Ontologi, Epistemologi, serta Paradigma

Memahami penelitian ilmu sosial dengan memahami terlebih dahulu ontologi, epistemologi, serta perspektif teoritis.
ontologi, epistemologi, serta perspektif teoritis/paradigma

Katie Moon and Deborah Blackman, “A Guide to Understanding Social Science Research for Natural Scientists,” Conservation Biology 28, no. 5 (2014): 1167–1177.

Sistematika lengkap Metodologi Penelitian Kualitatif (Qualitative Research Methodology):  ontology, epistemology, theoretical perspective
to predict, understand, emancipate, liberate, deconstruct, any or all




Perbandingan Kebijakan Penerbit Jurnal Internasional

  Emerald Springer Taylor Inderscience
Berdiri 1967 1950 1936 1979
Abstrak (kata) 250 250 100-200 200-150
Kata Kunci Maks. 12 4-6 5-6 10
Jumlah kata Tergantung jurnal Tergantung jurnal Tergantung jurnal 5.000 – 7.000
Maksimum Penulis 6
Nama Open Akses Klik

 

Klik

 

Klik

 

Klik

 

Tarif Open Akses £1250/$2000 – £1750/$2800

Rp 23 juta s.d. Rp 38 juta

daftar harga

Bervariasi $2,950/£1,788

/ €2,150

Rp 33 juta s.d. Rp 40 juta

daftar harga

£2,000

 

Rp 37 juta

daftar harga

Jasa Terjemah Klik Klik, harga Klik

Asumsi
USD 1 = IDR 13.500,-
EUR 1 = IDR 16.500,-
GBP 1 = IDR 18.500,-




Universitas Kelas Dunia dan Pemeringkatan Universitas Dunia

Meskipun pengertian dan definisinya masih menjadi bahan perdebatan, namun keberadaan universitas kelas dunia sulit terbantahkan. Dari ribuan universitas yang ada di dunia ada sejumlah kecil universitas yang memang sangat berbeda dengan yang lainnya dalam berbagai pencapaiannya yang berskala global. Dunia dengan kecepatan yang pasti sedang bergerak menuju ke peradaban berbasis pengetahuan dan universitas yang berkelas seharusnyalah merupakan mesin penghasil pengetahuan bagi masyarakatnya. Hal itu hanya mungkin dicapai jika universitas itu diisi oleh para dosen dan mahasiswa yang amat berbakat serta didukung oleh sistem tata kelola efisien dan efektif. Tanpa adanya sejumlah terobosan birokrasi PTN akan sangat sulit berada dalam liga elite universitas kelas dunia secara berkelanjutan. Dalam jangka panjang sejumlah PTS sangat berpeluang masuk dalam daftar liga elite universitas kelas dunia secara berkelanjutan.

Peringkat, internasionalisasi dan kompetisi hanya merupakan alat untuk penguatan tujuan pendidikan dan perbaikan kinerja universitas. Kita tidak seharusnya membabi buta untuk sekedar memperoleh peringkat yang baik tetapi melupakan tujuan-tujuan mulia mengenai keberadaan universitas. Sudah barang tentu untuk menjamin keberlanjutan maka universitas haruslah kompetitif dan posisi dalam ranking dunia yang baik merupakan salam satu indikasi tentang kekuatan daya saing itu. Semoga persoalan keterpandangan universitas dalam pergaulan atas bangsa juga dipandang sebagai masalah harkat dan martabat bangsa, di samping juga menjadi salah satu wahana (utama) menuju masyarakat dan ekonomi berbasis pengetahuan. Hanya dengan wawasan kenegaraan seperti itu bangsa ini dapat mempunyai universitas berkelas di tataran global.
Hermawan Kresno Dipojono, 2016. Kopertis 3, Jakarta.




Moderasi & Mediasi

Sumber: Scholarzone2




Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi Online – SAPTO mulai Mei 2017

Diambil dari www.kopertis12.or.id/…/sistemakreditasi-pendidikan-tinggi-online

26 Des 2016
Dalam pembukaan Raker Tahunan BAN-PT 2016 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta tanggal 9 Desember 2016, Menristekdikti meresmikan pelaksanaan Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi Online (SAPTO). BAN-PT mengakui bahwa fasilitas yang tersebut bisa menekan biaya proses akreditasi hingga 20 persen itu akan dioperasikan pada Mei 2017. Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Tcan Basaruddin mengatakan, SAPTO akan memudahkan perguruan tinggi dalam menyampaikan dokumen akreditasi untuk mendapat asesmen kecukupan yang dilakukan asesor di tempat asal asesor. Menurut dia, terobosan itu sebagai bentuk dukungan pada pemerintah yang berkomitmen untuk secara sistematis dan terprogram meningkatkan mutu sektor pendidikan tinggi di Indonesia.

