Reorientasi Pendidikan di Indonesia

Reorientasi Pendidikan Indonesia

Dalam Rangka Menuju Abad Emas Indonesia

oleh

Marsudi Wahyu Kisworo

Email: marsudi.kisworo@gmail.com

HP : 0818-888-537

 

 

Pendahuluan

Sejarah membuktikan bahwa pada abad ke tujuh Masehi, Kepulauan Nusantara pernah mengalami masa kejayaannya ketika pengaruh keemasan Kerajaan Sriwijaya dirasakan mulai dari Hawai di sebelah timur sampai ke India di sebelah barat. Kekayaan alam Nusantara menjadi daya Tarik berbagai bangsa sedangkan kekuatan sumber daya manusianya dihormati oleh bangsa-bangsa besar dunia. Bahkan para pelajar dari India datang ke Sriwijaya untuk belajar agama Budha.

Tujuh abad setelah melemahnya Sriwijaya, pada abad ke 14 Nusantara kembali bersinar ketika Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Dengan Sumpah Palapanya, Gajah Mada berhasil mempersatukan bukan hanya daerah yang saat ini disebut Indonesia saja, tetapi termasuk daerah-daerah sekitarnya yang menjadi Nusantara Raya. Kekuatan Majapahit ditunjukkan dengan mengirimkan berbagai ekspedisi militer ke negara-negara Indo China dengan hasil gemilang. Kekuatan Majapahit bahkan menggentarkan imperium terbesar dalam sejarah, Imperium Cina Mongol yang pernah menguasai tiga per empat dunia. Imperium Mongol yang telah meluluh-lantakkan kerajaan besar Abassiyah yang telah berdiri selama ratusan tahun, menghancurkan kerajaan besar Persia yang berusia ribuan tahun, dan meratakan kerajaan-kerajaan di anak benua India, ternyata gentar oleh kekuatan Majapahit sehingga tidak berani menyerbu ke selatan. Kerajaan Cina Mongol malahan mengirimkan utusan persahabatan yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Jika siklus tujuh abad ini terulang kembali, maka pada abad ke 21 Bumi Nusantara akan kembali mencapai kejayaannya.

Saat ini Indonesia adalah salah satu negara demokratis yang cemerlang karena secara meyakinkan berhasil menjadi negara kelas menengah. Indonesia adalah kekuatan ekonomi ke 10 dunia dengan nilai pasar US$ 867 milyar setara dengan pendapatan per kapita sekitar US$ 3.475 dan pertumbuhan yang meyakinkan di atas 5%. Dengan asumsi terus terjadi kestabilan politik dan keamanan maka McKinsey meramalkan bahwa tahun 2030 nanti Indinesia akan menjadi kekuatan ekonomi ke 6 atau ke 7 dunia. Bahkan dengan ekstrapolasi, bukan tidak mungkin Indonesia pada tahun usia emasnya 2045 akan menjadi 5 besar ekonomi dunia bersama-sama Cina, India, Jepang, dan Amerika Serikat.

Indonesia juga akan mendapatkan sebuah bonus yang hanya terjadi sekali seumur hidup dalam kehidupan sebuah bangsaut, yaitu bonus demografi. Secara sederhana, bonus demorafi ini terjadi ketika piramida struktur penduduk mulai berbalik di mana jumlah penduduk usia produktif mulai melampaui jumlah penduduk usia non produktif. Bonus demografi ini diperkirakan akan terjadi menjelang Indonesia memasuki usia emas 100 tahunnya.

Bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030 ini didahului dengan terjadinya dua fenomena menarik, yaitu globalisasi dan lompatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, serta  resultan dari interaksi antara ke duanya. Globalisasi telah membuka berbagai sekat dan batasan yang ada dan memungkinkan terbukanya berbagai peluang sekaligus ancaman. Kemajuan teknologi informasi sebagai sebuah disruptive technology telah membawa dampak dalam kehidupan, bukan hanya dunia bisnis saja, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Resultan dari keduanya adalah terjadinya perubahan tatanan social dan budaya yang mendorong lahirnya generasi baru, yaitu Generation C (Gen-C).

 

Generation C: creative, connected, dan collaborative

Gen-C adalah generasi yang dibesarkan oleh orangtua yang giat bekerja yang berangkat bekerja sebelum matahari terbit dan pulang kerja setelah matahari terbenam, belum ditambah dengan pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah. Masa kecil Gen-C ini kalau tidak dititipkan di day care adalah diasuh oleh pembantu sehingga mengurangi kuantitas dan intensitas hubungan emosi antara orangtua dan anak.

Gen-C dari kecil sudah terbiasa mengenal dunia global melalui tayangan televisi dari berbagai stasiun TV kabel dengan tayangan-tayangan global mulai dari American Voice sampai ke sinetron Uttaran, atau tayangan-tayangan TV lokal yang merupakan representasi budaya luar meski dengan pelaku-pelaku dan nama-nama Indonesia. Kalau bukan sinetron, mereka dicekoki dengan berbagai kontes orang-orang dewasa meskipun dengan pelaku anak-anak.

Tersedianya ratusan kanal yang dengan mudah diganti dengan remote control telah memberikan dan mengajarkan kebebasan kepada Gen-C sekaligus menunjukkan kepada mereka kebebasan dan kemudahan hidup hanya dengan menekan tombol sebuah remote control. Gen-C sejak usia sangat dini sudah dikenalkan dengan berbagai perangkat gawai (gadget), mulai dari konsol permainan, telepon seluler, tablet, bahkan komputer. Lebih dari 8 jam sehari mereka bergelut dengan dunia maya yang berbentuk media sosial, televisi, permainan digital, dan gawai mereka. Bagi mereka, dunia maya dan gawai telah menjadi ‘bagian kehidupan’ sehari-hari.

Gen-C selalu membawa telepon seluler (ponsel) ke mana-mana. Bagi mereka, alat komunikasi ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupannya. Serasa ada yang kurang kalau tanpa ponsel, begitulah mereka mengatakannya, karena ponsel bukan hanya sebagai alat komunikasi. Ponsel juga sebagai alat ‘citra diri’ seperti halnya pakaian (fashion). Jangan heran, bila mereka lantas suka gonta-ganti ponsel dengan berbagai alasan. Maunya mereka bilang, “Nih, hp keluaran terbaru. Biar keren.”

