FORWARD TRADING

 

FORWARD TRADING

Transaksi Forward kontrak adalah transaksi untuk membeli atau menjual mata uang asing untuk penyerahan kemudian , misalnya penyerahan satu, dua atau tiga bulan kemudian. Jadi jika Bank Baru membeli USD. 1,000,000 forward 1 month eqivalant IDR dari Bank Merbabu, maka saat terjadi kontrak (beli) forward oleh Bank Baru sudah ditetapkan kursnya pada hari itu, untuk penyerahan USD. 1,000,000 sebulan yang akan datang.

Transaksi ini digunakan untuk menghindari risiko perubahan kurs yang akan dating, pihak-pihak yang aktif dalam perdagangan internasional dapat melakukan transaksi forward (berjangka). Contohnya jika Importir melakukan pembelian barang dari Luar Negeri, dimana pembayarannya dapat dilkukan secara berjangka (usance) beberapa bulan kemudian, misalnya 3 bulan setelah barang dikapalkan/ dikirimkan maka untuk menghindari risiko kurs yang mungkin timbul pada saat jatuh tempo pembayaran ke Luar Negeri yang bersangkutan dapat melakukan transaksi pembelian forward mata uang negara Eksportir.

MEKANISME PASAR FORWARD

Forward adalah kontrak untuk penyerahan sejumlah valas di kemudian hari, yang nilai tukar dan waktu penyerahannya ditentukan pada saat kontrak tersebut ditandatangani. Mata uang yang diperdagangkan biasanya mata-mata uang utama seperti GBP, CAD, JPY, dan SGD terhadap USD.

 

Partisipan Utama

  1. Arbitrageurs (pialang): mencari risk-free profit dari perbedaan tingkat bunga di beberapa negara.
  2. Pedagang: untuk menghindari risiko dari fluktuasi valas dalam kegiatan ekspor/impornya.
  3. Hedgers (biasanya MNC): untuk melindungi nilai assets/liabilities-nya yang dinyatakan dalam berbagai mata uang dalam balance sheet-nya, agar nilai tersebut (dalam home currency-nya) tetap aman.
  4. Spekulator: menghadapkan dirinya ke risiko-risiko fluktuasi mata uang dengan membeli/menjual kontrak forward. Dasar pemikiran: ekspektasi nilai spot yang akan datang dan forward
  5. Bank: risikonya besar, yaitu risiko karena fluktuasi mata uang dan risiko tidak dieksekusinya kontrak forward oleh konsumennya. Di lain pihak, bank harus mengesekusi kontrak tersebut. Untuk itu, bank biasanya menerapkan jaminan ± 5% -10% dari nilai kontrak.

 

Perusahaan-perusahaan dapat mengurangi risiko fluktuasi valas dengan menggunakan kontrak forward.

Contoh:

Pengusaha Indonesia mengimpor barang dari Inggris senilai GBP 1 juta yang jatuh tempo 3 bulan lagi (ia short GBP, hutang GBP). Spot rate : GBP 1 = IDR 16.300,-, forward rate (90 hari): GBP 1 = IDR 16.700,-

Berdasatkan transaksi  tersebut maka saat jatuh tempo Importir dapat membeli GBP. 1,000,000 dengan harga IDR. 16.700, dengan demikian harus menyediakan IDR. sebesar 16.700.000.000 dan ini sudah diketahui sejak awal terjadinya transaksi (3 bulan sebelumnya).
Perlu digarisbawahi bahwa forward tidak sama dengan option. Kontrak forward harus dieksekusi, sedangkan option merupakan hak untuk menjual/membeli yang tidak harus dieksekusi.

Keuntungan/kerugian kontrak forward tidak tergantung pada spot rate sekarang, melainkan spot rate yang akan datang (pada saat kontrak jatuh tempo).

Suatu valas dijual pada forward discount jika nilai forward lebih rendah dari nilai spot-nya. Hal yang sebaliknya disebut forward premium. Untuk menghitung forward discount/premium, pencamtuman nilai tukar harus menggunakan direct quote.

 




Cross Rate di Pasar Valuta Internasional

 

Cross Rate di Pasar Valuta Internasional

Cross rate adalah nilai tukar suatu valuta terhadap valuta lainnya, dimana baik reference currency maupun non referency-nya bukan valuta USD (Riyadi, 2006). Untuk memudahkan penjelasan saya gunakan reference currency adalah mata uang yang ditulisnya di depan, sedangkan non referency ditulisnya dibelakang. Misalnya SGD terhadap HKD (SGD/HKD), GBP terhadap SGD (GBP/SGD), jika terjadi mekanisme kurs yang seperti ini, maka disebut cross rate.

