Kewirausahaan adalah rangkaian kegiatan mengenai apa, bagaimana, dan oleh siapa peluang dapat dikelola dengan menggunakan sumber daya yang ada, untuk menghasilkan barang dan jasa melalui kegiatan yang bersifat kreatif, inovatif, dan penuh risiko.
Jahja, A. S., Yudo, D. A., & Fauzan, F. (2023). Pendidikan kewirausahaan di Indonesia: Perspektif nilai-nilai Islam. Perbanas Journal of Islamic Economics & Business, 3(1), 21–36. Retrieved from https://joieb.perbanas.id/index.php/Joieb/article/view/83
Sumber acuan primer, sekunder dan tersier
Sumber acuan primer adalah bahan pustaka yang memuat informasi ‟langsung‟ dari ‟tangan‟ pertama penulisnya yang dianggap memiliki otoritas. Misalnya tulisan di majalah, laporan penelitian atau makalah pertemuan/seminar. Tulisan seperti itu menyajikan informasi secara langsung dari pencetus ide atau pemikirnya.
Contoh sumber acuan primer: Thesis, disertasi, artikel jurnal ilmiah, laporan pemerintah, prosiding seminar, karya seni orisinal, puisi, fotografi, pidato, surat, memo, narasi pribadi, buku harian, wawancara, otobiografi, dan korespondensi. Namun menurut LIPI (2012) komunikasi pribadi (personal communication) dapat menjadi acuan, tetapi tidak termasuk acuan primer dan tidak dicantumkan dalam daftar acuan.
Sumber acuan sekunder adalah bahan pustaka yang mengandung informasi yang tidak berasal langsung dari pengarangnya, melainkan hanya merupakan kumpulan informasi dari berbagai sumber. Sesungguhnya yang disebut sebagai ‟pengarang‟ buku jenis sekunder/rujukan tidak lain hanyalah berfungsi sebagai pengumpul dan penyusun informasi. Sumber acuan sekunder ini biasanya merupakan kumpulan dari berbagai sumber informasi primer. Seringkali merupakan penjelasan dari sumber primer yang bentuknya dapat berupa ikhtisar, penafsiran, penyusunan ulang, komentar, atau apapun juga yang dapat menambah nilai dari sumber primer.
Contohnya adalah buku bibliografi atau kamus. Mengapa buku tersebut disebut bahan pustaka sekunder? Karena isinya hanyalah merupakan catatan mengenai buku atau karangan lain, atau hanya merupakan kumpulan kata yang tentu saja bukan diciptakan sendiri oleh penyusun kamus itu. Contoh lainnya adalah buku teks, biografi, artikel jurnal yang merupakan komentar atau analisis mengenai berbagai penelitian, kritik terhadap literatur, serta editorial atau opini koran.
Sumber acuan tersier adalah bahan pustaka yang tujuannya yaitu untuk membuat daftar, meringkas, atau mengemas ulang gagasan ataupun informasi lain.
Contohnya adalah almanak, fact books, Wikipedia, direktori, buku manual, handbooks, daftar indeks dan abstrak. Contoh lain yang mungkin juga dapat dikelompokkan ke dalam sumber sekunder adalah kamus/ensiklopedia, bibliografi dan buku teks (Crookston, 2021).
Rujukan Abdul Rahman Saleh, Badollahi Mustafa. 2014. Materi pokok bahan rujukan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2012. Peraturan Kepala LIPI No. 04/E/2012 tentang pedoman karya tulis ilmiah. University of Minnesota Crookston Library. 2021. Primary, secondary, and tertiary sources. https://www.crk.umn.edu/library/primary-secondary-and-tertiary-sources. UNSW Library. 2021. Primary and secondary sources. https://www.library.unsw.edu.au/using-the-library/information-resources/primary-and-secondary-sources.
KONSEP DASAR EKONOMI
A. Pengertian Ekonomi
Pada dasarnya ekonomi merupakan kegiatan sosial, karena tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia satu sama lain harus saling bekerjasama. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan akan makanan bagi keluarganya, ayah mencari uang yang lalu digunakan oleh ibu untuk belanja bahan makanan di pasar. Kemudian ibu memasaknya untuk disajikan kepada seluruh anggota keluarga. Atau, bisa saja rumah tangga tidak memasak tapi membeli makanan siap saji dari penjual, penjual memproduksi sendiri atau memperoleh barang dagangannya dari produsen. Aktivitas mencari nafkah, belanja, jual, beli, produksi, serta konsumsi, semuanya merupakan aktivitas sosial. Masyarakat terlibat dalam kegiatan ekonomi dalam rangka memenuhi hajat hidup. Dengan demikian ekonomi merupakan urusan setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. Jelaslah bahwa ilmu ekonomi adalah bagian dari ilmu sosial yang mempelajari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Istilah ekonomi bermula dari konsep rumah tangga yang kemudian dijabarkan dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikonomia yang berarti manajemen rumah tangga (Kishtainy dkk., 2012). Mankiw (2021) menjelaskan, setiap rumah tangga perlu mengambil keputusan mengenai tugas-tugas apa yang harus dilaksanakan oleh anggotanya. Misalnya, siapa yang bekerja di kantor, belanja, memasak, dan membersihkan rumah. Dalam kehidupan bermasyarakat juga demikian, ada tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya membuat bangunan, menjalankan mesin pabrik, bertani, serta menghasilkan barang dan jasa. Selanjutnya, bagaimana masyarakat dapat mengalokasikan barang dan jasa yang diproduksi tersebut kepada seluruh anggotanya. Untuk itu diperlukan sumber daya atau faktor produksi untuk diolah menjadi produk yang dapat memenuhi keinginan masyarakat. Dengan demikian pengelolaan sumber daya menjadi penting.