Tidak hanya itu, cara mereka berkomunikasi pun berbeda, mereka seolah memiliki bahasa tersendiri. Sehingga kadang sulit dimengerti maksudnya. Bahasa ini menyiratkan sifat dan keinginan Gen-C yang maunya serba cepat. Suatu bahasa yang ringkas, padat, to the point dan tidak perlu bertele-tele. Coba perhatikan, kalau melihat bahasa SMS mereka, lihat saja bagaimana mereka menuliskan, Gm mo k mll, sori blum s4 bls, lg sbk bgt neh, dan masih banyak lagi. Bahkan, mereka memiliki kamus singkatan misalnya mujadul—muka jaman dulu, gatot—gagal total. Karena itulah disebut sebagai Gen C (creative).

Namun disisi positif, generasi kreatif ini lebih menyukai kebebasan, bukan hanya kebebasan berekspresi, tapi juga kebebasan berkreasi. Produk-produk dan bisnis-bisnis legacy tidak menarik bagi mereka. Bekerja dari jam 8 ke jam 17, setiap hari rutin rumah-kendaraan-kantor, kantor-kendaraan-rumah, adalah sesuatu yang membosankan karena mereka terbiasa bebas sesuai dengan keinginan mereka. Karena itu tidak heran ketika tumbuh berbagai usaha start-up yang dimotori oleh Gen-C yang tidak mau terikat pada paradigma bisnis legacy yang mereka anggap kuno.

Gen-C tidak bisa lepas dari komunikasi dan gawai mereka Gen-C akan stres jika dijauh dari gawai mereka, makin jauh jarak mereka dengan gawai makin tinggi tingkat stress mereka. Dengan gawai, mereka dapat berinteraksi dengan komunitas maya mereka. Gen-C dapat menghabiskan waktu bersama-sama teman-teman komunitasnya, baik pada saat sekolah dan pada saat bermain. Mereka berbagai membentuk komunitas melalui media sosial. Komunitas yang bisa mengerti, menerima, dan menghargai mereka. Dan rata-rata mereka sangat loyal pada komunitasnya dan bersedia berkorban untuk komunitas mereka.

Cara bersosialisasi mereka juga berbeda. Gen-C ini lebih suka pergi ke tempat hiburan, seperti ke mal, pesta, bioskop, travelling, dan cari makan enak. Mereka pergi ke mal bukan untuk berbelanja karena mereka lebih senang berbelanja menggunakan gawai mereka, tetapi mereka pergi ke mal untuk bersosialisasi dan bergaul bersama teman-temannya dalam suatu kelompok. Jangan heran, kalau sering dijumpa segerombolan remaja di mal-mal yang berkumpul dengan teman-temannya di dunia nyata. Bagi Gen-C teman-teman di media sosial sudah dianggap seperti teman-teman di dunia nyata.

 

Bonus demografi atau bencana demografi?

Terjadinya bonus demografi akan menyebabkan naiknya jumlah populasi usia produktif sehingga lebih besar daripada populasi usia non produktif. Jadi dapat kita bayangkan, satu dua dekade yang akan datang, penduduk Indonesia akan dipenuhi oleh tenaga kerja usia produktif. Nah apakah yang terjadi nanti benar-benar bonus demografi atau bencana demografi? Mari kita lihat apa yang terjadi sekarang.

Pendidikan merupakan hal sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Maju mundurnya suatu peradaban bangsa, salah satunya diukur dari kualitas pendidikannya. Pendidikan sendiri merupakan proses memanusiakan manusia. Kemajuan peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh kemajuan pendidikannya.

Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap tahun yang tidak dapat melanjutkan pendidikan, disebabkan oleh tiga faktor, yaitu ekonomi, kerja usia dini untuk mendukung keluarga, dan pernikahan di usia dini. Namun dari mereka yang melanjutkan pendidikanpun tidak mendapatkan pendidikan yang memadai untuk meningkatkan daya saing mereka di dunia global.

Menurut laporan Education For All Global Monitoring Report yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Data Education Development Index (EDI) Indonesia, pada 2011 Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara. Sedangkan di negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi Pembangunan (OECD), ternyata Singapura menduduki peringkat pertama dari 76 anggota OECD, disusul oleh Hong Kong dan Korea Selatan. Kejutan terbesar adalah Vietnam yang kini berada di urutan 12 dunia.

Yang menyedihkan adalah, ketika semakin banyak negara Asia menjulang di daftar buatan OECD ini, peringkat Indonesia justru terjun bebas berada di urutan 69, hanya unggul tujuh peringkat dari Ghana yang ada di daftar terbawah. Nah, dengan kondisi pendidikan yang sangat buruk ini, bisa dibayangkan keadaan tenaga usia produktif sepuluh dua puluh tahun yang akan datang. Bonus demografi yang kita harapkan akan berubah menjadi bencana demografi jika kita tidak segera melakukan langkah-langkah darurat untuk memperbaiki pendidikan kita.

 

Reorientasi Strategi Pendidikan untuk Menghadapi Gen-C

Jacques Attali, seorang filsuf Perancis dalam bukunya “Millennium: Winners and Losers in the Coming World Order” menyatakan bahwa tata dunia masa depan akan terjadi perubahan dalam kompetisi antar bangsa. Kalau pada masa lalu persaingan dilakukan dengan kekuatan agama, kemudian diikuti dengan kekuatan militer, dan saat ini dengan kekuatan ekonomi, maka pada masa depan persaingan akan dilakukan dengan kekuatan kualitas modal manusia. Bangsa-bangsa akan terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu bangsa-bangsa pecundang dan bangsa-bangsa pemenang. Bangsa-bangsa pemenang adalah bangsa-bangsa yang memiliki kapasitas modal manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan, namun upaya-upaya tersebut terlalu fokus kepada aspek pembelajarannya. Tidak aneh kalau wujud dari strategi ini adalah berupa perubahan kurikulum, perubahan metode pembelajaran, perubahan buku ajar, dan lain-lain yang tidak menyentuh aspek pendidikannya. Pembelajaran hanya melakukan transfer terhadap pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, tapi tidak dapat mentransfer nilai-nilai, kepercayaan, dan perilaku.