Contoh Cross Rate

 

Cross Rates

Bid Ask
GBP/AUD 1.7765 1.7773
GBP/CAD 1.7517 1.7524
GBP/EUR 1.1787 1.1796
GBP/GBP 1.0000 1.0000
GBP/HKD 10.2868 10.2902
GBP/JPY 135.5556 135.6194
GBP/NOK 10.9241 10.9429
GBP/NZD 1.8242 1.8252
GBP/SGD 1.8102 1.8111

Berdasarkan contoh diatas, cara membaca kurs-nya sama dengan kurs yang biasa digunakan (bukan cross rate) yaitu sebagai berikut :

 

Jika Bank Baru Persada Jakarta membutuhkan GBP. 1,000,000 untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Sementara kelebihan valuta HKD. Maka kurs yang digunakan adalah kurs jual (kurs pasar) pihak counter party sebagai quoting bank (price maker) yaitu GBP.1 = HKD. 10.2902. Dalam penulisan mata uang asing tanda “koma” dibaca “titik”, sedangkan tanda “titik” dibaca “koma”. Untuk memenuhi kebutuhan GBP. Sebesar GBP. 1,00,000 maka dibtuhkan HKD. Sebanyak GPB. 1,000,000 X HKD. 10.2902 = HKD. 1,029,020 (satu juta dua puluh sembilan ribu dua puluh hongkong dollar).

 

Bagaimana cara menghitung cross rate ?

Cross rate diperoleh dari kurs forex yang terjadi pada saat itu. Berdasarkan kurs pasar quoting bank (price maker) menghitung cross rate untuk mata uang yang dikehendaki, tentunya yang convertible di pasar valuta asing.

Misalnya kurs spot yang terjadi di pasa valuta asing adalah sebagai berikut :

Contoh Spot rate

Spot Rates Near real time rates – Not to be used for trading purposes (UKF REX tanggal 15 Sept. Jam 10.30 WIB)

World Time: Auckland 4:27 PM | Sydney 2:27 PM | Hong Kong 12:27 PM | London 5:27 AM | Toronto 12:27 AM

 

Major Rates Bid Ask
AUD 0.7462 0.7464
CAD 1.3211 1.3213
CHF 0.9734 0.9735
DKK 6.6190 6.6215
USD 1.1244 1.1249
GBP 1.3259 1.3263
HKD 7.7583 7.7588
JPY 102.2360 102.2570
NOK 8.2389 8.2509
NZD 0.7266 0.7268
SGD 1.3653 1.3656

Berdasarkan kurs diatas, maka untuk menentukan kurs CAD/HKD, dapat dilakukan sebagai berikut:

7.7583                                           7.7588

Bid rate (kurs beli) = ———– = 5.8717    Offer rate = ———– = 5.87298 = 5.8730

1.3213                                           1.3211

Dengan demikian kurs CAD/HKD = 5.7583 – 5.8730

Ini berarti bahwa CAD. 1 = HKD. 5.7583 (bid) dan CAD. 1 =  HKD. 5.8730 (offer)

Agar lebih mudah mengingat perhitungan cross rate diatas, dapat ditulis kembali kurs:

USD/CAD      1.3211             1.3213

 

USD/HKD      7.7583             7.7588

Rumusnya Bid dibagi Offer dan Offer dibagi Bid, valuta yang ditulisnya di depan adalah sebagai reference currency dan berfungsi sebagai pembagi (ada di posisi bawah). Dalam hal ini CAD/HKD, valuta CAD sebagai reference currency dan HKD sebagai non reference currency.

Untuk seluruh mata uang yang menggunakan USD sebagai referensi maka menggunakan perhitungan yang sama dengan perhitungan cross rate CAD/HKD.

Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa, dosen, manager keuangan pada perusahaan multi nasional dan masyarakat lainnya yang sering bertaransaksi menggunakan berbagai mata uang asing.

 

Referensi

Riyadi, Selamet. (2006). Banking Assets And Liability Management, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Spot Rates Near real time rates – Not to be used for trading purposes (UKF REX tanggal 15 Sept. Jam 10.30 WIB)




MEMBACA DAN MEHAMI KURS SPOT DI PASAR INTERNASIONAL

Membaca dan Memahami Kurs Transaksi Spot Fx di Pasar Dunia

 

Hampir semua negara/bank menggunakan  USD sebagai Reference Currency, artinya mata uang yang dijadikan acuan dalam melakukan transaksi perdagangan valas, kecuali GBP, AUD, EUR dan NZD. Dalam surat-surat kabar bisnis dicantumkan spot rate harian dan forward rate untuk mata uang utama, seperti USD, GBP, SGD dan EUR. Dalam pencantuman nilai tukar, rata-rata bank menggunakan direct quatation: berapa mata uang domestik yang diperlukan untuk membeli 1 unit mata uang asing. Direct quotation dapat diartikan USD sebagai acuan atau yang ditulisnya di depan mata uang lainnya. Sedangkan untuk empat mata uang lainnya disebut indirect quotation, yaitu GBP, AUD, EUR dan NZD, untuk keempat mata uang ini USD ditulis dibelakang.

Seperti halnya jual-beli mata uang asing terhadap rupiah di bank-bank dalam negeri dikenal kurs beli (bid) dan jual (offer). Jadi di sini terdapat  Bid-ask spread merupakan fungsi kestabilan (volatility) mata uang yang diperdagangkan makin stabil, maka spread tersebut makin sempit. Biasanya penggunaan traveller check dibebani dengan spread yang tinggi. Transaksi antarbank melibatkan nilai equivalent USD1 juta, namun bank kadang-kadang mau membeli mahal (jika butuh valas) dan menjual murah (jika kelebihan valas). Bank menghadapkan dirinya pada risiko perubahan mata uang.