Sumber daya diperlukan untuk diproses menjadi barang dan jasa demi pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Sumber daya diasumsikan bersifat langka atau terbatas (scarcity), sementara keinginan manusia diasumsikan tidak terbatas. Oleh karena itu, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana rumah tangga, perusahaan dan pemerintah mengelola sumber daya yang langka untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas (Mandel, 2018; Mankiw, 2021; Ragan & Lipsey, 2011). Karena sumber daya merupakan unsur yang amat penting bagi berlangsungnya perekonomian, hal ini perlu dipahami lebih lanjut.
Dalam ilmu ekonomi, sumber daya disebut juga faktor produksi, karena digunakan untuk menghasilkan produk berupa barang maupun jasa. Disebut barang jika produk tersebut berwujud (misalnya pakaian dan makanan), sementara penyebutan jasa adalah untuk produk yang tidak berwujud (misalnya potong rambut dan pendidikan). Selanjutnya hasil produksi tersebut digunakan oleh masyarakat, yang disebut dengan konsumsi. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dapat digolongkan empat jenis, yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan (McEachern, 2012; Ragan & Lipsey, 2011).
Yang dimaksud dengan tanah adalah seluruh karunia alam seperti lahan yang subur, hutan, kolam, minyak bumi, dan barang tambang lainnya. Tenaga kerja dalam hal ini adalah seluruh potensi manusia baik secara fisik, mental, maupun berupa keterampilan. Adapun yang termasuk modal contohnya adalah perkakas, mesin, dan gedung. Sedangkan yang dimaksud dengan kewirausahaan adalah kemampuan untuk mengkombinasikan seluruh sumber daya menjadi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Agar sumber daya dapat digunakan maka para pemilik sumber daya memperoleh pembayaran. Pemilik tanah memperoleh sewa, tenaga kerja mendapatkan gaji, pemilik modal mendapatkan imbalan berupa bunga, sedangkan wirausaha memperoleh laba. Seluruh jenis sumber daya tersebut penting untuk menggerakkan perekonomian.
Berhubung ketersediaan sumber daya merupakan prasyarat untuk berputarnya roda perekonomian, maka konsep kelangkaan sumber daya merupakan tema sentral dalam ilmu ekonomi. Karena sumber daya bersifat langka, maka untuk menghasilkan produk, timbul persoalan dalam memilih produk apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya, pemerintah menghadapi pilihan antara pembangunan infrastruktur dengan pelayanan kesehatan. Sehubungan dengan pandemi Covid-19, pemerintah yang semula gencar melakukan pembangunan infrastruktur, karena keterbatasan anggaran, sekarang lebih memprioritaskan pada pembiayaan untuk pelayanan kesehatan. Contoh ini menunjukkan bahwa karena adanya kelangkaan maka timbul konsep pilihan.
Contoh lain adalah dalam ekonomi pembangunan, pemerintah menghadapi pilihan antara efisiensi dan pemerataan (Mankiw, 2021). Efisiensi artinya adalah masyarakat mendapatkan manfaat sebesar-besarnya atas kemakmuran yang dihasilkan dari sumber daya yang terbatas. Sedangkan pemerataan bermakna bahwa kemakmuran tersebut harus dibagi-bagi kepada masyarakat secara luas. Apabila pemerintah ingin melakukan pemerataan kesejahteraan, maka pemerintah dapat mengenakan pajak kepada mereka yang berpenghasilan tinggi, kemudian uangnya dibagikan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program kesehatan, pendidikan, ataupun perbaikan lingkungan. Namun pengenaan pajak ini dapat mengurangi motivasi orang untuk bekerja keras, sehingga produk yang dihasilkan dapat berkurang. Terjadilah tradeoff (tarik ulur) antara efisiensi dengan pemerataan. Jelaslah bahwa setiap pilihan akan menimbulkan biaya, yaitu hilangnya kesempatan menghasilkan pilihan alternatif. Inilah yang disebut dengan opportunity cost. Dengan demikian terdapat tiga kata kunci dalam memahami ilmu ekonomi, yaitu kelangkaan, pilihan, dan opportunity cost (Ragan & Lipsey, 2011).
Ketiga kata kunci tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 1 mengenai batas kemungkinan produksi (production possibility frontier). Penjelasannya sebagai berikut. Titik A menunjukkan bahwa apabila pemerintah membangun infrastruktur sebesar 24 unit, maka tidak ada vaksin yang dibuat. Sebaliknya pada titik D, apabila pemerintah membuat vaksin sebanyak 12 unit, tidak ada infrastruktur yang dibangun.
Namun, pemerintah dapat pula memproduksi kedua barang tersebut, sebagaimana ditunjukkan pada titik B, C, maupun E. Titik E menunjukkan bahwa produksi dilakukan secara tidak optimal, karena dengan sumber daya yang ada sebetulnya masih dapat diproduksi barang yang lebih banyak, misalnya di titik B atau C. Garis kemungkinan produksi tersebut mencerminkan konsep pilihan.
