Bisnis Palugada Jaman Now

Bisnis Palugada Jaman Now

Oleh Mardiana Sukardi. Kira-kira nie gambaran bisnis sudah seperti palugada, apa yang lu mau gua ada. Kita lihat ilustrasinya ya. Dulu harus datang ke agen perjalanan untuk pesan tiket, kalau beruntung karena sudah langganan bisa telepon dulu baru transfer. Trus berikutnya lebih mudah pesan tiket via web, karena mobilitas tinggi, maka dibuat dalam bentuk App yang dapat diakses dengan perangkat mobile (gadget). Awalnya cuma tiket pesawat yang ditawarkan, tapi kan gak semua orang belinya tiket pesawat, kayak Budos sebagai penggemar kereta api, jadi sekarang tiket kereta pun bisa dipesan secara online.

Seringkali kalau bepergian ke luar kota butuh penginapan juga kan, so yang awalnya hanya jualan tiket, mulailah memberikan penawaran penginapan, jadilah hotel, homestay, dst masuk dalam aplikasi. Trus klo sudah di luar kota, pengen tahu dong ada tempat makan ato tempat piknik apa gitu yang menarik di situ, okelah lengkapi sekalian dengan pilihan paket wisata.

Tempat wisata sudah dipilih, resto paling kekinian sdh di-booking, trus gimana caranya sampe sana. Tutul-tutul aplikasi, oh ternyata bisa pesan mobil/motor sekalian. Tinggal duduk manis, dianter ke tempat sesuai lokasi yang terpampang di layar supirnya.

Udah sampe ke tempat wisata, hasil selpi udah pas manteb, posisi bagus, kliatan langsing (ini penting banget, klo gak bisa hapusin foto lagi :D) eh paket data abis. Pigimane bisa unggah di medsos, klo postingan Late Post rasanya kurang greget. Oke so jualan sekalian paket datanya malah lebih murah daripada beli langsung ke providernya. Udah posting nie, eh keingetan program promo klo posting foto piknik dan di-tag ke IG-nya si App, bisa dapat bonus poin buat next transaksi.

Mungkin ini gambaran singkat konsep Palugada untuk bisnis jaman now. Cukup dengan satu aplikasi, kelar satu urusan sampe selesai. Gak punya duit cash, bayar pake debet. Ah saldo menipis nie pakailah kartu kredit, eh ada program cicilannya loh, mayanlah bisa nafas. Tapi gw gak punya kartu kredit nie, don’t worry be happy sudah banyak aplikasi yang menyiapkan cicilan tanpa kartu kredit. Dan…., selanjutnya kita tunggu lagi, yang pasti perubahan itu tidak dapat dihindari. Teknologi yang mengubah gaya hidup, atau gaya hidup yang menuntut perubahan teknologi. Nikmati saja sambil ngopi…., selamat sore.

Gambar diambil dr Google




Smart Tourism

Oleh Mardiana Sukardi
Sepertinya kata “smart” ini sedang tren ya. Yang pasti setelah istilah smartphone yang menuntut penggunanya menjadi smart user, kemudian yang cukup terkenal lainnya adalah “smart city”. Menyusul smart city maka kata “smart” ini sekarang ini digabungkan dengan “tourism”. Lalu seperti apakah Smart Tourism ini. Pada prinsipnya kata “smart” ini mengandung kemampuan dalam mengambil keputusan yang diujungnya adalah untuk peningkatan kualitas hidup. Nah, tourism ini pun sedang laris diperbincangkan. Karena Negara Indonesia ini bak gadis seksi yang tak bosan untuk dibahas. Nah, sebagai orang yang suka jalan-jalan, plus punya background di bidang IT, tentulah kombinasi Smart Tourism ini menarik untuk dibahas.

Disimpulkan dari beberapa referensi yang dikumpulkan, maka salah satu kemampuan dari Smart Tourism adalah memberikan beberapa pilihan kepada user berdasarkan profile atau data yang sudah dikumpulkan, atau preferensi yang diinginkan oleh user. Dengan bantuan TI, maka profile dan data yang sudah ada, akan membantu para traveler untuk memilih kegiatan atau alternatif kegiatan lain, apabila itinerary yang sudah disusun tidak dapat terlaksana karena suatu hal, misal karena kendala cuaca. Kita ambil contoh, pariwisata di Indonesia ini salah satu yang sangat diminati adalah wisata budaya. Misalnya, seorang traveler berencana untuk mendatangi suatu pentas tari yang diselenggarakan di panggung terbuka. Tentunya acara ini tidak jadi dilaksanakan apabila turun hujan. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh traveler? Dengan adanya aplikasi yang berbasis smart tourism ini, maka traveler akan diberikan beberapa alternatif tempat lainnya yang sesuai dengan profilnya, atau peminatannya di bidang budaya ini.

