Siapa tidak kenal gojek? Dimana-mana terlihat warna hijau mendominasi jalanan kota Jakarta, pasukan dengan warna hijau daun pisang muda menderu, bergerak lincah, menderu, meliuk menembus kepadatan lalu lintas, sembari membawa penumpang di boncengan sepeda motornya. Bagi banyak penumpang, gojek sangat membantunya mencapai tujuan di tengah kepadatan jalanan yang sudah “menggila”. Pasukan hijau ini mewarnai jalanan dalam arti yang sebenarnya.
Gojek, dan juga uber dan grab adalah contoh nyata dari perwujudan aplikasi teknologi yang dikembangkan berdasarkan prinsip open source. Open Source adalah istilah yang digunakan pada sebuah software atau perangkat lunak yang bisa digunakan oleh siapa saja. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa cara penggunaan open source adalah dengan membuka source codenya (sumber kode program), untuk kemudian diubah, atau diperbaiki sesuai dengan kebutuhan pengguna. Itulah salah satu kelebihan open source, ditambah dengan fitur yang banyak dan bervariasi. Pemanfaatan open source secara maksimal ini tidak dikenakan biaya, karena Software Open Source berlisensi GPL (General Public Licence).
Open source sendiri saat ini banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan, karena harganya yang murah dan cenderung tidak berbayar, salah satunya adalah aplikasi gojek. Dengan ide yang cemerlang, open source kemudian dikembangkan oleh gojek menjadi sebuah komoditi yang berbasis sharing economy. Kenapa tidak?
Kejelian penerapan prinsip berbagi menghasilkan suatu kolaborasi antara berbagai sumber daya. Gojek menawarkan layanan aplikasi open source. Para penggojek, drivers, menawarkan motor miliknya, dan kepemilikan SIM-nya. Pengguna gojek membutuhkan jasa layanan yang prima dan “pribadi” sifatnya. Dengan demikian terjadilah prinsip berbagi, sharing. Gojek membantu meningkatkan penghasilan bagi para driversnya. Gojek memberikan banyak kemudahan bagi para pelanggannya, untuk berpindah tempat di kota sekaliber Jakarta sekalipun.
Aplikasi open source ini mudah di download dengan mudah di appstore atau iosstore tanpa harus bayar softwarenya, sehingga kemanfaatan dirasakan saling menguntungkan antara penyedia layanan, konsumen, dan pelaku layanan. Aksi kolaborasi pun menjadi rapi terjalin. Nah kalo dunia ekonomi sudah memberikan contoh aksi berbagi, bagaimana dengan kita?
Tak ada yang tidak bisa. Mari berbagi …
Catatan:
*) Tulisan ini dikembangkan dari tulisan Jhon Favo, sebagi pemenuhan salah satu tugas di kelas Teori Organisasi Umum, yang difasilitasi oleh penulis.
**) Diinspirasi dari Seminar “From Open Source to Sharing Economy” yang diadakan oleh FTI, Rabu, 25 Mei 2016, di Unit 5, lantai 6, Perbanas Institute jakarta, Jl. Perbanas, Karet, Kuningan, Setiabudi, Jakarta. Keynote speaker oleh Ir. Betti S. Alisjahbana.