Selanjutnya, mustahil bagi pemerintah berproduksi di luar batas kemungkinan produksi. Perhatikan titik F. Titik ini berada di luar batas sehingga tidak terjangkau. Artinya, tidak mungkin pemerintah membangun 16 unit infrastruktur dan memproduksi 8 unit vaksin, karena terbatasnya sumber daya. Dengan demikian garis batas ini mencerminkan konsep kelangkaan.
Adapun kemiringan garis batas produksi mencerminkan konsep opportunity cost. Perhatikan titik B dan C. Bila pemerintah meningkatkan produksi vaksin dari 4 unit ke 8 unit, maka pemerintah harus mengorbankan infrastruktur sebanyak 8 unit (16 unit dikurangi 8 unit). Sebaliknya, bila pemerintah meningkatkan pembangunan infrastruktur dari 8 unit ke 16 unit, produksi vaksin akan turun sebanyak 4 unit (8 unit dikurangi 4 unit). Setiap pilihan mengandung konsekuensi pengorbanan.
B. Objek Studi Ekonomi
Objek studi ekonomi adalah manusia dan organisasi sosialnya (Dahis, 2018) yang berinteraksi dalam rangka mencapai kemakmuran. Sejalan dengan definisi ilmu ekonomi, maka para pelaku ekonomi yaitu individu atau rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, merupakan objek studi ekonomi. Para pelaku ekonomi tersebut berinteraksi dalam pasar, masing-masing memiliki peran yang saling melengkapi (Samuelson & Nordhaus, 2010). Rumah tangga merupakan unit ekonomi yang berperan sebagai konsumen dan pemilik sumber daya. Sebagai konsumen, rumah tangga membeli barang dan jasa dari perusahaan atau produsen. Sebagai pemilik sumber daya, rumah tangga mendapatkan imbalan dari perusahaan atas penggunaan sumber daya yang mereka miliki. Pendapatan tersebut sebagian dikonsumsi, sebagian lagi ditabung, untuk kemudian diinvestasikan ke perusahaan. Kemudian perusahaan menggunakan sumber daya dari rumah tangga untuk menghasilkan barang dan jasa yang dijual di pasar. Sedangkan pemerintah memainkan tiga peran, yaitu meningkatkan efisiensi ekonomi, memelihara stabilitas ekonomi, dan menjamin keadilan sosial.
Interaksi antara konsumen, produsen dan pemerintah ditujukan untuk mencapai kemakmuran. Dalam hal ini ada tiga persoalan yang harus dijawab oleh sistem ekonomi, yang berkenaan dengan what, how, dan for whom (apa, bagaimana, dan untuk siapa) (Samuelson & Nordhaus, 2010).
Pertama adalah apa yang dihasilkan dan berapa jumlahnya? Masyarakat perlu menentukan jenis produk yang dihasilkan, dalam jumlah berapa, serta bagaimana kualitasnya? Apakah lebih banyak memproduksi barang konsumsi atau barang modal?
Kedua, bagaimana barang diproduksi? Siapa yang memproduksi? Sumber daya dan teknologi seperti apa yang digunakan dalam produksi? Produksi dijalankan secara padat karya atau padat modal?
Ketiga ialah siapa yang mendapatkan hasil produksi? Apakah distribusi pendapatan dan kesejahteraan dilakukan secara adil dan merata? Apakah masyarakat miskin memperoleh jaminan sosial?
Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab oleh masyarakat dengan cara yang berbeda-beda. Pada dasarnya ada dua pandangan ekstrim yang digunakan untuk menjawab persoalan tersebut (Samuelson & Nordhaus, 2010). Pihak pertama berpandangan bahwa pemerintah membuat hampir semua keputusan ekonomi melalui komando dari pemimpin tertinggi suatu negara. Dalam hal ini pemerintah membuat keputusan-keputusan penting mengenai produksi dan distribusi, seperti yang dilakukan oleh Uni Soviet. Pemerintah memiliki dan mengelola perusahaan pada banyak industri, serta menentukan bagaimana output dihasilkan. Namun semenjak tembok Berlin runtuh dan ekonomi Uni Soviet ambruk, hanya sedikit negara yang menganut ekonomi komando. Pandangan pertama menjadi kurang populer.
Sedangkan pihak kedua berpandangan bahwa keputusan diserahkan kepada pasar. Individu dan perusahaan secara sukarela melakukan transaksi barang dan jasa melalui pembayaran berupa uang. Pada sistem ini individu dan perusahaan swasta berperan besar dalam keputusan mengenai produksi dan konsumsi. Sistem harga, pasar, laba dan rugi, menentukan apa, bagaimana dan untuk siapa. Perusahaan menghasilkan produk yang menjanjikan keuntungan tertinggi (apa) dengan teknik produksi yang berbiaya rendah (bagaimana). Konsumsi ditentukan oleh keputusan individu dalam berbelanja berdasarkan pendapatan yang mereka terima (untuk siapa). Namun dalam praktiknya sistem ekonomi pasar juga mengalami kegagalan pasar sehingga muncullah sistem ekonomi campuran.
