Peringkat Perguruan Tinggi

Perbandingan peringkat perguruan tinggi terbaik dunia versi QS World University Rankings 2017, antara Indonesia dengan Malaysia.

top-uni-indo top-uni-malay

Untuk bidang bisnis, yang memperoleh akreditasi AACSB di Malaysia:
1. University of Malaya (Kuala Lumpur)
2. Putra Business School (Selangor)
3. Universiti Putra Malaysia (Selangor)
4. Universiti Utara Malaysia
Sedangkan di Indonesia:
1. Universitas Gadjah Mada – Faculty of Economics and Business

The Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB International) adalah sebuah organisasi keanggotaan non-for-profit yang memajukan dan mempromosikan manajemen mutu pendidikan secara luas. Dari 48 negara tersebar 736 sekolah bisnis terkemuka di dunia, namun tidak lebih dari 5 persen yang telah mendapatkan akreditasi AACSB.




MENGENAL FOREIGN EXCHANGE TRADING

Perdagangan valuta asing  atau Foreign Exchange Trading ( FX trading) merupakan salah satu transaksi  yang memiliki potensi cukup besar di pasar valas (valuta asing), berdasarkan hasil survey tiga tahunan (Triennial Central Bank Survey)  yang dilakukan oleh Bank for International Settlements (BIS) dinyatakan bahwa volume transaksi pada bulan April 2013 di seluruh dunia rata-rata per hari  terjadi peningkatan menjadi USD. 5.3 trilliun, dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya USD. 4 trilliun per harinya. Hal ini menunjukkan bahwa jenis transaksi ini sangat atraktif dan menjanjikan keuntungan yang luar biasa. Yang perlu diingat bahwa high return pastinya high risk.

Sebelum terjadi krisis pada tahun 1988, hampir semua bank devisa di Indonesia aktif melakukan transaksi ini, hal tersebut dapat terlihat pada laporan posisi keuangan selama periode tersebut yang menunjukkan laba atau rugi dari transaksi valas ini sangat signifikan. Bahkan pada sekitar tahun 1990 an terdapat bank yang rugi besar dalam transaksi sehingga menggerus semua modal yang dimiliknya. Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka Bank Indonesia secara bertahap membuat ketentuan bagi setiap bank yang melakukan transaksi di pasar valas, melalui  pengelolaan Posisi Devisa Neto (PDN) dengan ketentuan maksimal 20% dari modal bank.

Dalam fx trading dikenal ada 3 jenis  transaksi, yaitu spot, forward dan swap. Lalu derivatifnya ada option, future, forward-forward, interest rate swap dan banyak lagi lainnya. Spot adalah transaksi jual beli valas yang penyerahannya  2  hari kerja setelah tanggal transaksi. Jadi dalam tranksasi spot terdapat 2 tanggal yaitu tanggal transaksi (deal date) dan tanggal penyerahan/ penerimaan (value date). Forward mirip dengan spot, perbedaan yang mendasar adalah di jangka waktu, jika dalam spot 2 kerja, forward lebih dari 2 kerja, biasanya satu minggu, satu bulan, 3 bulan, 6 bulan dan jika kondisi ekonomi dan politik di negara tersebut sedang stabil bisa 1 tahun. Sedangkan swap adalah gabungan antara transaksi spot dan forward, artinya transaksi jual beli valas dimana pembelian dilakukan secara spot dan penjualan secara forward, pada bank yang sama dan dalam waktu yang bersamaan. Atau sebaliknya.

