Batas Kemiripan Karya Ilmiah

Sebuah universitas menerbitkan pedoman akademik yang menetapkan kemiripan karya ilmiah (similarity) hingga 50% pada tahun 2016. Prof. Supriadi Rustad memandang ini sebagai tindakan yang melindungi plagiarisme, universitasnya dikatakan sebagai suaka plagiasi.

Berapa batas yang dinilai wajar? Institut Perbanas menetapkannya sebesar 20% untuk bidang ilmu eksakta, dan 25% untuk bidang ilmu non eksakta. Sebagai perbandingan, universitas-universitas di Malaysia menetapkan  besarannya secara beragam. Namun perlu dicatat bahwa data hanya ini berdasarkan penuturan para mahasiswa/dosen universitas yang bersangkutan. Untuk akurasinya sila kunjungi website mereka.

UiTM     30%

UUM     20%

Uniten  25%

UTM      20%

USM      30%

UKM depending on chapters 30%

UNISZA 25%

UM        14%

UMK      25%

UMT      25%

UMP      10%

UPM      30%

UMS      30%

UTP        20%

 

Referensi

Institut Perbanas, SK Gaya Selingkung

Supriadi Rustad, ROBOHNYA UNIVERSITAS KAMI (1): BILA UNIVERSITAS JADI SUAKA PLAGIASI

Supriadi Rustad, ROBOHNYA UNIVERSITAS KAMI (2): DOKTOR TIGA GAYA

FB Othman Talib

 




Operasi Matriks (Penjumlahan)

Penjumlahan Matriks

Jika Amxn  = (aij) dan Bmxn = (bij) ,maka A mxn + Bmxn = Cmxn =(cij), (aij) = (bij),

Contoh:

A =                                       B =                     , maka  A + B =

2     1                                             -2     4      , maka   A + B =     2       1         +        -2       4    =      0      5    = C = (cij)

3     2                                              3      2                                            3        2                     3       2             6      4

A =                                                 B =

3       2        1                                         2       7      -2     ,

-2       3        4                                         3     -5        1

maka  A + B =

3        2         1       +         2       7        -2      =      5         9        -1      = C (cij)

-2        3          4                  3       -5        1               1        -2         5




Jenis-jenis Matriks (lanjutan 3)

VII. Matriks Transpose

Matriks Transpose adalah matriks yang diperoleh dengan saling menukar baris dengan kolom dari

matriks lama.  A ‘ = transpose dari matriks A.  A ‘ = (a’ ij = aji).

Contoh:

Matriks A:                                                  Transpose matriks A = A ”

2     3    -4                                                       2     -2      5

-2    1     -5                                                       3     1      1

5    1      3                                                       -4    -5     3

 

Matriks B                                                   Tranpose matrisk B = B ‘

1     2                                                                 1   3   5

3     4                                                                 2   4   8

5     8

VIII. Matriks  Setangkup

Matriks Setangkup adalah matriks yang transposenya = matriks lama. Jadi A ‘ = A.

Contoh:

Matriks A                                                   Transpose matriks A = A ‘

2     1     3                                                       2     1     3

1     4     5                                                       1     4     5

3     5     6                                                       3     5     6

Matriks B                                                    Transpose matriks B = B ‘

1         3                                                            1       3

3         1                                                            3       1




Daftar jurnal Scopus & yang diberhentikan

Daftar Jurnal Scopus April 2017 (excel)
SCOPUS updated April 2017 list for download

Daftar Jurnal yang diberhentikan Scopus Mei 2017 (excel)
SCOPUS updated DISCONTINUED May 2017 list for download

.

