TELADAN ITU PELAJARAN

Siti Hajar protes keras, kenapa suaminya IBRAHIM meninggalkan dirinya dan anaknya yang masih kecil, dipadang pasir tak bertuan, panas membakar……

Seperti jamaknya wanita, Siti Hajar hanya bisa menduga ini akibat kecemburuan Sarah istri pertama yang belum juga bisa memberikan putra……

Siti Hajar mengejar Ibrahim, sambil berteriak “ Mengapa engkau tega meninggalkan kami disini ?? Bagaimana kami bisa bertahan hidup ??

Ibrahim Khalilillah terus melangkah, merentang jarak meninggalkan keduanya, tanpa menoleh tanpa memeperlihatkan air matanya yang meleleh, terjepit antara PENGABDIAN yang maha mulia dan PEMBIARAN yang nista.

Siti Hajar sambil menggendong ISMAIL putra semata wayang masih terus mengejar, kali ini dengan setengah menjerit “APAKAH INI PERINTAH TUHANMU ????

Kali ini, Ibrahim Khalilullah berhenti melangkah, dia tidak mau “ Selingkuh” karena pengabdiannya yang larut dalam pembicaraan.

Dunia seolah berhenti berputar, butir pasir dipadang berhenti berbisik, angin tak mampu berdesir. Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu turut terdiam menanti Ibrahim memberi jawaban.

Pertanyaan atau lebih tepatnya “gugatan” Siti Hajar membuat semua terkesiap, gugatan yang menghujam tengah menanti jawaban yang “PAS” dan “TEPAT”.

Segera Ibrahim membalikkan tubuhnya “Teguh” berdiri diatas pijakan yang mantap, penuh yakin dan tegas Ibrahim berkata “ Iya”….

Siti Hajar berhenti mengejar, dia terdiam, tidak kalah yakin dan tegarnya meluncurlah kata – kata dari bibirnya yang mengagetkan semuanya, mengagetkan Malaikat, jagat raya butir pasir dan angin “JIKALAU INI PERINTAH DARI TUHANMU, PERGILAH….., TINGGALKAN KAMI DISINI, JANGAN KHAWATIR …… TUHAN AKAN MENJAGA KAMI ……

Ibrahim pun beranjak pergi dan melanjutkan langkah kami

Dilema itu punah sudah, ini sebuah pengabdian atas nama perintah bukan sebuah pembiaran ……………

Peristiwa Siti Hajar, Ismail dan Ibrahim ini adalah “romantisme keberkahan”.

Dan ……

Itulah IKHLAS, peragaan sebesar keyakinan mutlak kepada “Saya Maha Mutlak”. Ikhlas adalah kepasrahan bukan mengalah apalagi menyerah kalah….

IKHLAS itu, engkau sanggup berlari melawan dan mengejar sanggup memilih “ patuh “ dan     “ tunduk “.

IKHLAS adalah “energi” kekuatan dalam menundukkan diri juga menaklukkan semua yang dicintai.

IKHLAS, bukan lari dari kenyataan, bukan menerima karena keterpaksaan.

IKHLAS bukan pula “rasionalisasi” tindakan apalagi “mengalkulasi” hasil akhir

IKHLAS tak pernah bisa terhitung, konon Cuma tahu “perkalian” dan “penambahan dan tidak pula pernah “menepuk dada”.

Tidak lebih…..

IKHLAS itu anak tangga pertama dan terakhir menuju “NYA” mendengar perintah “NYA” tanpa bertanya IKHLAS adalah IKHLAS ……………………..




FILOSOFI : GULA & KOPI

Kasus 1.

Jika kopi terlalu pahit, siapa yang disalahkan ?

Gula yang disalahkan karena terlalu sedikit hingga “rasa” kopi pahit.

Kasus 2.

Jika kopi terlalu manis, siapa yang disalahkan ?

Gula lagi karena terlalu banyak hingga “rasa” kopi manis.

Kasus 3.

Jika takaran kopi & gula balance siapa yang dipuji ?

Tentu semua berkata kopinya mantap.

Kemana gula yang mempunyai andil mendapat “rasa” kopi menjadi mantap.

Mari iklas seperti “gula” yang larut tak terlihat tapi sangat bermakna.