Transaksi spot yang dilakukan oleh bank pada umumnya adalah untuk memenuhi kebutuhan likuditas valas-nya, tetapi sebagian besar adalah untuk melakukan trading atau dagang dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Sedangkan forward dan swap disamping untuk trading juga untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau mitra bisnisnya. Jika nasabah membuka Letter of Credit (LC) impor usance 3 bulan misalnya, maka nasabah importir akan membeli atau menutup kontrak forward berjangka waktu 3 bulan. Atau nasabah menerima pinjaman dari luar negeri dalam bentuk USD. Untuk menghindari risiko kurs maka pada saat terima pinjaman langsung dijual ke bank untuk mendapatkan local currency yang dibutuhkan untuk membiayai pengembangan proyeknya di dalam negeri dan pada saat yang bersamaan membeli secara forward sesuai jangka waktu pinjaman, dengan demikian akan terhindar dari risiko kurs yang akan datang. Forward dan swap biasanya digunakan untuk hedging.




Jumlah Dosen Berdasarkan Jabatan Akademik

dosen-jja
Kompas, 10 September 2016, hal.13 “Doktor Didorong Menjadi Guru Besar”

AA  = 21%
L   = 23%
LK  = 16%
GB  = 3%
TJ  = 37%

Dosen perlu mengejar pangkat LK & GB karena dalam Matriks Penilaian Akreditasi:
Dosen tetap yang memiliki jabatan lektor kepala dan guru besar yang bidang keahliannya sesuai dengan kompetensi PS; persentasenya > 40% skor = 4.

http: //www.kopertis12.or.id/2016/09/10/doktor-didorong-menjadi-guru-besar.html




Matematika Ekonomi S1 Manajemen

Matematika adalah salah satu alat atau bahasa untuk menggambarkan suatu keadaan atau mendekati suatu permasalahan, termasuk masalah ekonomi dan bisnis. Sebagai alat, matematika akan mempengaruhi ketajaman, efisiensi dan daya generalisasi analisa ekonomi dan bisnis, matematika mempunyai daya kemampuan tersebut oleh daya abstraksi yang tinggi. Hubungan variabel yang rumit dapat disederhanakan dengan menggunakan simbol-simbol matematika. Matematika sangat besar kegunaannya dalam penjabaran dan pengembangan teori ekonomi dan bisnis. Disamping itu matematika sangat berguna dalam pemanfaatan bisnis untuk diproses dan kemudian  disimpulkan hasilnya. Pembahasan meliputi fungsi linier dan non linier, terapan fungsi, dasar-dasar matriks dan terapannya dalam ekonomi, programasi liner dengan metode grafik dan simpleks.

Itulah gambaran tentang Deskripsi Mata Kuliah Matematika Ekonomi. Setelah mengikuti Mata Kuliah Matematika Ekonomi ada dua hal utama yang diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa, yaitu:

  1. Mahasiswa mampu menggunakan aplikasi matematika, seperti : persamaan, pertidaksamaan, fungsi linier dan kuadratik, matriks dan terapannya, serta programasi linier dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi dan bisnis.
  2. Mahasiswa mampu melakukan analisis terhadap permasalah ekonomi yang bersifat teoritis maupun aplikatif dengan pendekatan matematika baik secara analitik maupun grafis.

Berikut ini adalah soal-soal yang dapat digunakan sebagai latihan dalam Mata Kuliah ini:

latihan-soal-matematika-ekonomi

Selamat Belajar!!!!




TEKNOLOGI PEMBELAJARAN 5 TAHUN KE DEPAN

 

trend-tekno-pendidikan

TRENDS
1. Belajar makin mendalam
Pendidik mengaitkan pembelajaran dalam kelas dengan pakar & pengalaman2 di luar kelas.
Akan semakin trendy: project-based learning, global collaboration dan integrated learning experiences.
2. Meninjau tradisi pembelajaran
Mengarah pada pembelajaran berbasis kompetensi.
3. Kolaborasi
Pelajar bukan konsumen pengetahuan, tapi juga menciptakan solusi melalui pembelajaran sosial kolaboratif.
4. Pembelajaran campuran
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Belakangan ini populer istilah pembelajaran STEAM; yaitu pendekatan pembelajaran dengan menggunakan  Science, Technology, Engineering, the Arts and Mathematics untuk meneliti, berdiskusi dan berpikir kritis. Misalnya mengajari geometri melalui seni, dengan menganalisis benda-benda seni di musium.

