TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED BANK RATING – RBBR)

TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED BANK RATING – RBBR)

Kesehatan bank menjadi kepentingan semua pihak (stakeholders) yaitu pemilik bank, manajemen bank, masyarakat sebagai pengguna jasa bank dan pemerintah sebagai regulator. Dimaksudkan sebagai tolak ukur bagi pihak manajemen bank, apakah mereka menjalankan bisnis bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat terhindar dari permasalahan yang terjadi pada waktu lalu. Kepercayaan dari masyarakat dan stabilitas moneter di Indonesia merupakan faktor yang dipengaruhi dari hal tersebut. Permana (2012) Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik seperti dapat menjaga kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, serta dapat melaksanakan kebijakan moneter

Tingkat kesehatan bank adalah penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.

Pihak bank dapat menilai kesehatan banknya sendiri dengan menggunakan metode yang baru dikeluarkan pemerintah dalam PBI nomor 13/1/PBI/2011 pasal 2 , disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual ataupun konsolidasi. Peraturan tersebut menggantikan metode penilaian yang sebelumnya yaitu metode yang berdasarkan Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity and Sensitivity to market risk atau yang disebut CAMELS. Metode RBBR menggunakan penilaian terhadap empat faktor berdasarkan Surat Edaran BI No 13/24/DPNP yaitu Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning dan Capital.

Dari faktor Risk Profile menggunakan perhitungan risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas. Faktor GCG memperhitungkan penilaian atas penerapan self assessment. Faktor Earning atau rentabilitas diukur dengan indicator laba sebelum pajak terhadap total aset (ROA), pendapatan bunga bersih terhadap total aset (NIM). Faktor Capital diukur dengan rasio CAR. Dengan metode RGEC secara keseluruhan memiliki predikat sangat sehat

 

Risk Based Bank Rating (RBBR)

 

Pada peraturan Bank Indonesia No 13/1/PBI/2011 pasal 2 , disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual ataupun konsolidasi. Dalam metode ini terdapat beberapa indikator sebagai acuannya, yaitu :

 

  • Risk Profile (Profil Risiko)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/ 1/ PBI/ 2011 profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu, risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, stratejik, kepatuhan dan reputasi. Penelitian ini mengukur risiko kredit menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk mengukur risiko likuiditas.

  • Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) dihitung dengan rumus:

 

NPL=(Kredit Bermasalah)/(Total Kredit) x 100%

 

Tabel 1. Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (NPL)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat NPL < 2%
2 Sehat 2% ≤ NPL < 5%
3 Cukup Sehat 5% ≤ NPL < 8%
4 Kurang Sehat 8% ≤ NPL 12%
5 Tidak Sehat NPL ≥ 12%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 

  • Risiko likuiditas dengan menggunakan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dihitung dengan rumus:

LDR=(Jumlah Kredit Yang Diberikan)/(Dana Pihak Ketiga) x 100%

Tabel 2. Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (LDR)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat LDR ≤ 75%
2 Sehat 75% < LDR ≤ 85%
3 Cukup Sehat 85% < LDR ≤ 100%
4 Kurang Sehat 100% < LDR ≤ 120%
5 Tidak Sehat LDR > 120%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 

  • Good Corporate Governance (GCG)

Dengan menganalisis laporan Good Corporate Governance (tata kelola) yang berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 dengan mencari laporan tahunan yang dipublikasikan  dan menetapkan penilaian yang dilakukan oleh bank berdasarkan sistem self assessment.

Tabel 3. Kriteria Penetapan Peringkat GCG (self assessment)

Peringkat Keterangan
1 Sangat Baik
2 Baik
3 Cukup Baik
4 Kurang Baik
5 Tidak Baik

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP Tahun 2013

  • Earning (Rentabilitas)

Penilaian earning (rentabilitas) diukur dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ROA=(laba sebelum pajak)/(rata-rata total aset) x 100%

 

Tabel 4. Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas (ROA)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat ROA > 1,5%
2 Sehat 1.25% < ROA ≤ 1,5%
3 Cukup Sehat 0,5% < ROA ≤ 1,25%
4 Kurang Sehat 0% < ROA ≤ 0,5%
5 Tidak Sehat ROA ≤ 0%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