Kegagalan pasar adalah keadaan yang muncul ketika pasar yang tidak diatur telah menyebabkan keadaan yang tidak diinginkan (McEachern, 2012). Karena kegagalan pasar kerap terjadi, maka dalam praktiknya mekanisme pasar tidak dapat diandalkan untuk mencapai efisiensi, mengatasi ketimpangan, menangani inflasi, mengatasi pengangguran, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (Samuelson & Nordhaus, 2010). Misalnya dengan adanya kebebasan pasar, produsen dapat menghasilkan berbagai macam barang dalam jumlah besar, namun mencemari lingkungan dan menyebabkan terganggunya kesehatan. Atau, berlakunya persaingan bebas telah mengakibatkan gulung tikarnya para pedagang kecil karena tidak mampu berhadapan dengan pedagang yang bermodal besar. Oleh karenanya, untuk pemerataan kemakmuran, mekanisme pasar yang sehat perlu tetap terjaga; namun di sisi lain pengaturan oleh pemerintah juga diperlukan. Dewasa ini, umumnya berbagai negara menganut sistem ekonomi campuran yang mengandung unsur komando dan pasar (Ragan & Lipsey, 2011; Samuelson & Nordhaus, 2010).
Dengan demikian fokus kajian ekonomi yang pertama adalah rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, sedangkan yang kedua adalah isyu-isyu pembangunan seperti inflasi, pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi (Jahja & Riwayati, 2006; Samuelson & Nordhaus, 2010). Yang pertama disebut ekonomi mikro dan yang kedua disebut ekonomi makro. Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
C. Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi
Ekonomi terbagi dua jenis, yaitu ekonomi mikro dan ekonomi makro. Dalam ekonomi mikro, dipelajari perilaku para pelaku ekonomi secara rinci, sedangkan pada ekonomi makro kinerja perekonomian secara menyeluruh yang dikaji (McEachern, 2012; Samuelson & Nordhaus, 2010). Sebab, ekonomi secara agregat (keseluruhan) berasal dari keputusan-keputusan dari jutaan individu sehingga tidak mungkin memahami perkembangan ekonomi makro tanpa memperhitungkan keputusan-keputusan pada tingkat ekonomi mikro (Mankiw, 2009). Keduanya bukanlah subjek yang terpisah, melainkan dua cara pandang terhadap semua persoalan ekonomi yang satu sama lain saling melengkapi (Greenlaw & Shapiro, 2018).
Topik-topik yang dibahas pada ekonomi mikro dan makro umumnya adalah sebagai berikut (Case, Fair, & Oster, 2012; McEachern, 2012; Ragan & Lipsey, 2011; Samuelson & Nordhaus, 2010).
Ekonomi mikro: Perilaku konsumen, permintaan, teori biaya, penawaran, harga, pasar output, pasar input, kegagalan pasar, dan kebijakan publik.
Ekonomi makro: Pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, inflasi, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, keuangan internasional, perdagangan internasional, serta ekonomi pembangunan.
Berikut ini contoh-contoh penjelasan mengenai ruang lingkup ekonomi mikro dan makro. Ekonomi mikro berkaitan dengan pendapatan rumah tangga, ekonomi makro berurusan dengan pendapatan nasional. Ekonomi mikro memusatkan perhatian pada harga suatu barang atau jasa, ekonomi makro memperhatikan tingkat harga secara keseluruhan dalam suatu negara, apakah naik atau turun. Ekonomi mikro mengkaji jumlah orang yang akan bekerja atau berhenti bekerja pada suatu industri di daerah tertentu, ekonomi makro berurusan dengan tingkat pengangguran dan kesempatan kerja secara nasional. Tabel 1 menerangkan kedua perspektif tersebut.
Tabel 1. Contoh-contoh Pembahasan pada Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro
D. Tujuan dan Manfaat Ekonomi
Teori ekonomi menjadi landasan untuk merumuskan kebijakan ekonomi yang didasarkan atas apa yang ingin dicapai. Perumusan tujuan ekonomi oleh suatu negara tidak terlepas dari penilaian mengenai kondisi yaang sedang dialami, apa saja yang harus diperbaiki, serta bagaimana caranya. Berbagai tujuan ekonomi yang dapat ditetapkan oleh suatu negara adalah sebagai berikut (Case et al., 2012; Stanford, 2008).
1. Efisiensi
Dalam ilmu ekonomi dikenal istilah efisiensi alokatif. Ekonomi yang efisien adalah ekonomi yang menghasilkan produk yang diinginkan oleh masyarakat dengan biaya serendah mungkin. Bila sistem ekonomi mengalokasikan sumber daya untuk menghasilkan barang dan jasa yang tidak diinginkan oleh masyarakat, maka yang terjadi adalah inefisiensi. Umpamanya seluruh anggota masyarakat adalah vegetarian, namun sumber daya ekonomi digunakan untuk memproduksi daging, ini berarti ekonominya tidak efisien. Contoh lain adalah, apabila suatu perusahaan beroperasi dan mengakibatkan kerusakan linngkungan. Adapun contoh sebaliknya yaitu, apabila suatu perusahaan menerapkan teknologi baru yang dapat menghasilkan produk lebih banyak namun dengan mutu yag juga meningkat. Keadaan ini disebut efisien. Pemerintah berkewajiban menyusun kebijakan yang memastikan efisiensi ekonomi.