TANTANGAN
1. Pembelajaran otentik
Yaitu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menggali, diskusi dan membangun konsep serta hubungan2 secara kontekstual sesuai masalah nyata serta membuat proyek yang relevan dengan pembelajaran. Untuk mewujudkannya masih sulit, banyak sekolah yang kurang dalam menyediakan progam magang, pendidikan vokasi serta penilaian portofolio yang diperlukan untuk itu.
2. Pengembangan profesional
Bagaimana memasukkan teknologi dalam pembelajaran, karena pengajar kurang nyaman menggunakannya.
3. Personalisasi pembelajaran & peran guru
Personalisasi pembelajaran sasarannya adalah untuk mencapai otonomi pembelajar. Instruksi pembelajaran dan pendukungnya  disesuaikan dengan kebutuhan individu. Peran guru bukanlah semata-mata menyampaikan informasi dan pengetahuan tapi sebagai mentor. Namun dalam kenyataannya masih diterapkan standardisasi & compliance model untuk mengejar skor yang tinggi.
4. Bagaimana mengajar peserta didik kemampuan berpikir kompleks yang diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan.

 

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

1. BYOD (bring your own device)
Memungkinkan peserta didik mengembangkan inisiatif merancang, membuat prototipe dan membangun berdasarkan ide mereka dari awal hingga akhir.
2. Cetak 3-D
Printer akan membantu peserta didik memvisualisasi grafik dan model melalui replika.
3. Pembelajaran adaptif
Menggunakan software yang mampu meyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran.
4. Badges and Wearables
Wearable techology disebut juga wearable gadget merupakan alat teknologi untuk koneksi internet, foto, sinkronisasi antar peralatan.
Digital badges merupakan digital token yang muncul sebagai icon atau logo di halaman web, sebagai indikator kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu proyek, atau indikator keterampilan.

Sumber:

http://ww2.kqed.org/mindshift/2015/06/29/what-education-technology-could-look-like-over-the-next-five-years/




Terjebak dalam “Kotak Sampah”

Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman yang pernah saya alami saat menggunakan salah satu media sosial yang saya pakai. Analoginya begini, ada seseorang yang membuang sampah di halaman rumah saya. Saya pun keberatan, dan meminta yang bersangkutkan untuk mengambil kembali sampahnya, sambil mengingatkan bahwa buang sampah di halaman orang lain itu tidak benar etikanya. Alih-alih mengambil sampahnya, orang tersebut malah menuduh saya tidak suka dengan isi sampah tersebut. Sekali lagi saya sampaikan, bahwa saya tidak peduli dengan isi bungkusan sampah tersebut, tapi tindakannya membuang sampah di rumah orang lain itu bukan tindakan yang baik. Orang tersebut menjadi kalap, dan menimbuni rumah saya dengan sampah-sampah yang lain. Dan ternyata dia adalah orang yang memang suka membawa-bawa sampah kemana-mana.

Pada titik ini saya ingat satu hal yang pernah dipelajari pada mata kuliah Jaringan Komputer, yaitu Protokol. Protokol adalah seperangkat aturan yang disepakati oleh semua pengguna jaringan, sehingga apapun jenis perangkat seluler yang digunakan semua masih tetap dapat komunikasi. Nah, dalam contoh di atas, saya dan dan tetangga tersebut sudah dalam protokol yang berbeda. Bagi saya etika itu penting, buat dia don’t care. Protokol yang berbeda, ditambah dengan “agenda pribadi” seringkali bikin jaka sembung naik gojek, gak nyambung jek :D. Akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi komunikasi itu, karena hanya akan membuang waktu.

