management System Lead Specialist

Telah terjadi revolusi (bukan sekedar evolusi) sistem pendidikan di negara-negara maju beberapa tahun terakhir ini. Sistem Pendidikan di negara-negara sedang berkembang seperti di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang belum maju pendidikannya tidak terasa perubahan cepat karena sesungguhnya tidak terjadi persaingan ketat dalam sistem pendidikan di daerah itu.

Di samping itu sistem pendidikan di Indonesia juga masih berada pada tahapan Education 1.0 . Internet yang berkembang di Indonesia, pemanfaatannya hanya banyak digunakan untuk aktivitas-aktivitas sosial seperti yang terjadi selama ini dalam pemanfaatan FB, WA, Instagram, dll BUKAN (hanya sedikit sekali) dimanfaatkan untuk akses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karakteristik utama yang paling menonjol dari Education 1.0 (Sistem Pendidikan Indonesia) vs. Education 4.0 yang telah mulai terjadi dan sedang berlangsung di negara-negara maju adalah:

• Dalam Education 1.0, guru/dosen berfungsi sebagai sumber utama ilmu pengetahuan dan teknologi; sedangkan dalam Education 4.0, guru/dosen berfungsi sebagai pemimpin team (team leader) yang bekerjasama dengan siswa/mahasiswa untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan didukung banyak sumber pembelajaran berbasis internet (Artificial Intelligence Portals).

• Dalam Education 1.0, materi pembelajaran semata-mata dari buku-buku teks; sedangkan dalam Education 4.0 materi pembelajaran sesuai kebutuhan praktek yang bersumber dari berbagai portal internet (Artificial Intelligence Portals) tanpa perlu terikat secara kaku pada buku-buku teks.

• Dalam Education 1.0, proses pembelajaran dilakukan melalui kuliah, membuat paper dan bahan presentasi, ujian tertulis dan/atau lisan; sedangkan dalam Education 4.0 proses pembelajaran secara terbuka untuk meningkatkan kreativitas pembelajar, membangun jaringan sosial melewati ruang-ruang kelas dan disiplin ilmu, pembelajaran adaptif yang dikendalikan oleh banyak Artificial Intelligence Portals (berbasis internet).

• Dalam Education 1.0, organisasi pembelajaran tergantung pada bangunan fisik berbentuk ruang-ruang kelas dengan guru/dosen lokal, pembelajaran, penilaian, maupun akreditasi tergantung pada institusi tunggal; sedangkan dalam Education 4.0 pembelajaran tidak lagi tergantung pada bangunan fisik karena aktivitas pembelajaran dilakukan secara terbuka dengan pertukaran guru/dosen melintasi daerah/wilayah/nasional seperti menawarkan gelar/ijazah ganda (double degree), dan akreditasi dari banyak institusi yang diakui secara internasional.

• Dalam Education 1.0, siswa/mahasiswa bersikap pasif hanya menerima pengaturan 100% dari sekolah/universitas; sedangkan dalam Education 4.0, siswa/mahasiswa memiliki otonomi untuk menyusun rencana pembelajaran yang dibantu oleh guru/dosen sebagai penasehat serta didukung oleh Artificial Intelligence Portals, di mana rencana pembelajaran ini dapat diperbaharui secara terus-menerus melalui mekanisme adaptif.

• Dalam Education 1.0, alat-alat pembelajaran meskipun telah menggunakan sistem manajemen E-learning tetapi dibatasi dan tergantung 100% oleh institusi (sekolah/universitas) tempat pembelajaran itu; sedangkan dalam Education 4.0 sistem manajemen E-learning dilakukan secara terintegrasi dengan banyak aplikasi Artificial Intelligence.

Membutuhkan kemandirian 100% dari pembelajar dalam Education 4.0 untuk memilih sendiri bahan-bahan pembelajaran agar meningkatkan kompetensi pembelajar secara mandiri, Bahan-bahan pembelajaran itu dapat diakses baik secara gratis maupun berbayar melalui internet.

Pembelajaran yang semata-mata untuk tujuan motivasi ekstrinsik seperti hanya mengejar ijazah akademik dari sekolah/universitas dan/atau sertifikasi professional dari asosiasi-asosiasi professional menjadi tidak relevan lagi pada Education 4.0!

Motivasi intrinsik untuk meningkatkan kompetensi agar mampu berkompetisi secara professional merupakan hal yang paling utama dalam Education 4.0.

Membutuhkan revolusi mental mulai dari perubahan dramatik pada Mindset—Attitude—Habits—Character agar bisa memasuki Education 4.0 (lompatan melewati Education 2.0 dan 3.0 seperti bagan terlampir) atau TETAP bertahan saja dalam Sistem Pendidikan: Education 1.0 ?

Malaysia adalah contoh negara maju yang telah memulai aplikasi Education 4.0. Informasi tentang Education 4.0 di Malaysia dapat download GRATIS di sini

Ali Selamat. Higher Education 4.0 : Current Status and Readiness in Meeting the Fourth Industrial Revolution Challenges

Bagi mereka yang tertarik dengan pengajaran dan pembelajaran di perguruan tinggi, maka silakan download GRATIS ebook berjudul: A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education (2009, xviii + 525 pages), 3rd ed., edited by: Heather Fry, Steve Ketteridge and Stephanie Marshall.