 

Contoh Kurs antar bank di dunia

Exchange rate yang berlaku tanggal 15 Sept. 2016 Jam 10.30

Major Rates Bid Ask
AUD 0.7462 0.7464
CAD 1.3211 1.3213
CHF 0.9734 0.9735
DKK 6.6190 6.6215
EUR 1.1244 1.1249
GBP 1.3259 1.3263
HKD 7.7583 7.7588
JPY 102.2360 102.2570
NOK 8.2389 8.2509
NZD 0.7266 0.7268
SEK 8.5034 8.5058
SGD 1.3653 1.3656

 

 

 

 

Bagaimana cara membaca kurs diatas ?

 

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hampir seluruh mata uang di dunia menggunakan USD sebaga reference currency, artinya mata uang yang dijadikan acuan. Ini berarti ditulisnya di depan mata uang lainnya, kecuali untuk valuta GBP, EUR, AUD dan NZD. Maka berdasarkan data kurs atau exchange rate diatas, dapat dibaca sebagai berikut :

AUD/USD =     0.7462             0.7464  atau hanya ditulis       0.7462/64

Ini artinya AUD. 1 = USD.0.7462 untuk kurs beli dan AUD.1 = USD. 0.7464 untuk kurs jual, kata jual dan beli dilihat dari sisi Quoting Bank, yaitu bank yang memberikan atau pasang harga di media electronic yang bisa digunakan oleh para dealer bank. Mata uang yang sejenis dengan AUD adalah GBP, EUR dan NZD. Artinya cara membacanya sama dengan mata uang AUD.

Sedangkan untuk mata uang lainnya semuanya mengacu pada USD, artinya USD-nya ditulisnya di depan mata uang lainnya, seperti USD/CAD  =  1.3211 – 1.3213 atau biasanya hanya ditulis 1.3211/13, titik dalam angka di sini menunjukkan atau sama dengan “koma” jika dalam mata uang rupiah (IDR). Ini berarti bahwa USD. 1 = CAD. 1.3211 untuk kurs beli dan USD. 1 = CAD. 1.3213 untuk kurs jual. Seperti halnya pada kasus AUD/USD, kata kurs beli dan jual dilihat dari sisi quoting bank. Quoting bank adalah bank yang menulis atau memberikan kurs pada informasi electronic atau lainnya yang biasa digunakan bank dalam melakukan transaksi jual beli valuta asing atau foreign exchange trading antar bank.

Yang perlu diketahui juga, bahwa mata uang di dunia cara penulisannya sesuai dengan ISO, menggunakan 3 digit (XX X), dimama dua digit pertama menunjukkan kode negara (country code) dan tiga digit terkahir menunjukkan kode mata uang (currency code). Contohnya : USD, dua digit pertama adalah kode negara, berarti US = United State of America dan tiga digit terakhir adalah kode mata uang, jadi D adalah Dollar. Dengan demikian singkatan mata uang Amerika adalah USD. Demikian pula dengan mata uang negara kita yang diberi notasi IDR, ID adalah Indonesia dan R adalah rupiah.

 

Contoh aplikasi penggunaan Kurs atau Exchange Rate

 

Jika Bank Mandiri di Jakarta (melalui Kantor Pusatnya) membutuhkan USD. 1,000,000 dan menggunakan SGD sebagai nilai lawannya, maka Bank Mandiri untuk mendapatkan USD. 1,000,000 harus menyerahkan SGD. 1,365,600. Dengan pengertian bahwa Bank Mandiri membeli USD, maka dikenakan kurs jual oleh quoting bank. Tanda “koma” dalam penulisan mata uang asing ini sama dengan titik jika kita menulis angka dalam rupiah.

 




MENGENAL PASAR TRANSAKSI SPOT FX

Apakah transaksi Spot Fx itu ?

Transaksi Spot adalah transaksi jual beli mata uang yang diperdagangkan untuk penyerahan segera. Biasanya penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi. Dua hari kerja dimaksudkan untuk memberikan waktu penyelesaian setlement antara dua negara yang berbeda waktu, karena transaksi ini dapat dilakukan oleh seluruh dunia yang menganut pasar bebas. Jual beli valuta asing yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi perdagangan internasional menjadi sarana untuk melakukan pembayaran ke negara lain dalam valuta atau mata uang yang berbeda. Jadi dalam transaksi spot terdapat 2 tanggal, yaitu tanggal transaksi (deal date) dan tanggal penyerahan atau penyelesaian (value date). Jika valute date jatuh pada hari libur, maka ditetapkan hari kerja berikutnya.

 

Dimana Pasar Transaksi Spot Fx ?