Gula pasir memberi rasa “manis” pada kopi tapi orang ,menyebutnya “kopi manis” bukan “kopi gula”….

Gula pasir memberi rasa “manis” pada teh tapi orang menyebutnya “teh manis” bukan “ teh gula”…….

Gula pada “Roti” orang menyebutnya “roti manis” bukan “roti gula”….

Orang menyebut sirup pandan, sirup apel, sirup jambu …. padahal bahan dasarnya “gula” tapi “gula” tetap iklas larut dan memberi rasa manis.

Tetapi bila berhubungan dengan sakit baru gula disebut “ Penyakit Gula”

Begitulah “HIDUP” kadang kebaikan yang kita tanam tak pernah disebut orang ….. tapi “KESALAHAN” dibesar besarkan…….

IKHLAS lah seperti GULA

LARUTLAH seperti GULA

SEMANGATLAH memberi KEBAIKAN

SEMANGATLAH menyebar KEBAIKAN

Karena “KEBAIKAN” tidak untuk “DISEBUT” tapi “DIRASAKAN”……




Kepemimpinan

Kepemimpinan selalu memberikan kesan menarik dan senantiasa memberikan daya tarik yang kuat serta senantiasa bersikap dan bergaya dalam situasi tertentu.
Suatu ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pemimpin selalu mendudukan perkara – perkara kecil maupun besar pada porsinya masing – masing.

Pemimpin biasanya digambarkan sebagai penggembala dimana yang digembalakan akan selalu menuruti perintah – perintah pimpinannya. Dalam kehidupannya penggembala selalu berorientasi bagaimana yang digembalakan berjalan menuju tempat yang telah ditentukan.
Sejarah mencatat bahwa Iskandar Zulkarnaen adalah seorang penggembala yang agung dan tangguh pada masa lalu di Mosedomia.

Iskandar yang agung ini mampu menggerakkan rakyatnya membangun Negara dengan falsafah yang sederhana dan cukup ampuh. Pada saat tentaranya mau berontak karena kehausan di tengah padang pasir, tentara yang jumlahnya ribuan tidak bisa menahan dahaga. Pada saat itu ditemukan sebuah kendi yang berisi air, bagaimana mungkin satu kendi bisa memberikan kepuasan pada tentaranya yang jumlahnya ribuan ????

Iskandar yang agung mengambil langkah yang kontroversial dimana air tersebut hanya dituangkan saja karena beliau tidak mungkin memberikan secara adil kepada para tentara perangnya. Karena tindakan tersebut para tentaranya sadar dan tidak jadi memberontak dan justru meneruskan perjuangan.
Kisah yang menarik dan patut diteladani oleh setiap orang adalah kisah khalifah Umar bin Chattab. Suatu malam beliau berjalan – jalan melihat keadaan rakyatnya, dan sampailah dalam perjalannya kesuatu desa yang sangat jauh dari istananya. Di desa itu Umar bin Chattab mendengar suara tangis bocah kecil yang menyayat hati, suara itu didekatinya ternyata hanya sebuah “gubuk” reot ditinggali oleh seorang ibu dan dua anaknya yang masih kecil – kecil. Betapa terkejutnya beliau dari sela – sela dinding perempuan tersebut duduk di depan tungku. Umar lalu masuk dan ibu itu ditanya mengapa anaknya menangis dan apa yang sedang ditanak oleh ibu tersebut ??? ibu itu memberitahu bahwa yang ditanak adalah butiran – butiran kerikil dan anak – anaknya menangis karena kelaparan karena dia tidak dia tidak punya apa – apa untuk makanan anaknya. Si ibu menjelaskan dengan berpura – pura menanak makanan anak – anak akan lupa pada laparnya dan kalaupun menangis terus dia akan tertidur karena kelelahan. Setelah mengetahui apa yang terjadi Umar bin Chattab permisi pulang dan malam itu juga dia langsung ke gudang mengambil satu karung gandum dan langsung dipanggulnya untuk diberikan pada ibu yang kelaparan. Saat dijalan Umar akan ditolong oleh sahabatnya yang menyertai perjalanan tersebut ditolaklah oleh Umar bin Chattab dan dia berucap “ Apakah kau sanggup memikul dosaku kelak dihadapan Tuhan” ????