Sedikit kembali ke sejarah munculnya media sosial. Pada awalnya orang menggunakan website untuk menyebar luaskan informasi. Akan tetapi informasi melalui web hanya akan dapat dibaca kalau orang tersebut membuka website tersebut (disebut dengan Pull Technology). Sedangkan teknologi Web 2.0 yang diadopsi oleh media sosial, memungkinkan informasi muncul di timeline media sosial kita tanpa kita minta (dikenal dengan istilah Push Technology). Apakah semua informasi yang muncul itu sesuai dengan yang kita butuhkan? Belum tentu, atau kadang malah informasi yang tidak kita sukai juga. Lama-lama laman media sosial kita seperti “timbunan sampah”. Dan informasi yang justru mungkin berguna buat kita tertutup oleh sampah tersebut.

Berita baiknya adalah, beberapa media sosial akhirnya melengkapi dengan fitur yang membantu kita untuk memilih informasi apa saja yang akan muncul di timeline kita. Misal Hide Post dan Unfollow, yang walau mungkin tidak dapat mengurangi semuanya, tapi setidaknya informasi yang masuk ke timeline kita bisa lebih terseleksi.

Apa kejadian ini hanya menimpa media sosial saja? Tidak! Saat ini ada yang lebih parah, yaitu Group Whatapp (WA). Terkadang group hampir mirip tempat sampah, semua informasi yang diterima, dengan mudah disebarkan, tanpa melihat apakah informasi tersebut diperlukan oleh anggota group, atau bahkan hoax sekalipun. Apalagi dengan embel-embel kalimat “siapa tahu ada yang memerlukan” atau “silakan untuk dicek kembali”, seolah-olah si pengirim pesan sudah merasa bebas dari kewajiban untuk melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut. Dan maaf, group-group yang anggotanya bahkan orang-orang terdidik atau mempunyai latar belakang IT pun tidak luput dari fenomena seperti ini. Dan yang lebih parah, kadang kita “terjebak” dalam group-group tersebut, karena untuk keluar dari group tersebut rasanya tidak mungkin atau tidak enak. Bisa jadi itu group kolega kerja, keluarga, atau alasannya lainnya. Itulah kenapa saya ambil judul “terjebak dalam kotak sampah”.

Mungkin saya sedikit mengingatkan, bahwa Netiquett (etika dalam berinternet) itu menyatakan bahwa etika yang berlaku di dunia nyata itu juga berlaku di dunia maya. Hanya karena tidak bertemu secara fisik, bukan berarti orang bisa semena-mena bertindak di dunia maya. Sopan santun, norma, dan kaidah lainnya pun berlaku. Komunikasi yang sifatnya kasual di dunia maya pun, tetap harus mengikuti tata krama yang baik. Apalagi, apapun yang diposting di laman media sosial kita atau informasi yang kita teruskan di group, tentunya mencerminkan karakter orangnya. Tentunya kita tidak mau kan, disebut sebagai penyebar “sampah” :D.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menggunakan media sosial ini dengan cerdas. Jadi kalau sekarang semua orang sudah gampang menggunakan smartphone, ya jangan hanya phone-nya aja yang “smart”, pemilik atau penggunanya pun harus “smart”, bukan begitu? 😀 Mungkin hal-hal yang sudah sering kita dengar ini bisa kita praktekkan, sebelum meneruskan informasi baik di laman media sosial maupun group:

1. Cek relevansi informasi dengan group yang kita ikuti. Apakah group yang kita ikuti sifatnya homogen atau anggotanya heterogen. Misal mengirim pesan yang disertai dengan ayat-ayat Al Quran yang panjang, mungkin kurang pas kalau dikirim ke group yang anggotanya heterogen. Sedangkan quote atau pesan-pesan yang sifatnya universal lebih cocok untuk diteruskan. Kalau group komunitas jalan-jalan, ya tidak perlu diteruskan informasi politik, walapun informasi tersebut yang sedang hits saat ini.
2. Posting foto yang relevan dengan nama group, seperti acara-acara yang melibatkan anggota di group tersebut. Tahanlah diri untuk tidak memasang foto-foto pribadi di group, kecuali memang ada informasi tambahan yang dirasa tepat untuk group. Foto pribadi sebaiknya dipasang di laman pribadi. Terkadang ada orang dengan tingkat keeksisan terlalu tinggi yang dengan pedenya menyebar foto-foto pribadi di group, dan ternyata orang seperti ini banyak ya hihihihi…
3. Telusuri kebenaran informasi sebelum diteruskan. Apapun itu alasanya, hoax adalah sebagian dari fitnah. Tentunya kita gak mau kan menjadi penyebar fitnah. Fitnah itu bisa lebih kejam dari fitnes loh hahhahhaa…. Istilahnya adalah Tabayyun. Cek sumber berita, banyak situs di internet yang dapat kita pakai untuk mengecek kebenaran informasi, bisa juga pakai Google. Tahan dulu jempol kita, jangan terburu-buru untuk Like atau Share.
4. Setelah melewati tahap Tabayyun, sekali lagi tahan…., pikir dulu deh, walaupun toh berita itu benar, kira-kira bermanfaat gak sih, kira-kira akan bikin ribut gak sih, atau mungkin ada yang gak suka. Barangkali setelah kita timbang-timbang toh manfaatnya tidak banyak, mungkin bisa dipertimbangkan untuk tidak dilanjutnya.

Oh well…, kalau di Fisika kita kenal istilah kecepatan cahaya itu bisa lebih cepat dari kecepatan suara, tapi sekarang semuanya lewat, karena dibalap dengan kecepatan jempol hahhaha… Moga-moga tulisan Budos kali ini bisa sedikit menambah wawasan untuk berinternet dengan lebih cerdas. Cuma kalau sudah dipraktekkan tapi masih banyak sampah bertebaran, ya sudahlah, mungkin pilihan Unfriend atau Left sudah saatnya diperlukan :D. Selamat beraktivitas…., jangan lupa piknik :D.

Sumber gambar Google




PEMBELAJARAN 24/7 (Bagian Kedua)

Setelah kita mengetahui apa itu pembelajaran 24/7, seperti pada pada bagian pertama tulisan ini, selanjutnya mari kita mulai lakukan dengan mengikuti tahapan berikut.

Tahapan Pembelajaran 24/7

  1. Tahap Satu:

Tahapan pertama yang harus kita lakukan untuk menjalankan pembelajaran 24/7 dengan menggunakan Edmodo adalah mempelajari apa saja fasilitas dan pilihan yang dimiliki Edmodo untuk pembelajaran 24/7. Kemudahan yang diberikan dan ditawarkan oleh Edmodo antara lain:

  • Unggah materi / link
  • Poling
  • Membuat Tugas (assignments)
  • Membuat “quizzes”
  • Memulai forum diskusi
  • Membuat Agenda Harian
  • Menjawab pertanyaan siswa diluar jam sekolah
  • Connect with parents/students
  1. Tahap kedua

Setelah mempelajari fitur-fitur yang dimiliki Edmodo, kita mulai menyiapkan materi pembelajaran. Setelah materi pembelajaran disiapkan lakukan:

  • Unggah materi/link
  • Mengurangi foto copy materi tambahan
  • Unggah catatan kelas
  • Math notes
  • Contoh review dari ekspektasi hasil kerja
  • Videos of tutorials/from class
  • Membuat pengumuman jadwal kegiatan/tugas/kuis/tes
  1. Tahap Ketiga

Membuat pooling (Create polls)

Polling digunakan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa dengan cepat.  

  1. Tahap Keempat:

Membuat tugas (Create Assignments)

  • Upload dokumen (MS Word, PDF, MS Excel, MS PowerPoint, MS Publisher, drafting programs, PhotoShop, image files, music files)
  • Komputer untuk mengunduh, harus memiliki aplikasi untuk membaca tipe file tersebut.
  • Ukuran file tidak lebih dari 100 MB
  • Tugas dapat dinilai dimana saja (selama ada koneksi internet)
  • Nilai dapat dimasukan di Edmodo.
  • Dapat memberikan komentar untuk siswa.
  • Siswa dapat melihat kembali.
  1. TAHAP Kelima