2. Keadilan
Keadilan dimaknai sebagai terdistribusinya pendapatan dan kekayaan secara merata sehingga tidak terjadi kesenjangan antara kaya dan miskin. Artinya adalah bahwa kebijakan ekonomi harus mempersempit jarak antara kaya dan miskin. Untuk itu, kepada yang tidak mampu, negara memberikan berupa bantuan sosial kepada masyarakat. Pengusaha golongan ekonomi lemah diberikan fasilitas berupa akses permodalan dan pelatihan keterampilan usaha. Ini berarti bahwa orientasi pembangunan diarahkan pada upaya untuk membantu kelompok yang lemah sehingga mereka memiliki kesempatan untuk maju dan menikmati kue pembangunan.
3. Kemakmuran
Untuk mencapai kemakmuran diperlukan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan jumlah output dari suatu perekonomian. Bila pertumbuhan output lebih besar dari populasi, maka output per kapita akan meningkat, demikian pula standar kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi harus memastikan bahwa produksi barang dan jasa dapat memberikan kemakmuran sehingga keinginan masyarakat dapat terpenuhi. Namun dalam hal ini kemakmuran tidak hanya dipahami semata-mata sebagai banyaknya produksi barang dan jasa. Kemakmuran dapat diartikan lebih luas, yaitu kehidupan yang imbang antara konsumsi privat, layanan publik, dan waktu luang untuk menikmati kehidupan. Dengan demikian tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dilakukan bukan semata-mata meningkatkan output secara materi, namun hal-hal yang tak berwujudpun harus diperhatikan seara seimbang.
4. Stabilitas
Masyarakat menginginkan agar kondisi ekonomi stabil, tidak terjadi gejolak. Stabilitas ekonomi artinya adalah pertumbuhan ekonomi yang ajek dengan angka inflasi yang rendah serta penggunaan sumber daya secara penuh. Pemerintah perlu memastikan agar pertumbuhan ekonomi tidak melambat, atau bahkan negatif. Sebab, hal ini akan mengakibatkan orang kehilangan pekerjaan sehingga pendapatan mereka menurun. Bukan hanya itu, pelambatan ekonomi juga berdampak pada kekhawatiran dan ketakutan pada masyarakat. Dengan demikian pengendalian terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi menjadi penting.
5. Inovasi
Kemajuan ekonomi membuat orang berpikir terus menerus agar dapat bekerja secara lebih produktif. Inovasi merupakan pengembangan dan penerapan cara-cara baru dalam memprodusi barang dan jasa secara efisien. Misalnya melalui penemuan mesin produksi yang memungkinkan produksi massal, atau penggunaan teknologi informasi sehingga dapat meningkatkan penjualan produk. Ekonomi harus diatur sehingga mendorong perilaku inovatif. Misalnya dengan memberikan insentif kepda perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan untuk produk-produk inovatif.
6. Pilihan
Setiap orang memiliki preferensi masing-masing, berdasarkan harapan dan mimpinya. Setiap orang membuat keputusan-keputusan ekonomi, misalnya dalam memilih pekerjaan, tempat tinggal, ataupun memilih makanan. Keputusan-keputusan tersebut sejalan dengan preferensi masing-masing. Kebebasan untuk memilih ini, sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, merupakan tujuan ekonomi yang penting.
7. Keberlanjutan
Kehidupan manusia tergantung pada lingkungan alam. Sumber daya alam merupakan faktor produksi yang penting dalam menghasilkan produk yang diperlukan oleh masyarakat. Namun eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan berdampak buruk bagi kehidupan. Akibatnya terjadilah bencana seperti banjir, polusi udara, dan polusi air. Hal ini disamping memperburuk kualitas kehidupan juga mengurangi kemampuan untuk berproduksi dalam jangka panjang. Dengan demikian isyu kelestarian lingkungan menjadi penting untuk diperhatikan. Kebijakan ekonomi harus memperhatikan persoalan ini demi keberlanjutan kehidupan masyarakat.
8. Demokrasi dan akuntabilitas
Ekonomi dipengaruhi oleh proses sosial. Dalam konteks ini anggota masyarakat memainkan perannya masing-masing dalam rangka memenuhi keinginan mereka. Dalm kehidupan sosial ada orang yang memiliki kekuasaan yang besar dalam pengambilan keputusan, ada yang tidak. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana kita memastikan bahwa keputusan-keputusan ekonomi betul-betul mencerminkan keinginan kolektif masyarakat? Dalam iklim demokrasi, warga negara dapat mempengaruhi arah kebijakan ekonomi pemerintah melalui para wakilnya di parlemen. Namun, pemerintah maupun anggota parlemen dapat terpilih disamping karena dukungan masyarakat, juga karena dukungan dari para pengusaha dan penanam modal. Dengan demikian mekanisme pertanggungjawaban (akuntabilitas) para pengambil keputusan dalam sistem demokrasi perlu diatur agar betul-betul berpihak kepada kesejahteraan masyarakat secara luas.