Contoh lain, selain wisata budaya, maka wisata alam bawah laut (under water) juga merupakan salah satu wisata andalan di Indonesia. Pengalaman yang pernah penulis rasakan adalah ketemu dengan salah seorang turis dari Australia yang datang ke Labuan Bajo untuk menyelam. Sambil berbincang, penulis sampaikan bahwa di NTT ada juga Pulau Alor yang justru lebih terkenal dengan keindahan bawah lautnya. Dan turis tersebut merasa belum pernah mendengar Pulau Alor tersebut. Sangat disayangkan, dengan posisinya yang ada di Labuan Bajo, dan hanya dengan penerbangan lokal saja sebenarnya sudah dapat mencapai Alor. Hal ini disebabkan karena integrasi data yang belum optimal. Diharapkan dengan smart tourism ini, maka para penyelam yang berada di Labuan Bajo, dapat mengakses informasi spot diving terdekat dan bagaimana akses menuju kesana.

Mungkin inilah sekilas tulisan mengenai Smart Tourism, yang tentunya sangat tepat diaplikasikan untuk peningkatan pariwisata di Indonesia. Akan tetapi kemudahan untuk mendapatkan info tentunya tetap disertai dengan perbaikan fasilitas, infrastruktur, dan keramahan warga. Hal ini yang akan membuat turis atau traveler tidak segan meneruskannya ke orang terdekat. Itung-itung untuk memperlancar usaha marketing. Salam piknik :D.




Media Sosial dalam Bisnis Bagian 2: Amankah menggunakan Medsos?

Oleh Mardiana Sukardi

Tulisan kedua ini masih berbicara mengenai penggunaan media sosial untuk kegiatan bisnis. Selain mudah dan murah, selanjutnya yang perlu diperhatikan apakah juga aman? Silakan lanjut tulisan di bawah.

Beberapa alasan yang dikemukan dengan penggunaan media sosial dalam perusahaan mengerucut menjadi kemudahan penggunaan dan adopsinya. Bahkan menurut Treem dan Leonardi (2012), dibandingkan dengan bentuk komunikasi lain yaitu email atau instant messaging, media sosial memiliki beberapa kelebihan yaitu: visibility, persistence, editability (mudah untuk disunting), dan association.

Bagi perusahaan atau organisasi, media sosial menyediakan cara baru bagi perusahaan dan karyawannya untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan calon pelanggan, ataupun kepada sesama rekan kerja. Disadari atau tidak maka dalam media sosial ini terjadi pertukaran informasi yang cukup besar. Mengingat bahwa informasi juga menjadi sebagian aset dari perusahaan, maka muncul suatu pertanyaan bagaimana keamanan pertukaran informasi melalui media sosial tersebut. Hal ini yang kemudian menjadi isu dalam penggunaan media sosial dalam kontek organisasi.

Isu potensi adanya ancaman ini dapat muncul karena ketidak tahuan atau kurang sadarnya karyawan dari perusahaan ini sendiri ketika mereka berbagi informasi melalui media sosial, dan ancaman ini dianggap lebih berbahaya daripada ancaman dari pihak luar perusahaan (Hekkala dkk, 2012). Lebih lanjut lagi, risiko akan meningkat apabila perusahaan tidak memiliki kontrol dalam mengatur distribusi informasi melalui media sosial yang dilakukan baik secara internal maupun eksternal.

Jakarta, 28 Februari 2017




Media Sosial dalam Bisnis Bagian 1 – Mengapa Media Sosial?

Oleh: Mardiana Sukardi
Berikut adalah tulisan pertama dari beberapa tulisan (berseri) yang berkaitan dengan penggunaan media sosial yang marak dalam kegiatan bisnis. Kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial tentunya juga memiliki dampak atau risiko yang perlu dipertimbangkan dan diantisipasi dari awal. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan pelaku bisnis yang menggunakan media sosial dalam kegiatan bisnisnya.

