Ontologi, Epistemologi dan Metodologi
Dalam tulisan ini Twinning memposisikan istilah kualitatif dan kuantitatif merujuk pada metodologi, sedangkan istilah numerik dan non-numerik mengacu pada data.
Dalam tulisan ini Twinning memposisikan istilah kualitatif dan kuantitatif merujuk pada metodologi, sedangkan istilah numerik dan non-numerik mengacu pada data.
OPPORTUNITY COST
Biaya peluang atau biaya kesempatan (bahasa Inggris: Opportunity Cost) :
– biaya yang dikeluarkan ketika memilih suatu kegiatan. Berbeda dengan biaya sehari-hari, biaya peluang muncul dari kegiatan yang tidak bisa kita lakukan.
– biaya yang timbul akibat dari mengorbankan kesempatan menggunakan barang dan jasa untuk tujuan yang lain.
– biaya peluang dapat diartikan juga sebagai kesempatan yang hilang karena seseorang telah memilih altematif lain.
– biaya kesempatan, juga dikenal sebagai alternatif biaya, adalah nilai (bukan keuntungan) dari pilihan alternatif yang terbaik hilang saat membuat keputusan. Sebuah pilihan harus dibuat antara beberapa alternatif saling eksklusif.
Dengan asumsi pilihan terbaik dibuat, itu adalah “biaya” yang dikeluarkan oleh tidak menikmati manfaat yang akan telah memiliki pilihan terbaik yang tersedia :
[1] The New Oxford American Dictionary mendefinisikan sebagai “hilangnya potensi keuntungan dari alternatif lain ketika salah satu alternatif yang dipilih.”. Biaya peluang merupakan konsep utama di bidang ekonomi, dan telah digambarkan sebagai mengungkapkan “hubungan dasar antara kelangkaan dan pilihan.”
[2] Gagasan biaya peluang memainkan bagian penting dalam upaya untuk memastikan bahwa sumber daya yang langka digunakan secara efisien.
[3] Dengan demikian, biaya peluang tidak terbatas pada biaya moneter atau keuangan: biaya riil output yang hilang, kehilangan waktu, kesenangan atau manfaat lainnya yang menyediakan utilitas juga harus dipertimbangkan biaya peluang.
Contoh Biaya Peluang
1. Seorang memiliki uang Rp 10.000.000. Dengan uang sebesar itu, ia memiliki kesempatan untuk bertamasya ke Bali atau membeli sebuah TV. Jika ia memilih untuk membeli TV, ia akan kehilangan kesempatan untuk menikmati keindahan Bali; begitu pula sebaliknya, apabila ia memilih untuk bertamasya ke Bali, ia akan kehilangan kesempatan untuk menonton TV. “Kesempatan yang hilang” itulah yang disebut sebagai biaya oke.
2. Bila Tina memutuskan bekerja atau berproduksi sebagai karyawan pabrik maka Tina kehilangan kesempatan bekerja sebagai karyawan toko. Di sini biaya peluangnya adalah bekerja sebagai karyawan toko.
3. Bila Feri pada malam hari memilih menghabiskan waktunya untuk menonton pertandingan sepak bola maka Feri akan kehilangan waktu tidurnya. Di sini biaya peluangnya adalah kepuasan tidur semalam.
4. Bila Taufan memutuskan untuk menggunakan uangnya yang terbatas untuk membeli buku pelajaran maka Taufan kehilangan kesempatan untuk membeli satu kaset Jikustik.
5. Ketersediaan alat pemuas kebutuhan akan menimbulkan konsekuensi diperlukannya pilihan dalam memenuhi kebutuhan. Adanya pilihan terhadap suatu barang atau jasa tentu akan mengorbankan barang yang lain. Bagian inilah yang disebut dengan biaya kesempatan.
6. Setelah lulus SMA Azzam memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi negeri, tetapi Azzam memutuskan untuk bekerja sehingga ia akan mendapat gaji per bulan sebesar Rp 1.500.000,00. Jika ia kuliah, diperlukan biaya untuk SPP, buku-buku, tugas, uang kos, pakaian, dan biaya lainnya yang semuanya berjumlah Rp. 2.000.000,00 per bulan. Jadi, opportunity cost Azzam untuk melanjutkan kuliah adalah sebesar Rp. l8.000,000,00 (gaji bekerja) selama satu tahun. Jika tidak bekerja dan melanjutkan kuliah, biaya yang dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp. 24.000.000,00 (biaya kuliah).