Jika kita melakukan transaksi perdagangan atau jual beli saham tempatnya ada di Bursa (Stock Exchange). Untuk bursa saham Indonesia dilakukan di Bursa Efek Indonesia/ BEI (Indonesia Stock Exchange atau IDX) di Gedung Bursa di kawasan SCBD Jakarta. Lalu pasar transaksi spot ada dimana?. Transaksi spot fx berbeda dengan perdagangan saham, karena dapat dilakukan secara “over the counter” atau OTC, yaitu melalui sarana electronic, seperti Reuters Monitor Dealing Screen (RMDS) atau blomberg atau sarana komunikasi lainnya seperti telepon dan dilakukan melalui Dealing Room masing-masing bank. Dealing room ini beroperasi selama 24 jam, seiring dengan pergerakan pasar valuta asing di dunia, dimulai dari benua Australia bergerak ke Jakarta, Singapore, Hong Kong, Tokyo lalu Bahrain, Eropa dan berakhir di New York.

 

Siapa Yang Dapat Melakukan Transaksi Spot Fx?

Pegawai bank yang dapat melakukan transaksi tersebut disebut “Dealer”. Untuk menjadi seorang dealer diperlukan persyaratan yang sangat ketat. Tidak hanya kecerdasan, ketrampilan saja, lebih dari itu adalah integrity. Jadi hanya pegawai bank yang telah lulus seleksi dan dilanjutkan dengan training selama 2 atau 3 bulan secara terus menerus, setelah mendapat sertifikat kelulusan, lalu magang di bank-bank koresponden, kemudian magang menjadi asisten dealer, setelah dianggap memiliki kompetensi dan integritas yang dibutuhkan kepada dealer ini diberi kuasa penuh untuk melakukan trading atas nama bank dengan bank-bank koresponden dengan mendapat limit tertentu, misalnya USD. 10 millions untuk intraday trading. Hanya kepada bank koresponden yang memiliki Fx Line saja bank tersebut dapat melakukan transaksi spot fx nya.

 

Apa yang dimaksud dengan Bank Koresponden ?

Bank koresponden adalah hubungan keagenan secara timbal balik yang dituangkan dalam bentuk perjanjian (Agency Arrangement) yang saling menguntungkan antara satu bank dengan bank lainnya, baik dalam maupun luar negeri (Riyadi dan Hadiyati, 2012:212). Kerjasama disini adalah untuk saling memberikan jasa dan atau melakukan untuk dan atas nama bank yang berkepentingan. Jadi saling mengageni, sehingga akan menimbulkan “reciprocal business” antara kedua bank koresponden tersebut.

Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dalam menghadapi era global.




MENGENAL FOREIGN EXCHANGE TRADING

Perdagangan valuta asing  atau Foreign Exchange Trading ( FX trading) merupakan salah satu transaksi  yang memiliki potensi cukup besar di pasar valas (valuta asing), berdasarkan hasil survey tiga tahunan (Triennial Central Bank Survey)  yang dilakukan oleh Bank for International Settlements (BIS) dinyatakan bahwa volume transaksi pada bulan April 2013 di seluruh dunia rata-rata per hari  terjadi peningkatan menjadi USD. 5.3 trilliun, dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya USD. 4 trilliun per harinya. Hal ini menunjukkan bahwa jenis transaksi ini sangat atraktif dan menjanjikan keuntungan yang luar biasa. Yang perlu diingat bahwa high return pastinya high risk.

Sebelum terjadi krisis pada tahun 1988, hampir semua bank devisa di Indonesia aktif melakukan transaksi ini, hal tersebut dapat terlihat pada laporan posisi keuangan selama periode tersebut yang menunjukkan laba atau rugi dari transaksi valas ini sangat signifikan. Bahkan pada sekitar tahun 1990 an terdapat bank yang rugi besar dalam transaksi sehingga menggerus semua modal yang dimiliknya. Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka Bank Indonesia secara bertahap membuat ketentuan bagi setiap bank yang melakukan transaksi di pasar valas, melalui  pengelolaan Posisi Devisa Neto (PDN) dengan ketentuan maksimal 20% dari modal bank.

Dalam fx trading dikenal ada 3 jenis  transaksi, yaitu spot, forward dan swap. Lalu derivatifnya ada option, future, forward-forward, interest rate swap dan banyak lagi lainnya. Spot adalah transaksi jual beli valas yang penyerahannya  2  hari kerja setelah tanggal transaksi. Jadi dalam tranksasi spot terdapat 2 tanggal yaitu tanggal transaksi (deal date) dan tanggal penyerahan/ penerimaan (value date). Forward mirip dengan spot, perbedaan yang mendasar adalah di jangka waktu, jika dalam spot 2 kerja, forward lebih dari 2 kerja, biasanya satu minggu, satu bulan, 3 bulan, 6 bulan dan jika kondisi ekonomi dan politik di negara tersebut sedang stabil bisa 1 tahun. Sedangkan swap adalah gabungan antara transaksi spot dan forward, artinya transaksi jual beli valas dimana pembelian dilakukan secara spot dan penjualan secara forward, pada bank yang sama dan dalam waktu yang bersamaan. Atau sebaliknya.