Membuat Kuis (Create Quizzes)

  • Tuliskan Kuis diEdmodo.
  • Multiple choice, matching, true/false, fill in the blank, short answer
  • Edmodo langsung memberikan nilai kecuali short answer.
  • Tugas dapat untuk individu siswa atau kelompok
  1. TAHAP Keenam

Membuat forum diskusi (Create Discussion Forums)

  1. TAHAP Ketujuh

Post Agenda

  • Absensi siswa
  • Homebound students
  • ISS students
  • OSS students
  • Orang tua (parent) dapat terkoneksi dengan kelas
  1. TAHAP Kedelapan

CONNECT!

  • Memberikan tugas untuk siswa dan orang tua
  • Memberikan catatan
  • Menjawawb pertanyaan siswa diluar jam sekolah
  • Mendorong siswa menggunakan aplikasi diluar jam sekolah
  • SIswa dapat menyampaikan sesuatu kepada pengajar melalui Edmodo

 

 

Catatan: Pada Edmodo, Siswa tidak bisa saling mengirimkan pesan dan orang tua tidak bisa menyampaikan pesan kepada siapa pun (hanya sebagai pemantau)




What Leadership Looks Like in Different Culture

Harvard Business Review

What Leadership Looks Like in Different Culture
By Tomas Chamorro-Premuzic and Michael Sanger
May 06, 2016

What makes a great leader? Although the core ingredients of leadership are universal (good judgment, integrity, and people skills), the full recipe for successful leadership requires culture-specific condiments. The main reason for this is that cultures differ in their implicit theories of leadership, the lay beliefs about the qualities that individuals need to display to be considered leaders. Depending on the cultural context, your typical style and behavioral tendencies may be an asset or a weakness. In other words, good leadership is largely personality in the right place.

Research has shown that leaders’ decision making, communication style, and dark-side tendencies are influenced by the geographical region in which they operate. Below we review six major leadership types that illustrate some of these findings.

Decision Making
The synchronized leader. Follow-through is key to being seen as leadership material in regions such as Northeast Asia (e.g., Mainland China, South Korea, and Japan), Indonesia, Thailand, the UAE, and much of Latin America (Mexico, Brazil, Colombia, Chile). In order to ascend the organizational ranks, such leaders must seek consensus on decisions and drive others through a keen process orientation. Business cycles can take longer as a result. But once all stakeholders are onboard, the deal needs to close fast or there is risk of jeopardizing the agreement. Synchronized leaders tend to be prudent and are more focused on potential threats than rewards.

The opportunistic leader. Leaders who self-initiate and demonstrate flexibility on how to achieve a goal tend to be more desirable in Germanic and Nordic Europe (Germany, the Netherlands, Denmark, Norway), the UK, Western countries on which the UK had substantial cultural influence (the U.S., Australia, and New Zealand), and Asian countries that based their governing and economic institutions on the British model (India, Singapore, Malaysia, Hong Kong). More or less individualistic, these leaders thrive in ambiguity. However, checking in frequently with team members is advised to ensure others keep up with changing plans. Opportunistic leaders tend to be ambitious risk takers.

Communication Style
The straight-shooting leader. In some regions employees expect their leaders toconfront issues straightforwardly. In Northeast Asia and countries like the Netherlands, excessive communication is less appealing in the leadership ranks — people just want you to get to the point. Accordingly, task-oriented leaders are preferred. Impromptu performance review meetings with direct reports occur more commonly in these locations, and leaders address undesirable behaviors from team members as soon as they are observed. Straight-shooting leaders tend to be less interpersonally sensitive.

The diplomatic leader. In certain countries communication finesse and careful messaging are important not only to getting along but also to getting ahead. In places like New Zealand, Sweden, Canada, and much of Latin America, employees prefer to work for bosses who are able to keep business conversations pleasant and friendly. Constructive confrontation needs to be handled with empathy. Leaders in these locations are expected to continuously gauge audience reactions during negotiations and meetings. These types of managers adjust their messaging to keep the discussion affable; direct communication is seen as unnecessarily harsh. Diplomatic leaders tend to be polite and agreeable.