—————————————-

Banyak perusahaan atau organisasi menggunakan berbagai macam media sosial untuk menjangkau para pelanggan dan calon pelanggan, dalam menjual produk dan jasanya. Perbankan dan perusahaan keuangan atau asuransi, jasa layanan konsultan, ticketing/travelling, dan lain sebagainya, baik perusahaan berskala kecil, menengah, sampai enterprise. Sehingga dalam perkembangannya media sosial sangat memungkinkan menjadi enterprise’s official presence bagi suatu perusahaan (Cunningham, 2011). Yaitu, di mana kehadiran sosial media ini mewakili kehadiran perusahaan atau organisasi dalam menjalin komunikasi dan menyampaikan informasi kepada para stake holder.

Dibandingkan dengan website, yang lebih dulu digunakan oleh banyak perusahaan atau organisasi, maka informasi yang disampaikan ke stake holder akan lebih cepat diterima dengan melalui media sosial. Informasi yang disampaikan dalam website hanya akan dapat dibaca oleh stake holder, apabila mereka membuka website tersebut, yang dikenal dengan istilah pull technology. Sedangkan informasi melalui media sosial akan dengan sendirinya muncul pada layar timeline sosial media yang digunakan oleh stake holder atau dikenal dengan istilah push technology.

Informasi yang dirilis oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada bulan Oktober 2016 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dari total penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta. Berarti sekitar 51,8% penduduk Indonesia sudah menggunakan internet, dengan konsentrasi paling besar ada di Pulau Jawa, yaitu sekitar 86,3 juta orang. Dari penelitian yang dilakukan APJII ini juga terlihat bagaimana perilaku pengguna internet di Indonesia, salah satunya berkaitan penggunaan media sosial. Tiga media sosial yang paling banyak digunakan adalah Facebook (71,6 juta), Instagram (19,9 juta), dan Youtube (14,5 juta). Jumlah pengguna Facebook di Indonesia yang mencapai angka 71,6 juta ini, tentunya akan terus bertambah, dan menjadikan Facebook sebagai media sosial yang paling banyak digunakan.

Ke depannya jumlah pengguna media sosial ini makin bertambah dengan adanya penetrasi mobile phone yang makin tinggi. Jumlah pengguna Facebook di Indonesia yang menggunakan mobile phone ini diperkirakan mencapai 92,4%. Meskipun Twitter tidak masuk dalam 3 besar media sosial yang disampaikan pada data APJII, tapi penggunaannya pun cukup tinggi. Data penggunaan Twitter yang dirilis oleh Twitter (2015) menunjukkan adanya kenaikan jumlah tweet per hari. Pada tahun 2007 jumlah tweet mencapai 5.000 tweet per hari, dan meningkat menjadi 300 ribu tweet per hari pada tahun 2008. Jumlah ini meningkat menjadi 2,5 juta tweet per hari tahun 2009, dan pada tahun 2015 jumlah tweet per hari mencapai 50 juta, atau 600 tweet per detik. Dan untuk sosial media berbasis video Youtube mencatatkan angka 2 juta views per harinya.

Ada banyak alasan dan motivasi berkembangnya media sosial saat ini, utamanya adalah bahwa knowledge workers dapat berkontribusi dan berbagi pengetahuan dengan lebih mudah. Dan dengan berkembangnya teknologi Web 2.0, maka penggunaan sosial media lebih mudah diadaptasi oleh pengguna internet, yang juga bagian dari stake holder suatu perusahaan. Kelebihan yang diberikan oleh teknologi Web 2.0 memungkinkan para pengguna media sosial untuk mengunggah informasi sendiri pada akun media sosial yang dimiliki. Hal ini yang belum diakomodir oleh teknologi web sebelumnya, dimana perubahan halaman web hanya bisa dilakukan oleh admin web saja. Sekarang ini, semua pengguna yang tidak memiliki latar belakang di bidang Teknologi Informasi pun dapat dengan mudah mengunggah informasi pada laman media sosialnya.

Selain itu, disamping kemudahan penggunaan yang menyebabkan perkembangan media sosial melesat, ada isu yang muncul berkaitan dengan penggunaan media sosial sebagai enterprise’s official presence suatu perusahaan atau organisasi. Isu yang pertama adalah bagaimana melindungi organisasi dari risiko keamanan baik informasi internal atau eksternal, termasuk di dalamnya adalah netiquette (etika dalam berinternet). Sudah bukan rahasia lagi kalau media sosial banyak digunakan dalam tindak kejahatan. Berbagai macam jenis penipuan, penyebaran informasi palsu, dan komentar yang negatif akan memberikan dampak terhadap suatu perusahaan. Kegiatan ini dapat saja dilakukan oleh perusahaan pesaing, pelanggan yang tidak puas, atau bahkan dari karyawan perusahaan itu sendiri. Dengan demikian perusahaan yang menggunakan media sosial tentunya harus dapat dengan baik mengelola penggunaan media sosial ini. Karena apabila tidak dikelola dengan baik, beberapa risiko yang muncul akan jauh menghabiskan tenaga dalam menanganinya, daripada keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan media sosial.