Transaksi spot yang dilakukan oleh bank pada umumnya adalah untuk memenuhi kebutuhan likuditas valas-nya, tetapi sebagian besar adalah untuk melakukan trading atau dagang dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Sedangkan forward dan swap disamping untuk trading juga untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau mitra bisnisnya. Jika nasabah membuka Letter of Credit (LC) impor usance 3 bulan misalnya, maka nasabah importir akan membeli atau menutup kontrak forward berjangka waktu 3 bulan. Atau nasabah menerima pinjaman dari luar negeri dalam bentuk USD. Untuk menghindari risiko kurs maka pada saat terima pinjaman langsung dijual ke bank untuk mendapatkan local currency yang dibutuhkan untuk membiayai pengembangan proyeknya di dalam negeri dan pada saat yang bersamaan membeli secara forward sesuai jangka waktu pinjaman, dengan demikian akan terhindar dari risiko kurs yang akan datang. Forward dan swap biasanya digunakan untuk hedging.




CARA MUDAH MENULIS SKRIPSI/ TA

Skripsi atau tugas akhir adalah kegiatan penelitian  yang dilakukan mahasiswa dimana dalam kegiatan tersebut harus memenuhi kaidah dan metode ilmiah secara sistematis sesuai dengan otonomi keilmuan dan budaya akademik, sebagaimana yang tertuang dalam  Permenristek No. 44 tahun 2015 pasal 46. Bagi Perguruan tinggi  skripsi/ Tugas akhir ini dijadikan salah syarat kelulusan kesarjanaan seorang mahasiswa, walaupun mahasiswa tersebut telah lulus semua mata kuliah dengan IPK diatas 3,5 (tanpa nilai C) misalnya, maka gelar kesarjanaan belum dapat diperoleh jika belum menyelesaikan Skripsi atau Tugas Akhir yang dijuikan di depan Tim atau Dewan Penguji yang ditugaskan oleh Pimpinan Pergurutan Tinggi dimana mahasiswa melaksanakan studinya. Hal ini yang menjadi beban atau momok bagi sebagian mahasiswa.

Tulisan ini dimaksudkan untuk membuat setiap mahasiswa percaya diri (PD) dalam menyelesaikan Skrispi atau Tugas akhir (TA), PD menjadi modal utama yang dapat memudahkan penyusunan skripsi/ TA, oleh sebab itu penyajiannya dibuat sesederhana dan semudah mungkin dengan gaya bahasa yang mudah dipahami juga tentunya, karena pada dasarnya menulis skripsi/ TA tidaklah sulit seperti apa yang dibayangkan. Nah dimulai dari pertanyaan dari mana mulai dan kapan selesai? Untuk dapat melakukan hal itu apa saja yang harus dipersiapkan atau dibaca?

Pertama tentunya harus dapat menentukan “Topik” penelitian dan selanjutnya dibuat “Judul’ skripsi atau TA. Judul yang dibuat akan sangat terkait dengan data penelitian, apakah data primer atau data sekunder. Sebelum menentukan judul sebaiknya membaca beberapa jurnal, minimal 8 jurnal, 5 jurnal dalam negeri dan 3 jurnal internasional, tentunya sudah membaca atau memahami teori-teori dasar yang terkait dengan judul skripsi/ TA dan yang tidak kalah pentingya adalah membaca panduan penulisan yang diterbitkan Perguruan Tinggi dimana mahasiswa studi, disamping skripsi terdahulu. Hal ini  akan sangat membantu mahasiswa untuk mempercepat menyelesaikan skripsi/ TA-nya.

Secara umum skripsi terbagi menjadi 5 bab, dimana bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian; bab II adalah  kajian teori, penelitian terdahulu, kerangka atau konseptual pemikiran/ penulisan dan perumusan hipotesis, bab II ini yang akan dijadikan dasar pembahasan pada bab IV; bab III metode penelitian yang berisi desain penelitian, operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data; Bab IV adalah hasil analisis dan pembahasan penelitian, yang meliputi deskripsi objek penelitia, analisis data, interprtasi hasil dan pemabahsan hasil penelitian; Bab V berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian dan rekomendasi. Yang perlu diperhatikan antar bab pada skripsi diantaranya Bab I sub bahasan rumusan masalah ini berkaitan dengan sub tujuan penelitian, berhubungan dengan bab II sub kerangka/ konseptual penelitian dan sub hipotesis penelitian, terkait juga dengan bab IV  sub bahasan analisis dan pembahasan hasil penelitian serta terkait dengan bab V sub bahasan kesimpulan.

Dengan demikian, jika pada bab I rumusan masalahnya ada 7 misalnya, maka tujuan penelitiannya juga 7. Rumusan masalah berbentuk kata tanya, sedangkan tujuan berupa penjelasan dari rumusan masalah. Demikian pula kerangka/ konseptual pemikiran pada bab II terdapat 7 variabel bebas, 6 secara parsial dan 1 secara bersama-sama. Berdasarkan kerangka pemikiran dibuat hipotesis sebanyak 7 hipotesis penelitian. Dan akhirnya bab V sub bahasan kesimpulan berisi 7 aspek yang merupakan hasil analisis dan pembahasan.

