PENELITIAN KUALITATIF PENDEKATAN NARATIF

Overview Pendekatan Naratif

Tema naratif (narrative) muncul dari kata to narrate yang artinya menceritakan atau mengatakan (to tell) suatu cerita secara detail. Dalam desain penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan, mengatakan cerita tentang kehidupan individu, dan menuliskan cerita atau riwayat pengalaman individu tertentu. Jelasnya, penelitian naratif berfokus pada kajian seorang individu.

Menurut Daiute & Lightfoot (2004) dalam Carswell (2007) penelitian naratif mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin (ilmu) kemanusiaan dan sosial yang berbeda. Naratif bisa berarti tema yang diberikan pada teks atau wacana tertentu, atau teks yang digunakan dalam konteks atau bentuk penyelidikan dalam penelitian kualitatif (Chase, 2005).

Penelitian Naratif menurut James Schreiber dan Kimberly Asner-Self (2011) adalah studi tentang kehidupan individu seperti yang diceritakan melalui kisah-kisah pengalaman mereka, termasuk diskusi tentang makna pengalaman-pengalaman bagi individu. Menurut Webster dan Metrova, narasi (narrative) adalah suatu metode penelitian di dalam ilmu-ilmu sosial. Inti dari metode ini adalah kemampuannya untuk memahami identitas dan pandangan dunia seseorang dengan mengacu pada cerita-cerita (narasi) yang ia dengarkan ataupun tuturkan di dalam aktivitasnya sehari-hari.

Struktur Naratif

Gaya naratif merupakan kekuatan dari riset kualitatif, tekniknya sama dengan bentuk story telling dimana cara penguraian yang menghablurkan batas-batas fiksi, jurnalisme dan laporan akademis, “narratives in story telling modes blur the lines between fiction, jurnalism and scholarly studies. Bentuk penelitian naratif antara lain:

  1. Menggunakan pendekatan kronologis seperti menguraikan peristiwa demi peristiwa dibentangkan secara perlahan mengikuti proses waktu (slowly over time), ketika menjelaskan subyek studi mengenai budaya saling-berbagi di dalam kelompok (a ulture-sharingg group), narasi kehidupan seseorang (the narrative of the life of on individual) atau evolusi sebuah program atau sebuah organisaasi (evolution of a program or an organization).
  2. Menyempitkan dan memfokuskan pembahasan. Laporan juga bisa seperti pendeskripsian berbagai kejadian, berdasarkan tema-tema atau persepektif tertentu. Gaya naratif, dari studi kualitatif bisa juga mengerangkakan sosial tipikal keseharian hidup seseorang (a typical day in the life)  dari sosok individu atau kelompok.

 Tipe Kajian Naratif

Jika seorang peneliti berencana melaksanakan kajian naratif maka ia perlu mempertimbangkan tipe kajian naratif yang akan dilaksanakannya. Pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian naratif adalah membedakan tipe penelitian naratif melalui strategi analisis yang digunakan oleh pengarang (Creswell,2007).

Polkinghorne dalam Cresswell menyebutkan strategi tersebut menggunakan paradigma berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang menggenggam sekaligus melintasi cerita atau sistem klasifikasi tipe cerita. Analisis naratif ini menekankan peneliti untuk mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya ke dalam cerita menggunakan sebuah alur cerita (plot).

Chase dalam Cresswell menyajikan pendekatan yang tidak jauh berbeda dengan definisi analisis naratif milik Polkinghorne. Chase menyarankan bahwa peneliti boleh menggunakan alasan paradigmatik untuk kajian naratif, seperti bagaimana individu dimampukan dan dipaksa oleh sumberdaya sosial, disituasikan secara sosial dalam penampilan interaktif, dan bagaimana pencerita membangun interpretasi.

Pendekatan kedua menekankan pada ragam bentuk yang ditemukan dalam praktik-praktik penelitian naratif. Kajian biografi adalah bentuk kajian naratif di mana peneliti menulis dan mencatat pengalaman kehidupan seseorang. Autobiografi ditulis dan dicatat oleh individu sebagai subjek kajian. Sejarah hidup (life histories) memotret seluruh kehidupan seseorang. Cerita pengalaman seseorang adalah kajian naratif terhadap pengalaman personal seseorang yang ditemukan dalam episode majemuk atau tunggal, situasi pribadi, atau cerita rakyat komunal (communal folklore). Sejarah lisan terdiri dari kumpulan refleksi personal terhadap kejadian dan sebab akibat kejadian tersebut dari satu atau beberapa individu. Kajian naratif bisa jadi memiliki fokus kontekstual yang spesifik, seperti guru atau murid di kelas, cerita tentang organisasi, atau cerita yang diceritakan tentang organisasi.

