JOptionPane untuk input dan output data dalam program Java

Ada beberapa cara untuk melakukan input dan menampilkan output  dalam program Java, salah satunya adalah dengan menggunakan GUI (Graphical User Interface).

Jika kita menggunakan GUI maka syntax yang digunakan untuk memasukan data atau menampilkan data adalah dengan menggunakan JOptionPane.

Contoh program :

import java.util.Scanner;
import javax.swing.JOptionPane;

public class HitungKellSegitigaBox {

public static void main(String[] args) {

double alas, tinggi, sisimiring, keliling;

alas = Double.parseDouble(JOptionPane.showInputDialog(null,”Alas : “));
tinggi = Double.parseDouble(JOptionPane.showInputDialog(null,”Tinggi : “));

sisimiring = Math.sqrt(alas*alas + tinggi*tinggi);
keliling = alas + tinggi + sisimiring;

JOptionPane.showMessageDialog(null, “Alas : ” + alas + “\nTinggi : “+tinggi+
“\nSisi Miring : “+sisimiring+”\nKeliling : “+keliling,
“SEGITIGA”,JOptionPane.INFORMATION_MESSAGE);
}
}

Jika program di atas dijalankan maka akan tampil :

Jika Alas dan Tinggi telah diinput maka akan dihasilkan output sebagai berikut :

 

Happy Coding ..




Bagan Penelitian dan Road Map Penelitian

Dalam melakukan perencanaan penelitian adalah sebuah hal yang lazim bagi seorang peneliti ataupun dosen untuk memiliki apa yang disebut dengan bagan dan road map atau peta jalan penelitian. Namun demikian, seringkali masih dirasakan sulit untuk dapat membedakan kedua hal tersebut, meskipun pada hakikatnya keduanya jelas berbeda namun tetap memiliki keterkaitan.

Road map penelitian atau peta jalan penelitian memiliki tiga komponen penting yang harus saling terkait satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen tersebut adalah: 1) aktifitas penelitian yang telah dilakukan, 2) aktifitas penelitian yang pada periode ini akan dilakukan, dan 3) aktifitas penelitian pada periode berikutnya yang akan menuntun seorang peneliti mencapai tujuan akhirnya. Dengan demikian jelas bahwa peta jalan akan dapat memperlihatkan keterkaitan antara aktifitas penelitian yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh seorang peneliti.

Salah satu kekeliruan yang umum terjadi adalah pada saat seorang peneliti membangun road map penelitiannya maka seringkali yang diletakkan pada bagian penelitian terdahulu adalah milik peneliti lain. Hal ini kurang tepat, karena sepatutnya road map penelitian memang menggambarkan aktifitas perseorangan dari seorang peneliti. Road map penelitian dapat dibuat dalam berbagai bentuk diagram seperti misalnya fishbone diagram ataupun diagram dalam bentuk lainnya selama substansinya tetap tersampaikan. Salah satu ilustrasi road map penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah.

 

Berbeda dengan road map penelitian, maka bagan atau diagram alur penelitian merupakan tahapan aktifitas yang akan dilakukan untuk menyelesaikan sebuah penelitian pada suatu periode. Bagan atau diagram alur penelitian umumnya dibuat per tahun sesuai dengan periode penelitian yang dijalani. Selanjutnya, pada abaga atau diagram alur penelitian akan terlihat secara lebih detil teknis aktifitas penelitian yang akan dilakukan. Salah satu contoh bagan penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah.

Baik road map maupun bagan penelitian merupakan salah satu komponen penting pada saat seorang peneliti mengembangkan proposal guna mengajukan hibah penelitian baik ke Kemristekditi maupun lembaga-lembaga penyedia dana hibah penelitian lainnya. Oleh sebab itu, penting kiranya bagi seorang penelitian ataupun dosen untuk terus mengelola




Kajian Pustaka dengan Menggunakan Perangkat Lunak

LR stabilo

Perahkah anda men”stabilo” berbagai makalah untuk membuat suatu tulisan, lalu ketika hendak menulis, lupa topik tertentu yang sudah dihighlight ada di mana ya? Sila simak penjelasannya di sini,
Untuk mengatasi hal tersebut, software ATLAS.ti dapat digunakan.
Versi percobaannya boleh diunduh gratis: http://atlasti.com/free-trial-version/
Adapun caranya seperti ini: Literature Review with ATLAS.ti

*

Video: klik




Media Sosial dalam Bisnis Bagian 2: Amankah menggunakan Medsos?

Oleh Mardiana Sukardi

Tulisan kedua ini masih berbicara mengenai penggunaan media sosial untuk kegiatan bisnis. Selain mudah dan murah, selanjutnya yang perlu diperhatikan apakah juga aman? Silakan lanjut tulisan di bawah.