Sehingga yang paling utama dilakukan oleh perusahaan sebelum menggunakan media sosial adalah memilih media sosial yang paling tepat sebagai partner dalam branding maupun dalam kegiatan marketing dan sales. Dan yang harus dilakukan oleh perusahaan pengguna media sosial adalah memetakan dari awal risiko apa saja yang akan muncul, sehingga dapat dipersiapkan sedini mungkin hal-hal untuk mengantisipasi risiko tersebut.
(bersambung)

Jakart, 24 Februari 2017




Netiquette Part 2: Berbagi info boleh? Boleh, tapi ada etikanya.

Oleh: Mardiana Sukardi
Seringkali kita menemukan ada artikel atau tulisan yang bagus di internet. Dan kita ingin membagikan atau meneruskan artikel atau tulisan tersebut dalam akun media sosial kita. Sebelum itu maka perhatikan etikanya terlebih dahulu.

Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk meneruskan tulisan tersebut:
1. Gunakan fitur Bagikan atau Share yang biasanya ada di bagian bawah tulisan. Dengan cara ini, maka link tulisan tersebut akan masuk dalam dinding akun kita. Cara ini paling aman, karena tidak ada bagian yang tertinggal. Sertakan pula caption yang sesuai dan apabila memungkinkan mentioned si penulis atau sertakan namanya. Tapi cara ini ada sedikit kelemahan, karena pembaca yang tertarik, perlu harus membuka tautan tersebut. Dan hal ini tergantung dari koneksi internet yang dimiliki.

2. Cara berikutnya adalah menyalin isi tulisan dalam dinding media sosial kita. Memang pembaca akan lebih mudah saat ingin membacanya. Tapi yang sangat perlu diperhatikan adalah, sebelum kita tekan Post, pastikan tidak ada bagian tulisan yang tertinggal. Tidak ada bagian yang diubah ato dikurangi, karena bisa mengubah arti keseluruhan tulisan. Hal tersebut sangat tidak baik untuk dilakukan. Tulis di bagian atas bahwa ini adalah tulisan dari siapa. Dari sejak awal kita harus jujur bahwa ini bukan tulisan kita. Seringkali kita lihat ada suatu tulisan, setelah kita baca habis, baru di bawah kita tahu ternyata ini bukan tulisan si pemilik akun. Mari kita hargai sejak awal kepemilikan tulisan tersebut.

Okay, sekarang kalau sudah tahu etikanya, mari berbagi informasi yang baik dan benar.

Jakarta, hujan di akhir Januari 2017




Netiquette Part 1: Jangan jadi one click killer

Oleh: Mardiana Sukardi
Peringkat literasi Indonesia berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti (World’s Most Literate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016). Dan selama setahun (2016) Indonesia menghasilkan 4,1 Milyar cuitan (belum termasuk medsos lain dan WA Group). Jadi gak heran juga dengan segala kegaduhan saat ini, ketika banyak orang yang “tidak suka membaca” tapi “suka sekali berbicara”.

Ada 3 kata kunci sederhana yang bisa kita aplikasikan klo kita memang berniat TIDAK mau menjadi bagian dari kegaduhan saat ini: True AND Good AND Useful. Kenapa Budos menggunakan operator AND diantara True, Good, Useful? Karena di dalam eksekusi program, operator AND mengharuskan ketiga kondisi tersebut dipenuhi.

Kalau diperhatikan, fenomena Group WA akhir-akhir ini orang jarang sekali melakukan filter akan berita yang akan diteruskan di Group. Buat sebagian orang yang penting nyampah dulu, benar ato tidak itu belakangan. Ajakan untuk tabayyun, cek dan ricek sebelum posting justru dianggap menggurui apalagi klo mereka itu lebih tua. Apapun yang diposting tanpa tabayyun terlebih dahulu, bukan hanya perkara hoax. Tapi juga nyawa seseorang. Beranikah bertanggung jawab kalau apa yang kita bagikan ternyata bukan berita yang benar, yang akhirnya akan berujung pada nasib seseorang? Silakan dipikir kembali, apakah itu benar? Apakah itu baik? Apakah itu bermanfaat? Kalau anda yakin, IYA, silakan dilanjutkan. Dan lengkapi dengan segala tanggung jawab dan konsekuensinya.