Pendidikan, atau education, berasal dari kata educatio, yang berarti “A breeding, a bringing up, a rearing”. Artinya pendidikan harus mengangkat dari sekedar human menjadi human being. Sedangkan pembelajaran saja hanya akan justru menurunkan derajat manusia dari human menjadi robot atau machine saja. Untuk itulah maka strategi pendidikan di Indonesia harus direorientasi secara menyeluruh, bukan hanya pada aspek pembelajarannya saja, tetapi secara komprehensif sebagai berikut:

1. Pendidikan tinggi dipisahkan kembali dari riset dan teknologi dan menyatukan kembali pendidikan mulai dari tingkat dasar ke sampai tingkat tinggi. Alasannya adalah karena pendidikan adalah sebuah alur proses yang utuh sehingga tidak dapat dipotong menjadi dua di mana satu adalah pendidikan dasar menengah dan satu lagi pendidikan tinggi. Dengan menyatukan alur proses maka konsep pendidikan menjadi holistik dari awal sampai akhir.

2. Proses pendidikan terdiri dari proses pembentukan karakter, pengembangan ketrampilan, dan penguasaan ilmu pengetahuan. Dalam proses ini komponen terpenting bukanlah sarana-prasarana, tetapi komponen terpenting adalah guru. Karena itu pengembangan guru yang sesuai dengan karakteristik murid-murid jaman sekarang mutlak dilakukan. Guru jaman dulu hanya cocok untuk murid jaman dulu, murid jaman sekarang harus dididik oleh guru jaman sekarang.

3. Pendidikan dasar dititikberatkan kepada pembentukan karakter sebagai komponen utama dan pengembangan ketrampilan serta penguasaan ilmu pengetahuan sebagai komponen tambahan.

4. Titik berat pendidikan menengah adalah pada pengembangan ketrampilan sedangkan pembentukan karakter serta penguasaan ilmu pengetahuan menjadi komponen tambahan.

5. Pada pendidikan tinggi, titik berat adalah pada penguasaan ilmu pengetahuan, dan pembentukan karakter serta pengembangan ketrampilan menjadi komponen tambahan.

6. Penggunaan teknologi pembelajaran, seperti misalnya teknologi informasi dan komunikasi, yang selaras dengan karakter murid-murid Gen-C mutlak dikuasai oleh guru-guru. Fasilitas untuk mendukung penggunaan teknologi dalam peningkatan kualitas pendidikan harus disediakan.

7. Model pembelajaran hanya di dalam kelas harus diubah sehingga murid-murid Gen-C dapat memperoleh pendidikan di mana saja, dan dapat belajar di mana saja, tidak harus di dalam kelas. Kelas tidak hanya berbentuk ruangan dengan bangku berderet-deret seperti yang kita lihat sekarang. Diterapkan juga kelas dinamis, di mana murid-murid selalu berpindah kelas untuk pelajaran yang berbeda sangat sesuai dengan karakter Gen-C. Dengan demikian konfigurasi kelas dapat disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan menggunakan kelas tersebut.

8. Penerapan berbagai metode, strategi, dan teknik pembelajaran modern. Pembelajaran aktif, pembelajaran kuantum, pembelajaran PAKEM, dan berbagai pembelajaran lainnya yang dirancang untuk Gen-C diterapkan sesuai dengan tingkatan murid maupun jenis mata pelajarannya serta memperhatikan tipe-tipe belajar murid (auditori, visual, atau kinestetik). Pembelajaran ini harus dapat membangun selain kompetensi personal, juga kompetensi sosial maupun kompetensi spiritual.

9. Sistem evaluasi yang komprehensif dan tidak hanya pilihan ganda. Pilihan ganda telah membunuh daya kreatif murid-murid Gen-C karena hanya memberikan kebenaran tunggal. Dengan berbagai alternatif evaluasi lainnya, maka dimungkinkan pengembangan kreatifitas dan inovasi murid, serta mengajarkan kebenaran majemuk.

10. Mengembangkan dan menghargai kecerdasan majemuk. Murid tidak haya dinilai dari satu aspek kecerdasan saja, apalagi satu matau beberapa mata pelajaran saja, tetapi dinilai dari seluruh aspek kecerdasan manusia.

 

Pentingnya Kualitas Guru

Guru adalah faktor sentral dari keberhasilan pendidikan. Jika gurunya berkualitas, maka dunia pendidikan juga berkualitas karena mengalami akselerasi kemajuan di segala aspek. Namun, jika kualitas gurunya rendah, maka dunia pendidikan pun terancam mengalami kemunduran. Muridnya menjadi tidak berkualitas dan dikhawatirkan tidak melahirkan generasi yang kompetitif, dinamis, dan produktif.

Selama ini perbaikan dunia pendidikan kita hanya fokus pada perubahan kurikulum atau perubahan pembelajaran saja. Padahal dalam upaya menggerakkan perubahan ke arah yang lebih baik di dunia pendidikan dengan prioritas peningkatan kualitas guru jauh lebih penting karena keberhasilan sistem pendidikan apapun ditentukan oleh kualitas pribadi guru. Oleh karena itu, diperlukan guru yang memiliki kualitas pribadi akan menjadi guru yang berkarisma sehingga dapat menjadi teladan sekaligus motivator bagi muridnya. Dan apabila guru telah berubah menjadi guru yang menginspirasi muridnya transformasi nilai dan ilmu akan berjalan dengan lancar dan sangat bisa memberikan pengaruh positif bagi perkembangan murid.

Guru memiliki peran strategis dalam pendidikan untuk menghasilkan generasi muda yang  berdaya guna, berdaya gugah, dan berdaya ubah.

Pertama, guru merupakan petugas sosial yaitu orang yang harus membantu kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan masyarakat, guru merupakan petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya.

Kedua, guru merupakan pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa dan secara terus-menerus memiliki semangat meningkatkan ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara, setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.

Ketiga, guru merupakan orangtua, yaitu mewakili orangtua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah adalah perluasan rumah sehingga dalam arti luas sekolah merupakan sebuah keluarga, dan guru berperan sebagai orangtua muridnya.