Beberapa alasan yang dikemukan dengan penggunaan media sosial dalam perusahaan mengerucut menjadi kemudahan penggunaan dan adopsinya. Bahkan menurut Treem dan Leonardi (2012), dibandingkan dengan bentuk komunikasi lain yaitu email atau instant messaging, media sosial memiliki beberapa kelebihan yaitu: visibility, persistence, editability (mudah untuk disunting), dan association.

Bagi perusahaan atau organisasi, media sosial menyediakan cara baru bagi perusahaan dan karyawannya untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan calon pelanggan, ataupun kepada sesama rekan kerja. Disadari atau tidak maka dalam media sosial ini terjadi pertukaran informasi yang cukup besar. Mengingat bahwa informasi juga menjadi sebagian aset dari perusahaan, maka muncul suatu pertanyaan bagaimana keamanan pertukaran informasi melalui media sosial tersebut. Hal ini yang kemudian menjadi isu dalam penggunaan media sosial dalam kontek organisasi.

Isu potensi adanya ancaman ini dapat muncul karena ketidak tahuan atau kurang sadarnya karyawan dari perusahaan ini sendiri ketika mereka berbagi informasi melalui media sosial, dan ancaman ini dianggap lebih berbahaya daripada ancaman dari pihak luar perusahaan (Hekkala dkk, 2012). Lebih lanjut lagi, risiko akan meningkat apabila perusahaan tidak memiliki kontrol dalam mengatur distribusi informasi melalui media sosial yang dilakukan baik secara internal maupun eksternal.

Jakarta, 28 Februari 2017




LIABILITAS LANCAR, PROVISI DAN KONTINJENSI

LIABILITAS LANCAR, PROVISI DAN KONTINJENSI

CURRENT LIABILITIES

  • LIABILITAS

Merupakan kewajiban perusahaan saat ini yang muncul dari peristiwa masa lalu,yang penyelesaiannya diharapkan menghasilkan arus keluar sumber daya perusahaan, mewujudkan manfaat ekonomis. Oleh karena itu liabilitas mempunyai ciri penting:

  1. Kewajiban saat ini
  2. Muncul dari peristiwa masa lalu
  3. Menghasilkan arus keluar sumber daya (kas, barang, jasa)
  • LIABILITAS LANCAR

Liabilitas lancar dilaporkan, jika ada dua kondisi:

  1. Liabilitas diharapkan akan diselesaikan dalam siklus operasi normal
  2. Liabilitas diharapkan akan akan diselesaikan dalam 12 bulan bulan setelah tanggal

Pelaporan.

Beberapa macam liabilitas lancar adalah:

  1. Utang usaha
  2. Wesel bayar
  3. Utang jangka panjang jatuh tempo
  4. Obligasi jangka pendek yang diharapkan didanai
  5. Utang dividen
  6. Uang muka dan deposit pelanggan
  7. Pendapatan diterima dimuka
  8. Utang pajak penjualan
  9. Utang pajak pendapatan
  10. Liabilitas terkait karyawan
  • HUTANG USAHA

Hutang usaha (account payable) atau hutang dagang (trade accounts payable), merupakan saldo yang terhutang pada pihak lain atas barang, perlengkapan, atau jasa yang dibeli dengan akun terbuka atau secara kredit.hutang usaha muncul karena adanya kesenjangan waktu antara penerimaan jasa atau akuisisi hak aktiva dan pembayaran atasnya. Periode perluasan kredit ini biasanya ditemukan dalam persyaratan penjualan (misalnya, 2/11, n/30 atau 1/10, E.O.M) dan biasanya 30 hingga 60 hari.

  • NOTES PAYABLE

Adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu di masa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya. Wesel dapat diklasifikasikan sebagai jangka panjang atau jangka pendek, tergantung pada tanggal jatuh tempo pembayaran. Selain itu, wesel juga dapat diklasifikasika sebagai wesel dengan bunga atau wesel tanpa bunga.

  • PENERBITAN WESEL DENGAN BUNGA (Interest-Bearing Note)

Contoh, Michol Co. menandatangani sebuah wesel 4 bulan senilai $100.000 dengan bunga 6%. Ayat jurnal untuk mencatat penerimaan kas oleh Michol Co. pada tanggal 1 Maret:

Jurnal yang harus dibuat adalah:

Mar 1.   Cash 100.000

Notes Payable 100.000

Ayat jurnal penyesuaian

Jun 30. Interest Expense 2.000

Interest Payable 2.000

Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran wesel dan bunga akrual :

Jul 1.      Notes Payable 100.000

Interest Payable 2.000

Cash 102.000

 

  • PENERBITAN WESEL TANPA BUNGA (Zero-Interest Bearing Note)

Contoh, Michol Co. menerbitkan wesel tanpa bunga berjangka waktu 4 bulan senilai $102.000 kepada Bank BERINGIN. Present Value wesel itu adalah $100.000. ayat jurnal untuk mencatat transaksi ini bagi Michol Co.:

Jurnal yang harus dibuat adalah:

Mar 1.   Cash 100.000

Notes Payable 100.000

Ayat jurnal penyesuaian:

Jun 30.  Interest Expense 2.000

Notes Payable 2.000

Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran wesel dan bunga akrual:

Jul 1.      Notes Payable 102.000

Cash 102.000

 

PROVISION

  • PROVISI Merupakan liabilitas yang jumlah dan waktunya belum diketahui dengan pasti. Perusahaan dapat mengakui adanya provisi jika ada beberapa kondisi:
  1.  Perusahaan mempunyai kewajiban saat ini sebagai akibat peristiwa masalalu (misalnya penjualan)
  2. Memungkinkan arus keluar sumber daya yang mempunyai manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajiban tersebut.
  3. Estimasi dari jumlah kewajiban dapat diukur secara andal.
  • Perkara Pengadilan, Klaim dan Pengenaan

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan:

  1. periode waktu dimana penyebab tindakan yang mendasari terjadi
  2. probabilitas hasil yang tidak menguntungkan
  3. kemampuan untuk membuat estimasi yang layak mengenai jumlah kerugian
  • Biaya Jaminan dan Garansi Perusahaan menggunakan 2 metode dasar akuntansi untuk biaya jaminan:
  1. metode dasar kas biaya jaminan dicatat sebagai beban pada saat dikeluarkan
  2. metode akrual biaya jaminan dibebankan ke beban operasi pada tahun berjalan. Ada dua pendekatan dalam metode akrual, yaitu Expense Warranty Approach dan Sales Warranty

Approach.

  • Expense Warranty Approach

Contoh kasus, Denson Machinery Co. memulai usaha pada 1 Juli 2011, hingga 31 Desember 2011 menjual mesin sebanyak 100 unit dengan harga $5.000. berdasarkan pengalaman masalalu, Denson Co. mengestimasikan kos untuk garansi sebesar $200 per unit. Garansi yang muncul pada tahun 2011 yaitu sebanyak $4.000 dan tahun 2012 diestimasikan sejumlah $16.000. jurnal yang dibutuhkan.

Penjualan

Cash or Accounts Receivable 500.000

Sales` 500.000

Pada akhir periode mencatat:

Biaya garansi aktual selama Juli – Desember

Warranty expense 4.000

Cash. Inventory / Accrued Payroll 4.000

Mengakui utang garansi yang akan datang

Warranty expense 16.000

Warranty Liability 16.000

  • Sales Warranty Approach

Contoh: Hanlin menjual mobil senilai $20.000 dan memberikan dan akan memberikan garansi (servis untuk 36.000 mil pertama atau selama 3 tahun). Untuk itu, pembeli membeli jaminan garansi seharga $600. Ayat jurnal yang dibutuhkan:

Penjualan

Cash 20.600

Sales 20.000

Unearned warranty revenue 600

Untuk mengakui pendapatan garansi pada akhir periode

Unearned warranty revenue 200

Warranty revenue 200

Untuk mencatat biaya misalnya tahun pertama biaya yang muncul $195:

Warranty expense 195

Cash / inventory / accrued payroll 195

CONTINGENCIES

  • KONTINJENSI

Adalah suatu kondisi, situasi, atau serangkaian situasi yang ada yang melibatkan ketidakpastian mengenai keuntungan (keuntungan kontinjensi) atau kerugian (kerugian kontinjensi) untuk perusahaan yang pada akhirnya akan diketahui ketika satu atau lebih kejadian di masa depan terjadi atau tidak terjadi.

  •  Contingent Liabilities

Merupakan situasi yang melibatkan ketidakpastian atas kemungkinan terjadinya kerugian. Kewajiban kontinjen adalah kewajiban yang bergantung pada terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut bergantung kontinjensi.

Suatu estimasi kerugian kontinjensi harus diakrualkan dengan membebankan- nya ke beban dan kewajiban dicatat hanya jika kedua kondisi ini terpenuhi:

  1. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan laporan keuangan menunjukkan kemungkinan besar kewajiban telah terjadi pada tanggal laporan keuangan.
  2. Jumlah kerugian dapat diestimasi dengan layak
  •  Contingent Assets

Adalah klaim atau hak untuk menerima aktiva (atau memiliki kewajiban yang menurun) yang keberadaannya tidak pasti tetapi pada akhirnya mungkin menjadi sah. Contoh: Penerimaan yg mungkin atas uang dari hadiah sumbangan, bonus,dsb. Kemungkinan restitusi pajak, penundaan kasus pengadilan yg hasilnya mungkin menguntungkan

Penyajian dan Analisis

Penyajian Kewajiban Lancar

Jika kewajiban jangka pendek dikeluarkan dari kewajiban lancer karena pendanaan kembali maka catatan atas laporan keuangan arus mencakup:

  1. penjelasan umum mengenai perjanjian pendanaan
  2. persyaratan dari setiap kewajiban baru yang terjadi atau akan terjadi
  3. persyaratan dari setiap sekuritas ekuitas yang diterbitkan atau akan diterbitkan

Penyajian Kontinjensi

Beberapa kewajiban kontinjen lain yang harus diungkapkan meskipun perusahaan kemungkinan kerugiannya kecil adalah sbb:

  1. jaminan atas hutang pihak lain
  2. kewajiban bank komersial menurut “stand by letters of credits”
  3. jaminan untuk membeli kembali piutang (atau property lain yang berhubungan) yang telah dijual atau diberikan.



Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23

Pendahuluan
Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara dengan penerimaan yang paling besar, dimana pemerintah menggunakan pajak ini sebagai salah satu modal negara dalam melakukan pembangunan negara. Belum lama ini, sebagaimana telah diketahui bahwa Indonesia sudah menggalakkan Tax Amnesty atau pengampunan pajak yang dapat menarik para Wajib Pajak untuk dapat melaporkan segala asetnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan menyetorkan pajaknya sesuai tarif yang telah ditentukan sesuai dengan masa Tax Amnesty yang berlaku.
Wajib Pajak (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap memiliki penghasilannya masing-masing baik itu atas jasa yang diperoleh di dalam negeri maupun di luar negeri. Dimana penghasilan ini harus dipotong oleh PPh 23 yang telah di atur dalam Pasal 23 ayat (2) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. Selain itu, terdapat juga pajak yang dikenakan pada Wajib Pajak yang berada di luar negeri untuk PPh 26 yang diatur dalam UU Pasal 26 No. 36 Tahun 2008.

A. Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak penghasilan Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan), dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.

B. Pemotong PPh Pasal 23
Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
1. Pihak pemotong PPh Pasal 23:
a. Badan pemerintah.
b. Subjek pajak badan dalam negeri.
c. Penyelenggara kegiatan.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
f. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjukoleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh Pasal 23: akuntan, arsitek, dokter, motarism Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; serta orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan).
b. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

C. Penghasilan yang Dikenakan serta Penghasilan yang Dikecualikan dari PPh Pasal 23
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23:
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 (selanjutnya disebut Objek PPh Pasal 23) sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
1. Deviden.
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.
3. Royalti.
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Perbedaan penghasilan berupa hadiah dan penghargaan yang dipotong PPh Pasal 21 dengan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah untuk PPh pasal 23, Wajib Pajaknya bisa Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi mau pun Wajib Pajak dalam negeri badan, tetapi untuk PPh Pasal 21 Wajib pajaknya adalah Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan denga penggunaan harta, kecuali untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimna dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.

D. Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23:
Beberapa jenis pengahsilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan Objek PPh Pasal 23) sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2000, yaitu:
1. Penghasilan yang dibayar atau berutang kepada bank.
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: • dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; • bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
5. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
6. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. Badan usaha yang dimaksud adalah perusahaan pembiayan yang telah mendapat ijin Menteri Keuangan; BUMN/BUMD yang husus memberikan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKM) termasuk perseroan terbatas (PT) Permodalan Nasiona Madani. Penghasilan yang dimaksud adalah imbalan yang diberikan atas penaluran pinjaman/pembiayaan termasuk pembiayaan syariah.

E. Tarif dan Penghitungan PPh Pasal 23
Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas : a. Dividen. b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. c. Royalti. d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e.
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas: a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengguanan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pnggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dalam Pasal 21. Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang sebebnarnya.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang (design);
8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing film;
20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37. Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).




Novelti – NoveltiaN — Oleh Edy Sukarno

Novelti – NoveltiaN

Oleh Edy Sukarno

Dewasa ini penelitian digalakkan di kalangan perguruan tinggi dan sangat ditekankan bahwa  setiap penelitian diharapkan menghasilkan hal-hal yang baru.  Dan penelitian tersebut tentu mengacu pada pakem pengetahuan tertentu yang dianggap sudah lazim dikenal, misal akuntansi dan manajemen yang sebetulnya keberadaannya berada pada rumpun ilmu sosial.  Eksistensi  keduanya sebagai ilmu pengetahuan, acapkali dipandang sebagai akumulasi pengetahuan yang sistematis.  Betulkah itu ?  Saya belum tahu jawabannya, yang jelas sekarang ini keduanya dipraktikkan dalam suatu lingkungan organisasi yang hidup dengan segala dinamikanya.

Esensi ilmu pengetahuan yang utama, yakni merupakan suatu metode pendekatan terhadap keseluruhan ranah empiris, yaitu alam nyata yang dapat dikenal orang via pengalamannya.  Dengan begitu, ilmu pengetahuan tidak ditujukan untuk menggapai kebenaran mutlak.  Nah, apakah dengan dalih paradigma semacam itu pada akhirnya riset akuntansi dan manajemen bebas berkreasi untuk menemukan kebaruannya alias novelty ?  Ingatlah, akuntansi dan manajemen orientasinya pasar yang sarat hiruk pikuk oleh para pelaku bisnis yang multi etnis.  Lho apa hubungannya dengan riset ?