Nah, silakan cek dan ricek timeline medsos dan group wa pagi ini. Apakah sudah berubah menjadi “tempat sampah”? Silakan, bebersih dulu akun-akun dan group-group yang sekiranya tidak menambah erat silaturahmi antar umat, dan hanya sebagai penyebar berita yang belum sepeuhnya benar. Bukankah kebersihan juga bagian dari iman?

Jakarta, Januari 2017




Tata Kelola Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi

Keterlibatan teknologi informasi (TI) dalam dunia pendidikan bukan lagi dianggap sebagai pilihan, tetapi sudah menjelma menjadi kebutuhan mutlak yang harus dimiliki oleh perguruan tinggi, apabila ingin meningkatkan kualitas pelayanan kepada para stakeholder dan meningkatkan keunggulan bersaing (competitive advanced). Peran TI adalah sebagai enabler atau alat yang memungkinkan perguruan tinggi menciptakan proses pendidikan yang lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat (cheaper-better-faster). Sebagai back office, TI digunakan untuk mendukung proses administrasi penyelenggaraan pendidikan tinggi atau kegiatan operasional. Sebagai front office, semua informasi yang berkaitan dengan perguruan tinggi tersebut dapat diakses kapan dan dimana saja oleh para stakeholders yang membutuhkannya. Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan berbasis TI sebagai salah satu cara bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas penyelenggaran pendidikan.

TI juga harus selaras dan mendukung visi, misi, serta tujuan perguruan tinggi, sehingga diperlukan sistem tata kelola yang baik (IT Governance). Tata kelola TI didefinisikan sebagai struktur hubungan dan proses untuk mengarahkan dan mengontrol suatu institusi (perguruan tinggi) dalam mencapai tujuannya dengan menambahkan nilai dan menyeimbangkan resiko terhadap teknologi informasi dan proses-prosesnya. Tata kelola ini mencakup proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology)
COBIT adalah salah satu metodologi yang memberikan kerangka dasar dalam menciptakan sebuah teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dengan tetap memperhatikan faktor-faktor lain yang berpengaruh. Pada dasarnya COBIT dikembangkan untuk membantu memenuhi berbagai kebutuhan manajemen terhadap informasi dengan menjembatani kesenjangan antara resiko bisnis, kontrol, dan masalah teknik. COBIT memberikan satu langkah praktis melalui domain dan framework yang menggambarkan aktivitas IT dalam suatu struktur dan proses yang dapat disesuaikan. Dalam COBIT terdapat pedoman manajemen yang berisi sebuah respon kerangka kerja untuk kebutuhan manajemen bagi pengukuran dan pengendalian TI dengan menyediakan alat-alat untuk menilai dan mengukur kemampuan TI perusahaan untuk 34 proses TI.

Pada dasarnya kerangka kerja COBIT terdiri dari 3 control objectives, yaitu activities dan tasks, process, dan domains. Activities dan tasks merupakan kegiatan rutin yang memiliki konsep daur hidup, sedangkan tasks merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpisah. Selanjutnya kumpulan activity dan tasks ini dikelompokkan ke dalam proses TI yang memiliki permasalahan pengelolaan TI yang sama dikelompokkan ke dalam domains. COBIT terdiri dari 34 high-level control objectives, satu untuk setiap proses TI dan dikelompokkan ke dalam 4 domain, yaitu: 1) Plan and Organise (PO), mencakup masalah mengidentifikasikan cara terbaik TI untuk memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan bisnis organisasi; 2) Acquire and Implement (AI), menitikberatkan proses pemilihan, pengadaan, dan penerapan TI yang digunakan. Pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan harus disertai dengan solusi-solusi TI yang sesuai, dan solusi tersebut diadakan, diimplementasikan dan diintegrasikan ke dalam proses bisnis organisasi; 3) Delivery and Support (DS), menitikberatkan pada teknis-teknis yang mendukung terhadap proses pelayanan TI; and 4) Monitor and Evaluate (ME), dikonsentrasikan pada pengawasan dan evaluasi penerapan TI.

Maturity Models
COBIT mempunyai model kematangan untuk mengontrol proses-proses TI dengan menggunakan metode penilaian/scoring sehingga organisasi dapat menilai proses-proses TI yang dimilikinya (dari skala 0 sampai 5). Maturity Models yang ada pada COBIT dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan adanya maturity level models, maka organisasi dapat mengetahui posisi kematangan tata kelola teknologi informasinya. Semakin optimal suatu organisasi dalam mengelola sumber daya teknologi informasinya, akan semakin tinggi nilai akhir tingkat kematangan yang diperoleh.