  • Capital (Permodalan)

Riyadi (2006:171) mengatakan bahwa setiap bank yang beroperasi di Indonesia diwajibkan untuk memelihara Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Tinggi rendahnya Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dikelola oleh bank tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio Modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Penilaian faktor capital diukur dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan rumus sebagai berikut :

CAR=(modal bank)/(aktiva tertimbang menurut risiko) x 100%

Tabel 3.6 Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan (CAR)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat CAR > 12%
2 Sehat 9% ≤ CAR < 12%
3 Cukup Sehat 8% ≤ CAR < 9%
4 Kurang Sehat 6% < CAR < 8%
5 Tidak Sehat CAR ≤ 6%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 




Initial Public Offering

images-ipo

 

bursa-grafik

 

Penawaran umum perdana / IPO atau adalah suatu peristiwa dimana untuk pertama kalinya suatu perusahaan menawarkan sahamnya kepada khalayak ramai (public) di pasar modal. Selain adanya biaya penawaran (footing fees) yang harus ditanggung, sebagian orang masih menganggap bahwa IPO masih merupakan salah satu cara termudah dan termurah bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana sebagai konsekuensi dari semakin berkembangnya perusahaan dan meningkatkan kebutuhan dana investasi .

Perusahaan yang melakukan IPO otomatis berarti perusahaan tersebut go public di pasar modal. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa go public merupakan suatu tahapan dalam pertumbuhan suatu perusahaan dan merupakan langkah penting pertama dalam evolusi sebuah perusahaan publik (Jain dan Kini dalam Trisnaningsih, 2005). Kenyataan bahwa tidak semua perusahaan besar melakukan go public menunjukkan bahwa go public merupakan pilihan, bukan suatu keharusan. Dengan demikian, suatu perusahaan memutuskan melakukan go public dengan alasan yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Fenomena untuk menjadi perusahaan publik semakin diminati oleh perusahaan dalam beberapa tahun belakang ini. Banyak pendapat yang menjustifikasi manfaat yang diperoleh perusahaan dengan menjadi perusahaan publik. Beberapa alasan perusahaan untuk melakukan go public yaitu: mengatasi kendala pinjaman, mempunyai bargaining yang lebih besar dari bank, diversifikasi likuiditas dan portofolio, monitoring, pengakuan investor dan perubahan modal. Sedangkan motivasi bagi perusahaan yang melakukan go public, di antaranya yang umum adalah untuk pendanaan pertumbuhan perusahaan. Kim (Daljono, 2000) mengemukakan ada dua alasan mengapa perusahaan melakukan IPO, yakni karena pemilik lama ingin mendiversifikasikan portofolio mereka dan karena perusahaan tidak memiliki alternatif sumber dana yang lain untuk membiayai proyek investasinya. Apapun motivasi go public, perusahaan menginginkan dana yang terkumpul dari IPO bisa maksimum maka perusahaan tersebut menyerahkan masalah yang berkaitan dengan IPO kepada underwriter.

Apabila saham dijual ke publik, berarti perusahaan tersebut melakukan go public. Dengan go public, perusahaan dapat menarik dana yang relatif besar dari masyarakat secara tunai. Sedangkan bagi masyarakat luas ke dalam kepemilikan, akan membawa konsekuensi bagi pemilik semula, yaitu hak kepemilikannya relatif berkurang dibanding dengan sebelum go public.

Suatu penawaran umum sangat bermanfaat bagi perusahaan, pihak manajemen, dan masyarakat. Bagi perusahaan penawaran umum merupakan media untuk mendapatkan dana yang relatif besar dan tunai. Tidak ada kewajiban pelunasan dan pembayaran bunga tetap, kalaupun deviden merupakan kewajiban akan tetapi besarnya tergantung laba yang diperoleh. Bagi manajemen dengan adanya penawaran umum perdana maka mereka dituntut untuk senantiasa bersikap terbuka (full disclosure) yang pada akhirnya akan meningkatkan profesionalisme. Sedangkan bagi masyarakat berarti memperoleh kesempatan untuk turut serta memiliki perusahaan sehingga terjadi distribusi kesejahteraan yang pada gilirannya dapat memperkecil kesenjangan sosial.