Riset akuntansi dan manajemen yang baik tentu yang hasilnya membawa kemaslahatan bagi umat manusia.  Oleh karena itu jika hasil riset-riset yang dilakukan sebatas berguna hanya  bagi  “peneliti berikutnya”, bukan industri atau instansi, maka bisa dikatakan noveltinya hanya novelti-noveltian.  Kalau kita mau maju, kata orang pinter harus berani berinovasi dan berkreasi.  Jadi marilah melakukan terobosan yang radikal, untuk itu penelitian yang dilakukan janganlah kental dengan nuasa replikasi.  Pendekatan kuantitatif dengan statistik yang sangat marak di akuntansi dan manajemen sekarang ini, kesannya hanya  “pinjam sedikit ekonometri” supaya lebih terlihat analistis.  Betulkah itu ? Ah, mungkin saya keliru…

Tapi saya jadi ingat apa yang dikatakan Alex Nobel, “risiko itu penting.  Tidak ada pertumbuhan inspirasi kalau kita hanya tinggal di dalam sesuatu yang aman dan nyaman.  Begitu Anda temukan apa yang paling terampil Anda lakukan, mengapa tidak mencoba sesuatu yang lain?”  Lahirnya Balanced Scorecard di tahun 1990an oleh Kaplan (akuntan) dan Norton (pebisnis) disinyalir tidak bermula dari  menggunakan perhitungan statistik yang pelik nan rumit.  Namun dari asumsi kritis yang masif lantas dimanifestasikan ke dalam rumusan yang sistematis dan operasional.

Akhirnya, ini semua saya cuma bercuap lho…mumpung beropini masih nggak kena pajak.  Saya teringat juga kata Zig Ziglar (motivator handal) yang berujar: “kita semua memiliki dua pemberian yang seharusnya kita gunakan sesering mungkin, yaitu daya khayal dan rasa humor.  Daya khayal memberikan keseimbangan dengan apa yang sebenarnya bukan diri kita, sedangkan rasa humor memberikan penghiburan terhadap realita diri kita yang sejati”.

Salam hangat senantiasa..




Penggunaan Scanner dan Fungsi Math dalam program Java

Pada pertemuan kali ini saya akan memberikan contoh program menghitung keliling segitiga siku-siku.

Input alas dan tinggi melalui keyboard menggunakan kelas Scanner, agar kelas Scanner dapat digunakan maka di awal program harus menyertakan perintah : “import java.util.Scanner”.

Sedangkan untuk mencari akar dalam menghitung sisi miring digunakan fungsi math sqrt(arg).

Contoh program:

import java.util.Scanner;
public class HitungKelilingSegitiga {

public static void main(String[] args) {
double alas, tinggi, sisimiring, keliling;

// Buat objek Scanner
Scanner scan = new Scanner(System.in);

System.out.println(“Menghitung Keliling Segitiga”);

System.out.print(“Alas : “);
alas = scan.nextDouble();

System.out.print(“Tinggi : “);
tinggi = scan.nextDouble();

sisimiring = Math.sqrt(alas*alas + tinggi*tinggi);
keliling = alas + tinggi + sisimiring;

System.out.println(“Sisi Miring = ” + sisimiring);
System.out.println(“Keliling = ” + keliling);

// Tutup object Scanner

scan.close();

}

}

Output yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Menghitung Keliling Segitiga
Alas : 3
Tinggi : 4
Sisi Miring = 5.0
Keliling = 12.0

 

Happy Coding ..

 




Sekilas Bank Umum

Bank Umum
Pengertian, fungsi dan sasaran operasi Bank
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

Fungsi
a. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi;
b. Menciptakan uang;
c. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat;
d. Menawarkan jasa-jasa keuangan lain.

Usaha bank
a. Menghimpun dana dari masyarakat;
b. Memberikan kredit;
c. Menerbitkan surat pengakuan utang;
d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diaksep oleh bank,
2. surat pengakuan utang,
3. kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah,
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
5. obligasi,
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun,
7. instrument surat berharga lain.
e. Memindahkan utang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berhargadan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga;
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian);
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;
l. Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), kartu kredit dan kegiatan wali amanat (trustee);
m. Menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil;
n. Melakukan kegiatan lain misalnya kegiatan dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi; dan melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit;
o. Kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Sasaran Manajemen
a. Sasaran jangka pendek: pemenuhan likuiditas untuk memenuhi likuiditas wajib minimum yang ditetapkan otoritas moneter di samping kebutuhan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah sehari-hari, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan penanaman dana dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek atau instrumen pasar uang.
b. Sasaran jangka panjang: memperoleh keuntungan dari kegiatan bank untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemilik bank.

Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen bank
Faktor internal
Berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan strategi operasional bank.
a. Struktur organisasi bank yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan kebijakan atau perencanaan;
b. Budaya kerja perusahaan;
c. Filosofi dan gaya manajemen;
d. Strategi segmentasi pasar dan jaringan kantor;
e. Ketersediaan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi;
f. Komitmen pemilik terhadap pengembangan usaha bank.

Faktor eksternal
a. Kebijakan moneter;
b. Fluktuasi nilai tukar dan tingkat inflasi;
c. Volatilitas tingkat bunga;
d. Sekuritisasi;
e. Treasury management;
f. Globalisasi;
g. Persaingan antarbank maupun lembaga keuangan nonblank;
h. Perkembangan teknologi;
i. Inovasi instrumen keuangan

Risiko usaha (Business risk) bank
Tingkat ketidak pastian pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh bank, semakin besar kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan.
a. Risiko kredit,
b. Risiko investasi,
c. Risiko likuiditas,
d. Risiko operasional,
e. Risiko penyelewengan,
f. Risiko fidusia,
g. Risiko tingkat bunga,
h. Risiko solvensi,
i. Risiko valuta asing,
j. Risiko persaingan.

Neraca Bank

Neraca Bank Umum

Pos Aktiva (%) Pos Kewajiban dan Ekuitas (%)
Kas
Giro pada BI
Giro pada bank lain
Penempatan pada bank lain
Surat-surat berharga
Kredit yang diberikan
Penyertaan
Biaya dibayar dimuka
Aktiva tetap
Aktiva sewaguna usaha
Aktiva lain-lain
0,5
4,0
0,5
13,9
3,8
70,0
3,7
0,8
1,4
0,2
1,2 Giro
Kewajiban segera lainnya
Tabungan
Deposito berjangka
Sertifikat deposito
Surat berharga yang diterbitkan
Pinjaman yang diterima
Pinjaman subordinasi
Kewajiban lain
Ekuitas
7,8
15,2
8,4
44,6
10,3


6,4

0,8
6,5

Jumlah

100
Jumlah
100

Permodalan Bank

Fungsi Modal Bank
Modal bang sedikitnya memiliki tiga
fungsi utama bank: fungsi operasional, fungsi perlindungan, fungsi pengamanan dan pengaturan.
Fungsi modal bank meliputi:
a. Memberikan perlindungan kepada nasabah;
b. Mencegah terjadinya kejatuhan bank;
c. Memenuhi kebutuhan gedung kantor dan inventaris;
d. Memenuhi ketentuan permodalan minimum;
e. Meningkatkan kepercayaan masyarakat;
f. Menutupi kerugian aktiva produktif bank;
g. Sebagai indicator kekayaan bank;
h. Meningkatkan efisiensi operasional bank.

Factor-faktor yang dipertimbangkan dalam menilai kebutuhan modal bank:
a. Kualitas dan integritas manajemen;
b. Likuiditas;
c. Kualitas aktiva;
d. Laba yang ditahan;
e. Pembebanan biaya;
f. Struktur sumber dana;
g. Kualitas prosedur operasi;
h. Ketentuan permodalan minimum;
i. Kebijakan pemupukan modal dan pembagian dividen.

Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia
Modal Inti
a. Modal disetor;
b. Agio saham;
c. Modal sumbangan;
d. Cadangan umum;
e. Cadangan tujuan;
f. Laba yang ditahan;
g. Laba tahun lalu;
h. Laba tahun berjalan.

Modal Pelengkap
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap;
b. Penyisihan penghapusan aktiva produktif;
c. Modal pinjaman (modal kuasi);
1. tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh;
2. tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI;
3. mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang ditahan dan cadangan-cadangan yang yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi.
4. pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
d. Pinjaman subordinasi
1. ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman;
2. mendapat persetujuan dari BI;
3. tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh;
4. minimal berjangka waktu 5 tahun;
5. pelunasan sebelum jatuh tempo mendapat persetujuan BI;
6. hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada.

Mobilisasi Dana Bank
Faktor-faktor keberhasilan:
a. kepercayaan masyarakat pada suatu bank, dan ini dipengaruhi oleh kinerja bank, posisi keuangan, kapabilitas, integritas, dan kredibilitas manajemen bank.
b. Ekspektasi, perkiraan pendapatan yang akan diterima penabung disbanding investasi lain dengan risiko yang sama;
c. Keamanaan;
d. Ketepatan waktu dalam pengembalian simpanan nasabah;
e. Pelayanan yang lebih cepat dan fleksibel;
f. Pengelolaan dana bank yang hati-hati.

Risiko Mobilisasi Dana
a. Risiko likuiditas;
b. Risiko tingkat bunga;
c. Risiko kredit;
d. Risiko modal.