.
Jurnal2 Malaysia yang terindeks Scopus
Jurnal2 Indonesia yang terindeks Scopus




Reminder advertising

 

Image result for reminder advertising examples

Reminder Advertising

Reminder advertising reinforces previous promotional information. The name of the product, testimonials of past customers, public response, and sales techniques are repeated in the hopes of reminding past customers and garnering new ones. It is used to keep the public interested in, and aware of, a well-established product that is most likely at the end of the product life cycle.

https://www.boundless.com/marketing/textbooks/boundless-marketing-textbook/advertising-and-public-relations-13/the-advertising-campaign-88/informative-persuasive-and-reminder-advertising-438-219/




Gaya Belajar

Sebagai seorang pengajar atau orang tua, terkadang kita (saya) sering melihat anak didik kita memiliki kemajuan belajar yang berbeda-beda, terkadang juga kita mengalami menggunakan strategi mengajar yang sama namun memiliki hasil yang berbeda terhadap individu-individu peserta didik yang kita asuh. Cara yang kita gunakan belum tentu cocak untuk angkatan, kelas, atau bahkan invidu yang berbeda.

Setiap individu adalah unik, masing-maisng memiliki kekhasannya tersendiri, demikian pula dalam hal belajar. Setiap individu memiliki kecocokan, kesenangan dan gaya tersendiri.

Gaya Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran. Menurut Drummond (1998:186) mendefinisikan gaya belajar sebagai, “an individual’s preferred mode and desired conditions of learning.” Maksudnya, gaya belajar dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar.  Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs (1988) memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.

Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana dan Willis, 1989 : 4).

6 instrumen gaya belajar yang banyak dikenal (Hawk & Shah, 2007) adalah:

  • Kolb Experiential Learning Model
  • Gregorc Learning Style Model
  • Felder and Silverman Learning Style Model
  • VARK Model
  • Dunn and Dunn Model
  • RASI Model

Bersambung …




Blended Learning

 

Istilah Blended Learning secara ketatabahasaan terdiri dari dua kata yaitu Blended dan Learning. Kata Blend berarti “campuran bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik” (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze and Procter, 2006: 236), sedangkan Learning memiliki makna umum yakni belajar. Elenena Mosa (2006) menyampaikan bahwa dua unsur utama tersebut di kombinasikan atau dicampur (blend), yakni pembelajaran di kelas dengan tatap muka secara konvensional (classroom lesson) dengan pembelajaran secara online. Jadi yang dimaksudkan adalah pembelajaran yang secara konvensional biasa dilakukan di dalam ruangan kelas dikombinasikan dengan pembelajaran yang dilakukan secara online baik yang dilaksanakan secara independen maupun secara kolaborasi, dengan menggunakan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi

 

Blended Learning dibutuhkan pada saat :

  • Proses belajar mengajar dirasa tidak cukup hanya tatap muka, oleh karena itu dilakukan penambahan waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi, dalam hal ini menggunakan internet.
  • Perlunya proses komunikasi non-stop antara pendidik dan peserta didik dalam upaya pendalaman materi ajar.
  • Peserta didik dan pendidik dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
  • Membantu proses percepatan pendidikan yang salah satunya dengan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.

Keuntungan Blended Learning

Diperlukan metode pembelajaran yang berbeda untuk karakteristik pemelajar yang berbeda. Untuk memenuhi semua kebutuhan belajar dengan berbagai karakteristik orang yang belajar maka pendekatan melalui blended learning adalah yang paling tepat. Dengan blended leaning memungkinkan pembelajaran menjadi lebih profesional untuk menangani kebutuhan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien, dan memiliki daya tarik yang tinggi.

Keuntungan yang diperoleh dengan manfaat pembelajaran berbasis blended adalah:

  • memperluas jangkauan pembelajaran
  • kemudahan implementasi;
    • efisiensi biaya;
    • hasil yang optimal;
  • menyesuaikan berbagai kebutuhan pebelajar,
  • meningkatkan daya tarik pembelajaran

 

 

Dziuban, Charles D., dkk., “Blended Learning “,

(http://net.e ducause.edu/ir/library/pdf/E RB0407.pdf)

Brunner, D.L., “The Potential of the Hybrid Course Vis-a-Vis Online and Traditional Courses” Teaching Theology and Religion




Mobile-learning (m-learning)

 

Apa itu m-learning?