Jakarta, 13 Oktober 2016

itg




10 RULES FOR A BLESSED DAY

Sebenarnya tulisan ini sudah lama tersimpan di komputer. Sayang kalau hanya sekedar disimpan, jadi lebih baik dibagi saja, supaya lebih banyak orang yang bahagia. Have a great day 😀

1. TODAY I WILL NOT STRIKE BACK . . .
If someone is rude, if someone is impatient, if someone is unkind, I will not respond in a like manner.

2. TODAY I WILL ASK GOD TO BLESS MY ‘ENEMY’
If I come across someone who treats me harshly or unfairly, I will quietly ask God to bless that individual. I understand “enemy” could be a family member, neighbor, co-worker or stranger.

3. TODAY I WILL BE CAREFUL ABOUT WHAT I SAY . . .
I will carefully choose and guard my words being certain that I do not spread gossip.

4. TODAY I WILL GO THE EXTRA MILE . . .
I will find ways to help share the burden of another person.

5. TODAY I WILL FORGIVE . . .
I will forgive any hurts or injuries that come my way.

6. TODAY I WILL DO SOMETHING KIND FOR SOMEONE, (BUT I WILL DO IT IN SECRET . . .)
I will reach out anonymously and bless the life of another.

7. TODAY I WILL TREAT OTHERS THE WAY I WISH TO BE TREATED . . .
I will practice the golden rule. “Do Unto others as I would have them do unto me”- with EVERYONE I encounter.

8. TODAY I WILL RAISE THE SPIRITS OF SOMEONE WHO IS DISCOURAGED . . .
My smile, my words, my _expression of support, can make the difference to someone who is wrestling with life.

9. TODAY I WILL NURTURE MY BODY . . .
I will eat less . . . I will eat only healthy foods. I will thank God for my body.

10. TODAY I WILL GROW SPIRITUALLY . . .
I will spend a little more time in prayer today. I will begin reading something spiritual or inspirational; I will find a quiet place (at some point during this day) and listen to God’s voice.

Remember, today is a gift from God so treat it preciously
— Author Unknown




Apakah Anda “Kurang Piknik”? Mari kita lihat

Kita sering kali mendengar istilah “Kurang Piknik” ini. Nah menurut saya, istilah ini bisa mempunyai 2 arti. Apa itu, yuuuk kita simak.

1. Kurang Piknik, dalam arti yang sebenarnya, alias jarang banget ato malah gak pernah piknik/jalan-jalan. Dari suatu artikel yang pernah saya baca orang yang sering jalan-jalan itu biasanya lebih bahagia. Rada subyektif sih ya, tapi bisa jadi karena ada jeda antara kesibukan yang kadang menuntut waktu lebih dari 24 jam. Ada waktu buat tarik nafas lebih panjang, lurusin kaki, sekaligus tebar mata untuk menikmati betapa Allah telah menciptakan berbagai keindahan di muka bumi ini. Siapa sih yang gak bahagia?
Tapi piknik gak selalu diartikan jalan ato travelling jauh, mahal, dan perlu persiapan yang super ribet. Buat saya pribadi piknik suah jadi kebutuhan primer, klo lama gak piknik bawaannya bisa makan orang wkwkkkw… Cuma apakah piknik menurut saya itu harus selalu jauh? Enggak juga, mudik buat saya adalah piknik, jjs ke Tanah Abang, Thamcit, ato bahkan mengunjungi pameran di JCC, walau pulang gak nenteng apapun buat saya itu piknik. Plesir ke Kota Tua, masuk musium, ketemu komunitas kain, dan hunting kuliner, lain sebagainya, itu pun masuk kategori piknik. Pokoknya sesuatu yang menyenangkan, keluar dari rutinitas pekerjaan harian. Ketemu teman, foto-foto, plus suguhan udang gorengnya bu Parjo pun berasa nikmat pikniknya. Otot sudah kendor, nafas sudah lega, dan setiap Senin siap buat ngamen lagi :D.