Semoga tulisan yang sederhana ini dapat memotivasi dan menghantarkan para mahasiswa untuk lebih semangat dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Selamat dan sukses.




Rasio Profitabilitas Bank (ROA dan ROE)

Untuk mengukur rasio profitabilitas bank, biasanya menggunakan dua rasio utama yaitu Return on Equity atau ROE dan Return On Assets atau ROA. Dalam menghitung rasio profitabilitas (Riyadi, 2006) dengan cara membandingkan Laba (setelah pajak) dengan Modal (Modal Inti) dikalikan 100%, maka hasilnya dalam bentuk persen (%), ini untuk perhitungan ROE. Sedangkan ROA adalah membandingkan Laba (sebelum pajak) dengan total Assets yang dimiliki Bank pada periode tertentu dikali 100%, sama halnya dengan ROE, maka hasilnyapun dalam bentuk persen (%). Untuk mendapatkan hasil perhitungan rasio agar mendekati pada kondisi yang sebenarnya (Riyadi, 2006), maka posisi modal atau assets dihitung secara rata-rata selama periode perhitungan.
Kedua rasio ini sering digunakan sebagai variabel dependen, yang dipengaruhi oleh banyak variabel independen lainnya, seperti Dana Pihak Ketiga (DPK), Dana Pihak Kedua (DP 2), Dana Pihak Pertama (Modal), Kredit Yang Diberikan, Giro Wajib Minimum (GWM), Loan to Deposit Rasio (LDR), Net Interest Margin (NIM), Posisi Devisa Neto (PDN), Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional dibanding Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Rasio CAR), total assets, Fee Income, BI rate, Inflasi, Kurs, Jumlah Karyawan, jumlah kantor cabang dan masih banyak lagi variabel bebas lainnya.
Dalam pembahasan ini, sengaja dibatasi pada variable LDR dan NPL yang memengaruhi ROA atau ROE. Bagaimana pengaruhnya? karena terdapat beberapa peneliti yang menghasilkan bahwa LDR dan NPL berpengaruh Negatif terhadap ROA atau ROE, sementara peneliti lainnya mengatakan positif dan sebagian lagi menyatakan positif dan negatif.
Lalu yang benar yang bagaimana? Kalau kita berbicara yang benar yang seperti apa, maka, pertama harus dipahami dahulu proses atau urutan normalnya suatu Bank melakukan kegiatan usahanya, kedua pahami komponen LDR dan NPL apa saja. LDR adalah perbandingan antara Kredit yang diberikan dengan DPK atau DPK ditambah Surat Berharga yang diterbitkan (DP 2) dikalilkan 100% hasilnya dalam persen (%). Sedangkan NPL diperoleh dari perbandingan Kredit Bermasalah, yaitu Kolektibilitas 3 s/d. Kolektibilitas 5 dengan total Kredit yang diberikan dikalikan 100%, maka hasilnya dalam persen (%). Berdasarkan penjelasan tersebut maka pengaruh LDR terhadap ROA atau ROE adalah positif, artinya kenaikan LDR akan menyebabkan kenaikan ROA atau ROE. Karena dengan LDR yang tinggi (maksimal 92%), ini berarti Kredit yang diberikan juga tinggi, dengan posisi kredit yang tinggi maka akan menghasilkan pendapatan bunga yang tinggi pula dan pada akhirnya Laba (sebelum pajak) dan Laba (setelah pajak) juga tinggi, sehingga ROA atau ROE bank juga akan mengalami kenaikan secara proporsional. Lalu bagaimana jika hasil penelitian tidak menunjukan kondisi seperti itu? Disini perlu dilihat atau diteliti lebih dalam lagi, misalnya mengenai kondisi bank itu sendiri selama periode penelitian, lalu kondisi makro ekonomi negara selama periode penelitian. Sedangkan NPL (sebaiknya menggunakan NPL net), sesuai ketentuan yang berlaku NPL Net maksimal 5%, pengaruhnya terhadap ROA atau ROE adalah negatif, artinya dalam kondisi NPL turun maka ROA atau ROE naik, demikian pula sebaliknya.
Semoga ulasan yang sederhana ini dapat memberi gambaran kepada peneliti pemula untuk memudahkan pemahaman dasarnya.

Referensi :
Riyadi, Selamet (2006). Banking Assets And Liability Management, Edisi Keempat, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Indonesia




JANGKAU, SINERGI, GUIDELINE = PROGRAM “JARING”

Kemarin tanggal 3 Novemper 2015, kami menghadiri undangan OJK di Hotel Borodubudur jam 09.00-16.30 WIB dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh OJK bekerjasama dengan Kemterian Kelautan dan Perikanan, yang dihadiri oleh Ketua-Ketua Perhimpunan Industri hasil laut, mulai dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI), Ketua Asosiasi Pelelangan Ikan, Ketua Koperasi Pasar Pelelangan Ikan dan banyak lagi yang terkait dengan kegiatan yang berhubungnan dengan hasil laut Indonesia ini. Selain itu juga di hadiri oleh kalangan Praktisi Perbankan yaitu 14 Bank yang tergabung dalam penyaluran KUR untuk UMKM sektor Kelautan dan Perikanan, dari lembaga Penjaminan seperti Askrindro/ Jamkrindo, Jamkrida, Asuransi dan juga oleh kalangan akademisi dari berbagai Peruguran Tinggi di Indonesia. Yang menjadi topik pembahasan adalah “Pembahasan Sekema dan Solusi Bisnis Pembiayaan Sektor Kelautan dan Perikanan”.

