aspek hukum “transportasi online”
Beberapa tahun terakhir, kita diramaikan dengan kehadiran layanan transportasi online berbasis teknologi aplikasi. Berbagai kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan menjadi alternatif atas permasalahan transportasi yang ada, salah satu kelebihannya karena hanya bermodalkan gadget dan aplikasi, konsumen dapat memesan transportasi yang nyaman dengan perhitungan biaya yang relatif jauh lebih murah
Kelebihan tersebut diatas tentu bukan tanpa kendala. Salah satu bukti adanya kendala yaitu dengan lahirnya gelombang demonstrasi yang dilakukan pengemudi transportasi konvensional dan akhirnya melahirkan larangan beroperasi bagi perusahaan transportasi berbasis online melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor UM.302/1/21/Phb/2015 karena dianggap bertentangan dengan UU No 22 Tahun 2009, namun kemudian Keputusan Menteri ini dicabut karena Pernyataan Presiden bahwa alat transportasi semacam gojek masih dibutuhkan oleh masyarakat.
Saat ini, payung hukum untuk aktivitas transportasi online berbasis tehnologi aplikasi adalah Permen Kemenhub No. 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Peraturan ini mengatur jenis pelayanan, pengusahaan, penyelenggaraan angkutan umum dengan aplikasi berbasis tehnologi informasi, pengawasan angkutan umum serta peran serta masyarakat dan sanksi adminstrasi. Peraturan Menteri tersebut untuk sementara dirasa cukup memadai namun kedepan untuk mengantisipasi kemajuan tehnologi yang cepat serta disisi lain adanya kebutuhan alat transportasi yang murah, mudah dan nyaman maka UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan perlu disempurnakan karena beberapa hal penting harus menjadi jelas misalnya persoalan Badan Hukum Asing dan kepemilikan sahamnya termasuk perizinan dan perjanjian kerjasama antara para pihak (perusahaan jasa, penyedia angkutan dan/atau pengemudi, konsumen) dan beberapa aspek hukum lain seperti persoalan perlindungan pengguna jasa tersebut.
Selain itu, adanya kewajiban Perusahaan penyedia jasa yang harus menyesuaian diri dengan beberapa kewajiban sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri tersebut diatas (Berlaku mulai 1 September 2016) penting untuk dilakukan pengawasan karena berkaitan dengan kenyamanan konsumen, dan persoalan pengawasan ini seringkali abai sehingga hak konsumenpun menjadi terabaikan pula. Penyiapan regulasi yang komprehensif mengenai transportasi berbasis tehnologi aplikasi ini penting dilakukan sebagaimana telah dilakukan banyak negara lain yang mengakomodasi transportasi jenis ini seperti Australia, Bulgaria, Kanada, Jerman, Filipina dan lainnya, hal ini sejalan dengan rekomendasi dari M. Faiz Aziz yang mengatakan bahwa transportasi berbasis tehnologi aplikasi sebaiknya diakomodasi dengan menyempurnakan Peraturan Perundang-Undangan yang ada yaitu UU No 22 Tahun2009.