Strategi Mobilisasi Dana
a. Pengembangan produk;
b. Segmentasi pasar;
c. Diferensiasi dan citra produk;

Sumber Dana Bank
a. Giro;
b. Deposito berjangka;
c. Tabungan;
d. Deposit on call;
e. Sertifikat deposito;
f. Pasar uang antarbank;
g. Pinjaman antarbank;
h. Repurchase agreement;
i. Setoran jaminan;
j. Dana transfer;
k. Obligasi;
l. Kredit Likuiditas Bank Indonesia;
m. Fasilitas diskonto;
n. Dana sendiri, terdiri dari:
1. modal disetor;
2. cadangan-cadangan;
3. laba yang ditahan;
4. laba tahun berjalan;
5. agio saham.

Biaya Dana Bank
Biaya bunga yang dibayarkan oleh bank atas keseluruhan dana yang dihimpun dari berbagai sumber.
Mengapa perlu dihitung?
a. Bank mencari kombinasi sumber dana dengan biaya terendah yang tersedia dipasar;
b. Perhitungan biaya dana yang akurat penting untuk menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh atas aktiva produktifnya;
c. Jenis sumber dana yang dihimpun bank dan penggunaannya memiliki dampak terhadap risiko likuiditas, risiko tingkat bunga dan risiko modal bank.

Besarnya biaya dana bank dipengaruhi:
a. Struktur sumber dana yang dikelola bank;
b. Tingkat bunga yang diberikan kepada deposan;
c. Ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan oleh otoritas moneter.

Perhitungan Biaya Dana
Cost of fund: biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib atau reserve requirement.
a. Cost of loanable fund: biaya dana setelah dikurangi ketentuan reserve requirement atau saldo giro wajib minimum (GWM).
Cost of money: penjumlahan dari total cost of loanable fund dan biaya overhead.

Konsep Perhitungan Dana Bank
a. Konsep biaya dana rata-rata historis;
b. Konsep biaya dana rata-rata tertimbang;
c. Konsep biaya dana marjinal.

Penentuan Tingkat Bunga Kredit
a. Cost of loanable funds;
b. Spread;
c. Biaya overhead;
d. Premi risiko;

Faktor-faktor lain:
a. Jangka waktu;
b. Jaminan kredit;
c. Reputasi perusahaan;
d. Hubungan baik;
e. Jaminan pihak ketiga.




Why It’s Time to Say Goodbye to Traditional Budgeting

By: Ken Wolf

What the Research Says
General Electric Chairman Jack Welch doesn’t think much of budgets.  In his best-selling book, Winning, he calls the budgeting process, “the most ineffective practice in management.  It sucks the energy, time, fun and big dreams out of an organization…In fact when companies win, in most cases it is despite their budgets, not because of them.”CEOs in Europe have long shared Mr. Welch’s distaste for traditional budgeting. That’s why the rolling forecast and other methods of continuous planning have replaced the traditional budget at many European companies.  Now that trend is slowly making its way across the pond, as more and more American-based companies realize that a more adaptive planning approach is the best way to set their future course.The Beyond Budgeting Round Table (BBRT) has spent countless hours examining the performance management models of many large organizations and produced dozens of case studies.   Its conclusion: the culture of budgeting is the single greatest barrier to change.  The average corporation spends four months and 20-30% of senior executives’ and financial managers’ time on the budget (with some organizations taking six to nine months).  In 2003, the Hackett Group found that the average billion-dollar company spent as many as 25,000 person-days per billion dollars of revenue putting together the annual budget.

“Budgets, once meaningful control instruments, have become (in today’s dynamic information/knowledge economy and global buyer’s markets) a danger for lasting enterprise success,” says Steve Player, director, BBRT North America.  “They prevent fast and flexible adaptation to the market so that full potential is not realized.  They often promote mistrust, deception and endanger the external corporate transparency demanded today.”

Specific Problems with Budgets
There are three primary problems with traditional budgeting: 

1. It takes a long time, costs too much, and consumes too many corporate resources.  For some companies, the process can take as long as six to eight months.  Many companies on a calendar fiscal year start the budgeting process in the summer and won’t end until November, December or, in some cases, after the budget period has actually started.  Most budgets are very detailed and require the input and back and forth negotiation of many people throughout the organization, which only adds to the amount of corporate resources consumed by traditional budgeting. Moreover, often, internal politics come into play and become more important than the customer—with managers and employees self-occupied as a result.

2. It’s fixed and inflexible, and can quickly become irrelevant.  The traditional budget starts top down and then becomes a detailed bottom up building process to meet fixed goals set by management—whether realistic or not.  Once the budget is locked down, game over—no more changes.  The economy may change, industry or market conditions may change, something specific within the business may change.  Regulations may roil the playing field.  New entrants or competition may emerge.  There may be new concepts, new partnerships, new innovations, or other internal factors with financial repercussions.  There are so many things that can (and perhaps should) change, and yet the budget only looks at things as they were back when it was created.

A survey of planning, budgeting, and forecasting practices by APQC and the BBRT found that 55% of respondents felt that the assumptions used in their budgets were so different than actual results that the budgets were useless within the first six months of the year.  Player, the lead researcher in the study, noted that this trend is increasing as market conditions become more volatile due to the accelerating speed of business.