2. Kurang Piknik yang lain artinya kurang wawasan, kurang baca, kurang mau cari tahu info yang sesungguhnya, atau bahkan kurang gaul. Biasanya orang kurang piknik dalam artian ini punya kecepatan jempol di atas rata-rata kecepatan otaknya. Share dulu, urusan bener apa enggak itu urusan belakangan, kadang malah lupa udah share apa aja (saking banyaknya yang di-share dan gak tau isinya). Kecanggihan gadget yang ditenteng kemana-mana pun tidak meningkatkan keinginannya untuk sedikit capek mencari tahu kebenaran berita sebelum diteruskan. Orang kurang piknik semacam ini biasanya sumbunya pendek, gampang meledak untuk hal-hal yang kadang gak penting cuma gegara judul suatu tulisan (baca: judul doang gak mau baca isinya). Sebenarnya dibanding dengan orang yang kurang piknik dalam artian sebenarnya, kurang piknik yang ini lebih bahaya. Kenapa? Sering kali setiap share berita yang akhirnya terbukti gak bener atau Hoax, si orang kurang piknik seperti ini jarang banget mau menarik atau merevisi apa yang sudah terlanjur diworo-woro itu, apalagi boro-boro minta maaf. Nah, loo….

Nah, sekarang sudah Kamis, besok Jumat, besoknya lagi weekend dong (klo saya mah blum, masih ada ngamen sampe sabtu buat nambah-nambah biaya piknik hahhaha….). Silakan buat rencana buat piknik. Inget ya, gak perlu jauh-jauh juga, coba deh siapa tau ternyata 200 meter dari rumah kita ada taman bagus buat cuci mata, yang selama ini gak kliatan karena saking sibuknya kita.

Selamat menjelang weekend, jangan lupa bahagia ya 😀




Terjebak dalam “Kotak Sampah”

Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman yang pernah saya alami saat menggunakan salah satu media sosial yang saya pakai. Analoginya begini, ada seseorang yang membuang sampah di halaman rumah saya. Saya pun keberatan, dan meminta yang bersangkutkan untuk mengambil kembali sampahnya, sambil mengingatkan bahwa buang sampah di halaman orang lain itu tidak benar etikanya. Alih-alih mengambil sampahnya, orang tersebut malah menuduh saya tidak suka dengan isi sampah tersebut. Sekali lagi saya sampaikan, bahwa saya tidak peduli dengan isi bungkusan sampah tersebut, tapi tindakannya membuang sampah di rumah orang lain itu bukan tindakan yang baik. Orang tersebut menjadi kalap, dan menimbuni rumah saya dengan sampah-sampah yang lain. Dan ternyata dia adalah orang yang memang suka membawa-bawa sampah kemana-mana.

Pada titik ini saya ingat satu hal yang pernah dipelajari pada mata kuliah Jaringan Komputer, yaitu Protokol. Protokol adalah seperangkat aturan yang disepakati oleh semua pengguna jaringan, sehingga apapun jenis perangkat seluler yang digunakan semua masih tetap dapat komunikasi. Nah, dalam contoh di atas, saya dan dan tetangga tersebut sudah dalam protokol yang berbeda. Bagi saya etika itu penting, buat dia don’t care. Protokol yang berbeda, ditambah dengan “agenda pribadi” seringkali bikin jaka sembung naik gojek, gak nyambung jek :D. Akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi komunikasi itu, karena hanya akan membuang waktu.

Sedikit kembali ke sejarah munculnya media sosial. Pada awalnya orang menggunakan website untuk menyebar luaskan informasi. Akan tetapi informasi melalui web hanya akan dapat dibaca kalau orang tersebut membuka website tersebut (disebut dengan Pull Technology). Sedangkan teknologi Web 2.0 yang diadopsi oleh media sosial, memungkinkan informasi muncul di timeline media sosial kita tanpa kita minta (dikenal dengan istilah Push Technology). Apakah semua informasi yang muncul itu sesuai dengan yang kita butuhkan? Belum tentu, atau kadang malah informasi yang tidak kita sukai juga. Lama-lama laman media sosial kita seperti “timbunan sampah”. Dan informasi yang justru mungkin berguna buat kita tertutup oleh sampah tersebut.

Berita baiknya adalah, beberapa media sosial akhirnya melengkapi dengan fitur yang membantu kita untuk memilih informasi apa saja yang akan muncul di timeline kita. Misal Hide Post dan Unfollow, yang walau mungkin tidak dapat mengurangi semuanya, tapi setidaknya informasi yang masuk ke timeline kita bisa lebih terseleksi.