Sebuah perusahaan memutuskan untuk menjual atau tidak sahamnya ke publik memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang serta kesiapan menanggung segala konsekuensinya, baik konsekuensi positif maupun negatif. Konsekuensi positif dari penawaran saham di pasar modal dapat berupa tambahan modal yang lebih murah, diversifikasi, likuiditas, pengakuan investor, kenaikan posisi tawar menawar terhadap bank, pemindahan pengawasan dan sebagainya yang memberi dampak sangat positif terhadap perusahaan-perusahaan yang banyak memerlukan investasi, perusahaan beresiko tinggi dan perusahaan yang produknya berharga tinggi. Sedangkan konsekuensi negatifnya berupa adanya biaya awal yang tinggi, kehilangan kerahasiaan dan pengaruh terhadap persyaratan yang ketat. Dampak dari konsekuensi ini lebih banyak diderita oleh perusahaan kecil, perusahaan yang relatif muda dan perusahaan berteknologi tinggi. Jenis perusahaan tersebut akan mempertimbangkan dampak negatif yang cenderung merugikan mereka.

 

Ada dua metode pokok dalam melakukan IPO :

  1. Full Commitment.

Full commitment atau sering disebut firm commitment underwriting adalah suatu perjanjian penjamin emisi efek dimana penjamin emisi mengikatkan diri untuk menawarkan efek kepada masyarakat dan membeli sisa efek yang tidak laku terjual.

  1. Best Efforts.

Dalam komitmen ini, underwriter akan berusaha semaksimal mungkin menjual efek-efek emiten. Apabila ada efek yang belum habis terjual underwriter tidak wajib membelinya dan oleh karena itu mereka hanya membayar semua efek yang berhasil terjual dan mengembalikan sisanya kepada emiten..

Beberapa cara yang ditempuh untuk melakukan penawaran saham di pasar modal, yaitu (Jogiyanto, 2000: 16):

  1. Dijual kepada pemilik saham yang sudah ada.
  2. Dijual kepada karyawan lewat ESOP (employee stock ownership plan).
  3. Menambah saham lewat deviden yang tidak dibagi (dividend reinvestment plan).
  4. Dijual langsung kepada pembeli tunggal (biasanya investor institusi) secara privat (private placement).
  5. Ditawarkan kepada publik.

Jika keputusannya adalah untuk ditawarkan kepada publik, maka faktor untung dan rugi harus dipertimbangkan. Keuntungan yang bisa diperoleh bila perusahaan melakukan go public diantaranya adalah sebagai berikut  :

  1. Perusahaan dapat memperoleh dana segar dalam jumlah besar dan diterima secara sekaligus. Tentu saja hal ini akan memudahkan manajemen dalam mengatur dan mengalokasikan dana segar yang diperoleh dari publik terlebih kebutuhan dana tersebut ditujukan untuk proyek besar.
  2. Biaya go public termasuk ringan (low of cost of fund) jika dibandingkan dengan sumber pendanaan lainnya seperti meminjam dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya.
  3. Tidak Memiliki kewajiban keuangan secara pasti seperti halnya dengan menerbitkan obligasi, beban finansial berupa dividen, bukan keharusan. Beban dividen sifatnya ditargetkan dengan mengacu kepada laba yang diperoleh perusahaan serta besaran tersebut diputuskan berdasarkan keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bahkan dapat saja perusahaan yang mendapatkan laba namun tidak membagikan dividen karena para pemegang saham sepakat laba yang diperoleh diinvestasikan kembali sebagai modal kerja.
  4. Menjadi perusahaan publik dengan tambahan Tbk., di belakang nama perusahaan menjadi gengsi dan image tersendiri bagi perusahaan. Dengan menjadi perusahaan Tbk., maka perusahaan memiliki akses dana yang lebih terbuka dan lebih luas termasuk akses dana ke luar negeri. Dengan kata lain, perusahaan memiliki harga tersendiri di pasar finansial.
  5. Keuntungan lain yang diperoleh adalah peningkatan publikasi perusahaan. Hal ini terjadi karena secara otomatis perusahaan akan lebih banyak di ekspose media, investor, dan lembaga lainnya.