Dark-side tendencies
The “kiss up/kick down” leader. When organizations emphasize rank, emerging leaders tend to develop unique coping skills. It is a leader’s job to implement mandates from above with lower-level employees. If overused, this strength can lead to a “kiss up/kick down” leadership style, characterized by excessive deference or sudden attention to detail when reporting up, and issuing fiery directives or refusing to compromise when commanding subordinates. Though never a good thing, this derailer is tolerated more in certain countries, such as Western Asia (Turkey, India, UAE), Serbia, Greece, Kenya, and South Korea. “Kiss up/kick down” leaders tend to be diligent and dutiful with their bosses but intense and dominating with their reports.

The passive-aggressive leader. Some leaders become cynical, mistrusting, and eventually covertly resistant, particularly under stress. These reactions usually occur when the individual is forced to pursue an objective or carry out a task without being won over or in the absence of sound rationale. Though being overtly cooperative while maintaining a level of skepticism can be beneficial in group settings, these behaviors can also hinder execution. Leaders with this style are more widely accepted in Indonesia and Malaysia, where it doesn’t seem to impede their advancement. Passive-aggressive leaders tend to be critical and resentful. Ironically, their aversion to conflict often generates a great deal of conflict.

To be sure, it is possible for any individual to adjust their leadership style to fit the relevant context. However, it requires a great deal of effort to go against one’s natural tendencies and predispositions, and habits are hard to break. It is also important to take into account the culture of the organization, which requires a much more granular level of analysis to identify the qualities that promote and inhibit success. When senior leaders succeed, they often redefine culture in a way that is a direct reflection of their own personality. Thus culture is mostly the sum of the values and beliefs of influential past leaders.

 

Tomas Chamorro-Premuzic is the CEO of Hogan Assessment Systems, a Professor of Business Psychology at University College London, and a faculty member at Columbia University.

Michael Sanger is an Industrial/Organizational Psychologist and Senior Strategist in the Global Alliance division of Hogan Assessment Systems.

https://hbr.org/2016/05/what-leadership-looks-like-in-different-cultures?referral=03566&cm_mmc=email-_-so-_-summerreading-_ summerreading_20160630_so&utm_source=sales_promo&utm_medium=email&utm_campaign=summerreadingFUP_25percent_20160630#




Mampukah Mahasiswa iGeneration Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Positif?

Saat ini generasi Z (iGeneration) telah mencapai perguruan tinggi bahkan dunia kerja. Seperti apakah iGeneration itu? Menurut teori generasi (Generation Theory) setelah perang dunia hingga saat ini dikenal 5 generasi, yaitu Generasi Baby Boomer (lahir 1946-1964), Generasi X (lahir 1965-1980), Generasi Y (lahir 1981-1994), Generasi  Z (lahir 1995-2010), dan Generasi Alpha (lahir 2011-2025).

Generasi  Z disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC/laptop/gadget, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya.

Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih sehingga karakteristik yang terbentuk berbeda dengan generasi Y. Karakteristik atau ciri khas yang dimiliki oleh iGeneration :

  • Merupakan generasi digital yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer (termasuk game interaktif)
  • Sangat senang dan sering berkomunikasi dengan semua kalangan khususnya lewat jejaring sosial seperti facebook, twitter atau SMS. Melalui media ini mereka jadi lebih bebas berekspresi dengan apa yang dirasa dan dipikir secara spontan.
  • Cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan
  • Terbiasa dengan berbagai aktifitas dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya membaca, berbicara, menonton, dan mendengarkan musik secara bersamaan. Hal ini karena mereka menginginkan segala sesuatu serba cepat, tidak bertele-tele dan berbelit-belit.
  • Cenderung kurang dalam berkomunikasi secara verbal, cenderung egosentris dan individualis, cenderung ingin serba instan, tidak sabaran, dan tidak menghargai proses.
  • Senang menonton dan mengetahui berbagai hal melalui Youtube