Setelah memahami tujuan-tujuan ekonomi, perlu dipahami pula manfaat mempelajari ilmu ekonomi. Case dkk. (2012) menyebutkan empat manfaat, yaitu membentuk pola pikir yang rasional, memahami kehidupan masyarakat, memahami masalah-masalah global, serta menjadi warga yang berpengetahuan (informed citizen). Yang pertama adalah membentuk pola pikir yang rasional. Dalam ekonomi dikenal konsep kelangkaan, pilihan, dan opportunity cost. Dalam hidup ini orang membuat berbagai keputusan yang artinya membuat pilihan dengan keterbatasan yang ada. Setiap pilihan memiliki konsekuensi pengorbanan atas pilihan yang lain. Misalnya, individu memutuskan apakah ingin bekerja atau kuliah lagi, pengusaha memutuskan mengenai apa yang harus diproduksi, bagaimana cara memproduksinya, di mana lokasinya, dan berapa harga produknya. Untuk itu semua perlu analisis ekonomi.
Kedua adalah memahami realitas kehidupan masyarakat secara lebih baik. Kehidupan sosial yang kita alami dewasa ini tidak lepas dari keputusan-keputusan ekonomi dari para pelaku ekonomi. Contohnya, jika seseorang pergi ke tempat kerja mencari nafkah, ia dapat pergi dengan naik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Dalam perjalanan ia melihat gedung-gedung perkantoran, pusat belanja, pabrik-pabrik, truk-truk pengangkut bahan makanan maupun bahan bakar minyak, bus yang mengangkut para penumpang, serta ojek daring yang banyak jumlahnya. Nampak pula orang bertransaksi baik dengan uang maupun secara elektronik. Semua yang dilihat itu merupakan realitas sosial yang terbentuk dari berbagai ragam keputusan ekonomi dari individu, perusahaan dan pemerintah.
Ketiga adalah memahami masalah-masalah global. Misalnya peristiwa pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Hal ini mengakibatkan banyak orang yang tertular, sakit dan meninggal. Untuk mengatasi hal tersebut, semua negara membatasi mobilitas penduduk. Akibatnya orang Indonesia sulit untuk ke luar negeri, dan sebaliknya, orang asing pun sukar masuk ke Indonesia. Mobilitas dalam negeri juga diperketat, mengakibatkan orang mengalami kesulitan melakukan jual dan beli. Akibatnya pendapatan perusahaan banyak berkurang sehingga angka pengangguran meningkat. Pandemi merupakan isyu global yang berdampak kepada kesejahteraan ekonomi. Fenomena ini dapat dipahami dengan penjelasan dari sudut pandang ilmu ekonomi.
Keempat adalah menjadi warga negara yang berpengetahuan. Pengetahuan mengenai ekonomi akan membuat seseorang memahami fenomena melalui berita-berita yang terkait dengan persoalan ekonomi. Misalnya dalam menghadapi pandemi ini pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan anggaran belanja kesehatan, menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang terdampak, melakukan insentif pengurangan pajak ataupun keringanan kredit kepada para pengusaha agar ekonomi dapat tumbuh lagi. Dalam kasus ini nampak dinamika interaksi antara rumah tangga, pengusaha dan pemerintah, yang dapat dipahami berdasarkan pengetahuan tentang ilmu ekonomi.
Daftar Pustaka
Case, K. E., Fair, R. C., & Oster, S. M. (2012). Principles of Economics (10th ed.). Boston: Prentice Hall.
Dahis, R. (2018). Is economics a science? Well, not yet. SSRN Electronic Journal, 1–22. Retrieved from https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3036961
Greenlaw, S. A., & Shapiro, D. (2018). Principles of Economics (2nd ed.). Houston: OpenStax Rice University.
Jahja, A. S., & Riwayati, H. E. (2006). Modul Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: STIE Perbanas.
Kishtainy, N., Abbot, G., Farndon, J., Kennedy, F., Meadway, J., Wallace, C., & Weeks, M. (Eds.). (2012). The Economics Book: Big Ideas as Simply Explained. New York: DK Publishing.
Mandel, M. (2018). Economics: The Basics (3rd ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Mankiw, N. G. (2021). Principles of Economics (9th ed.). Boston, MA: Cengage Learning, Inc.
Mateer, D., & Coppock, L. (2018). Principles of Economics (2nd ed.). New York: W. W. Norton & Company, Inc.
McEachern, W. A. (2012). Economics: A Contemporary Introduction (9th ed.). Mason: South-Western Cengage Learning.
Ragan, C. T. S., & Lipsey, R. G. (2011). Economics (13th ed.). Toronto: Pearson Canada Inc.
Samuelson, P. A., & Nordhaus, W. D. (2010). Economics (19th ed.). New York: McGraw-Hill/Irwin.
Stanford, J. (2008). Economics for Everyone. London: Pluto Press.