Proses penelitian Naratif

Menulis narasi adalah kolaborasi antara peserta dan peneliti. Hubungan antara peneliti dan peserta harus menjadi salah satu yang saling dibangun yang peduli, hormat, dan ditandai dengan kesetaraan suara. Peserta dalam Penelitian narasi harus merasa diberdayakan untuk menceritakan kisah mereka. Langkah-langkah melaksanakan penelitian kualitatif (Clandinin dan Connelly, 2000) adalah sebagai berikut:

  1. Menentukan problem penelitian atau pertanyaan terbaik yang tepat untuk penelitian naratif. Penelitian naratif adalah penelitian terbaik untuk menangkap cerita detail atau pengalaman kehidupan terhadap kehidupan tunggal atau kehidupan sejumlah individu.
  2. Memilih satu atau lebih individu yang memiliki cerita atau pengalaman kehidupan untuk diceritakan, dan menghabiskan waktu (sesuai pertimbangan) bersama mereka untuk mengumpulkan cerita mereka melalui tipe majemuk informasi.
  3. Mengumpulkan cerita tentang konteks cerita tersebut.
  4. Menganalisa cerita partisipan dan kemudian restory (menceritakan ulang) cerita mereka ke dalam kerangka kerja yang masuk akal. Restorying adalah proses organisasi ulang cerita ke dalam beberapa tipe umum kerangka kerja. Kerangka kerja ini meliputi pengumpulan informasi, penganalisaan informasi untuk elemen kunci cerita (misalnya: waktu, tempat, alur, dan scene/adegan) dan menulis ulang cerita guna menempatkan mereka dalam rangkaian secara kronologis.
  5. Berkolaborasi dengan partisipan melalui pelibatan aktif mereka dalam penelitian. Mengingat para peneliti mengumpulkan cerita, maka mereka menegosiasikan hubungan, transisi yang halus, dan menyediakan cara yang berguna bagi partisipan.

Jenis-Jenis Penelitian Naratif

Menurut Polkinghorne ada dua pendekatan yang bisa diambil yaitu pendekatan dengan membedakan antara analisis narasi dan analisis naratif dapat di pahami juga degan narasi sebagai data: data sebagai narasi. Adapun Jenis narasi (narrative) dapat dilihat dengan mengetahui pendekatan apa yang digunakan:

  1. Analisis narasi

Analisis narasi adalah sebuah paradigma dengan cara berpikir untuk membuat deskripsi tema yang tertulis dalam cerita atau taksonomi.

  1. Analisis naratif

Analisis naratif adalah sebuah paradigma dengan mengumpulkan deskripsi peristiwa atau kejadian dan kemudian menyusunya menjadi cerita dengan menggunakan alur cerita.

Dari kedua pendekatan tersebut Pendekatan kedua adalah untuk menekankan berbagai bentuk yang ditemukan pada praktek penelitian naratif. Misalnya: sebuh otobiografi, biografi, dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, otoetnografi. Jika peneliti merencanakan melakukan studi naratif, maka perlu mempertimbangkan jenis studi naratif apa yang akan dilakukan. Dalam studi naratif, untuk mengetahui jenis naratif apa yang akan digunakan memang penting, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui karakteristik esensial dari tiap-tiap jenis.

Karakteristik Kunci Penelitian Narasi

  1. Penelitian Narasi berfokus pada pengalaman individu dan kronologi mereka.
  2. Penelitian Narasi menggunakan teknik restorying untuk membangun account narasi berdasarkan data yang dikumpulkan melalui wawancara.
  3. Penelitian Narasi menggabungkan konteks dan tempat dalam cerita.
  4. Pembangunan narasi selalu melibatkan menanggapi pertanyaan, “Lalu apa yang terjadi?” (James Schreiber dan Kimberly Asner-Self, 2011)

 

REFRENSI

Creswell, John. (2007). Qualiitative Inquiry and Research Design. London: Sage.




PENELITIAN KUALITATIF PENDEKATAN FENOMENOLOGI

Fenomenologi Secara Umum

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’  dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl. Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon  yang berarti realitas yang tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak.

Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain). (Kuswarno,2009:2) . Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengelaman-pengelamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengelaman pribadinya (Littlejohn,2009:57). Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran yang lebih lanjut. Tokoh-tokoh fenomenologi ini diantaranya Edmund Husserl, Alfred Schutz dan Peter. L Berger dan lainnya.

Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan.” Kita kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-kebiasaan kita. Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan.

Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi transsendental sepeti yang digambarkan dalam kerja Edmund Husserl dan fenomenologi sosial yang digambarkan oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz (Ardianto,dkk, 2007:127) dari dua garis besar tersebut (Husserl dan Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni pertama  dan prinsip yang paling dasar dari fenomenologi – yang secara jelas dihubungkan dengan idealism Jerman – adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi dalam diri kesadaran individu.  Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang beraal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami – dan makna dibangun – melalui bahasa. Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan derajat signifikansi, bergantung pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas.

Fenomenologi Sosial Schutz

Schutz sering dijadikan centre dalam penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua,  Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.

Dalam mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan juga model tindakan manusia (human of action) dengan tiga dalil umum yaitu:

  • The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis)

Ini berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas tujuan penelitiannya sehingga dapat dianalisis bagaimana hubungannya dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Apakah bisa dipertanggungjawabkan ataukah tidak.

  • The postulate of subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif)

Menuntut peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia atau pemikiran manusia dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti mesti memposisikan diri secara subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti dalam fenomenologi sosial.