Kita sudah sangat sering mendengar mengenai e-learning yaitu pengalaman belajar yang mendukung pembelajaran individu dengan berbagai jenis teknologi komputer (Clark & Mayer, 2008; Horton, 2006). dan bahkan menggunakannya. Saat ini mulai istilah muncul m-learning. M-learning adalah suatu bentuk/model pembelajaran yang memanfaatkan kemampuan perangkat mobile ( Naismith, Lonsdale, Vavoula, & Sharples, 2004; Yuen & Yuen, 2008; Cheon, Lee, Crooks, & Song, 2012). m-learning mencakup banyak fitur e-learning seperti konten multimedia dan komunikasi dengan siswa lain, hanya saja memiliki keunikan yaitu dalam hal fleksibilitas waktu dan tempat.

Karakteristik perangkat mobile meliputi (BenMoussa, 2003; Churchill & Churchill, 2008; Klopfer, Squire, & Jenkins, 2002; Sharples, 2000):

  1. portabilitas: perangkat mobile dapat dibawa ke lokasi yang berbeda,
  2. konektivitas cepat: perangkat mobile dapat digunakan untuk mengakses berbagai informasi kapan saja dan dimana saja, dan
  3. sensitivitas konteks: perangkat mobile dapat digunakan untuk mencari dan Mengumpulkan data nyata atau simulasi

Ketiga karakteristik tersebut yang yang dapat membuat pengalaman pembelajaran menjadi unik (Traxler, 2007, 2008, 2010; Wang & Higgins, 2006). Selain itu perangkat keras yang masju dari perangkat mobile dan berbagai perangkat lunak yang ada memberikan kemampuan yang lebih baik dalm mengelola, manipuasi dan membangun informasi untuk proses belajar dan mengajar.

Berdasarkan fitur-fitur dari m-learning, empat jenis pendekatan pembelajaran yang dapat didukung oleh perangkat mobile:

  • pembelajaran individual, m-mobile dapat memungkinkan pemelajar mempercepat pembelajaran dengan kecepatan mereka sendiri,
  • pembelajaran jarak jauh, pembelajaran situasional dapat direalisasikan saat pemelajar menggunakan perangkat mobile untuk belajar dalam konteks nyata.
  • pembelajaran kolaboratif, m-learning memungkinkan pembelajaran kolaboratif saat pemelajar menggunakan perangkat mobile agar mudah berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lain
  • pembelajaran informal, pembelajaran informal direalisasikan saat seseorang belajar dari kelas sesuai kenyamanan mereka.

Namun demikian selain keunggulan dari penggunaan mobile untuk pembelajaran terdapat keterbatasan-keterbatasan, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pemelajar (peserta didik) tidak menggunkan perangkat mobile untuk belajar dikarenakan beberapa masalah teknis seperti layar yang kecil dengan resolusi kecil, memory yang tidak memadai, kecepatan jaringan, dan kurangnya standar dan komparabilitas (Haag, 2011; Huan, Kuo, Lin, & Cheng, 2008; Lowenthal, 2010; Park, 2011; Wang & Higgins, 2006; Wang, Wu, & Wang, 2009),

Keterbatasan dalam psikologi pemakai, (Park, 2011; Wang et al., 2009), pengguna lebih menyukai penggunaan mobile untuk suatu hal yang “hedonic” seperti sms, mendengarkan musik, sosial media dibandingkan untuk tujuan pembelajaran (Park, 2011;Wang et al., 2009). Keterbatasan pedagogik (Corbeil & Valdes-Corbeil, 2007; Park, 2011; Wang et al., 2009), penggunaan mobile dalam kelas mungkin dapat menghalani konsertasi dan menggangu kemajuan kelas

 

Cheon, J., Lee, S., Crooks, S. M., & Song, J. (2012). An investigation of mobile learning readiness in higher education based on the theory of planned behavior. Computers & Education, 59(3), 1054–1064. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2012.04.015

 




Ukuran Tingkat Kesiapan Organisasi dalam Impementasi KM.