 

Selain keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dengan menawarkan sahamnya kepada publik, ada juga kerugian-kerugian yang harus ditanggung perusahaan dari go public yaitu :

  1. Biaya laporan yang meningkat.

Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal dan tahunnya harus menyerahkan laporan-laporan kepada regulator. Laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang ukurannya kecil.

  1. Ketakutan untuk diambil alih.

Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan khawatir jika perusahaan going public. Manajer perusahaan publik dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer yang baru jika perusahaan diambil alih.

  1. Membayar Dividen

Salah satu tujuan yang ingin diperoleh para pemegang saham adalah untuk mendapatkan dividen. Atas persetujuan pemegang saham dalam RUPS, perusahaan wajib membagi dividen kepada para pemegang saham secara proporsional.

 

Proses Go Public

Prosedur untuk melakukan go public terdiri dari empat tahapan utama. Pertama adalah persiapan segala sesuatu tentang proses penawaran umum, kedua adalah pengajuan pernyataan pendaftaran dan memperoleh ijin registrasi dari BAPEPAM, ketiga adalah melakukan penawaran umum ke pasar perdana (initial public offering), dimana emiten menawarkan saham ke investor, dan keempat memasuki pasar sekunder dengan mencatatkan efeknya di bursabursa-efek-indonesia.

Persiapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: manajemen harus memutuskan suatu rencana untuk memperoleh dana melalui publik dan rencana ini harus diajukan di rapat umum pemegang saham dan harus disetujui, perusahaan bersangkutan harus menugaskan pakar-pakar pasar modal dan institusi-institusi pendukung untuk membantu di dalam penyediaan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk penawaran ke publik, mempersiapkan kontrak awal dengan bursa, mengumumkan ke publik, menandatangani perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan going public. Setelah semua persiapan yang dibutuhkan sudah diselesaikan dan semua dokumen yang dibutuhkan untuk registrasi di BAPEPAM sudah dikirimkan, berikutnya adalah tugas dari BAPEPAM untuk mengevaluasi usulan going public ini.

Setelah BAPEPAM mendeklarasi keefektifan dari pernyataan registrasi, selanjutnya underwriter dapat menjual saham perdana tersebut di pasar primer.

 




OBLIGASI PILIHAN INVESTASI

 

 

Pasar modal merupakan tempat bertemunya pemilik modal (investor) dan peminjam modal. Metode dalam pasar modal digandrungi banyak investor akhir-akhir ini karena biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari pada sistem perbankan, Karena dapat menghilangkan spread atau selisih antara tingkat bunga pinjaman yang dipinjam oleh perusahaan (emiten) dengan tingkat bunga simpanan investor. Bagi investor, pasar modal dapat memberikan alternativ investasi yang lebih variatif. Sedangkan untuk emiten, pasar modal dapat memberikan sumber pendanaan lain untuk menjalankan operasional perusahaan maupun ekspansi perusahaan. Modal yang diperjualbelikan di pasar modal terbagi menjadi dua bagian, yaitu debt capital (obligasi) dan equity capital (saham)

Obligasi merupakan salah satu sumber pendanaan (financing) bagi Pemerintah dan Perusahaan, yang dapat diperoleh dari pasar modal. Secara sederhana, obligasi merupakan suatu surat berharga yang dikeluarkan oleh penerbit (issuer) kepada investor (bondholder), dimana penerbit akan memberikan suatu imbal hasil (return) berupa kupon yang dibayarkan secara berkala dan nilai pokok (principal) ketika obligasi tersebut mengalami jatuh tempo. Menurut Brigham et al 1999) dalam NI made (2012) Obligasi sering dipandang sebagai investasi yang relatif aman, tetapi tidak tertutup kemungkinan investor mengalami kerugian baik yang berasal dari faktor diluar kinerja perusahaan maupun faktor internal perusahaan, misalnya risiko dana jatuh tempo tidak terbayar tepat waktu.