7. Seseorang memiliki uang Rp.10.000.000. Dengan uang sebesar itu, ia memiliki kesempatan untuk bertamasya ke Bali atau membeli sebuah Iphone. Jika ia memilih untuk membeli Iphone, ia akan kehilangan kesempatan untuk menikmati keindahan Bali; begitu pula sebaliknya, apabila ia memilih untuk bertamasya ke Bali, ia akan kehilangan kesempatan untuk menonton Iphone.
8. Jika saya setelah lulus SMA dan beruntung masuk ke perguruan tinggi, maka saya mungkin menghitung biaya kuliah (seperti biaya semesteran, kos, buku pelajaran, praktikum, penelitian, dan lainnya) selama satu semester sebesar Rp 9.000.000,00.
Apakah hal ini berarti bahwa jumlah Rp 9.000.000,00 itulah yang merupakan biaya peluang untuk kuliah di perguruan tinggi???
Jawabannya adalah “TIDAK”, uang Rp 9.000.000,00 adalah “BIAYA” bukan “BIAYA KESEMPATAN”.
Lalu biaya peluangnya yang mana??
Jika setelah lulus SMA saya tidak kuliah, tetapi bekerja di sebuah perusahaan dan selama 6 bulan (1 semester) saya mendapatkan gaji sebesar Rp10.000.000,00. Dengan kata lain, karena saya kuliah berarti saya kehilangan peluang/kesempatan untuk mendapatkan gaji Rp10.000.000,00 tiap semester. Biaya peluang dihitung dari kesempatan yang hilang, dalam kasus ini adalah gaji sebesar Rp10.000.000,00 selama satu semester.
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.23/1999 Tentang Bank Indonesia, pada pasal 34 ditegaskan bahwa selambat-lambatnya 31 Desember 2002 sudah terbentuk. Namun baru pada tahun 2011 baru terbentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang-Undang RI No.21 Tahun 2011 tentang OJK yang merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan di sektor jasa keuangan. Setahun setelah adanya UU tentang OJK ini, baru mulai bersiap-siap untuk melakukan tugaskan dan pada tahun 2013 OJK mulai mengemban amanah yang diberikan oleh UU dengan mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya Peraturan OJK No. 01/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Prinsip perlindungan konsumen, bersifat transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data informasi serta penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dengan biaya terjangkau.
Kemudian pada wal tahun berikutnya (2014) OJK mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.1/SEOJK.07/2014 Tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen Dan/atau Masyarakat, yang berisi diantaranya mewajibkan Pengurus Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk membuat rencana dan program tahunan yang harus dilaporkan ke OJK; dalam melaksanakan eduksi berdasarkan pada 4 prinsip yaitu inklusif, sitematis dan terukur, kemudahan akses serta kolaborasi. Demikian pula PUJK dalam membuat program CSR harus dilakukan secara berkesinambungan dan dilakukan monitor secara berkala.
Adapun visi dan misi OJK saat ini adalah :
Visi
Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Misi
Tujuan OJK
Sesuai dengan amanah UU, tujuan dibentuknya OJK adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
Fungsi dan Tugas OJK
Agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara dengan baik, maka OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi. Selain itu OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Pasar Modal, dan Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dimana sebelum dilakukan oleh lembaga pengawas yang berbeda, seperti sektor perbankan diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia; Pasar Modal oleh Bapepam Lembaga Keuangan, sedangkan perasuransian, dana pensisun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya oleh Kemeterian Keuangan RI.
Nilai-Nilai Strategis OJK
Agar menjadi lembaga yang akuntabel, transparan dan terbebas dari KKN serta intervensi dari pihak lain, OJK memiliki nilai-nilai strategis yang dicangkannya yaitu :
Organisasi OJK
Dalam menjalankan roda organisasi, sebagiamana diamanhkan oleh UU, OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner beranggotakan 9 orang yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden serta bersifat kolektif dan kolegial, dengan susunan sebagai berikut:
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan literasi sekaligus menyebarkan informasi kepada kalangan akademisi, praktisi dan masyarakat pada umumnya tentang keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), agar lebih dikenal lagi dengan lebih baik. Karena tak kenal maka tak sayang.
Referensi :
Merriam, S. B. (2009). Qualitative Research: A Guide to Design and Implementation. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Dalam pengantarnya dikatakan bahwa buku ini disusun untuk memandu peneliti dalam memilih dan menjalankan analisa data yang tepat untuk menjawab pertanyaan riset. Ini bukan buku yang menjelaskan analisis data secara mendalam, namun peneliti yang sudah berpengalaman pun dapat menggunakan buku ini sebagai penyegaran pengetahuan serta menjadikannya sebagai checklist untuk menghindari terluputnya langkah-langkah yang penting. Para penulisnya bukanlah ahli statistik, tapi mereka adalah para peneliti yang menerapkan statistik, sehingga uraiannya lebih aplikatif karena menjelaskan masalah-masalah yang biasa muncul di lapangan.