Definisi. ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana rumah tangga, perusahaan dan pemerintah mengelola sumber daya yang langka untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas
Intellectual dynamics of good governance studies: A bibliometric analysis
Introduction/Main Objectives: This study presents a bibliometric analysis of good governance research publications from the Scopus database from 1984 to 2020. Background Problems: Since good governance has an essential and central role in organizations, the research trends on good governance in the literature need to be revealed. Novelty: To the best of our knowledge, bibliometric analysis for the term good governance is not yet available. This paper aims to fill in the gap by providing a broad overview of the bibliometric analysis of the literature relating to this term. Research Methods: Good governance is used as a keyword in the titles of articles taken from the Scopus database on November 4, 2020. There were 1,954 documents analyzed. Microsoft Excel is used for frequency analysis, the VOSviewer app is used for the data’s visualization, and Harzing’s Publish or Perish is used for citation metrics and analysis. Finding/Results: The results showed an increase in the growth rate of good governance literature from 1984 to 2020, particularly since 2011. Conclusion: Research related to corporate governance has involved various authors, and is published in various languages. There are 159 authors from 123 countries and 160 institutions. The United States is the most significant contributor to this study, followed by the United Kingdom and Indonesia. The International Review of Administrative Sciences has published the most papers on good governance. Our findings indicate that studies on good governance are mostly carried out in the field of social sciences.
Penelitian kualitatif dianggap susah karena jenis-jenisnya banyak, bahkan ada
yang membaginya menjadi 46 jenis (Tesch, 2013). Peneliti pemula pasti akan
kesulitan untuk memulainya karena harus mempelajari satu per satu asumsi filosofis
dan metodologis masing-masing jenis penelitian. Untuk itu Merriam dan Tisdell (2018) mengusulkan riset kualitatif generik, yang tidak mensyaratkan
keterikatan dengan berbagai metode penelitian kualitatif. Mereka menjelaskannya
dengan menggunakan paradigma interpretif, bukan paradigma post-positivisme
maupun paradigma pragmatisme (mixed methods).
Nama lain: Basic, generic or
interpretivequalitative research, interpretive description, basic or fundamental qualitative description. Penjelasannya secara sederhana:
Metode Riset Kualitatif Generik
1. Sampling
Biasanya jenis samplingnya adalah
theoretical atau pusposive, bukan sampling statistik. Penentuan besarnya sampel
dilakukan dengan cara:
a. Memperhitungkan kejenuhan (saturation)
data.
b. Melakukan judgement dikaitkan dengan
maksud dan tujuan penelitian.
Terjadi perdebatan berkaitan dengan pilihan cara penentuan sampel. Peneliti dapat memilih salah satu, dengan menyampaikan justifikasi terhadap pilihan tersebut.
2. Pengumpulan data
Ada berbagai macam cara: wawancara,
pengamatan, menelaah materi audio-visual, serta analisis dokumen.
3. Analisis data
Langkah-langkah analis data teks:
a. Pengenalan
data.
b. Memberikan
kode.
c. Kategorisasi
kode.
d. Kategori dan sub kategori
dijelaskan hubungannya secara logis.
4. Trustworthiness
Dalam riset kuantitatif ada validitas
dan reliabilitas. Kedua konsep tersebut diurai lagi menjadi empat kriteria,
yang kemudian diterjemahkan dalam konteks riset kualitatif:
Obyektivitas ->
konfirmabilitas
Reliabilitas -> dependabilitas
Validitas internal ->
kredibilitas
Validitas eksternal ->
transferabilitas
Cara mengerjakannya
a. Dengan menjelaskan bagaimana strategi
atau prosedur mencapai kriteria-kriteria tersebut. Contoh:
Strategy for ensuring transferability. Transferability is vital in qualitative research to achieve external validity (Malagon-Maldonado, 2014; Morse, 2015). The researcher used thick descriptions to enhance transferability as recommended by Morse (2015). As asserted by Malagon-Maldonado (2014), the researcher must have a greater understanding of the research participants’ contextual experiences to capture thick and rich descriptions from the data set. In this study, the researcher extracted thick and rich descriptions from the research participants during the telephone interviews. The researcher’s constructivist-interpretivist research paradigm view allowed him to use quotes (Fujiura, 2015) to illuminate the words, ideas, and meaning of the research participants pertaining their experiences in the manager coach-employee coaching relationship. Additionally, Morse recommended proving the appropriateness of the sample size to reach thick and rich data from research participants. In this study, the sample size (18) was appropriate because the researcher achieved code and meaning saturation (Hennink et al., 2017).
Strategy for ensuring confirmability. … The researcher also used reflexivity as a second strategy
to achieve confirmability (Malagon-Maldonado, 2014). Malagon-Maldonado (2014)
defined reflexivity as the researcher’s state of mind where the researcher
engages in critical reflection of his or her thinking and actions toward their
position in the research project. Also, Orange (2016) recommended using
reflexive research journals during the research process to avoid bias. In this
study, the researcher used a reflexive journal to document anything related to
the research project and to be able to reflect on the research process. In the
reflexive research journal, for example, the researcher tracked conference calls
with his mentor, appointments and follow-ups with research participants, and
drew diagrams to build the theoretical framework of this study. Additionally,
the researcher used his reflexive research journal to document emerging ideas,
interconnected concepts, definitions, descriptions, and his thinking process as
a starting point prior and during the data interpretation.
Alarcon, Erick A. Albarracin. “An Exploratory Qualitative Study of
Employee Perceptions of Effective Manager Coach-Employee Relationship.”
PhD diss., Capella University, 2018.
Dependability is the quality of the collection of data and analysis
activities. The goal is to conduct a study that can be followed by others
(Miles et al., 2014). The researcher outlined the actions data collection and
data analysis activities to ensure the dependability of the study and, in turn,
the reliability (Miles et al., 2014). Risks to dependability are mitigated
through a disciplined application of the structured steps for collection and
analysis of data, which improves the dependability of a study (Graneheim &
Lundman, 2004). The steps describing how data collection and analysis occurred,
enabled a systematic methodology for other researchers to follow.