Menakar tingkat kesiapan implementasi KM.

Pada artikel sebelumnya dijelasakan bahwa berdasarkan banyak kisah sukses dan gagal yang dialami banyak organisasi dalam implementasi KM,  seperti penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga telekomunikasi di Inggris (British Telecommunication PLC), bahwa sebesar 70% proyek KM dinyatakan gagal. Hal ini dikarenakan belum siapnya organisasi ketika mengimplementasikan KM. Kegagalan yang sering terjadi disebabkan karena implementasi sistem hanya berdasarkan teori-teori saja dan tidak mempertimbangkan keadaan organisasi (Lovina & Surendro, 2009) Oleh karena itu sebelum mengimplementasikan KM didalam sebuah perusahaan atau organisasi, perlu dilakukan analisis kesiapan terhadap perusahaan atau organisasi yang bersangkutan. Analisis kesiapan tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak manajemen perusahaan atau organisasi mengenai kondisi kesiapan setiap aspek yang terkait dengan implementasi KM, dan melalui hasil analisis kesiapan tersebut juga, pihak manajemen dapat mengambil langkah dalam mempersiapkan aspek-aspek yang dinilai masih kurang siap dalam implementasi KM.

Untuk itu kita perlu tahu ukuran apa yang digunakan untuk melihat tingkat kesiapan implementasi KM dalam sebuah organisasi. Dibawah ini adalah beberapa referensi ukuran yang bisa digunakan dalam melihat seberapa siap sebuah organisasi menerapkan Knowledge Managemen.

Tingkat kesiapan implementasi KM akan direpresentasikan menggunakan skala yang didefinisikan oleh Rao (2005), yang dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu not ready, preliminary (exploring KM), ready (accepted), receptive (advocating and measuring), dan optimal (institutionalized KM) (Rao, 2005). Tabel dibawah ini menjelaskan karakteristik dari masing-masing level.

Level Nama Karakteristik
1 Not Ready
  1. Belum adanya pemahaman mengenai KM
  2. Belum adanya pemahaman mengenai visi dan misi KM.
  3. Tidak menggambarkan fenomena atau permasalahan KM.
2 Preliminary
  1. Organisasi sudah mengenal pentingnya KM.
  2. Proses dalam organisasi sudah menggambarkan kegiatan KM.
  3. Sudah terdapat individu yang menggalakkan KM.
3 Ready
  1. Sudah stabil dan individu dalam organisasi sudah mempraktekkan  aktifitas yang efektif untuk mendukung KM.
  2. Kegiatan KM sudah dilakukan setiap waktu di setiap kegiatan pekerjaan.
  3. Sudah ada sistem pendokumentasian.
4 Receptive
  1. Efisiensi KM
  2. Kegiatan-kegiatan yang ada pada level 3 dilanjutkan dan dibuatkan aturan serta standar.
5 Optimal Organisasi telah memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan fleksibel terhadap syarat-syarat yang ditentukan untuk mencapai KM readiness.

 

Nugroho (2014) dalam penelitiannya mengusulkan suatu tingkat kesiapan KM yang didasarkan pada KM readiness level dari Rao (2005). Tingkat kesiapan tersebut digambarkan pada tabel dibawah ini.

Level Nama Level (Skala) Aspek Karakteristik
1 Not Ready

(0-0,50)

Strategy Organisasi tidak memiliki keinginan dan motivasi kuat untuk mencapai KM.

Belum ada pemahaman individu dalam organisasi terhadap KM.

Belum ada pemahaman individu dalam organisasi terhadap manfaat KM bagi organisasi.