Dalam laman http://www.springer.com dikatakan bahwa buku ini adalah:
Semoga berguna!
REVALUASI ASET TETAP
Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi . Berdasarkan PSAK 16 yang baru, perusahaan dapat memilih model biaya atau model revaluasi sebagai dasar menilai aset setelah dimiliki. Aturan ini konsisten dengan peraturan dalam IAS.
Revaluasi aset tetap menurut ketentuan PSAK 16 tahun 1994 :
diperkenankan. Standar menyebutkan “revaluasi aktiva tetap tidak diperkenankan karena penilaian dengan menggunakan harga perolehan, namun penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah”. Ketentuan pemerintah tentang perpajakan membolehkan entitas melakukan penilaian, sehingga revaluasi aset diperkenankan mengikuti revaluasi aset menurut ketentuan perpajakan. Berdasarkan ketentuan PSAK 16 tahun 1994, entitas melakukan penilaian kembali asetnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Biasanya revaluasi aset dilakukan pada saat akan go publik, menambah modal dengan menerbitkan tambahan saham, restrukturisasi, akuisisi atau dalam rangka kuasi reorganisasi. Salah satu tujuan revaluasi adalah agar nilai aset perusahaan menunjukkan kondisi yang sebenarnya, sehingga entitas dapat menjual sahamnya dengan harga yang lebih tinggi, atau memiliki nilai yang tinggi pada saat diakuisisi pihak lain.
Revaluasi Aset Tetap menurut ketentuan PSAK 16 revisi 2007 :
Revaluasi merupakan salah satu metode penilaian aset tetap. Jika suatu entitas memilih menggunakan metode revaluasi maka metode ini harus diterapkan secara konsisten oleh perusahaan. Perusahaan tidak boleh hanya menggunakan metode revaluasi sesekali untuk tujuan seperti yang disebutkan di atas, tetapi revaluasi harus dilakukan secara reguler. Penerapan metode revaluasi dilakukan untuk aset tetap dalam kelompok yang sama. Tidak ada penjelasan rinci pengertian kelompok yang sama, namun secara implisit dapat dikatakan jika suatu entitas memiliki aset tetap yang disajikan dalam satu kelompok, maka model penilaian yang digunakan harus sama. Sebagai contoh jika induk menggunakan metode revaluasi maka konsekuensinya anak perusahaan untuk kelompok aset tanah harus menggunakan metode revaluasi. Namun untuk peralatan, apakah dianggap satu kelompok atau dapat menggunakan sub kelompok misal kendaraan, mesin, peralatan kantor, tidak ada pedoman yang mengaturnya. Pada saat melakukan revaluasi, selisih antara nilai tercatat aset dan nilai hasil revaluasi akan dibukukan sebagai surplus revaluasi.
Revaluasi tidak diakui dalam laporan laba rugi tahun berjalan tetapi merupakan komponen dalam laba rugi komprehensif yang merupakan bagian dari ekuitas. Jika sebelum revaluasi entitas telah melakukan penurunan nilai maka, akan dilakukan pembalikan penurunan nilai sebelum diakui sebagai surplus revaluasi. Jika revaluasi menghasilkan nilai yang lebih kecil dari nilai aset tercatat maka penurunan nilai ini, pertama akan mengurangi surplus revaluasi (jika ada), setelah tidak ada lagi baru akan mengurangi saldo laba. Dengan pencatatan seperti itu, maka entitas akan mengakui penurunan nilai (impairment), ketika revaluasi menghasilkan nilai aset lebih kecil dari nilai terbawa (carrying value) dengan menggunakan metode biaya. Surplus revaluasi yang telah disajikan ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuan atau disusutkan. Surplus revaluasi akan dipindahkan ke saldo laba selama sisa masa manfaat aset tersebut, jika aset tersebut dihentikan pengakuan pemindahannya dilakukan sekaligus dari sisa surplus revaluasi yang masih ada. Pemindahan dilakukan langsung dengan mendebit surplus revaluasi dan kredit saldo laba tanpa melalui laporan laba rugi.
Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler sehingga nilai tercatat aset tidak berbeda secara signifikan dengan nilai wajarnya. Standar tidak menyebutkan berapa tahun sekali, revaluasi dilakukan tergantung perkembangan nilai wajar aset tetap. Jika harga tidak berubah signifikan mungkin revaluasi dapat dilakukan tiga atau lima tahun sekali, namun jika harga signifkan berubah revaluasi mungkin dilakukan setiap tahun. Nilai wajar adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction).