  • The postulate of adequacy (Dalil Kecukupan)

Dalil ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah (hasil penelitian) agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu. Kepatuhan terhadap dalil ini akan memastikan bahwa konstruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan konstruksi yang ada dalam realitas sosial.

Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.

Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengelaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.

Dalam the life wolrd ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan ‘kebudayaan’.  Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock of knowledge yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. stock of knowledge sebenarnya merujuk pada  content (isi), meaning (makna), intensity (intensitas), dan duration (waktu). Schutz juga sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia keseharian itu dengan ilmu (science), khususnya ilmu sosial.

Schutz mengakui fenomenologi sosialnya mengkaji tentang intersubyektivitas dan pada dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:

  • Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan, dan makna tindakan orang lain?
  • Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
  • Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara mendalam?
  • Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi?

Realitas intersubyektif yang bersifat sosial memiliki tiga pengertian, yaitu:

  • Adanya hubungan timbal balik atas dasar asumsi bahwa ada orang lain dan benda-benda yang diketahui oleh semua orang.
  • Ilmu pengetahuan yang intersubyektif itu sebenarnya merupakan bagian ilmu pengetahuan sosial.
  • Ilmu pengetahuan yang bersifat intersubyektif memiliki sifat distribusi secara sosial.

Ada beberapa tipifikasi yang dianggap penting dalam kaitan dengan intersubyektivitas, antara lain :

  • Tipifikasi pengelaman (semua bentuk yang dapat dikenali dan diidentifikasi, bahkan berbagai obyek yang ada di luar dunia nyata, keberadaannya didasarkan pada pengetahuan yang bersifat umum).
  • Tipifikasi benda-benda (merupakan sesuatu yang kita tangkap sebagai ‘sesuatu yang mewakili sesuatu’.
  • Tipifikasi dalam kehidupan sosial (yang dimaksudkan sosiolog sebagai System, role status, role expectation, dan institutionalization itu dialami atau melekat pada diri individu dalam kehidupan sosial).

 

REFRENSI

Creswell, John. (2007). Qualiitative Inquiry and Research Design. London: Sage.




Perbedaan Disertasi, Thesis dan Skripsi

Dr. Sunu Wibirama




Mengidentifikasi Quartile Scopus


Untuk mengetahui peringkat  quartile jurnal Scopus, tidak lagi menggunakan https://www.scimagojr.com/, tapi https://www.scopus.com
Caranya:

Q1, Q2, Q3, Q4

Cek Scopus CiteScore

CiteScore Tracker

Identifikasi jurnal ISI, Scopus dan index Scimago




Daftar Jurnal Scopus 2018

Ada sekitar 26.000 jurnal, Silakan diunduh: klik
Dapat juga mengunjungi https://www.scimagojr.com/

Jurnal Scopus yang dihentikan Agustus 2018 klik Discontinued-sources-from-Scopus_Aug_2018




Bagaimana Membuat Abstrak?

1. Langsung intinya, APA yang Anda buat?
2. BAGAIMANA anda mengerjakannya?
3. APA hasilnya?
4. MENGAPA hasilnya demikian?
5. SIMPULKAN dengan MENGUATKAN temuan Anda




Penulisan Artikel Ilmiah dalam Bahasa Inggris.

 

Abhirama Swastyayana 

 




Jika Ide Pengarang yang Sama Dikutip Lagi

Apabila penulis yang sama gagasannya dikutip pada kalimat berikutnya, tidak harus ditulis kembali nama sumbernya. Tapi dapat digunakan kata ganti “they” (mereka)  atau “authors” (para pengarang).

Contoh:

Moratis, Lars, and Alice Tatang Widjaja. “The Adoption of ISO 26000 in Practice:  Empirical Results from The Netherlands.” In ISO 26000-A Standardized View on Corporate Social Responsibility, pp. 47-61. Springer, Cham, 2019.




Diskusi Riset Kualitatif

Proton Lounge
Sabtu, 4 Agustus 2018

QUALITATIVE RESEARCH DISCUSSIONS 4 Aug 2018

Salako, R. O., Razimi, M. S., Al-Aidaros, A. 2018. THE LIVED EXPERIENCE OF ISLAMIC SPIRITUAL CULTURE MANAGERS: A QUALITATIVE MULTI APPROACH. International Journal of Current Research, 10 (03)




Kajian Pustaka secara Sistematik

Bagaimana melakukan Systematic Literature Review (SLR)?

Semoga panduan dan referensi ini bermanfaat.

Silakan klik
Denyer, D. and Tranfield, D. (2009), “Producing a systematic review”, Ch. 39, in Buchanan, D. and Bryman, A. (Eds), The Sage Handbook of Organizational Research Methods, Sage Publications Ltd, London, pp. 671-89. 

Rousseau, D.M., Manning, J. and Denyer, D. (2008), “Evidence in management and organizational science: assembling the field’s full weight of scientific knowledge through syntheses”, The Academy of Management Annals, Vol. 2 No. 1, pp. 475-515.

Smithey, I. (2012), “The craft of writing theory articles: variety and similarity in AMR”, Academy of Management Review, Vol. 37 No. 3, 327-31.