Keempat, guru adalah pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk murid. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku bagi muridnya. Pencari teladan maksudnya juga bahwa guru memiliki tanggung jawab untuk senantiasa memberikan teladan yang baik kepada muridnya, dan ini bisa dilakukan dengan menjadikan orang lain sebagai teladan. Misalnya, guru menjelaskan bahwa ada seseorang yang memiliki karakter dan kepribadian luar biasa, yang oleh karenanya kita semua harus meneladani dan belajar banyak darinya.

Kelima, pencari keamanan, yaitu guru senantiasa mencarikan rasa aman bagi murid. Guru menjadi tempat berlindung bagi murid-murid untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya. Di antara hasil dari pemberian dan pencarian keamanan ini adalah kegiatan belajar mengajar menjadi lancar serta murid-muridnya menjadi senang bersekolah dan senang di sekolah.

 

Guru jaman dulu hanya cocok untuk murid jaman dulu, murid jaman sekarang harus dididik oleh guru jaman sekarang

Ada tujuh kualitas pribadi guru yang harus dimiliki untuk menjadi guru yang cocok untuk murid-murid jaman sekarang.

Pertama, memiliki Kecerdasan Paripurna ((PQ, IQ, EQ, SQ)

a. Guru harus memiliki Physical Quotient (PQ), yaitu kemam¬puan seseorang dalam menjaga kebugaran atau kesehatan dirinya sendiri. Dengan tubuh yang bugar maka guru bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Kebugaran jasmani juga akan memberikan kesegaran mental, tetapi juga menghasilkan kestabilan emosi. Orang yang jasmaninya bugar memiliki pandangan hidup yang lebih baik, lebih percaya kepada diri sendiri dan serasi dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimilikinya.

b. Guru harus memiliki Intellegence Quotient (IQ), yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan logika berfikir maupun kreatifitas. Inti dari kecerdasan ini ialah aktivitas otak dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahami gagasan, berpikir, serta penggunaan daya cipta secara maksimal.

c. Guru harus memiliki Emotional Quotient (EQ). Daniel Goleman (1999) yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni kecerdasan emosional yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

d. Spritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Guru yang ber-SQ tinggi mampu memaknai kehidupan dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, dia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

Ke dua, toleransi terhadap ketidaksempurnaan. Guru harus menahami bahwa murid-muridnya adalah sosok-sosok yang masih berkembang tumbuh. Setiap orang, termasuk dirinya sendiri, selalu mengalami fase-fase untuk tumbuh dan menjadi lebih baik. Karena itu setiap guru harus dapat mentolerir ketidaksempurnaan ini, baik pada murid-muridnya maupun pada dirinya sendiri.

Ke tiga, memahami perbedaan individu. Gen-C dengan segala latar belakangnya bukanlah generasi yang homogen, melainkan setiap individu Gen-C adalah unik, masing-masing memiliki kemampuan ataupun tingkatan serta karakter masing-masing.

Ke empat, memiliki keterampilan komunikasi pembelajaran. Seorang pakar komunikasi, Albert Mahrebian meneliti faktor yang sangat diperhatikan audiens (murid) dari seorang pembicara (guru). Ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi persepsi dan daya tangkap murid, yaitu visual (55%), voice (38%), dan verbal (7%). Memahami teknik-teknik komunikasi yang efektif merupakan sebuah keahrusan yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Ke lima, sense of humor, yaitu kecenderungan respons kognitif individu untuk membangkitkan tertawa, senyuman, dan rasa kegembiraan. Ahli medis dan psikologi sepakat bahwa rasa humor merupakan aset berharga dan amat penting untuk kesehatan dan kebahagiaan hidup, yang bisa dimiliki oleh setiap individu normal. Bagi guru, memiliki rasa humor merupakan modal personal yang sangat berharga sekaligus dapat menjadi daya pikat tersendiri di mata muridnya. Rasa humor guru sangat berguna dalam upaya menciptakan iklim kelas dan pengembangan proses pembelajaran yang lebih sehat dan menyenangkan. Bahkan, rasa humor merupakan salah satu ‘kunci’ untuk menjadi guru yang sukses. Kenapa? Karena rasa humor guru dapat meredakan ketegangan suasana dan bisa dijadikan sebagai cara untuk menarik perhatian murid di kelas. Dengan rasa humor yang dimiliki guru akan menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang memiliki kepribadian dan mental yang sehat, dan apat menikmati hidup, serta mampu menjalani kehidupan kariernya secara wajar tanpa stres.

Ke enam, mampu melepaskan ego pribadi. Sukses adalah visi pribadi, tetapi seberapa besar ketekunan, kegigihan, dan kedekatannya dengan Tuhan yang merupakan sumber kesuksesan itulah yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dibutuhkan daya juang yang keras dalam merealisasikan visi, serta hubungan yang intim dengan Tuhan agar jalan-jalan dibukakan oleh Tuhan dan dia semakin kuat dalam menjalani setiap proses yang terjadi. Oleh karena itu, miliki mental seperti seorang ‘penggali sumur’ yang tetap menggali sekalipun mata air jauh di dalam tanah dan belum terlihat, serta tidak menghiraukan berapa dalam mereka harus gali dan berapa banyak material yang menghambat pekerjaan mereka.

Ke tujuh, selalu menebar energi positif. Setiap orang pada dasarnya bisa berubah. Jangankan manusia, bendapun bisa. Peneliti Jepang, Masaru Emoto, telah membuktikan bahwa energi positif tidak hanya mempengaruhi manusia, tetapi juga benda-benda di lingkungan sekitar kita, misalnya air. Setiap energi yang dilepaskan oleh tubuh kita apakah itu energi positif maupun energi negatif, sesungguhnya tidak pernah hilang dari muka bumi ini. Artinya, setiap energi yang dipancarkan dari tubuh kita, nilainya tidak akan pernah berubah. Kalau yang kita pancarkan dari tubuh kita adalah energi positif, maka yang akan kembali adalah energi positif yang akan kita terima lagi. Demikian sebaliknya, kalau energi negatif yang kita pancarkan maka yang akan kembali ke kita adalah energi negatif.

