Bisnis Moderen, Keberlanjutan Bumi, dan Invisible Hand

Bisnis moderen telah membawa manusia pada taraf peradaban yang sangat maju. Hal ini terutama dimungkinkan oleh penemuan dan pendayagunaan teknologi yang semakin canggih. Kemajuan-kemajuan yang didorong oleh dunia bisnis memungkinkan peningkatan kemakmuran.

Pada saat yang bersamaan, dunia bisnis juga dapat dikatakan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kesenjangan-kesenjangan sosial dan kerusakan ekosistem yang pada gilirannya dapat mengancam eksistensi umat manusia pada planet bumi. Kesenjangan-kesenjangan sosial-ekonomi kian melebar di antara “the haves” dan “the haves not.” Kesenjangan ini terutama terjadi di antara negara-negara maju dan negara-negara yang tertinggal atau yang lebih keren disebut sebagai “emerging economies.”

Peperangan yang dashyat yang dapat terjadi apabila kesenjangan sosial-ekonomi mencapai suatau level yang tidak dapat ditenggang lagi sudah menjadi perhatian dari sebagian kalangan. Program-program sosial-ekonomi yang diprakarsai oleh berbagai pemerintahan dan bisnis-bisnis dari negara-negara maju maupun yang diprakarsai oleh badan-badan internasional untuk membantu percepatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di negara-negara sedang berkembang dapat dipahami sebagai upaya mencegah terjadi kekacauan yang berskala luas karena keterbatasan sumber daya ekonomi dan pemerataannya yang dinilai tidak adil.

Kemajuan ekonomi-material abad keduapuluh dan abad keduapuluhsatu mengakibatkan suatu kemunduran yang makin serius terhadap kondisi eksosistem planet bumi. Pembabatan hutan dan penggunaan bahan bakar dari fosil  yang masif dan dalam waktu yang panjang telah berdampak pada pemanasan global dengan segala konsekuensinya. Mencairnya es di daerah kutub semakin meningkat dan dapat menimbulkan bencana yang besar bagi umat manusia.

Laporan Tempo.co tertanggal 12 Maret 2015 mewartakan laporan tim ilmuwan yang dipimpin ahli geologi asal Denmark, Nicolaj Krog Larsen yang menunjukkan hilangnya es sebesar 100 gigaton per tahun karena pencairan gletser di Greenland.  Tim tersebut melaporkan juga bahwa akibat dari pelelehan tersebut adalah naiknya permukaan air laut  setinggi 16 sentimeter, suatu kenaikan yang  cukup besar. Tidak jaug berbeda,  pencairan es di Kutub Utara telah mencapai 400 gigaton per tahun selama 25 tahun terakhir.Tidak mustahil pada akhirnya bumi mengalami ketidak-seimbangan dan terbalik sehingga dapat mengubah eksistensi umat manusia di planet bumi secara radikal.

Baru-baru ini, ilmuwan-ilmuwan dari National Academy of Sciences mengungkapkan fakta temuan yang  cukup mencengangkan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa umat manusia bakalan terancam akan kekurangan persediaan air pada tahun 2060 (http://tekno.liputan6.com/read/2367704/2060-persediaan-air-bumi-bakal-habis)s.

Diungkap, semua kandungan air di wilayah utara Bumi bertumpu kepada tumpukan salju yang mencair.

Sumber:  http://tekno.liputan6.com/read/2367704/2060-persediaan-air-bumi-bakal-habis

 

Sanggupkah Invisible Hand Berfungsi?

Berhadapan dengan kondisi kerusakan bumi yang semakin berat dan mengancam kelestarian bumi dan eksistensi umat manusia, upaya-upaya untuk mengubah paradigma dan pendekatan bisnis yang peduli pada keberlanjutan keutuhan ciptaan pada planet bumi menjadi perhatian dari semua kalangan. Setiap individu, terutama mereka yang memiliki dan mengendalikan perusahaan-perusahaan raksasa yang berkonrtibusi signifikan terhadap kerusakan ekosistem mestinya mengambil tanggung jawab utama.

Kapitalisme yang dihidupi oleh dunia bisnis konon digerakkan oleh sebuah tangan ajaib yang tersembunyi (an invisible hand) yang senantiasa menyeimbangkan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat secara umum. Jika benar demikian, mengapa kerusakan-kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan raksasa tidak dapat diimbangi dengan adanya pencipataan kebaikan-kebaikan sosial dan lingkungan hidup yang mampu menjaga kesimbangan alam yang sehat?

Menurut Bapak ilmu ekonomi Adam Smith yang mengenalkanya, invisible hand membuat manusia mampu menahan diri untuk berbagi meskipun kondisi alamiahnya bersifat senantiasa mementingkan diri sendiri (selfish). Istilah ini hanya digunakan satu kali di dalam karyanya yang terbit pada tahun 1759, yaitu The Moral Sentiment. Begitu juga hanya digunakan satu kali dalam bukunya The Wealth of Nations yang terbit pada tahun 1776.

Persoalannya, hal yang disebut sebagai invisible hand yang bekerja secara ajaib untuk menjamin keutuhan ciptaan dan keberlanjutan bumi melalui penyeimbangan kepentingan pribadi untuk memaksimumkan keuntungan bisnis dan kepentingan umum, bahkan kepentingan seluruh planet, masih memerlukan pendefinisiannya.

Apakah hal ini berkaitan dengan kehendak bebas? Jika demikian, bagaimana kehendak bebas dari para kapitalis dan pengelola bisnis-bisnis raksasa dapat didayagunakan untuk mengembangkan dunia bisnis yang bertanggung jawab atas perbaikan alam yang telah mengalami kerusakan? Bagaimana pula kehendak bebas dari masyarakat yang menjadi konsumen dikembangkan dan didayagunakan untuk menahan diri dari konsumsi produk-produk yang merusak lingkungan hidup, bahkan dihasilkan gerakan konsumen untuk mendorong berkembangnya bisnis-bisnis yang cinta lingkungan?

Ataukah yang dimaksudkan dengan invisible hand adalah kekuatan alam semesta atau Sang Pencipta aalam semesta? Jika hal ini yang dimaksudkan, persoalannya adalah bagaimana umat manusia dan dunia bisnis mengenali hukum-hukum alam dan batas-batasnya yang perlu dijaga untuk menjamin keberlanjutan bisnis dan sekaligus planet bumi di mana manusia hidup? Jika yang dimaksudkan adalah kekuasaan ilahi, maka terdapat tantangan yang besar bagi para kapitalis dan eksekutif bisnis untuk memahami peran manusia berhadapan dengan lingkungan hidup sebagai titipan yang harus diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya selama mungkin.

Pada akhirnya perlu dikemukakan bahwa bisnis moderen merupakan sebuah capaian umat manusia yang mencerminkan kemajuan peradaban. Akan tetapi keyakinan bahwa kemajuan bisnis berkembang berdasarkan bahan bakar pengejaran kepentingan pribadi akan diseimbangkan dengan kepentingan umum, bahkan dengan kepentingan keberlanjutan planet bumi, oleh invisible hand begitu saja dan melalui suatu operasi yang bekerja secara otomatis perlu untuk dikritisi. Mengharapkan bekerjanya invisible hand tanpa pertanggungjawaban dari para kapitalis dan eksektuif-eksekutif bisnis-bisnis moderen untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang telah rusak bukanlah suatu pandangan hidup yang dapat diterima. Visible hands diperlukan untuk mempercepat keefektifan bekerjanya invisible hand.