Tentu saja pada peserta sangat antusia dengan adanya FGD ini, terutama kalangan industri kelautan yang selama ini terabaikan atau tidak diperhitungkan dalam hal pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh kalangan perbankan karena berbagai sebab, diantara banyakl nelayan yang tidak bankable, risiko tinggi, lebih mudah proses pinjam ke rentenir daripada ke bank walalaupu harus membayar dengan bunga yang sangat tinggi. Dari Pembahasan memang tampak terjadinya mis informasi/ mis komunikasi, dari sisi pelaku industri kelautan bahwa potensi hasil laut Indonesia tahun 2015 mencatat Nilai Ekspor USD.5,86 milyar yang merupakan sebagian hasil produksi perikanan sebesar 24,14 juta ton. Sementara realisasi kredit perikanan per Desember 2014 baru mencapai 2% lebij sedikit dibandingkan dengan total kredit yang ada. Sementara NPL pada periode yang sama hanya sebesar 2,54% masih berada dibawah rata-rata NPL nasional  yang berkisar 2,7% (statistik perbankan OJK 2014). Ini berarti membuktikan bahwa sektor perikanan nukanlah sektor yang berisiko tinggi seperti yang selama ini dipersepsikan. Terdapat 5 komoditas  ekspor yaitu : Udang 46%, Tongkol 15%, Kepiting 9%, Rumput Laut 6%, Mutiara1% dan Ikan lainnya 23%. Jadi porsi ekspor untuk Udang dan TTC (Tuna, Caklang dan Tongkol) mencapai 61%. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur Pengembangan Investasi Kementerian Kelautan menunjukkan bahwa Nilai Industri Perikanan Tangkap sebesar Rp. 70 triliun (26,9%), Nilai ekonomi Indsutri Perikanan Budidaya sebesar Rp. 75 triliun dan Nilai Ekonomi Industri  Pengolahan dan Distribusi Rp.115 triliun, ini berarti banyak potensi pembiayaan hasil laut yang belum terinformasi dengan baik kepada sektor industri perbankan/ pembiayaan.

Terkait dengan peran OJK sebagai penggagas acara tersebut sehingga melibatkan pihak perbankan, asuransi dan lembaga penjaminan serta akademisi, bahkan PLN pun turut diundang adalah dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh industri sektor kelautan, sehingga kedepannya industri kelautan kita dapat lebih berkembang, maju dan meningkatkan hasil ekspor nasional dengan dukungan pembaiayaan dari bank, lembaga pembiayaan, asuransi, lembaga penjaminan dan OJK sendiri selaku otoritas moneter di negeri ini.

Sumber : Bahan FGD dan Buku “JARING” yang diterbitkan oleh OJK




Loan To Deposit Ratio terhadap Profitablitas

Loan to Deposit Ratio atau LDR (Riyadi, 2015:199) merupakan perbandingan total kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh Bank. Rasio ini akan menunjukan tingkat kemampuan Bank dalam menyalurkan dananya yang berasal dari masyarakat (berupa: Giro, Tabungan, Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito Berjangka dan Kewajiban Segera Lainnya) dalam bentuk Kredit. Jika dikembangkan lebih lanjut maka dibandingkannya tidak hanya terhadap Kredit tetapi ditambah dengan Surat Berharga Yang Diterbitkan (Obligasi) dan Modal Inti (Riyadi, 2015 :200).  Untuk Bank syariah dikenal dengan Funding to Deposit Ratio (FDR) yaitu perbandingan antara Jumlah Pembiayaan dibandingkan dengan total DPK yang dapat dhimpun bank syariah. Yang berlaku saat ini adalah Loan to Funding Ratio (LFR) sama dengan LDR hanya pembandingnya ditambah dengan Surat berharga yang diterbitkan (Riyadi, 2015:201), Rasio LFR yang diperkenankan Bank Indonesia saat ini adalah >78% – 92%. Dan jika memenuhi persyaratan yaitu memenuhi rasio kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), NPL kredit gros dibawah 5% dan rasio NPL UMKM juga dibawah 5% maka LFR batas atas menjadi 94%.  Artinya jika bank memiliki rasio LFR berkisar diangka tersebut ini dianggap bank-nya sehat dalam mengelola dananya.

Sebetulnya bila dikaji lebih jauh ketentuan besarnya rasio LDR atau LFR untuk batas atas bisa melebih angka 94%, sepanjang menggunakan sumber dana yang tidak berasal dari pinjaman antar bank (Pasar Uang Antar Bank/ PUAB), sehingga optimalisasi dana yang dimiliki bank dapat dilakukan, hal ini dapat menguntungkan pelaku bisnis disamping bank itu sendiri. Bagi pelaku binsis mempunyai peluang untuk mendapatkan kredit yang lebih besar dari perbankan, sedang bagi bank memberi kesempatan untuk meningkatkan profitabilitasnya.