 

Penutup

Sebagai kesimpulan, bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara besar. Untuk menjadi negara besar, disamping penguatan ekonomi, yang lebih penting adalah penguatam modal manusia. Penguatan modal manusia saat ini sangat relevan karena Indonesia akan segera mendapatkan bonus demografi. Gen-C yang akan menjadi generasi usia emas Indonesia memerlukan pendekatan pendidikan yang berbeda, termasuk memerlukan guru-guru dengan kualitas yang berbeda dengan generasi dulu. Oleh karena itu perlu dilakukan reorientasi strategi pendidikan. Jika tidak dilakukan reorientasi pendidikan, maka bonus demografi akan berubah menjadi bencana demografi.

 




Pentingnya transformasi organisasi untuk keberlangsungan hidup perusahaan (Studi kasus PT. SIDOMUNCUL) oleh Abdul Latief (UAS Seminar Sistem Informasi)

Pentingnya Transformasi Organisasi untuk keberlangsungan hidup Perusahaan

(Studi kasus PT. SIDOMUNCUL)

 

Abdul Latief[1]

111000501

Email : Abdullatief009@gmailcom

 

 

Abstrak

Di zaman seperti sekarang perusahaan dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasinya atau melakukan transformasi organisasi agar dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat, dan salah satu perusahaan yang dapat bertransformasi mengikuti perkembangan zaman adalah PT SIDOMUNCUL dari perjalanannya menjadi Homeindustry hingga sekarang menjadi perusahaan besar bahkan sampai ke Singapore[2], hal ini dapat terjadi karena mereka melakukan transdormais organisasi mereka itulah efek positif jika perusahaan melakukan tranformasi organisasi sehingga mereka bisa terus berproduksi, jika mereka tidak melakukan ini mereka tidak akan berkebang bahkan mungkin tegerus oleh para kompetitornya seperti yang di alami oleh Nokia, oleh karena pentingnya transformasi organisasi ini bagi perusahaan, perusahaan yang ingin melakukan tranformasi dapat menggunakan 4 pendekatan yaitu 4R (Reframing,Restructure, Revitaliztion dan Renewal dan didukung dengan sistem informasi yang baik.

 

Prolog

Dewasa ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang telah melakukan transformasi organisasi tentunya hal ini dilakukan oleh pihak perusahaan khusus para pemegang keputusan (Decision maker) agar perusahaan dapat terus berkembang dan menyesuaikan diri agar dapat tetap bersaing di pasarnya, jika perusahaan tidak melakukan perubahan dengan cepat maka kemungkinan perusahaan itu akan kalah saing dan tentunya dapat berakhir dengan gulung tikar atau bangkrut beberapa perusahaan gulung tikar seperti Batavia Air, Adam Air, dll. Ditambah dengan kebijakan luar perusahaan seperti kebijakan pemerintah yang baru-baru ini dikeluarkan prihal kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) dan juga kebijakan UMR (Upah Minimum Regional), keadaan-keadaan ini menuntut perusahaan yang ada untuk melakukan transformasi organisasi agarperusahaan dapat terus berjalan. Nur saiydah mengatakan dalam jurnalnya “Perubahan organisasi merupakan hal yang esensial untuk persaingan jangka pendek dan keberlangsungan jangka panjang, yang menjadi tantangan manajerial.”[3]

Dalam kasus kasus PT SIDOMUNCUL ini kita bisa lihat beberapa kali tranformasi organisasi dimulai 1940 merintis usaha jamu dengan hanya tiga karyawannya awal produksi pada tahun 1941 dan pada 1950 diberi nama SIDOMUNCUL pada tahun 1970 di buat CV Industri Jamu & Farmasi  dan 1975 menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul karena tidak mampu memenuhi produktivitas perusahaan pada 1984 dipindahkan di Jalan Kaligawe Semarang dan juga meremajakan alat-alat menjadi alat-alat yang lebih modern, 1997 mendirikan pabrik baru, tahun 2004 dibuat divisi “food” seperti produksi permen dan produk lainnya dan pada tahun 2013 masuk pada Bursa efek[1]. Dari kisah diatas kita melihat kesungguhan SIDOMUNCUL untuk terus berkembang dan beberapa kali kebijakan dibuat seperti perusahaan menjadi CV lalu menjadi Perseroan samapai pemindahan lokasi pabrik, membuat produksi lain dengan mendirikan divisi “food” dan juga masuk ke pasar saham, dengan jumlah 1.500.000.000 saham baru atau 10% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO, Irwan hidayat selaku Direktur utama mengatakan mengalokasian dana dari IPO setelah dikurangi biaya emisi 56 % untuk modal kerja, 42% untuk investasi dan 2 % untuk pegembangan sistem teknologi informasi dan komputerisasi perseroan[2]. Para pemangku jabatan di SIDOMUNCUL telah melakukan banyak hal untuk melakukan transformasi organisasi yang mana untuk keberlangsungkan hidup perusahaan. Ada beberapa hal yang dapat dipelajari dari proses unit usaha kecil SIDOMUNCUL sampai menjadi Peseroan seperti terus berkembang dan berinovasi, memperbarui fasilitas perusahaan termasuk Sistem informasi.

[…………………………………………………………………………………………]

 

Selengkapnya di:

Transformasi Organisasi untuk keberlangsungan hidup




Menyatukan Public Relations dan Marketing dengan Social Media oleh Detti Apriliani Garniti (UAS Seminar Sistem Informasi)