“Kami juga tengah mengembangan Sistem Akreditasi Nasional (SAN) yang akan menjadi pijakan baru untuk proses akreditasi BAN-PT. SAPTO dan SAN ini akan menjadi pijakan dalam mengembangkan instrumen akreditasi baru sesuai amanat Permenristekdikti No 32/2016,” ujar Tcan, melalui rilis yang diterima “PR” di Jakarta, Jumat, 9 Desember 2016.

Ia menjelaskan, dalam Permen tersebut BAN-PT berfungsi sebagai organ penyusun kebijakan akreditasi dan menjalankan kebijakan serta proses akreditasi. “Untuk menentukan kelayakan program studi dan perguruan tinggi berdasarkan kriteria yang mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi. Dan menjamin mutu Program Studi dan Perguruan Tinggi secara eksternal baik bidang akademik maupun nonakademik untuk melindungi kepentingan mahasiswa dan masyarakat,” katanya. “Sesuai amanat Permenristekdikti No 32/2016 bahwa SAPTO dan SAN ini akan menjadi pijakan dalam mengembangkan instrumen akreditasi baru.” ujar Tcan. Ia menjelaskan, dalam Permen tersebut BAN-PT berfungsi sebagai organ penyusun kebijakan akreditasi dan menjalankan kebijakan serta proses akreditasi. Untuk menentukan kelayakan program studi dan perguruan tinggi berdasarkan kriteria yang mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi. Dan menjamin mutu Program Studi dan Perguruan Tinggi secara eksternal baik bidang akademik maupun nonakademik untuk melindungi kepentingan mahasiswa dan masyarakat.

Hingga 8 Desember 2016, BAN-PT telah mengakreditasi 1.044 perguruan tinggi dan 19.011 program studi. Penyelenggaraan proses akreditasi sepenuhnya menggunakan dana APBN. Rata-rata satuan biaya untuk proses akreditasi per institusi sebesar Rp 64.300.000, sedangkan untuk per program studi senilai Rp 30.800.000.

Menristekdikti mengungkapkan bahwa permasalahan yang sering mendera perguruan tinggi masih seputar keberadaan dosen yang mumpuni dan jumlah publikasi yang dikeluarkan. “Saat ini capaian publikasi mencapai 9000 lebih. Menurut saya belum signifikan dengan jumlah dosen dan guru besar kita. Lalu apa yang harus dilakukan? Regulasi telah kami lakukan yaitu riset berbasis output. Para peneliti sudah harus berbasis hasil atau keluaran bukan aktifitas. Karena kualitas dosen sangat penting untuk menjamin mutu pendidikan yang baik dan terakreditasi. Dengan demikian, mahasiswa akan mendapatkan proses pembelajaran yang baik.

Untuk merealisasikan hal itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan pengaturan tentang pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan tinggi. Di antaranya, Permenristekdikti No 44/2015tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permenristekdikti No 32/2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, serta Permenristekdikti No 62/2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.




KECILNYA MARKET SHARE PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI INDONESIA

Kinerja Pembiayaan (Financing) bank syariah selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (year on  year/yoy). Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh OJK periode bulan Juni 2016, terlihat bahwa meningkatnya kinerja pada sisi Lending perbankan syariah mencapai total Pembiayaan (Financing) secara nasional sebesar Rp.223.311 milyar, dibanding bulan Desember 2015 sebesar Rp. 213,988 milyar jumlah tersebut mengalami kenaikan. Telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan selama periode 1 semester  (Desember 2015 s/d Juni 2016/6 bulan) yaitu sebesar Rp.9,323 milyar atau  4%.

