EKONOMI AKHLAQIAH

EKONOMI ISLAM adalah EKONOMI AKHLAQIAH

 

Oleh : Puji Hadiyati

Perbanas Institute

 

Islam, ajaran yang sangat mengedepankan pentingnya akhlak dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Ekonomi Islam adalah suatu sistem atau konsep ekonomi akhlaqiah yang tujuan utamanya mencapai kesejahteraan untuk seluruh umat manusia. Pentingnya penerapan akhlak tersebut atas dasar pemahaman bahwa segala aktivitas manusia tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Besarnya kepedulian Islam terhadap penerapan akhlak mulia ditunjukkan dengan diutusnya Rasulullah SAW ke muka bumi yang kemudian menjadi sauri tauladan bagi seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Bukhari yang berbunyi “sesungguhnya aku (Muhammad) diutus ke dunia untuk menyempurnakan kemualiaan akhlak”. Konsep penerapan akhlak tersebut ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabat dalam setiap aspek kehidupan, tak terkecuali dalam bidang ekonomi (seperti dalam kegiatan jual beli dan utang piutang, juga saling membantu antar sesama). Akhlak berekonomi dalam Islam dimanifestasikan dengan cara memastikan tercapainya keadilan sosial dengan melarang riba dalam sega bentuknya, menerapkan zakat, memberikan motivasi agar setiap individu berjuang dan berdaya untuk terhindar dari kemiskinan. Cara lain yang dilakukan mendorong para pemilik modal menrapkan konsep bagi hasil (Profit and Loss Sharing).

Islam mendorong umatnya untuk melakukan berbagai ativitas ekonomi dengan landasan akhlak sehingga setiap aktivitas ekonominya bernafaskan ilahiah dengan tujuan agar upaya mencapai kepentingan dunia tidak berjalan liar, melanggar berbagai aturan atau menyakiti pihak lain, namun sebaliknya dilakukan dengan batasan-batasan wajar dan menghormati hak orang lain. Melalui konsep ini diharapkan tidak akan ada jurang pemisah antara kepentingan dunia dan akhirat, sebab Islam tidak pernah memisahkan kehidupan duniawi dan ukhrawi. Keduanya saling beriringan dalam upaya mencapai satu tujuan, yakni keridhaan Allah SWT. Umat Islam didorong untuk mencapai kehidupan di akhirat melaui dunia, dan sebaliknya mencari dunia dengan motivasi untuk kebahagiaan di akhirat. Sehingga kesejahteraan yang akan dicapai tujuan akhirnya adalah untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).

Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat tersebut maka wajib hukumnya bagi seorang Muslim meyakini sepenuhnya bahwa hanya hukum Allah yang terbaik dan dapat menyelesaikan seluruh permasalahan manusia di muka bumi, termasuk dalam bidang ekonomi. Hal ini secara jelas difirmankan Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 50 yang berbunyi: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”

Melalui ayat tersebut, maka jelas Allah telah menetapkan bahwa yang terbaik bagi orang-orang yang beriman adalah mengikuti aturan-Nya dan meneladani Rasulullah. Oleh sebab itu, tunggu apalagi bagi kaum Muslim selain kembali menjalankan sistem Ekonomi dengan konsep Ekonomi Akhlaqiah atau Ekonomi Islam. Dengan penerapan ekonomi akhlaqiah diharapkan seluruh problematika yang muncul akibat manusia keluar dari tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah, seperti merajalelanya praktik ribawi dalam aktivitas ekonomi, berkembangbiaknya teori manipulasi nilai uang yang menyebabkan melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin dan berbagai masalah ketidak adilan dalam berekonomi akan dapat diatasi. Wallahu’alam bis showab.