Menyatukan Public Relations dan Marketing
dengan Social Media
Detti Apriliani Garniti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Asean Banking Finance and Informatics Institute Perbanas
Jakarta, Indonesia
detti.1307@gmail.com
Abstrak : Tingginya persaingan di dunia bisnis membuat perusahaan berlomba-lomba menangkap hati para pelanggan dengan tujuan mempertahankan dan mencari pelanggan baru. Berbagai cara ditempuh oleh perusahaan tersebut agar mereka dapat lebih dekat dengan para pelanggan sehingga pelanggan dapat dengan mudah menikmati produk-produk mereka. Internet membuat dunia semakin tidak mengenal batas sehingga semua orang dapat terhubung walau dipisahkan oleh lautan dan benua. Pemanfaatan internet dalam menggapai
pelanggan menjadi solusi optimal bagi setiap perusahaan. Pemanfaatan social media oleh para pemain bisnis telah berhasil digunakan untuk mendekati pelanggan dengan cepat, dan efisien. Social media berhasil menyatukan fungsi public relations, dan marketing, sehingga mampu membuat perusahaan semakin dekat dengan pelanggan.
Prolog
Persaingan dalam dunia bisnis telah mencapai kondisi yang disebut sebagai red ocean dimana persaingan menjadi sangat ketat dan jenuh (Kim dan Mauborgne, 2004). Para pemain bisnis berlomba-lomba memperebutkan bagian paling besar dalam pasar permintaan yang tidak
bertambah banyak. Hal ini membuat prospek untuk mendapatkan profit dan growth menjadi lebih kecil. Recurring revenue menjadi satu-satunya cara bagi perusahaan untuk tetap bertahan dalam industri. Model bisnis kini lebih berfokus untuk mempertahankan loyalitas
pelanggan sehingga mereka akan tetap membeli produk yang dibuat oleh perusahaan berulang-ulang.

Ketika era industrialisasi di Inggris baru berlangsung, perusahaanlah yang menentukan keberhasilannya sendiri dengan hanya memproduksi barang sesuai dengan perhitungan untung-rugi yang sederhana dan pasar pasti akan menyerap semua produk tersebut . Namun, ada abad ini konsumen, yang membentuk pasar, seolah-olah menjadi pelaku tunggal penentu keberhasilan perusahaan. Konsumen atau pelanggan sekarang tidak sama dengan konsumen atau pelanggan di masa lalu. Konsumen masa kini memiliki karakteristik semakin
demanding, cenderung tidak cepat puas, sensitif terhadap perubahan harga, dan mengalami pergeseran nilai-nilai sosial dan budaya.

[………………………………………………….]

Selengkapnya di:

Menyatukan Public Relations dan Marketing dengan Social Media Detti oleh Apriliani Garniti




EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN E-GOVERNMENT PROGRAM e-KTP DI INDONESIA oleh Mardiana (UAS Seminar Sistem Informasi)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN E-GOVERNMENT PROGRAM e-KTP DI INDONESIA[1]

 

Mardiana 1111000490

Email: jayamardiana@gmail.com

Cell phone: +62-81511880-777[2]

 

Abstrak : Efektivitas implementasi dan perkembangan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam trasnformasi e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik. Implementasi e-Government dalam program e-KTP mengingat potensi pemanfaatan e-KTP yang demikian besar bagi bangsa. Diharapkan dengan mulai diperbaikinya pelayanan administrasi kependudukan tingkat kesadaran penduduk terhadap kepemilikan identitas menjadi meningkat dan menimbulkan dampak positif terhadap program nasional e-KTP ini sehingga tercapai keselarasan untuk mencapai Good Government.

Keyword : ICT, e-Government, e-KTP, Good Government

Prolog

Pemanfaatan penyelenggaraan pemeritahan berbasis ICT (Information and Communication Technology) menuntut transformasi e-Government untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparasi, inovasi dan partisipasi. e-Government harus dipersiapkan secara terintegrasi antara sistem dan kebijakan birokrasi, karena keselarasan diperlukan sebagai prasyarat untuk mencapai transformasi agar dapat menghindari terjadinya kegagalan dan penurunan kinerja layanan. Mencerminkan satu definisi yang dibuat oleh Bank Dunia ( The World Bank Group, 2001 ) : “e-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Network, the internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, business, and other arms of government”.[3]

[……………………………………………………..]

Selengkapnya di:

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN E-GOVERNMENT PROGRAM e-KTP DI INDONESIA Mardiana 1111000490




Transformasi organisasi: Studi kasus PT Pertamina oleh Made Yogeswara (UAS Seminar Sistem Informasi)

A. Transformasi Organisasi
Transformasi. Ya, transformasi. Kata itu agak familiar dengan telinga kita. Bila menyinggung transformasi, maka akan langsung teringat dengan film “Transformers”. Film yang menceritakan tentang sebuah kendaraan biasa yang dapat berubah menjadi suatu robot yang hebat dan kuat yang mampu menyelamatkan dunia dengan melawan robot-robot jahat. Dari kalimat tersebut sudah dapat ditafsirkan mengenai apa itu transformasi, yaitu berubah, yang tentunya dalam konteks berubah menuju ke arah yang lebih baik. Kemudian dari perubahan dari mobil ke robot tersebut terdapat suatu tujuan untuk mengalahkan robot-robot yang jahat menguasai dunia. Sama halnya dengan transformasi, yang memiliki tujuan untuk mencegah hal yang buruk terjadi atau paling tidak meminimalisir terjadinya hal yang buruk.

Pada proses transformasi diri dari remaja ke dewasa, tentunya ada proses dimana kita belajar akan hal-hal dalam kehidupan, termasuk diantaranya hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Misalnya, pada saat remaja, kita tidak boleh merokok, tidak boleh mengkonsumsi narkoba, tidak boleh mabuk-mabukkan.
Lalu untuk apakah larangan itu? Tentunya agar dalam masa transformasi fisik kita dari remaja beranjak ke dewasa tidak mengalami hal-hal buruk yang disebutkan tadi, atau normalnya tidak terkena penyakit dan kecacatan. Kemudian pada proses transformasi pola pikir menuju kedewasaan pikiran, kita juga mengalami proses pembelajaran yang bersifat menyesuaikan terhadap keadaan disekitar kita, sebagai contoh adalah, sebagai pelajar, mengingat dari jenjang ke jenjang kita akan menerima pelajaran atau pendidikan yang semakin kompleks, kita “dituntut” untuk menyesuaikan pola pikir dan pola belajar kita terhadap kompleksitas pelajaran yang diterima.