Berdasarkan konsep nilai wajar, harga pasar aktif merupakan nilai wajar yang ideal dan memiliki keandalan yang tinggi, karena mudah diverifikasi. Namun jika tidak ada harga pasar aktif, dapat digunakan nilai pasar terkini, harga pasar dari aset serupa, menggunakan pendekatan nilai kini arus kas di masa depan atau dengan metode nilai opsi. Khusus untuk menentukan nilai wajar dalam model revaluasi aset tetap, standar secara eksplisit menyebutkan bahwa nilai tanah, bangunan dilakukan oleh penilai independen yang profesional berdasarkan bukti pasar. Sedangkan nilai wajar pabrik dan peralatan menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai. Nama penilai harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Apabila revaluasi dilakukan, akumulasi penyusutan dapat diberlakukan dengan dengan dua cara yatu metode eliminasi dan proporsional. Pertama dengan cara eliminasi, akumulasi penyusutan ditutup sehingga diperoleh nilai buku aset, nilai ini kemudian ditambah atau dikurangi sehingga nilainya menjadi nilai hasil revaluasi aset yang terbaru. Kedua dengan cara proporsional, dengan metode ini, nilai aset dan akumulasi penyusutan akan dinaikkan nilainya sebesar rasio revaluasi (rasio nilai hasil revaluasi dengan nilai buku).
Pajak atas revaluasi menurut PSAK 16 dipertanggungjawabkan mengikuti ketentuan dalam PSAK 46 tentang pajak penghasilan. Atas selisih revaluasi tidak diakui dalam laba rugi tahun berjalan tetapi diakui dalam laba komprehensif, maka konsekuensi pajaknya akan dimasukkan dalam komponen laba komprehensif. Jika pajak atas revaluasi ini tidak dikenakan menurut peraturan perpajakan maka konsekuensi pajaknya akan diakui sebagai aset atau liabiltas pajak tangguhan. Sebagai contoh atas keuntungan revaluasi tanah akan diakui debit beban pajak tangguhan atas surplus revaluasi dan kredit liabilitas pajak tangguhan.
Tarif Revaluasi Aset khusus tahun 2015 dan 2016 itu sebagai berikut:
• 3% (tiga persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
• 4% (empat persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016;
• 6% (enam persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016
Keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan revaluasi berdasarkan Peraturan Men
teri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 ini adalah :
1. Diskon tarif PPh menjadi lebih kecil yaitu, 3%, 4% atau 6% saja;
2. Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan dicatat dalam akun “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal …. “. Akun ini disusutkan sesuai masa manfaat aktiva Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi penghasilan neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selish lebih revaluasi.
3. Sisi ekuitas Neraca akan muncul “saham baru” baik berupa saham bonus atau saham baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh sesuai Pasal 2 hurup b Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010. Secara umum, penambahan saham tanpa setoran, apapun namanya, dianggap dividen. Bisa dicek bagian penjelasan Pasal 4 (1) huruf g UU PPh.
Keuntungan Revaluasi Aset untuk kepentingan komersial, yaitu:
1. Mencerminkan nilai yang sesungguhnya (nilai wajarnya), sehingga dapat lebih baik dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan maupun investor dalam melakukan investasi.
2. Bagi perusahaan yang ingin atau yang sudah go publik, revaluasi berguna untuk menyusun nilai asetnya ke harga yang realistis
3. Meningkatkan kepercayaan kreditur , sebagai dampak membaiknya beberapa rasio keuangan perusahaan, khususnya yang ditunjukkan oleh
debt to assets ratio dan debt to equity ratio.
4. Penilaian kembali aktiva tetap ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan yang ingin merger. Sebab dengan melakukan penilaian kembali aktiva tetap pada masing – masing perusahaan yang ingin melakukan merger, maka akan dapat diketahui nilai aktiva sesungguhnya (nilai wajarnya) untuk perusahaan bentukan baru (setelah merger).
Kerugian Revaluasi Aset Tetap bagi Perusahaan :
Dalam hal revaluasi aset tetap, sebenarnya perusahaan tidak mendapatkan aliran kas masuk, perusahaan hanya melakukan window dressing untuk pelaporan keuangan nya. Sedangkan bila terdapat selisih lebih atas revaluasi, perusahaan akan dikenai PPh final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aset turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai model revaluasi dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun perusahaan harus membayar pajak final. Padahal kenaikan harga aset tersebut tidak membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan apalagi untuk menilai nilai wajar aset yang tidak memiliki nilai pasar, perusahaan membutuhkan jasa penilai (assessor) sehingga akan makin menambah biaya yang keluar untuk menilai asset – aset tersebut. Maka hal ini hanya akan menjadi pemborosan saja bagi perusahaan.
oooOOOooo