 




Ucapan Ibu Adalah Do’a

Suatu hari di tahun 1997, saya melihat dan mendengar pengumuman di televise tentang likuidasi 16 Bank Umum Swasta sebagai akibat dari krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia. Mendengar pengumunan tersebut hati saya galau, kecewa, sedih dan segala rasa lainnya campur aduk. Saya lalu bergegas ke rumah orangtua saya dengan diantar suami. Sesampainya di rumah orangtua saya, saya menangis di depan ibu. Ibu saya heran dan bertanya: “ada apa ini tiba-tiba nangis?” Lalu saya jawab:” itu berita di TV 16 Bank baru saja ditutup”. Ibu saya tambah heran: ”apa kaitannya 16 Bank ditutup lalu kamu datang kesini dan menangis di depan mama?”. Saya pun menguraikan pada beliau kaitannya, bahwa saya berniat melanjutkan kuliah ke jenjang S1 dengan harapan akan bekerja lagi di sektor Perbankan. Namun dengan dilikuidasinya 16 Bank maka harapan saya untuk bisa bekerja kembali di semakin kecil, sebab berdasarkan analisa saya bahwa yang akan menjadi saingan saya bertambah banyak dan bukan hanya dengan fresh graduate tetapi dengan mereka yang sudah memiliki keahlian di bidang perbankan.

Para pembaca sekedar flash back ke belakang, setelah lulus D3 saya menikah dan memutuskan berhenti bekerja, lalu setelah berjalan pernikahan selama 3,5 tahun saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Dua tahun setengah kemudian saya lulus S1 Lanjutan dari STIE Perbanas dengan harapan akan bekerja (tentunya di industri perbankan), namun pada saat saya lulus S1 tersebut 16 Bank dilikuidasi.

Mendegar jawaban dan analisa saya tentang probability saya memperoleh pekerjaan kembali, ibu saya menjawab kurang lebih seperti ini: “anakku itu analisamu sebagai manusia, tetapibelum tentu dari kacamata Allah SWT, jika Allah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagiNya, di saat orang lain terkena PHK bukan hal yang mustahil kamu malah memperoleh pekerjaan. Ingat anakku rezeki Allah maha luas. Kamu sudah berikhtiar dengan melanjutkan kuliah agar suatu saat mendapat lagi pekerjaan. Nah ikhtiar sudah kamu lakukan tinggal sekarang do’a yang harus kamu perbanyak. Jika dua hal sudah kamu lakukan (ikhtiar dan do’a) maka selanjutnya keputusan Allah lah yang kamu tunggu dengan bertawakal. Insyaa Allah mama do’akan kamu akan mendapat apa yang kamu cita-citakan”. Mendengar jawaban ibuku, wanita sholeha yang melahirkanku, aku terdiam dan tertegun. Malu sekali rasanya, aku makin menangis dan memeluk ibuku, setelah itu aku pamit pulang dengan membawa suatu optimisme dalam hatiku, bahwa Allah SWT maha pemberi dan pengatur rizki.

Ternyata apa yang diucapkan ibukku tidak lama kemudian menjadi suatu kenyataan. Saya diberi kesempatan oleh STIE Perbanas untuk menjadi assisten dosen mata kuliah Praktikum Bank Mini dengan suatu proses menuju kesananya pun dengan cerita yang unik. Selanjutnya tidak lama kemudian saya diangkat menjadi dosen tetap dan berkarir di Perbanas Institute sampai dengan hari ini.

Satu pelajaran yang saya petik dari kejadian ini adalah bahwa Allah SWT sangat mencintati proses, bukan hasil. Setelah kita melakukan upaya ikhtiar, lalu diiringi do’a dan tawakal, maka janjinya adalah pasti. Sang Maha melihat dan tidak tidur akan menilai proses tersebut dan memberikan apa yang menjadi harapan atau do’a kita pada waktu dan saat yang terbaik. Sejak saat itu maka ikhtiar, do’a dan tawakal menjadi suatu nilai hidup yang selalu saya pegang. Terimakasih mama atas iringan do’a dan nasihat yang kau berikan di saat hati ini merasa galau dan tidak yakin atas takdirNya.




Khusnuzon kepada Allah SWT

Akhir-akhir ini saya sedang gemar membaca buku Notes from Qatar yang ditulis oleh Muhammad Assad seorang Enterpreneur muda yang lulusan S2 Qatar dengan bidang ilmu Islamic Finance. Tulisan-tulisan yang dituangkan dalam bukunya berisi tentang perjalanan beliau mendapat beasiswa dan selama belajar di Qatar. Berbagai kejadian yang dialaminya dalam mendapatkan beasiswa baik S1nya di Malaysia maupun S2nya di Qatar serta berbagai pengalaman selama menempuh pendidikannya di negeri orang selalu disikapi dan dituangkan dalam sudut pandang yang positif. Yang lebih mengagumkan, apapun kejadian dalam hidupnya selalu disyukuri dan dikaitkan dengan falsafah hidupnya yang bersandarkan pada Al-Qurán dan hadist.