[……………………………]

Selengkapnya di:

TRANSFORMASI ORGANISASI (DENGAN CONTOH KASUS PT PERTAMINA) – Made Yogeswara




Proposal Visi Misi Rektor Institut Perbanas 2014-2018

from good to great


SAYA SIAP MENJADI REKTOR ABFI INSTITUTE PERBANAS

 

oleh

Prof. Dr. ir. Marsudi Wahyu Kisworo

marsudi.kisworo@gmail.com

http://marsudi.wordpress.com

Facebook: Marsudi Wahyu Kisworo

Twitter: @marsudiwkisworo

+62-818-888-537

 

 

 

 

“You must retain faith that you will prevail in the end, regardless of the difficulties. And at the same time you must confront the most brutal facts of your current reality, whatever they might be”
Jim Collins― The Stockdale Paradox― in
Good to Great: Why some companies make the leap and others don’t

 

Rangkuman Eksekutif

 

Asian Banking Finance and Informatics Institute (ABFII) Perbanas memiliki sebuah cita-cita yang dituangkan sebagai Visi 2019 yang berbunyi “to be the most reputable banking education institution, aiming to be to 5 Asian banker’s center of excellence by 2019 where most of alumni be profesionally employed not more than 6 months after graduation”. Dalam kurun waktu jabatan sayasebagai Rektor tahun 2010 – 2014 bagian ke dua dari visi ini sudah tercapai karena rata-rata waktu tunggu lulusan saat ini kurang dari 3 bulan. Karena itu pada periode 2014 -2018 fokus saya sebagai Rektor adalah mencapai bagian pertama, yaitu menjadikan Institut Perbanas sebagai institusi pendidikan sektor perbankan terkemuka dan masuk dalam 5 besar di Asia.

Indonesia sekarang adalah kekuatan ekonomi no. 10 dunia dengan pendapatan per kapita sekitar US$3800, dan diramalkan 15 tahun yang akan datang Indonesia menjadi kekuatan ekonomi ke 6. Pada saat yang sama Indonesia juga akan mendapat bonus demografi. Masa inilah yahg disebut sebagai abad keemasan Indonesia yang bersamaan dengan 100 tahun kemerdekaan. Namun peluang ini diikuti adanya ancaman dari luar yaitu arus globalisasi dan keterbukaan perdagangan, dan dari luar adalah keharusan memenuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang baru, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 49 th 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, dan kewajiban untuk akreditasi institusi.

Untuk menjawab tantangan tersebut dan sekaligus untuk dapat mencapai Visi 2019, ada 9 misi yang akan saya laksanakan. Ke 9 misi ini dilaksanakan bersamaan dengan upaya-upayamelanjutkan berbagai pembenahan dalam aspek tata pamong, sistem pengelolaan berbasis mutu, mahasiswa dan lulusan yang kompeten, sumberdaya manusia yang berkualitas, kurikulum dan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, pembiayaan dan pengelolaan aset kreatif, serta pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi yang inovatif.

Unguk menghadapi tantangan ke depan semakin berat dan untuk dapat memanfaatkan peluang masa depan, pola kepemimpinan yang akan saya terapkan adalah pola kepemimpinan tiga pilar, yaitu Pilar Karakter, Pilar Peran, dan Pilar Kemampuan. Tetapi kepemimpinan saja tidak cukup mengingat bahwa status Institut Perbanas bukan badan hukum sehingga keterlibatan dan komitmen Yayasan Pendidikan Perbanas mutlak diperlukan.

Selain itu internalisasi dan pembudayaan shared valuesETHICS, yaitu E(ndurance), T(rust), H(umanity), I(ntegrity), C(ompetency), dan S(ense of Belonging), di lingkungan Institut Perbanas mutlak dilaksanakan.Jika seluruh keluarga besar Institut Perbanas bersama-sama memegang teguh komitmennya, maka saya yakin bahwa “what your brain can conceive, and your heart really believe, you will achive”. Let’s move togehter from good to great…..

Selengkapnya di Proposal Visi Misi Rektor Perbanas 2014-2018




Rudy Hartono, sang Juara

RUDY HARTONO
oleh: Andy F. Noya

Saya sungguh beruntung. Pada saat umur sepuluh tahun, bisa berjabatan tangan dengan Rudy Hartono. Peristiwa itu terjadi di Gelora Pancasila Surabaya tahun 1970. Pertemuan itu memiliki makna yang luar biasa. Sejak itu saya selalu bermimpi bisa menjadi seperti Rudy Hartono.

Saat itu Rudy Hartono sedang melakukan pertandingan eksebisi. Saya bisa menonton pertandingan tersebut karena “disusupkan” oleh paman saya yang kebetulan penjaga keamanan di acara tersebut. Sejak pertemuan itu, saya mengidolakan Rudy Hartono. Karena itu saya tenggelam dalam kesedihan panjang ketika Rudy Hartono kalah melawan Svend Pri, pemain Denmark, di Thomas Cup pada 1973 dan di All England 1975. Bahkan saat mendengar Rudy kalah melalui siaran langsung di radio, saya menangis terisak-isak. Saya merana dalam waktu yang cukup lama.

Tak disangka, setelah 38 tahun berlalu, minggu lalu saya bertemu Rudy Hartono. Seorang teman meminta saya untuk memandu acara ulang tahun PT Pembangunan Jaya. Pembicaranya Rudy Hartono. Maka, ketika bertemu untuk makan siang, saya ungkapkan perasaan saya 38 tahun lalu itu kepadanya. Betapa seorang anak usia 10 tahun sangat bangga bisa berjabat tangan dan kemudian terinsipirasi olehnya.

Saya yakin banyak orang ingin seperti Rudy Hartono. Ingin menjadi juara. Ingin disanjung dan dipuja karena prestasi yang luar biasa. Ingin menjadi pahlawan. Ingin mendapat penghargaan. Termasuk penghargaan materi.

Tetapi setelah mendengar cerita Rudy Hartono, saya baru menyadari, tidak semua orang bisa seperti Rudy Hartono. Banyak di antara kita yang hanya melihat sang maestro sebagai juara All England delapan kali. Sebagai pahlawan bulutangkis Indonesia. Tetapi berapa banyak dari kita yang perduli bagaimana usaha keras yang dilakukan Rudy sebelum menjadi juara?

“Setiap hari, selama lima tahun, saya harus bangun jam lima pagi, berlari puluhan kilometer, berlatih bulutangkis, baru kemudian berangkat sekolah,” ujarnya. Di bawah bimbingan ayahnya yang “bertangan besi”, Rudy digembleng spartan tanpa kenal lelah. Tidak ada waktu untuk mengeluh. Tidak ada waktu untuk bercengeng-cengeng. “Waktu itu rasanya ingin berontak. Sebagai remaja saya juga ingin bermain seperti teman-teman yang lain. Tapi saya tidak bisa. Ayah saya menggembleng saya sangat keras,” ungkap Rudy.

