PEMIMPIN KREDIBEL MEMILIKI HIGH PERSONAL EFFICACY oleh Don Sadana
Ajang Anugerah Perbankan 2016 yang diselenggarakan September ini memberi marwah pentingnya pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Jawaban peserta interview top management yang disertai data konkret sangat membantu melihat perubahan yang dilakukan sepanjang tahun. Beberapa perubahan tersebut megacu pada masukan jury pada penilaian tahun sebelumnya. Tercatat perubahan nyata pada bank BUMN, seperti Bank BTN. Di sisi lain, bank-bank peserta “pendatang baru” juga tak kalah hebat kiprahnya dalam situasi yang kurang menguntungkan.
Ajang penganugerahan ini dapat menjadi ukuran bagi mereka atas kerja yang dilakukan sekaligus tantangan perubahan lingkungan untuk dikelola. Tentu saja saja kesuksesan ditentukan juga oleh faktor lain, misalnya direktur utama sebagai pemimpin serta sistem yang dibangun bersama segenap stakeholdernya. Prinsip dsar perubahan sistemik yang baik diikuti juga oleh sistem yang dikehendaki dan dapat dilaksanakan. Artinya keberhasilan pemimpin mengenali kesiapan stakeholder sebagai pelaksana sistem menentukan keberhasilan membangun system kerja berkinerja unggul.
Rupanya kinerja perubahan tidak memandang kepemilikan oleh swasta atau pemda. Bank-bank yang berasal dari sektor swasta menyikapi dinamika lingkungan dengan cantik dan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas. Patut diapresiasi pengembangan SDM pada Bank BCA yang luar biasa. Secara ekonomis mereka unggul dalam persaingan yang ketat, baik dengan sesama bank swasta maupun dengan bank umum, sekaligus memandang aspek manusia secara strategis sebagai lokomotif perubahan.
Kesamaan dari para pengelola bank-bank unggul dapat ditarik benang merahnya, yaitu cara pandang sistemik aspek manusia. Sistem aktifita manusia (human activity systems) tidak lagi mempertentangkan kepemilikan atau asal-usul bank, tetapi meletakkan customer sebagai pusat penambahan nilai. Saat ini nasabah sungguh penuh tuntutan dan cerdas. Bank yang mampu melayani dan memenuhi kebutuhan nasabah yang akan mendapat kepercayaan mereka. Ya, kuncinya kepercayaan bukan sekedar trust namun credible.
Catatan saya atas bank-bank milik pemerintah daerah (BPD) menunjukkan bahwa dalam operasional sehari-hari tidak merasa tersaingi oleh bank swasta dan bank perkreditas rakyat. Mereka malah berkolaborasi untuk memudahkan nasabah, misalnya dalam hal kliring. Tentu hal ini terjadi karena faktor kepercayaan (credible) baik antar bank umum dan BPR maupun antarindividu sudah teruji oleh waktu.
Secara teoritis saat ini berkembang pandangan dalam perencanaan strategik dan pengembnagn SDM tentang peran pemimpin, khususnya pemimpin SDM sebagai aktifis kredibel (credible activist). Pandangan Ulrich (2012) ini pada pemikiran penulis melampaui prinsip efisiensi maupun efektifitas karena memiliki jangkar yang kuat di dalam dasar jiwa pemimpin dan kepemimpinan organisasi yang dibawakannya.
Kredibel berasal dari kata kredo (credo) kepercayaan atau syahadat. Kepercayaan yang dibangun dari pengalaman tidak pandang usia, namun kemampuan merefleksikan pengalaman menjadi pengetahuan dan kebijakan dalam aspek manusia. Dikaitkan dengan transformasi organisasi, kredibel dekat dengan konsep efikasi. Manusia memang perlu diuwongke atau dianggap memberikan nilai dalam setiap kehadirannya (efficacy). Mengingat pengelolaan manusia dapat dikatakan paling rumit dibandingkan masalah dana, operasi organiasi, pemasaran, maupun teknologi. Maka baiklah bila organisasi perlu memperhatikan konsep efikasi yang berasal dari pengetahuan psikologi.
Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan. Individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan individu tentang kecakapan yang ia miliki. Seorang pemimpin dengan efikasi diri menekankan keyakinan diri dalm menghadapi situasi yang akan datang. Situasi yang kabur, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan menjadi permasalahan yang apat diuraikan.
Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri terkait erat dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel personal lainnya. Hal tersebut juga terkait erat dengan harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perubahan perilaku. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.
Self-efficacy umumnya terkait dengan harga diri, baik dari aspek penilaian yang berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan. Namun demikian, terdapat perbedaan pada self-efficacy tidak terdapat pada komponen harga diri. Harga diri adalah sifat manusia sebagai makhluk hidup; sedangkan self-efficacy selalu dikaitkan dengan situasi tertentu dan biasanya didahului dengan tuntutan tindakan segera. Ini kemampuan untuk selaras dengan sistem yang alami (nature) bukan rekayasa (nourture).
Seseorang pemimpin dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya. Sedangkan pemimpin dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah menyerah. Mereka mempunyai rencana (preactive) namun kesulitan membuatnya menyerah. Bahkan kebanyakan orang hanya mengalir seperti air (inactive) atau malah reaktif (reactive). Sementara dengan orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras (proactive) untuk mengatasi tantangan yang ada. Efikasi memainkan satu peran penting dalam memotivasi diri dan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang dengan tujuan yang ambisius. Sudah siapkah Anda menjadi proactive dan sekaligus kredibel? Mari kenali diri agar menjadi pemimpin dengan efikasi tinggi! (Sadana, dosen Perbanas Institute).