Pasar obligasi di Indonesia akhir-akhir ini, yang digambarkan oleh besarnya jumlah emiten yang menerbitkan obligasinya dan listed di PT. Pefindo. Dari beberapa sektor usaha di Indonesia, sektor perbankan dan finance yang mendominasi pasar obligasi

Menurut Margaretha (2009) “Seorang pemilik modal yang berniat membeli obligasi, seharusnya sudah memperhatikan tingkagt obligasi tersebut, karena peringkat obligasi memberikan informasi dan memberikan sinyal tentang profitabilitas kegagalan utang suatu perusahaan. Informasi  peringkat obligasi ini bertujuan untuk menilai kualitas kredit dan kinerja perusahaan penerbit. Peringkat ini sangat penting karena dapat dimanfaatkan untuk memutuskan apakah obligasi tersebut layak untuk dijadikan investasi dan mengetahui tingkat resikonya.”

Peringkat obligasi merupakan skala resiko dari semua obligasi yang diperdagangkan. Untuk melakukan investasi pada obligasi, selain diperlukan dana yang cukup, pemilik modal juga memerlukan pengetahuan yang cukup tentang obligasi serta diikuti dengan naluri bisnis yang baik untuk bisa menganalisis dan memperkirakan factor-faktor yang bias mempengaruhi investasi pada obligasi.

Seorang investor yang akan membeli obligasi hendaknya tetap memperhatikan default risk, yaitu peluang dimana emiten akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya (gagal bayar). Menurut Manurung dkk. Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, biasanya mendapatkan peringkat obligasi investment grade (level A), dikarenakan pemerintah dianggap akan mampu untuk melunasi kupon dan pokok hutang saat obligasi jatuh tempo. Namun obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan (corporate bonds), terdapat default risk, yang bergantung pada kesehatan keuangan perusahaan emiten. Untuk menghindari risiko tersebut, investor harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah peringkat obligasi perusahaan emiten.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat obligasi menurut Bringham dan Houston:2009 adalah sebagai berikut:

  1. Berbagai macam rasio-rasio keuangan, termasuk debt ratio, current ratio, profitability dan fixed charge coverage ratio. Semakin baik rasio-rasio keuangan tersebut semakin tinggi rating tersebut.
  2. Jaminan aset untuk obligasi yang diterbitkan (mortage provision). Apabila obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, maka ratingpun akan membaik.
  3. Kedudukan obligasi dengan jenis utang lain. Apabila kedudukan obligasi lebih rendah dari utang lainnya maka rating akan ditetapkan satu tingkat lebih rendah dari yang seharusnya.
  4. Penjamin. Emiten obligasi yang lemah namun dijamin oleh perusahaan yang kuat maka emiten diberi rating yang kuat.
  5. Adanya singking fund (provisi bagi emiten untuk membayar pokok pinjaman sedikit demi sedikit setiap tahun).
  6. Umur obligasi. Cateris Paribus, obligasi dengan umur yang lebih pendek mempunyai risiko yang lebih kecil.
  7. Stabilitas laba dan penjualan emiten.
  8. Peraturan yang berkaitan dengan industri emiten.
  9. Faktor-faktor lingkungan dan tanggungjawab produk.
  10. Kebijakan akuntansi. Penerapan kebijakan akuntansi yang konservatif mengindikasikan laporan keuangan yang lebih berkualitas.

PT Pemeringkat Efek Indonesia, PT Fitch Rating Indonesia dan PT Moody’s Indonesia merupakan 3 perusahaan rating di Indonesia. Pada saat ini perusahaan rating yang lebih dominan yaitu PT. Pefindo karena sering menerbitkan ratingnya ke publik, dan PT. Pefindo juga melakukan kerjasama dengan perusahaan rating luar negri yaitu Standard and Poor. Ada dua tahap yang biasanya dilakukan dalam proses rating, yaitu (1) melakukan review internal terhadap perusahaan yang mengeluarkan instrument utang. (2) Hasil dari review internal tersebut akan direkomendasikan kepada komite rating yang akan menentukan ratong perusahaan tersebut.