Pada usia 15 tahun, disiplin dan kerja keras itu mulai berbuah. Satu per satu prestasi dalam bulutangkis mulai diraih. Sampai kemudian pada usia 18 tahun, usia yang terbilang sangat muda, Rudy berhasil mempersembahkan piala All England bagi bangsa dan negara Indonesia. “Saat itulah saya baru mensyukuri kerja keras dan disiplin yang diajarkan ayah saya.”

Sejak itu Rudy tak terbendung. Tujuh kali berturut-turut dia mempertahankan piala All England. Sekali kalah dari Svend Pri pada 1975, tapi kemudian pada tahun 1976 berhasil merebut gelar juara All England untuk kedelapan kalinya setelah mengalahkan Liem Swi King di final. Suatu prestasi yang sampai saat ini belum tertandingi oleh pemain bulutangkis manapun.

Banyak yang ingin menjadi seperti Rudy Hartono. Tapi berapa banyak di antara kita yang mau menjalani proses latihan yang berat dan panjang? Kita ingin menjadi Rudy Hartono tetapi tidak siap ketika dihadapkan pada proses tadi. Kalau bisa prosesnya singkat dan mudah. Bimsalabim, bangun pagi kita sudah menjadi juara. Tanpa harus “menderita” setiap hari bangun jam lima pagi dan berlatih selama lima tahun tanpa henti.

Dalam pekerjaan juga begitu. Kita sering ingin segera menduduki jabatan tinggi, tetapi enggan melalui proses jatuh bangun untuk mencapainya. Semua kalau bisa serba instan. Serba cepat. Kalau bisa potong kompas. Kita sering iri melihat seseorang yang mencapai sukses. Tetapi, ketika dia bercerita betapa sulitnya perjuangan untuk mencapai posisi itu, kita menutup mata dan telinga.

Dari pembicaraan dengan Rudy Hartono siang itu, saya mendapat banyak sekali pelajaran. Pelajaran untuk mencapai karakter seorang juara. Semua yang dimiliki Rudy sungguh berguna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam pekerjaan.

Di dalam pekerjaan, kita sering terperangkap dalam lingkaran setan. Antara kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan. Dalam bekerja, banyak di antara kita yang menuntut agar perusahaan memberi imbalan atau gaji yang “pantas” terlebih dulu baru kita mau mengerjakan tugas-tugas secara maksimal. Kalau tidak, kerja pas bandrol saja. Ngapain capek-capek.

Di lain pihak, manajemen berpikir sebaliknya. Karyawan dituntut untuk memberikan yang terbaik dulu baru perusahaan akan memberikan imbalan yang “pantas”. Maka jadilah lingkaran setan. Tidak tahu siapa yang harus memutus lingkaran ini. Masing-masing merasa benar. Cuma, kalau dibiarkan berlarut-larut, yang merugi biasanya karyawan. Perusahaan bisa kapan saja “mendepak” karyawan yang dinilai tidak berprestasi dan menggantikannya dengan karyawan baru.

“Prinsip saya, berprestasi dulu baru penghargaan,” ujar Rudy Hartono. Dia mengaku ketika berlatih dan bertanding, tidak ada sebersit pun dalam pikirannya bahwa apa yang dilakukannya itu untuk mendapatkan imbalan. “Saya fokus untuk mencapai kemenangan demi kemenangan tanpa memperhitungkan apa yang akan saya dapatkan sebagai imbalan jika juara,” Rudy Hartono menegaskan.

Maka, ketika dia menjadi juara All England, penghargaan akhirnya datang dengan sendirinya. Dari mulai hadiah uang, mobil, sampai rumah. “Kalau Anda sudah berprestasi, dengan sendirinya penghargaan akan datang.”

Pada tahun 1972, Rudy bertemu kembali dengan Svend Pri di final. Ini final yang paling menegangkan sepanjang penyelenggaraan All England. Pasalnya, saat itu Rudy Hartono sudah ketinggalan 1 lawan 14. Satu angka lagi Svend Pri akan juara.

Tapi, sungguh sulit dipercaya ketika akhirnya justru Rudy yang tampil sebagai juara. Jarak skor 1 lawan 14 tidak membuat dia menyerah. Satu demi satu angka dia raih. Ketinggalan 13 poin bukan perkara gampang. Banyak pemain pada posisi ini sudah menyerah. Rasanya tidak mungkin bisa mengejar jarak yang begitu jauh.

Apa yang membuat Rudy bisa memenangkan pertandingan saat itu? “Saya mengikuti nasihat Ferry Sonneville,” ujar Rudy menyebut almarhum pemain bultangkis Indonesia yang belakangan menjadi pelatih.

Waktu itu, menurut Rudy, Ferry Soniville menasihati agar dia jangan terpengaruh pada apa yang dilakukan lawan. Jangan perduli pada angka dan taktik yang dikembangkan lawan. “Pak Ferry minta saya memperhatikan permainan saya sendiri. Saya diminta berkonsentrasi pada apa yang saya lakukan. Saya harus melakukan yang terbaik,” ujarnya.

Sebuah nasihat yang menohok perilaku banyak di antara kita. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pekerjaan, kita sering lebih sibuk “mengurusi” pekerjaan orang lain ketimbang pekerjaan kita sendiri. Kita lebih mau tahu urusan orang ketimbang mengurusi tugas-tugas kita. Akibatnya, kita lebih sering mengatur dan meyalahkan orang lain ketimbang introspeksi atas kekurangan kita.

Sungguh beruntung hari itu saya bertemu Rudy Hartono. Sang juara mengingatkan kembali pada hal-hal yang sering luput dari perhatian saya. Sesuatu yang tampak sederhana namun sering saya abaikan. Termasuk satu prinsip dalam hidupnya: Jangan menyakiti orang lain. Mengapa? “Karena mereka akan mendoakan kita yang jelek-jelek,” ujar Rudy sebelum kami berpisah.