Apa kejadian ini hanya menimpa media sosial saja? Tidak! Saat ini ada yang lebih parah, yaitu Group Whatapp (WA). Terkadang group hampir mirip tempat sampah, semua informasi yang diterima, dengan mudah disebarkan, tanpa melihat apakah informasi tersebut diperlukan oleh anggota group, atau bahkan hoax sekalipun. Apalagi dengan embel-embel kalimat “siapa tahu ada yang memerlukan” atau “silakan untuk dicek kembali”, seolah-olah si pengirim pesan sudah merasa bebas dari kewajiban untuk melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut. Dan maaf, group-group yang anggotanya bahkan orang-orang terdidik atau mempunyai latar belakang IT pun tidak luput dari fenomena seperti ini. Dan yang lebih parah, kadang kita “terjebak” dalam group-group tersebut, karena untuk keluar dari group tersebut rasanya tidak mungkin atau tidak enak. Bisa jadi itu group kolega kerja, keluarga, atau alasannya lainnya. Itulah kenapa saya ambil judul “terjebak dalam kotak sampah”.

Mungkin saya sedikit mengingatkan, bahwa Netiquett (etika dalam berinternet) itu menyatakan bahwa etika yang berlaku di dunia nyata itu juga berlaku di dunia maya. Hanya karena tidak bertemu secara fisik, bukan berarti orang bisa semena-mena bertindak di dunia maya. Sopan santun, norma, dan kaidah lainnya pun berlaku. Komunikasi yang sifatnya kasual di dunia maya pun, tetap harus mengikuti tata krama yang baik. Apalagi, apapun yang diposting di laman media sosial kita atau informasi yang kita teruskan di group, tentunya mencerminkan karakter orangnya. Tentunya kita tidak mau kan, disebut sebagai penyebar “sampah” :D.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menggunakan media sosial ini dengan cerdas. Jadi kalau sekarang semua orang sudah gampang menggunakan smartphone, ya jangan hanya phone-nya aja yang “smart”, pemilik atau penggunanya pun harus “smart”, bukan begitu? 😀 Mungkin hal-hal yang sudah sering kita dengar ini bisa kita praktekkan, sebelum meneruskan informasi baik di laman media sosial maupun group:

1. Cek relevansi informasi dengan group yang kita ikuti. Apakah group yang kita ikuti sifatnya homogen atau anggotanya heterogen. Misal mengirim pesan yang disertai dengan ayat-ayat Al Quran yang panjang, mungkin kurang pas kalau dikirim ke group yang anggotanya heterogen. Sedangkan quote atau pesan-pesan yang sifatnya universal lebih cocok untuk diteruskan. Kalau group komunitas jalan-jalan, ya tidak perlu diteruskan informasi politik, walapun informasi tersebut yang sedang hits saat ini.
2. Posting foto yang relevan dengan nama group, seperti acara-acara yang melibatkan anggota di group tersebut. Tahanlah diri untuk tidak memasang foto-foto pribadi di group, kecuali memang ada informasi tambahan yang dirasa tepat untuk group. Foto pribadi sebaiknya dipasang di laman pribadi. Terkadang ada orang dengan tingkat keeksisan terlalu tinggi yang dengan pedenya menyebar foto-foto pribadi di group, dan ternyata orang seperti ini banyak ya hihihihi…
3. Telusuri kebenaran informasi sebelum diteruskan. Apapun itu alasanya, hoax adalah sebagian dari fitnah. Tentunya kita gak mau kan menjadi penyebar fitnah. Fitnah itu bisa lebih kejam dari fitnes loh hahhahhaa…. Istilahnya adalah Tabayyun. Cek sumber berita, banyak situs di internet yang dapat kita pakai untuk mengecek kebenaran informasi, bisa juga pakai Google. Tahan dulu jempol kita, jangan terburu-buru untuk Like atau Share.
4. Setelah melewati tahap Tabayyun, sekali lagi tahan…., pikir dulu deh, walaupun toh berita itu benar, kira-kira bermanfaat gak sih, kira-kira akan bikin ribut gak sih, atau mungkin ada yang gak suka. Barangkali setelah kita timbang-timbang toh manfaatnya tidak banyak, mungkin bisa dipertimbangkan untuk tidak dilanjutnya.

Oh well…, kalau di Fisika kita kenal istilah kecepatan cahaya itu bisa lebih cepat dari kecepatan suara, tapi sekarang semuanya lewat, karena dibalap dengan kecepatan jempol hahhaha… Moga-moga tulisan Budos kali ini bisa sedikit menambah wawasan untuk berinternet dengan lebih cerdas. Cuma kalau sudah dipraktekkan tapi masih banyak sampah bertebaran, ya sudahlah, mungkin pilihan Unfriend atau Left sudah saatnya diperlukan :D. Selamat beraktivitas…., jangan lupa piknik :D.

Sumber gambar Google