Salah satu yang dipesankan dalam tulisannya adalah tentang sikaf positive thinking atau khusnudzon kepada Allah SWT. Hal tersebut mengingatkanku pada suatu kejadian di bulan syawal atau pasca iedul fitri 2015. Pada suatu hari di masa liburan iedul fitri tersebut ada Whats App (WA) dari seorang teman dosen dari Universitas Airlangga (Unair) bernama ibu Nisfu Laila yang kebetulan saat itu sebagai Kaprodi Ekonomi Syariah di Universitas Airlangga. Isi WA beliau adalah mengajak saya untuk mengikuti acara call for Paper yang diadakan Unair di Lombok, NTB. Saya awalnya keberatan mengikuti ajakan beliau karena disamping harus mempersiapkan paper dalam waktu singkat juga karena terkendala oleh biaya. Kampus saya bekerja sudah tidak memberikan fasilitas bagi dosen yang ingin menjadi peserta atau presenter/pemateri acara call for paper, yang berarti segala biaya yang ditimbulkan dari acara tersebut menjadi tanggung jawab pribadi saya sebagai dosen.

Namun, karena teman saya tersebut agak memaksa saya agar ikut acaranya, maka saya mulai berfikir untuk mengikuti acara tersebut. Saya mulai meringkas skripsi mahasiswi saya yang temanya agak menarik dan mengkomunikasikan kepada mahasiswi tersebut jika skripsinya akan saya jadikan paper dan sepakat untuk memperbaharui data yang dipakai dengan menambahkan periode penelitian. Alhasil dalam tempo sekitar tiga hari paper yang dibutuhkan siap dikirim melalui email panitia call for paper, tentunya dengan terlebih dahulu membayar biaya untuk menjadi peserta call for paper dan seminar. Selanjutnya saya memesan tiket pesawat PP Jakarta-Lombok-Jakarta dan  saya komunikasikan pada teman dari Unair bahwa saya sudah membayar biaya pendaftaran seminar dan call for paper dan sudah memesan tiket Jakarta-Lombok-Jakarta. Tentunya semua biaya itu saya keluarkan dengan memakai uang pribadi, saya fikir tidak apalah toh hasil positif mengikuti acara tersebut juga saya yang akan menikmati, dan yang terpenting saya dapat bersilaturahim dengan teman-teman di lingkungan ekonomi syariah dan terutama bisa berjumpa dengan kawan baik saya yang mengajak saya mengikuti acara tersebut. Namun demikian, saya tetap agak berat harus mengeluarkan biaya untuk penginapan sekitar tiga malam disana plus biaya makan setelah acara usai, mengingat dana yang saya miliki terbatas karena baru usai Iedul Fitri. Tapi entah mengapa saya punya keyakinan bahwa Allah SWT akan menolong saya, bagaimanapun caranya.

Saya kemudian mengontak ibu Nisfu Laila atau lebih tepatnya sahabat saya yang menjadi organizing committee dan mengajak saya untuk hadir di acara tersebut. Kami pun mengobrol berbagai hal sampai kemudian saya mengutarakan jika saya belum mencari penginapan untuk acara disana. Jawaban yang diberikan teman saya sungguh membuat saya terkejut tetapi sekaligus membuat hati saya plong. Beliau menganjurkan agar saya tidak usah mencari penginapan dan menawarkan untuk menginap di kamarnya. Awalnya saya menolak secara halus namun pada akhirnya saya setuju setelah beliau menyampaikan jika beliau memang sendirian di kamarnya (tidak ada panitia lain yang sekamar dengannya). Satu masalah selesai, dan saya bersyukur item biaya yang harus saya keluarkan sudah berkurang satu. Sungguh Allah Maha Kaya dan Maha Pemurah.