Akhir-akhir ini Kemen Ristek Dikti mengubah kebijakan dengan mencantumkan Multidisiplin. Selama ini para dosen-dosen dan pihak perguruan tinggi di Indonesia bangga dengan sebutan linearitas ilmu (S1, S2, dan S3 harus sebidang). Mungkin tidak lama lagi semua mulai membahas tentang multidisiplin ilmu.

Vincent Gaspersz




Positivisme vs Interpretivisme/Konstruktivisme

Positivism and Interpretivism in Social Research

Postitivisme merupakan aliran filsafat yang berkembang pesat di abad 19. Dalam padndangan penganut fisafat ini tujuan riset adalah untuk mendapatkan penjelasan ilmiah. Positivisme memandang ilmu-ilmu sosial sebagai metode terorganisir dengan menggunakan logika deduktif serta pengamatan empiris dari perilaku individu dalam rangka menemukan dan mengkorfirmasi dugaan hubungan sebab-akibat. Hal ini dilakukan untuk meramalkan pola umum kegiatan manusia.

Sifat dasar dari pendekatan ini adalah bahwa fakta empirik terpisah dari gagasan atau pemikiran personal. Fakta empirik itu terjadi karena adanya hukum sebab dan akibat. Pola realitas sosial itu bersifat stabil. Paradigma ini mengasumsikan bahwa tujuan sains adalah mengembangkan meode-metode yang sangat obyektif untuk mendekati realitas. Peneliti yang menggunakan pespektif ini menjelaskan bagaimana variabel-variabel saling berinteraksi, membentuk suatu kejadian , dan menghasilkan sesuatu. Semuanya dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Sering penjelasn-penjelasan tersebut dikembangkan dan diuji dalam studi eksperimental. Diantara kontribusi penting dri tipe riset ini adalah analisis multivariate dan teknik-teknik peramalan statistik.

Disisi lain, ada perspektif interpretivist/constructivist yang merupakan riset kualitatif, memandang dunia sebagai sesuatu yang dikonstruksi, ditafsirkan, dan dialami oleh orang dalam interaksinya dengan sesama serta dalam sistem sosial yang lebih luas. Menurut paradigma ini sifat dasar penelitian adalah penafsiran, sedangkan tujuannya adalah untuk memahami fenomena tertentu. Bukan untuk melakukan generlisasi dari populasi. Penelitian pada paradigma ini besifat alamiah karena diterapkan pada situasi dunia nyata.

Antwi, S. K., & Hamza, K. (2015). Qualitative and Quantitative Research Paradigms in Business Research: A Philosophical Reflection. European Journal of Business and Management, 7(3), 217–225.




Patokan dalam Penulisan Jurnal

• Title (judul): the title must be eye-catching
• Abstract: abstract must be intriguing
• Introduction: it must be motivating
• Literature review: must be inspiring
• Body of your text: must be convincing
• Conclusion/Concluding remarks: must be interesting

Selain daripada itu,
• Keywords: keywords/key phrases refer to the subject classification of your work
• Acknowledgement: is to appreciate those who make significant contribution in research and in manuscript writing (e.g. Editor, reviewers, sponsors, institution)
• References: refers to the quality and up-to-datedness of your baseline (furthermore, you have to facilitate the Editor and reviewers in order for them to be able to access and read easily all the references)

 

Membuat Title (judul) artikel ilmiah

Bagaimana membuat judul yang eye-catching (yang membuat orang jatuh hati pada pandangan pertama melihat judul)?

Jawabannya: “perlu latihan.” Kalau perlu, belajarlah dari mereka yang berkecimpung dalam dunia periklanan. Mereka sangat pandai membuat judul.

Salah satu kata kunci membuat judul artikel ilmiah adalah “jangan terlampau panjang” Semakin pendek semakin bagus. Semakin panjang akan semakin sulit dicerna. Kalau begitu, sebaiknya seberapa panjang? Ada kebiasaan umum yang kerap berlaku, yakni tidak lebih dari 15 kata. Saya sendiri selalu berusaha untuk menggunakan 10 kata atau kurang.

Kata2 yang menunjukkan “new ideas” atau “terobosan” atau “melawan arus” perlu mendapat perhatian untuk digunakan dalam judul artikel.

Selamat berkarya!

 

Membuat abstract yang intriguing

Abstract yang mampu membangkitkan minat Editor dan Reviewers pasti menampilkan the state-of-the-art of the work.

Ada rumus umum yang biasa digunakan untuk membuat sebuah abstract yang demikian. Rumus tsb adalah sbb. Abstract terdiri atas (tulislah sesingkat mungkin sesuai urutannya);
1. Purpose,
2. Design/methodology/approach,
3. Findings,
4. Limitations/implications, dan
5. Originality/value.

Harap diketahui bahwa Editor dan Reviewers bekerja dengan berpegang pada pedoman “The 3 I’s” yang dirumuskan oleh Warren Buffett (investor dunia ternama) yakni; Innovators, Imitators dan Idiots (dia menggunakan istilah yang sarcastic).

Hanya kategori “Innovators” yang akan mendapat tempat terhormat.

Maman A. Djauhari