Kemahiran dan kegandrungan iGeneration akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer (termasuk game interaktif) dapat diasah supaya mereka tidak hanya sebagai user tetapi juga dapat memanfaatkan pengetahuan teknologi dan kemahiran mereka untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Sebagai contohnya adalah kecenderungan mereka yang selalu ingin bermain game interaktif pada smartphone. Kegemaran bermain game tersebut dapat dijadikan salah satu cara dalam menyampaikan materi mata kuliah interaksi manusia dan komputer (imk).

Mereka diminta memainkan berbagai game melalui smartphone masing-masing. Saat bermain mereka ditugaskan untuk mengamati game yang sedang dimainkan. Mereka harus mengetahui genre game yang dimainkan, kepada siapa game tersebut ditujukan, mengamati tampilan layar, menu perintah, konsistensi, acuan antar menu dan alur cerita game tersebut. Mereka wajib membuat sebuah game berdasarkan hasil analisa. Mereka dapat mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka, sehingga mereka mampu merancang tampilan layar (user interface) sesuai dengan tema yang ingin mereka usung dan sesuai dengan teori imk.

Hasil karya mereka diupload ke Youtube, sehingga mereka dapat berbangga hati bukan hanya sebagai penonton Youtube tetapi juga sebagai sumber.

Berdasarkan pengamatan saya, karakteristik iGeneration yang menginginkan segala sesuatu serba cepat, tidak bertele-tele dan berbelit-belit, cenderung ingin serba instan, tidak sabaran, tidak menghargai proses, egosentris, dan individualis perlu dijadikan perhatian. Para pendidik jangan bosan memberikan arahan, bersikap tegas dan sabar supaya generasi Z ini dapat berpikir positif dan mampu memanfaatkan teknologi secara positif sehingga mereka dapat terus maju dan berkompetisi di masa yang akan datang

 

Sumber : diolah dari berbagai informasi di internet dan pengalaman pribadi




E-Commerce (2)

Di dalam E-Commerce (1) telah dibahas bahwa dari sisi proses bisnis kita dapat membedakan e-commerce menjadi pure e-commerce dan partial e-commerce. Selanjutnya, kita dapat juga melakukan klasifikasi berdasarkan organisasinya atau perusahaan yang melakukan perdagangan elektronik.

Secara historris bentuk organisasi pelaku e-commerce adalah organisasi virtual (virtual organisation). Biasanya yang menjadi contoh klasik kasus di dalam organisasi virtual  adalah toko (buku) virtual Amazon yang hanya dapat diakses melalui alamat situsnya, http://www.amazon.com. Kehadiran toko buku virtual Amazon pada awalnya tidak dipandang sebelah mata oleh jaringan toko buku Barnes & Noble (B&N) karena toko buku ini telah menguasai pasar buku di seluruh Amerika Serikat pada saat itu. Namun, ternyata, di dalam perkembangannya, pelanggan toko buku virtual Amazon menjadi kian meningkat sehingga mengkhawatirkan B&N. Oleh karena itu, B&N akhirnya membuka situs dengan alamat:  http://www.barnesandnoble.com. Kehadiran B&N di dunia maya ini membentuk organisasi baru, yaitu perpaduan antara organisasi konvensional dan organisasi virtual, organisasi semacam ini disebut sebagai click and mortar atau click and brick. Selanjutnya, organisasi konvensional diberi nama organisasi brick and mortar (batu bata dan semen) untuk mempermudah orang memahami mengapa organisasi setengah konvensional atau setengah virtual itu diberi nama click and mortar atau click and brick.

Jadi, dari sisi organisasi, kita mengenal organisasi konvensional, yaitu brick and mortar, organisasi virtual, dan organisasi setengah virtual atau setengah konvensional yang disebut sebagai click and mortar atau click and brick.

Bentuk Organisasi E-commerce