Singkat kata satu malam sebelum acara dimulai saya sudah sampai di hotel tempat nanti acara berlangsung. Saya pun akhirnya banyak bertemu dengan teman-teman Unair yang saya kenal, otomatis kami langsung saling menyampaikan selamat hari raya Iedul Fitri dan saling maaf memaafkan, karena memang masih terasa suasana Iedul Fitri. Keesokan harinya kami mengikuti acara pembukaan dan seminar seharian. Saat acara seminar berlangsung saya bertemu dengan kawan lama dari STEI Tazkia bernama ibu Murniati Muchlisin yang baru lulus Ph.D dari University of GlasGow – Inggris dan sedang menemani promotor disertasinya bernama Dr. Muhammad Hudaib yang menjadi salah satu narasumber di acara tersebut. Beliau sangat antusias saat melihat saya karena beliau tahu saya paling gemar mengabadikan moment apapun dalam suatu acara dengan camera Hand Phone. Saya masih ingat saya pernah mengabadikan beliau saat presentasi di acara Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) yang diadakan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan diselenggarakan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saat itu beliau menjadi pemenang pertama dalam acara tersebut dengan total hadiah sebesar Rp.15.000.000,00. Hasil dokumentasi HP tersebut saya kirim ke beliau via WA, dan tentunya beliau senang karena memiliki dokumentasi moment bersejarah dalam hidup beliau sebagai pemenang lomba pada acara FREKS tersebut.

Kembali ke acara call for paper, singkat kata di hari kedua kami yang mengirim paper harus presentasi yang dikelompokkan sesuai dengan bidang ilmu atau tema yang kami bahas, dan pelaksanaannya dilakukan di gedung pascasarjana Universitas Mataram (Unram). Kami menuju ke lokasi dari hotel kami menginap dengan bis yang telah disediakan oleh panitia, begitupun saat acara selesai kami kembali dengan bis tersebut. Saat akan kembali ke hotel dari Unram ternyata saya bertemu dengan ibu Murniati yang dari STEI Tazkia dan tempat duduk kami bersebelahan. Kami ngobrol berbagai hal dan diakhir pembicaraan beliau bertanya pada saya, apakah saya memiliki rencana khusus untuk malam itu? Saya jawab saya akan mencari makan saja diluar hotel karena fasilitas makan malam memang tidak disediakan oleh panitia. Tidak diduga karena jawaban saya tersebut ibu Murniati mengajak saya menemani dia makan malam di rumah salah satu mantan komisaris Bank BPD NTB yang merupakan relasi beliau dan memiliki hubungan yang sangat baik dengan STEI Tazkia. Saya pun tidak menolak ajakan beliau dan janjian bertemu di lobby hotel setelah melakukan ibadah sholat magrib. Singkat kata kami pun pergi ke rumah relasi beliau (sebut saja Bapak Zulham) dan disambut dengan sangat baik oleh keluarganya dengan hidangan makan malam khas Lombok. Kembali saya bersyukur dalam hati Allah Maha Pemurah.

Berdasarkan obrolan kami selama di rumah bapak Zulham akhirnya saya mengetahui jika STEI Tazkia memiliki program beasiswa dengan mengumpulkan siswa/siswi SMU terbaik di daerah Bapak Zulham tinggal dan bekerjasama dengan BPD Mataram dalam hal pendanaan beasiswanya dengan syarat setelah lulus kuliah para siswa/siswi penerima beasiswa tersebut harus siap bekerja di Bank BPD NTB. Disamping itu STEI Tazkia pun memiliki suatu program pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang disebut Baitul maal wat tamqin yang ruang lingkup usahanya memberikan pembiayaan kepada usaha-usaha home industry yang kebanyakan dikelola oleh para wanita dan proses pemberian pembiayaan tersebut dilakukan secara tanggung renteng oleh seluruh anggota. Kami pun merencanakan dengan salah satu alumni Tazkia yang pernah menerima program beasiswa akan berkunjung ke sentra kerajinan tanah liat pada suatu daerah di Lombok yang merupakan binaan dari Baitul maal wat tamqin  Tazkia. Rencana tersebut akan dilakukan keesokan harinya dan di hari terakhir saya berada di Lombok.