Kenaikan tersebut tersebar pada beberapa jenis skema pembiayaan yang diberikan oelh bank syariah  diantaranya:

  1. Skema bagi hasil(Mudharabah dan Musyarakah) memberikan porsi tertinggi yaitu sebesar Rp.6.200 milyar atau 7%.
  2. Skema Piutang (Murabahah, Istisna, Qardh) mengalami kenaikan sebesar Rp.4.219 milyar atau 3%.
  3. Skema sewa (Ijarah) mengalami penurunan angka sebesar Rp.1.096 milyar atau 11% 1.096 Milyar.

Namun jika dilihat secara keseluruhan (bankwide) ternyata Skema Piutang (Murabahah, Istisna dan Qardh) memiliki porsi paling dominan pada sisi pembiayaan (Financing) bank syariah di indonesia yaitu sebesar Rp.131.058 milyar atau 59%, ini berarti bahwa lebih dari separuh pembiayaan yang diberikan bank syariah pada sektor rill masih di dominasi oleh skema Piutang (Murabahah, Istisna dan Qardh). Porsi Financing pada skema bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah) hanya tercatat sebesar Rp.82.715 milyar atau 39%. Sedangkan Skema Piutang Sewa (Ijarah) hanya sebesar Rp.9.539 milyar  atau  4%.

Rendahnya financing bagi hasil (Mudharabah) atau dominasi pembiayaan nonbagi hasil pada portfolio pembiayaan bank syariah ternyata merupakan suatu fenomena global yang terjadi tidak hanya di perbankan syariah di Indonesia, melainkan juga terjadi di perbankan syariah di seluruh dunia. Lebih jauh lagi, fenomena ini terjadi tidak hanya di bank syariah yang baru atau belum lama berdiri (yang masih dalam masa transisi), melainkan juga terjadi di bank syariah yang sudah cukup lama berdiri (yang sudah dianggap established).

Berdasarkan data tersebut hampir lebih dari separuh pendapatan bank syariah pada financing didapat dari skema piutang (Murabahah, Istisna dan Qardh). Sehingga dapat di jelaskan secara eksplisit bahwa pendapatan bank syariah akan selalu bersipat tetap (karena secara konsep dan implementasi dilapangan bahwa akad piutang Murabahah, Qardh dan Istisna merupakan suatu transaksi dimana keutungan akan ditentukan pihak bank syariah didepan) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan waktu yang tertera pada masing-masing akad.

Jika hal demikian terus terjadi bank syariah akan mengalami kesulitan untuk berkembang dan bersaing hal tersebut dikarenakan operational cost akan selalu meningkat. Skema bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah) merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan bank syariah dalam menjalankan aktifitas bisnisnya. Karena keuntungan yang didapat bank sangat ditentukan pada keberhasil usaha nasabah yang di berikan modal artinya jika usaha nasabah mendapatkan laba besar maka bank syariah akan mendapatkan keuntungan yang sama sesuai porsi yang telah ditentukan. Dalam hal ini bank syariah dituntut untuk lebih selektif dan melakukan analisa mendalam terhadap sektor rill yang diberikan modal usaha.

Namun pada pelaksanaanya porsi skema bagi hasil pada bank syariah di Indonesia belum menunjukan angka yang besar jika dibandingkan dengan skema Piutang, kendala terhadap perkembangan skema bagi hasil (Mudharabah) inilah yang perlu mendapat perhatian kalangan industri perbankan syariah.

Konsep Mudharabah

Mudharabah (Antonio, 2009) berasal dari kata Dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Mudharabah (As-Shami dan Al-Muslihlih, 2008) atau penanaman modal di sini artinya adalah menyerahkan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan prosentase keuntungan. Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak, pihak yang memiliki modal namun tidak bisa berbisnis, dan pihak yang pandai berbisnis namun tidak memiliki modal. Melalui usaha ini, keduanya saling melengkapi.

Transaksi  penanaman dana (Tarmizi, 2016) oleh pemilik dana (Shahibul Maal) kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian hasil berdasarkan nisbah yang dispakati oleh kedua pihak, sedangkan kerugian modal hanya ditanggung oleh pemilik dana. Transaksi Mudharabah dimana para pemilik dana terdiri dari jumlah orang banyak yang memberikan dananya untuk dikembangkan oleh pihak kedua (bank) pada sektor yang dianggap mendatangkan laba, terkadang sektornya tertentu. Para pemilik dana memberikan izin kepada pengelola untuk mengembangkan dana mereka mmenjadi satu, termasuk dana pengelola. Dan pengelola memberikan izin kepada para pemilik dana menarik seluruh dana mereka atau sebagainya berdasarkan persyaratan tertentu.