 

Obligasi

Pasar modal merupakan tempat bertemunya pemilik modal (investor) dan peminjam modal. Metode dalam pasar modal digandrungi banyak investor akhir-akhir ini karena biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari pada sistem perbankan, Karena dapat menghilangkan spread atau selisih antara tingkat bunga pinjaman yang dipinjam oleh perusahaan (emiten) dengan tingkat bunga simpanan investor. Bagi investor, pasar modal dapat memberikan alternativ investasi yang lebih variatif. Sedangkan untuk emiten, pasar modal dapat memberikan sumber pendanaan lain untuk menjalankan operasional perusahaan maupun ekspansi perusahaan. Modal yang diperjualbelikan di pasar modal terbagi menjadi dua bagian, yaitu debt capital (obligasi) dan equity capital (saham)

Obligasi menurut www.idx.co.id  adalah

“ surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Obligasi merupakan salah satu sumber pendanaan (financing) bagi Pemerintah dan Perusahaan, yang dapat diperoleh dari pasar modal. Secara sederhana, obligasi merupakan suatu surat berharga yang dikeluarkan oleh penerbit (issuer) kepada investor (bondholder), dimana penerbit akan memberikan suatu imbal hasil (return) berupa kupon yang dibayarkan secara berkala dan nilai pokok (principal) ketika obligasi tersebut mengalami jatuh tempo.

Sedangkan menurut Yuswar dan Virna (2012:68)

“Obligasi merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti. “penerbit” obligasi adalah merupakan si peminjam atau debitur, sedangkan “pemegang” obligasi adalah merupakan pembeli pinjaman atau kreditur dan “kupon” obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan.”

Peringkat Obligasi

Menurut Brealey dkk (2009:148) Peringkat obligasi adalah kemampuan sebagian besar obligasi perusahaan dalam membayarkan hutang dan bunganya pada saat jatuh tempo.  Peringkat obligasi adalah opini tentang kelayakan kredit dari penerbit obligasi berdasarkan faktor-faktor risiko yang relevan. Peringkat yang diberikan merupakan sebuah rekomendasi untuk mebeli, menjual, atau mempertahankan suatu obligasi. Opini ini berfokus pada kapasitas dan kemauan penerbit obligasi untuk memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. Opini yang diberikan juga tidak spesifik menunjukan suatu obligasi tetapi untuk perusahaan penerbit obligasi tersebut. Peringkat obligasi tersebut memberikan analisis tentang kelayakan kredit perusahaan sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan finansialdan komersial, seperti negosiasi leasing jangka panjang atau meminimalisasi letter of credit untuk vendor. Selain itu, perusahaan dapat memilih untuk menerbitkan peringkat yang didapatkan pada public atau merahasiakannya.

Sebelum melakukan penjualan obligasi, kebanyakan korporasi akan meminta lembaga pemeringkat untuk memberikan peringkat. Dalam proses pemeringkatan ini, hal yang paling penting adalah pertemuan dengan manajemen korporat. Pertemuan ini dimaksudkan untuk melakukan review yang detail terhadap rencana operasional dari finansial perusahaan, kebijakan manajemen, dan factor-faktor kredit lain yang dapat memengaruhi peringkat. CFO dan CEO perusahaan biasanya mewakili manajemen dalam pertemuan yang dijadwalkan beberapa kali ini. Pada umumnya, lembaga pemeringkat akan menerima laporan keuangan yang sudah diaudit, laporan keuangan interim, deskripsi tentang kegiatan operasi dan produk perusahaan, dan draft pernyataan registrasi.

Peringkat obligasi akan memengaruhi tingkat pengembalian obligasi yang diharapkan oleh investor,, semakin buruk peringkat suatu obligasi, maka akan semakin tinggi pula tingkat pengembalian hasil yang akan dituntut investor atau suatu obligasi. Obligasi berperingkat rendah akan menyediakan tingkat kupon yang sangat tinggi. Sebaliknya obligasi dengtan peringkat tinggi menandakan bahwa kualitas obligasi tersebut bagus sehingga dapat memberikan tingkat kupon yang rendah.