Keesokan harinya saya sempat makan pagi di hotel dengan ibu Nisfu Laila Unair dan berfoto bersama untuk kenang-kenangan. Saat makan pagi tersebut saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada beliau karena sudah mempermudah saya dengan memberikan kesempatan menginap berdua di kamarnya.  Saya katakan saya belum tentu dapat membalas kebaikan beliau dan hanya Allah SWT adalah sebaik baik pemberi balasan.

Jawaban beliau sangat mengejutkan saya dan membuat saya terharu mendengarnya. Ibu santai saja, saya berbuat baik pada ibu bukan untuk ibu koq, tapi untuk diri saya sendiri, karena hakekatnya saat saya berbuat baik pada siapapun sebetulnya sedang berbuat baik untuk diri saya sendiri. Selain itu jika kita ingin mendapat kemudahan untuk diri kita, maka permudahlah urusan orang lain. Masyaa Allah sambal berkaca-kaca saya memeluk beliau dari samping karena saat kita makan tersebut duduknya bersebelahan. Sungguh saya kehilangan kata-kata saat itu dan kalimat itu sampai saat ini tersimpan dalam lubuk hati yang paling dalam. Kembali lagi saya bersyukur dan berucap dalam hati Allah Maha Baik dan Maha Mencukupkan kebutuhan hambanya.

Tidak lama HP saya berdering dan ternyata dari ibu Murniati Tazkia yang mengabarkan jika beliau sudah menunggu di lobby hotel dan siap berangkat ke sentra kerajinan tanah liat di daerah Lombok Barat (jika tidak salah). Saya pun pamit kepada ibu Nisfu Laila dan sekali lagi mengucapkan terima kasih atas kebaikan beliau. Setelah berpelukan dan cipika cipiki saya pun meninggalkan beliau tentu dengan harapan akan bertemu kembali di lain waktu dan kesempatan.

Saat berjalan sambil menggerek koper menuju lobby saya bergumam dalam hati saya sendiri, sungguh luas rezeki Allah di dunia ini, dan tidak harus dalam bentuk materi atau uang yang kita terima, tetapi bisa dalam bentuk apapun. Dalam hal ini, rezeki yang saya terima adalah kemudahan berupa fasilitas penginapan gratis yang diberikan Allah SWT melalui teman saya ibu Nifu Laila yang saat itu bertindak sebagai ketua panitia di acara tersebut. Sungguh syukur yang tidak terhingga saya panjatkan dalam hati kepadaMu ya Rabb. Semoga saja rasa syukur yang saya panjatkan akan menambah keimanan saya, menambah keyakinan bahwa apa yang Kau gariskan dalam hidup saya juga merupakan takdir yang harus saya jalani dan selalu berbaik sangka (khusnudzon) kepadaMu. Sebab sesuai dengan firman-Mu dalam hadist Qudsi sebagai berikut “Aku adalah apa yang hamba-Ku sangkakan kepada-Ku. Jika dia berfikir baik tentang-Ku maka itu yang dia dapat, dan jika dia berfikir buruk tentang-Ku maka itu yang dia dapat.” (Muttafaq ‘alaih). Seperti cerita yang saya alami, saya berkeyakinan Allah SWT akan menolong saya terkait dana yang terbatas sedangkan saya harus memiliki dana lebih untuk membayar penginapan dan makan setelah acara usai. Ternyata terbukti Allah memang manolong saya dengan caraNya.

Semoga semua kejadian yang saya alami akan menambah keinginan dalam diri saya untuk lebih mendekatkan diri kepadaMu. Hal ini sesuai dengan hadist Qudsi lainnya yang berbunyi “Barang siapa mendekat pada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta. Barangsiapa mendekat pada-Ku sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jika hamba-Ku itu mendatangani Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan berlari.” (Muttafaq’alaih). Melalui tulisan ini saya berharap akan tetap mengingatkan diri saya bahwa janji Allah SWT itu pasti dan kita akan merasakannya melalui kejadian-kejadian sehari hari jika sungguh-sungguh meyakininya dan berusaha selalu berhusnudzon dan lebih mendekatkan diri padaNya. Insyaa Allah.

Jakarta, 12 Oktober 2016