Praktik mudharabah (Jaribah, 2010) adalah bila seseorang menyerahkan harta kepada orang lain untuk dikelolanya, dan keuntungan dibagi di antara keduanya sesuai kesepakatan berdua. Dalam mudharabah modal (Rodhoni dan Hamid, 2008) hanya berasal dari satu pihak, karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan harus disadari betul oleh masing-masing pihak bahwa setiap bentuk kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan dapat menimbulkan kerusakan pada ajaran Islam.

Kesimpulan dan rekomendasi

Kecilnya jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah dibanding dengan pembiayaan jual beli (piutang), disebabkan karena 2 hal, pertama terbatasnya manajer investasi di bank syariah, kedua memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi. Untuk mengatasi kondisi seperti ini diperlukan sumber daya insani yang memadai yang dapat menangani pembiayaan mudharabah dan musyarakah secara menyeluruh sehingga dapat mengeliminir risiko yang ditimbulkan dan memberikan keyakinan kepada bank bahwa pembiayaan yang disalurkannya dapat dikembalikan sesuai dengan akad yang telah disetujui bersama.




Pertumbuhan Publikasi Indonesia (1949-2015)

Buku Kekuatan 50 Institusi Ilmiah Indonesia. Unduh di Kopertis 12 atau dropboxnya




KINERJA PERUSAHAAN

KINERJA PERUSAHAAN

Kinerja perusahaan adalah hasil dari kegiatan manajemen. Parameter yang sering digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan di mana informasi keuangan diambil dari laporan keuangan atau laporan keuangan lainnya.
Sehubungan dengan itu, pengukuran kinerja keuangan telah dilakukan oleh Rhoades et al. (2002), dan Chaganti Damanpour (1991); Slovin dan Sushka (1993). Penilaian kinerja bertujuan untuk menentukan efektivitas operasi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan. Kaplan dan Atkinson (1998: 551), kinerja non-keuangan, mengukur kinerja dengan menggunakan satuan pengukuran non-keuangan. Informasi yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan adalah informasi keuangan, akuntansi manajemen informasi, dan informasi akuntansi keuangan seperti laba sebelum pajak, laba atas investasi, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja, Healy (1995) menyatakan bahwa
pengukuran kinerja didasarkan pada kinerja pasar. Hal ini, menurut dia, memiliki beberapa kelemahan seperti jumlah kejadian yang tidak terkontrol. Ketidakpastian menyebabkan risiko harga pasar dan ini juga dapat menyebabkan kondisi tak terkendali dan ini, pada gilirannya, memberikan umpan balik yang tidak valid pada kualitas dan sejauh yang berkaitan dengan pengambilan keputusan manajemen. Selain itu, penggunaan kinerja internal juga memiliki kelemahan sebagai dasar pengukuran. Sebaliknya, kinerja internal manajemen dapat dikendalikan sehingga manipulasi dasar pengukuran yang mungkin dilakukan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja :

a. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif  tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999:27).

b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.

c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.

d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Karakteristik Kinerja Karyawan  :

Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut (Mangkunegara, 2002:68):
1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
3. Memiliki tujuan yang realistis.
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya.
5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Indikator Kinerja Karyawan :

Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu (Robbins, 2006:260):
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

Daftar Pustaka
 Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
 Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosdakarya. Bandung
 Luthans, F. 2005. Organizational Behavior. New York: McGraw-hill.
 Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
 Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Penerbit LepKhair.
 Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
 Robbins, Stephen P., 2006. Perilaku Organisasi, PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta.
 Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
 Robbins, Stephen P., 1996. Perilaku Organisasi Jilid II, Alih Bahasa HadayanaPujaatmaka, Jakarta, Prenhalindo.




e Billing Pajak

e Billing Pajak, Cara Mudah Membayar Pajak Secara Online bisa dilihat di bawah ini :

e Billing Pajak

Referensi Peraturan :

1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 26/Pj/2014 Tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik

Peraturan Pajak tahun 2014 tentang E- billing

semoga bermanfaat….




One Day Seminar in Statistic

Instrument Development

Sampling Techniques

Basic SPSS

How to Decide the Statistical Method