Credibility in qualitative research is predicated on the trustworthiness
of the results. There is an expectation participants are honest and open when
answering interview questions
(Graneheim & Lundman, 2004). Graneheim and Lundman described how selecting
participants with various experiences and backgrounds helps ensure the
collection of relevant data. The careful development of inclusion criteria, and
choosing those who fit the inclusion criteria ensured the collection of rich,
in-depth data that was essential for answering the research questions.
According to Barusch, Gringeri, and George (2011), bracketing techniques
help enhance the credibility of a research study. Thus, bracketing techniques
and member-checking were used to improve the creditability of the study. A
reflective journal was used to capture the researcher’s preconceived notions
and understanding provided through previous experiences. When transcribing
interviews, the reflective journal was used to capture bracketed feelings and
thoughts, thus mitigating potential bias and establishing credibility for the
study results.
Fuehrer, Joshua Glen. “Learning approaches that influence business
process modeling and notation: A generic qualitative inquiry.” PhD diss.,
Capella University, 2017.
b. Menggunakan
sekurang-kurangnya dua strategi saja. “… we advise that researchers engage in at least two of them in
any given qualitative study” (Creswell & Poth, 2018; p. 343). Contoh:
One strategy involves clarifying the biases of the researcher, who is
often the sole instrument of data collection and analysis (Creswell, 2007;
Merriam, 2002). In the larger study, from which the data for this study
emerged, a disclosure of my past personal and professional experiences, beliefs
and attitudes, and interest in the topic of inquiry was included to elucidate
factors that likely influenced the collection and interpretation of data (West,
2011). Further, in an attempt to verify the accuracy of the verbatim interview
transcripts, each participant reviewed their interview transcript and notified
me of any discrepancies or missing information. This process of member checking
resulted in minor changes related to the spelling of proper nouns and the
clarification of inaudible portions of the audio files.
Pilot testing was also used in this study to increase the credibility of
the findings (Merriam, 2009). This strategy was employed to ensure that
interview questions were clear and structured to solicit responses that were
relevant to the purpose of the study. In addition, I sought feedback regarding
the conduct of the pilot interview. The interview guide was pilot tested with
an African American woman student affairs professional who had participated in
the AAWS in multiple years. Feedback from the pilot interview resulted in
rewording questions in the second section and reordering of the questions in
the third section of the interview guide.
Nicole M. West. 2017. “Withstanding our status as outsiders-within: Professional
counterspaces for African American women student affairs administrators”. NASPA Journal About Women in Higher Education, DOI:
10.1080/19407882.2017.1363785
Creswell, John W., and Cheryl N. Poth. 2018. “Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing among
Five Approaches”. 4th ed. Thousand Oaks,
California: Sage Publications Inc.
5. Etika penelitian
Dalam wawancara, etika yag perlu
diperhatikan:
a. Jangan menyinggung perasaan
partisipan.
b. Memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian.
c. Meminta persetujuan.
d. Menghargai privasi dan kerahasiaan
partisipan.
Semoga bermanfaat.
Sumber:
Jahja, Adi Susilo, Subramaniam Sri Ramalu, and Mohd. Shahril Ahmad Razimi. 2021. “Generic Qualitative Research in Management Studies.” Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis 7(1):1–13. Unduh
Perbandingan Strategi Pembangunan Antara Indonesia dengan China
Perbedaan konteks politik dan ekonomi telah menyebabkan perbedaan dan persamaan pola pembangunan antara Indonesia dan China. Dalam menjalankan strategi pembangunan, Indonesia melakukan reformasi yang bersifat radikal untuk mendorong pertumbuhan, sementara China melakukan reformasi dengan pendekatan yang lebih gradual. Pertumbuhan ekonomi China lebih tinggi, tapi perekonomian Indonesia lebih merata. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari China dalam hal perlindungan hak milik dan pelaksanaan kontrak, perlindungan pasar dari kepentingan politik serta tindakan yang tegas terhadap pelaku korupsi.
Kata kunci: strategi pembangunan, reformasi ekonomi, Indonesia, China.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dan China dihitung sejak reformasi. Reformasi di Indonesia dihitung sejak tahun 1966 sedangkan China dimulai sejak 1978. Pada tahun 1978 PDB per kapita China sebesar $165, sementara Indonesia pada tahun 1966 sebesar $195. Dalam jangka waktu seperempat abad China telah melipatgandakan GDP per kapita sebanyak tujuh kali lipat, sementara Indonesia dalam waktu yang lebih panjang hanya mencapai empat kali lipat. Ekonomi China hampir selalu tumbuh tinggi, sedangkan Indonesia sempat mengalami variasi arena adanya krisis ekonomi Asia.
Rasio investasi terhadap GDP China lebih tinggi, didorong oleh tabungan domestik yang tinggi. Sebelum reformasi China telah banyak melakukan investasi besar-besaran, dimana pembentukan modal tetap bruto sebesar 30% dari PDB, sementara investasi dan tabungan Indonesia tumbuh cepat setelah tahun 1966 dan menurun tajam saat krisis moneter 1998.