Bagaimana pengaruh LDR/ LFR terhadap profitabilitas bank ? Tingkat profitabilitas bank bisa dikur dengan menggunakan return on assets (ROA) atau atau return on equity (ROE). Jika LDR naik atau tinggi maka pendapatan bank dipastikan akan naik, dalam arti memiliki pengaruh yang positif, tentunya sepanjang pemberian kreditnya telah dilakukan secara prudential dan compliance terhadap ketentuan yang ada sehingga tidak menimbulkan kredit bermasalah. Mengapa demikian ? Karena semakin banyak kredit yang diberikan akan semakin tinggi juga pendapatan bunga bank, karena kredit bagi perbankan Indonesia masih menjadi satusatunya sumber pendapatan yang sangat menentukan besar kecilnya laba yang siperoleh, berbeda dengan bank di negara-negara maju seperti Singapore, Amerika dan Jepang. Lalu bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan bank ? Akan berpengaruh positif , karena pada akhirnya jumlah permodalan bank akan naik (nominal) dengan demikian Capital Adequacy Ratio juga akan mengalami kenaikan, ini berarti memberi peluang kepada bank utnuk melakukan ekspansi kredit baru lagi, demikian seterusnya.

Rererensi :

Riyadi, Selamet, 2015. Banking Assets And Liability Management, Lemabag Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia




Reserve Requirement (RR)

Reserve requirement (RR) atau legal reserve requirement (LRR) di Indonesia dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM) adalah suatu simpanan minimum yang wajib diperlihara dalam bentuk giro pada Bank Indonesia bagi semua bank  (Dendawijaya, 2009:115). LRR atau GWM merupakan instrumen Bank Indonesia untuk membuat kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi, nilati tukar (kurs) dan jumlah uang yang beredar. Sedangkan bagi perbankan sendiri, selain haru memenuhi GWM juga harus menyediakan Kas yang berupa uang tunai untuk memenuhi kebutuhan operasional jika nasabah akan mengambil simapanannya secara tunai. Dengan demikian selain menjaga GWM, bank juga harus menjaga cash ratio-nya yang besarnya tergantung perhitungan atau kebutuhan masing-masing bank, saat ini berkirar antara 0.5% sampai 1,25% dari Dana Pihak Ketiga (DPK)

Saat ini terdapat 3 jenis GWM yang perlu dipenuhi oleh bank yaitu : GWM Primer dalam bentuk giro pada Bank Indinesia minimal 8% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), GWM Sekunder minimal 4% bisa dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan , GWM LDR. jika Loan to Deposit Rasio (LDR) dibawah 78% atau melebihi 92% (PBI Nomor : 15/15/PBI/2013).

Pasca paket oktober 28 tahun 1988 besarnya GWM adalah 2% (SE BI No.23/17/13/PPP), berubah menjadi 3% pada tahun 1996 (Wijaya, 115:115) dan sejak tahun 1997 mejadi 5%, kemudian sejak Juni tahun 2004 menjadi *% (PBI No.6/21/PBI/2004) tentang GWM. Dalam melakukan kegiatan bank, majanejemn likuditas memegang peranan yang sangat penting (Riyadi, 2006:27), karena berdasarkan data empiris bahwa sebagian besar dana bank berasal dari DPK, sedangkan yang bersal dari Modal hanya berkisar 10%.

Alat likudid bank pada umumnya berupa Kas dan Giro pada Bank Indonesia, yang merupakan aset tidak produktif (tidak menghasilkan) jadi mempunyai perilaku yang bertolak belakang dengan pendapatan bank, dalam arti bahwa semakin tinggi cash rasio maka akan menurunkan pendapatan bank. Dengan demikian pengelolaannya harus dilakukan secermat dan setepat mungkin, agar setiap saat bank dapat memenuhi kewajibannya kepada nasabah, tetai dijaga agar tidak terjadi Idle Fund. Pengelolaannya ibaratnya seperti orang menggenggam telur, terlalu kencang pecah dan kendor juga pecah (karena terlepas dari genggaman). Untuk itu diperlukan keahlian khusus atas dasar pengalaman yang sangat baik dan sempurna.

Setiap negara memiliki ketentuan yang berbeda mengenai besarnya GWM, disesuaikan dengan kondisi dan kebijkan moneter pada masing-masing negara. Untuk negara-negara yang sistem moneternya sudah stabil, maka besarnya GWM relatif rendah. Artikel ini hanya membahas GWM untk valuta rupiah pada Bank umum biasa (bukan bank syariah).

 

Referensi :

Bank Indonesia, SE BI No.23/17/13/PPP tetang Giro Wajib Minimum tanggal 28 Februari 1992

Bank Indonesia, PBI No.15/15/PBI/2013 tanggal 24-12-2013 tentang Giro Wajib Minimum (GWM)

Riyadi, Selamet, Banking Assets And Liabilitiy Management Edisi Ketiga, Lembaga Penebrit FE UI, 2006

Wijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, 2009