3. Most companies tie executive and employee compensation directly to performance against the budget.  When this happens, the goal for the employee becomes “How can I minimize performance expectations?”  And, the easiest way to control that is to negotiate an overly achievable budget benchmark, so that hitting the goal is easily reached.  If you’re managing a cost center responsible for spending, you will likely try to maximize as much as possible the size of the budget spend, because it will give you the most resources to spend regardless of whether these resources are necessary.  And, if you come in at what you really think you’re going to spend, you’ll look good, which will impact you positively from an incentive standpoint.  Conversely, if you’re a in a revenue producing center, you’re likely going to lowball the budget, so when you exceed it you’ll look good.  But, you’ll just barely exceed it so you have plenty of room to do well the next year.  Otherwise, management will increase your budget for next year!

So, what happens is that the budget, the very mantle on which the company stands, actually turns into an internal negotiation with management, a gamesmanship of sorts, where rather than developing a budget that realistically reflects a view of where the company is going, ends up being something largely fictitious and arbitrary.

The Remedy: Rolling Forecasts
If the traditional budget has flaws, what should be done?  The rolling forecast is a logical adaptation of the fixed budget or forecast—largely addressing the issues raised above with the traditional planning process.

The rolling forecast is a solid first step toward adaptive performance management.  To better understand the rolling forecast, picture the 15th century explorer traveling the ocean in pursuit of the New World.  He may have maps and charts at his disposal, but what if he has to change course due to unplanned circumstances such as bad weather, sickness or even the occasional pirate ship attack?  Without some kind of tool that can help him navigate these unexpected deviations from plan and reset course, our captain may very well end up in Belize rather than Boston.

A rolling forecast can be defined as a projection into the future, partly based on past performance, that is routinely updated to incorporate input and information reflecting changing market, industry and/or business conditions.  It is not meant to be a fixed target, but rather a best current prediction as to the organization’s financial and operational performance over a certain time horizon.  That time horizon can be 12, 18, 24 or any number of months or quarters ahead from today.  It “rolls,” because as time moves forward, so does the time horizon of the forecast, unlike a traditional budget cycle that ends at a fixed point in time.  Ideally, you don’t want to look too far into the future or it tends to become too hazy, unrealistic and unpredictable, but you also don’t want to keep the time horizon too short or you’re not seeing the full impact of your decisions.

Rolling forecasts are typically updated on an ongoing basis, rather than quarterly or semi-annually.  This means that they are more accurate and require less time to update than a traditional budget/fixed forecast planning model.  Unlike traditional budgeting, where you basically start all over and have to redefine the whole process and marshal the resources annually (and have to contend with ongoing negotiations), rolling forecast, involves only minor tweaking as you continually update on a short-term basis.  This saves time and resources.

Rolling forecasts solve the third problem outlined above, tying executive and employee compensation directly to performance against the budget, by instead focusing on outperforming the competition and achieving high performing results.  For example, a company can use key industry metrics to measure its performance against the top players in its industry, resulting in higher bonuses for executives if the company outpaces its competition.  Or, try publicizing peer performance of a sales organization—and see how hard those salespeople work to remain “A” players and come out on top.

Responding to Change
European countries, as earlier indicated, have pioneered the notion of moving away from the traditional budgeting approach.  The climate, of course, is different there—one generally marked by an open and less regulated market.  In the U.S. we tend to have a shorter term mentality resulting from the influence of Wall Street, which places an undue emphasis on quarterly earnings and its effect on stock prices.  This drives companies towards traditional budgeting, which Wall Street closely monitors, leaving little room for flexibility.

As a result, many companies have been resistant to change.  As with any trend, there will be a tipping point.  In the last couple of years we have seen a willingness by clients to get their toes wet when it comes to rolling forecasts, with many slowly making the transition by establishing some kind of rolling forecast, while not yet eliminating the traditional budget.  The goal is that eventually the concept of the calendar year and the stop-and-start budget will become less and less important.

If your business uses an antiquated tool that doesn’t facilitate a rolling forecast, the transition will be an onerous one.  Managing the rolling forecast by using spreadsheets is very challenging, and most budgeting software tools are designed for fiscal year cycles.  Yet, planning tools now exist that offer flexibility and can handle the transition from the budget to the rolling forecast, or any variation thereof.

But even with the proper tools to facilitate the transition to the new system is the need for a fundamental change in an organization’s culture and management philosophy.  The change must be a C-level management decision and then be efficiently communicated down the chain.

Like any significant change, this one won’t be painless. But the return on investment will be great. People will quickly learn to love the rolling forecast if, for no other reason, that it’s not the budget.

 

About the Author(s)
Ken Wolf is president and CEO of Revelwood (www.revelwood.com), a firm that provides performance management solutions to Fortune 1000 and mid-market companies.
Artikel asli: