Dunia bisnis sekarang ini mengalami banyak sekali perubahan. Terutama dalam hal ekspektasi, baik dari sisi bisnis itu sendiri maupun dari sisi pelanggan, yang akibat dari perkembangan teknologi, memiliki akses lebih banyak terhadap informasi produk atau jasa tertentu. Perubahan terjadi dengan sangat cepat dan dinamis, mengakibatkan kondisi lingkungan kompetitif menjadi semakin kompleks dan tidak mudah diprediksi. Namun bukan berarti perubahan selalu membawa petaka. Perubahan bisa berarti peluang. Menurut Sharp, perusahaan-perusahaan yang dengan cepat mampu menyadari adanya perubahan, mempunyai kesempatan lebih besar untuk memastikan apakah perubahan tersebut bisa dimanfaatkan atau relevan terhadap bisnis mereka. Disinilah peran Intelijen Kompetitif atau Competitive Intelligence (CI), yaitu dengan menyediakan informasi yang akurat, objektif dan tepat waktu, sehingga manajer atau pembuat keputusan justru bisa memanfaatkan perubahan dengan membuat keputusan yang baik atau menguntungkan perusahaannya.
Dengan semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis, ditambah juga dengan kondisi lingkungan eksternal yang kompleks, dinamis dan cepat berubah, maka keberadaan intelijen kompetitif merupakan syarat utama bagi sebuah perusahaan untuk bisa bertahan. Karena dengan melakukan praktek analisa intelijen kompetitif, perusahaan akan memiliki strategi kompetitif yang lebih baik dibanding kompetitornya.
The Global Intelligence Alliance (2007a) mengindikasikan kebutuhan intelijen yang sangat kuat, seperti dikutip berikut ini: lingkungan bisnis sekarang ini membutuhkan sebuah sistem yang komprehensif yang mampu mengelola resiko dari lingkungan eksternal sebuah bisnis. Tidak pernah sebelumnya kekuatan atau pengaruh globalisasi sedemikian intens. Sebagian besar pelaku bisnis eksekutif merasa kekuatan dari perubahan tersebut akan membawa dampak besar bagi organisasi mereka. Pandangan yang sama dikemukakan Gilad (2004) yang mengatakan bahwa ada kebutuhan akan intelijen formal di perusahaan-perusahaan besar. Dimana dalam penelitiannya menemukan bahwa hampir 2/3 dari responden survey terkejut dengan kemunculan setidak-tidaknya tiga peristiwa kompetitif yang besar di lima tahun belakangan. Bukan hanya itu, 97% responden mengatakan bahwa perusahaan tempat mereka bekerja lemah dalam sistem peringatan dini.
Sharp, Seena, Competitive Intelligence Advantage: How to Minimize Risk, Avoid Surprises, and Grow Your Business in a Changing World, John Wiley & Sons, Inc: 2009. Hal. 16.
Calof, Jonathan L & Wright, Sheila, Competitive intelligence: A practitioner, academic and inter-disciplinary perspective, European Journal of Marketing Vol. 42 No. 7/8, 2008 pp. 717-730, Emerald Group Publishing Limited 0309-0566 DOI 10.1108/03090560810877114. Hal 719.
Kini semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya Intelijen Kompetitif, seperti yang dikutip dari Market Wire (2007): 1.000 perusahaan besar Amerika akan meningkatkan spending untuk staf dan aktivitas yang berhubungan dengan CI hingga $10 miliar di tahun 2012, dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya sekitar $1 miliar. Begitu juga dengan Pricewaterhouse Coopers (2002): Para CEO yang menganggap CI sebagai sesuatu yang sangat penting, revenue nya akan meningkat hingga 14,2%. Jika dibandingkan dengan yang lain (hanya 11,8%), pertumbuhannya lebih cepat hingga 20%.
Intelijen Kompetitif atau Competitive Intelijen (CI) menurut Society of Competitive Intelligence Proffessional (SCIP) adalah sebuah disiplin ilmu mengenai etika bisnis yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman atas lingkungan kompetitif. Sedangkan menurut Seena Sharp, CI adalah knowledge / pengetahuan dan foreknowledge mengenai lingkungan bisnis secara keseluruhan yang kemudian menghasilkan perbuatan atau tindakan. Jika knowledge mengacu pada pengetahuan masa lalu atau yang sudah diketahui, foreknowledge mengacu pada masa depan, yang meliputi: indikasi, prediksi, forecasts, estimasi, mengenai apa yang akan atau mungkin terjadi. Sedangkan keseluruhan yang dimaksud disini adalah seluruh faktor lingkungan kompetitif yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu bisnis atau usaha, termasuk: pelanggan, penyalur, supplier / penyedia, teknologi, perubahan di masyarakat, peraturan pemerintah, kompetitor, ekonomi, substitusi, prospek, demografi, legislasi dan juga industri lain.
Intinya, CI berkaitan dengan pengetahuan (baik masa lalu maupun masa yang akan datang) terhadap lingkungan eskternal perusahaan yang harus diketahui dan dipahami oleh para pembuat keputusan agar bisa mengambil tindakan atau keputusan yang menguntungkan perusahaannya. Michael Porter dalam bukunya Competitive Strategy mengatakan, untuk bisa bertahan dalam persaingan, kita harus senantiasa melakukan pengkajian ulang terhadap asumsi yang ada. Tentu saja dengan mempertimbangkan setiap faktor lingkungan kompetitif, dan yang akan selalu dimulai dari pelanggan (bukan semata-mata kompetitor), sebagai berikut:
1. Pelanggan
Peter Drucker mengatakan tujuan dari sebuah bisnis adalah mempertahankan dan menciptakan pelanggan. Jadi perusahaan yang mampu memberikan prospek yang diinginkan pelanggan akan dihadiahi dengan peningkatan sales, jumlah pelanggan dan market share. Satu hal yang harus diingat: bukan kompetitor yang membeli produk atau jasa, melainkan pelanggan. Dan pelangganlah yang lebih banyak memberikan masukan atau informasi yang berguna. Inilah yang menjadi alasan mengapa fokus harus dilakukan lebih banyak kepada pelanggan dibanding kompetitor. Salah satu contohnya adalah toko buku Borders yang menambahkan coffee bars di outletnya, dengan tujuan membuat pelanggannya lebih lama berada di outlet.
2. Supplier
Penyedia / Suppliers mempunyai kepentingan terhadap industri tempat perusahaan beroperasi, dan adalah langkah yang tepat untuk menjadikan mereka sebagai sumber informasi mengenai ancaman atau trends (kecenderungan).
3. Distributor
Bisa menawarkan lebih dari sekedar channel, karena untuk kebanyakan industri, distributor adalah buyer – sebagai portal untuk pelanggan lain. Mereka tahu apa yang sesuai untuk marketplace dan mampu mengidentifikasi hambatan untuk masuk ke pasar tertentu. Distributor juga memiliki kemampuan menganalisa marketplace, misalnya dengan menggunakan analisa SWOT. Informasi yang dihasilkan nantinya akan berguna untuk perusahaan dalam melakukan penyesuaian strategi sales dan marketing, atau bahkan mentransformasikan kegagalan menjadi kesuksesan.
4. Kompetitor
a. Direct: perusahaan yang menawarkan produk atau jasa yang mirip atau sama terhadap pelanggan yang sama.
b. Indirect: perusahaan yang berada di industri yang sama atau yang terkait.
c. Substitute: perusahaan yang berbeda industri namun menawarkan produk atau jasa yang mirip atau sama.
5. Substitutes
Adalah penawaran lain yang dianggap oleh pelanggan sebagai alternatif dari produk atau jasa yang digunakan.
6. Teknologi
Mempunyai dampak yang luar biasa (baik secara langsung maupun tidak) terhadap produk, jasa dan industri, serta mengakibatkan lingkungan kompetitif menjadi semakin tidak pasti.
7. Demografi
Bagian integral dari pelanggan adalah komposisi demografis populasi tersebut, apakah mereka itu pelanggan atau bukan. Demograsi sangat menentukan lanskap dan sangat penting dalam membentuk produk yang cocok ditujukan bagi sebuah segmen (atau bagian terbesar) dari pelanggan.
8. Budaya
Termasuk di dalamnya: masyarakat, gaya hidup dan perilaku – yang secara konstan kerap mengalami perubahan. Analisis budaya mampu memberikan kepastian apakah produk atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan persoalan-persoalan atau kecenderungan sosial yang sedang berlaku saat itu.
9. Ekonomi
Kondisi ekonomi jelas akan mempengaruhi pelanggan – modus dan daya beli. Perusahaan yang tanggap akan melakukan penyesuaian produk atau jasa dengan iklim perkenomian yang sedang berlangsung.
10. Peraturan : Industri dan Pemerintah
Merupakan faktor terbesar yang bisa mempengaruhi keputusan pasar. Perusahaan harus selalu mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan mencari tahu peraturan apa yang sedang digodok atu akan muncul – apakah peraturan tersebut berdampak pada produk atau jasa perusahaan kita.
11. Industri Lainnya
Semua bisnis pasti akan dipengaruhi oleh industri tetangganya, oleh karena itu perusahaan harus tetap memperhatikan indirect market –nya.
Seperti yang sudah disinggung di atas, untuk meraih kesuksesan, atau memperoleh keunggulan kompetitif, sebuah bisnis harus mengetahui dan memahami lingkungan kompetitifnya secara keseluruhan. Tidak semata-mata hanya melakukan pemantauan terhadap kompetitor saja. Banyak sekali contoh dari bisnis yang mengalami kegagalan, hanya karena memfokuskan perhatian hanya terhadap kompetitor. Salah satu contohnya seperti yang terjadi pada industri otomotif Amerika yaitu General Motors (GM) dan Chrysler.
Kegagalan keduanya bukan semata-mata karena kegagalan para eksekutifnya dalam menangani kompetitor mereka, yaitu Toyota atau pun Honda. Akar penyebab kejatuhan mereka ternyata sangat basic atau mendasar, yaitu preferensi pelanggan yang berubah dari mementingkan performa menjadi reliability. Pembuat mobil Amerika memang ahli dalam memenuhi keinginan pelanggan yang menyukai mobil dengan performa tinggi, namun ketika semakin banyak perempuan yang menyetir ditambah dengan meningkatnya kemacetan di jalanan, maka yang lebih dibutuhkan pelanggan adalah efisienti BBM, chassis atau kerangka mobil yang lebih pendek (agar parkir di perkotaan menjadi lebih mudah), serta mobil yang jarang masuk ke bengkel untuk diperbaiki. Dan semua preferensi itu mampu diberikan oleh mobil-mobil Jepang yang walaupun membosankan tapi tetap bisa diandalkan. Disini jelas bahwa bukan kompetitor yang menjatuhkan para pembuat mobil Amerika, tetapi mengabaikan perubahan keinginan pelanggan (changing buyer’s need) yang menjadi penyebab utamanya. Kenyataan bahwa kompetitor dalam hal ini mampu mengisi perubahan preferensi pelanggan tersebut dengan menghasilkan mobil-mobil dengan harga lebih murah tapi juga tetap mengutamakan kualitas hanya menjadi faktor tambahan saja.
Dari contoh di atas terlihat bahwa baik Toyota maupun Honda lebih peka terhadap perubahan yang terjadi terhadap konsumen mereka, mengelolanya dengan baik sehingga keunggulan kompetitif mampu mereka dapatkan. Baik Toyota maupun Honda mampu menggunakan perubahan yang terjadi pada preferensi pelanggan menjadi peluang yang kemudian berujung pada keuntungan. Intinya, kegagalan bisnis jarang sekali disebabkan oleh direct competitor. Mengetahui lebih banyak tentang kompetitor dan juga langkah-langkah mereka, tetap merupakan hal yang penting untuk keberhasilan sebuah bisnis. Tetapi bukan menjadi satu-satunya faktor penentu. Yang harus diingat adalah bukan kompetitor yang membeli produk atau jasa, melainkan pelanggan. Jadi dari keseluruhan lingkungan kompetitif yang akan ditelaah oleh perusahaan, harus selalu berdasarkan pada faktor pelanggan.
Calof, Jonathan L & Wright, Sheila, Ibid. Hal
720.
Sharp, Seena, Ibid, hal. 17.
Sharp, Seena. Ibid, hal 15.
Sharp, Seena. Op.Cit, hal 42-55
Gilad, Benjamin, Strategy Without Intelligence, Intelligence Without Strategy,
Business Strategy series Vol.12 No.1 2011, pp.4-11, Emerald Group
Publishing Limited, ISSN 1751-5637. Hal. 5.