Introduction Portfolio Investment

images

 

Apa yang Anda pikirkan jika akan berinvestasi?

Anda akan melepaskan dana tunai yang ada dalam genggaman  menjadi  asset dalam bentuk lain, yang anda perkirakan akan menghasilkan lebih dari yang anda miliki sekarang?

Jika akan menjadi calon investor  harus sudah siap berinvestasi dengan sejumlah dana tunai dimana  dalam dunia investasi  dipenuhi dengan ketidakpastian. Perlu diketahui  dan disadari setiap investor  akan lumrah melakukan kesalahan dalam mengambil langkah keputusan sehingga mengalami kerugian.  Yang perlu kita pahami adalah kita harus belajar dari kesalahan yang pernah kita lakukan.

Dalam investasi dikenal : Don’t put your eggs on one basket. Jangan letakkan semua telur dalam satu keranjang. Jika Anda meletakkan semua telur anda di dalam satu keranjang dan keranjangnya jatuh, kemungkinan besar telur dialamnya akan pecah semua. Tetapi jika telurnya disimpan dalam beberapa keranjang, jika satu keranjang jatuh, mungkin keranjang yang lain tidak terjatuh. Inilah konsep diversifikasi  dalam dunia investasi. Jadi dengan membagi  alokasi dana pada berbagai instrument investasi atau pada instrument yang sama tetapi pada berbagai sektor akan mengurangi risiko kegagalan dalam berinvestasi. Hal ini biasa dideskripsikan jika nilai suatu investasi mengalami kerugian, investasi yang lain bisa saja mengalami keuntungan, sehingga bisa mengurangi kerugian investasi yang lebih jauh..

 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika membeli instrumen investasi :

  1. Beli instrument investasi yang anda mengerti.

Biasanya sales atau broker suatu perusahaan investasi akan menyampaikan   hasil investasi yang menggiurkan,  iming-iming hasil keuntungan yang  penuh pesona, tetapi  sebetulnya belum tentu cocok untuk anda.  Kenali seluk beluk investasi yang ditawarkan, harus dikenali track record perusahaan atau kinerja perusahaan atau sifat dari instrument itu sendiri.

  1. Perhitungkan risiko dalam instrumen investasi

Kenali instrument investasi yang akan dipilih. Semua investasi selain menawarkan potensi keuntungan akan ada potensi risiko yang terselubung. “there is no free lunch in this life”.  Besarnya risiko sangat bervariasi, risiko di bursa saham sangat variatif,lain lagi jika investasi di obligasi atau pada reksadana. Harus diketahui seberapa besar volatilitas atau potensi fluktuasi nilai investasi yang akan  dipertimbangkan atau ditoleransi. Sangat penting mengetahui seberapa besar toleransi  terhadap risiko. Dalam investasi dikenal “high risk-high return

  1. Kenali investasi yang membebankan komisi dan biaya manajemen yang tinggi.

Ada beberapa investasi yang dilakukan pialang /broker yang mengenakan biaya komisi cukup tinggi. Belum tentu investasi yang komisinya tinggi memberikan hasil lebih tinggi jika dibandingkan dengan investasi sejenis dengan komisi yang lebih rendah.

  1. Keputusan melakukan investasi pada saat yang tepat.

Melakukan pembelian atau penjualan instrumen harus dilakukan dengan pikiran yang jernih dan tenang, untuk menghindari kekalutan karena kondisi volatilitas bursa yang begitu cepat berubah, dibutuhkan konsentrasi yang cukup tenang, supaya tidak terjadi kerugian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

  1. Analis dan Para Pakar dapat melakukan kesalahan prediksi

Tidak satupun tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan ng. Pelajari  data masa kini dan juga masa yang lalu.

  1. Dana Investasi bukan dana untuk berjaga jaga

Pisahkan dana investasi dari dana yang sebetulnya akan digunakan / dibutuhkan  dalam keadaaan darurat. Akan berisiko jika dana darurat digunakan untuk investasi, apalagi investasinya ternyata mengalami kerugian.