Organization Struktur organisasi tidak memungkinkan untuk membentuk tim khusus KM.
Culture Budaya organisasi sama sekali tidak mendukung KM dan tidak menunjukkan adanya proses knowledge.
Technology Tidak adanya dukungan teknologi seperti penggunaan ICT, internet, dan intranet.
Motivation Tidak adanya keinginan dan penghargaan bagi individu untuk berbagi pengetahuan.
Process Tidak ada process knowledge yang terjadi dalam organisasi.
Human Resources Sedikitnya  keahlian yang dimiliki oleh individu dalam organisasi.
2 Preliminary

(0,51 – 1,50)

 

Strategy Organisasi sudah memiliki keinginan dan motivasi untuk menerapkan KM.

Organisasi sudah mengenal pentingnya kegiatan KM.

Organization Struktur organisasi sudah memungkinkan untuk membentuk tim khusus KM.
Culture Budaya organisasi sudah menunjukan kegiatan knowledge, seperti adanya budaya bekerjasama.
Technology Dukungan teknologi seperti penggunaan ICT sudah ada, tetapi fasilitas internet dan intranet belum ada.
Motivation Adanya penghargaan bagi karyawan yang melakukan aktivitas sharing knowledge.
Process Proses knowledge sudah terlihat dalam organisasi, seperti adanya kegiatan menambah pengetahuan dan transfer knowledge.
Human Resources Keahlian yang dimiliki individu dan pengetahuan organisasi sudah mulai bertambah.

 

3 Ready

(1,51 – 2,50)

Strategy Organisasi sudah memiliki strategi, keinginan dan motivasi yang kuat untuk menerapkan KM.
Organization Struktur organisasi yang ada memungkinkan untuk membentuk tim khusus KM dari berbagai unit dan sharing knowledge dapat dilakukan dengan mudah baik secara vertikal maupun horizontal.
Culture Budaya organisasi sudah menunjukkan kegiatan knowledge sudah dilakukan setiap waktu dan setiap pekerjaan, seperti adanya budaya bekerja sama dan sharing knowledge.
Technology Dukungan teknologi seperti penggunaan ICT, fasilitas internet dan intranet sudah ada.
Motivation Adanya penghargaan bagi karyawan yang melakukan aktivitas knowledge.
Process Proses knowledge sudah terjadi dalam organisasi pada setiap kegiatan pekerjaan, seperti adanya kegiatan-kegiatan menambah pengetahuan dan transfer knowledge.
Human Resources Keahlian yang dimiliki individu sudah memadai, beragam, dan sudah terdokumentasi.
4 Receptive

(2,51 – 3,50)

Strategy Organisasi sudah memiliki strategi, keinginan, dan motivasi yang kuat untuk menerapkan KM dan sudah dibuat dalam suatu aturan dan standar.
Organization Struktur organisasi yang ada memungkinkan untuk membentuk tim khusus KM dari berbagai unit dan sharing knowledge dapat dilakukan dengan mudah baik secara vertikal maupun horizontal, serta sudah tercantum di dalam aturan organisasi.
Culture Budaya organisasi sudah dilakukan secara efisien dan budaya kerja serta sharing knowledge sudah diatur dalam peraturan organisasi.
Technology Dukungan teknologi seperti penggunaan ICT, fasilitas internet dan intranet sudah ada dan mendukung proses knowledge, sudah ada katalogisasi dan prosedur pengarsipan yang tercantum dalam aturan organisasi, adanya pengamanan terhadap teknologi informasi yang dilengkapi prosedur keamanan yang berkaitan dengan data dan informasi yang tercantum dalam aturan organisasi.
Motivation Adanya penghargaan bagi karyawan yang melakukan aktivitas knowledge dan sudah dibuat dalam aturan organisasi.
Process Proses knowledge sudah terjadi dalam organisasi pada setiap kegiatan pekerjaan dan tercantum dalam aturan organisasi, seperti adanya kegiatan-kegiatan menambah pengetahuan dan transfer knowledge.
Human Resources Keahlian yang dimiliki individu sudah memadai, beragam, dan sudah terdokumentasi. Pengetahuan yang dimiliki organisasi dapat meningkatkan efisiensi proses dalam organisasi, sudah ada aturan dan standar untuk peningkatan skill karyawan.
5 Optimal

(3,51 – 4,00)

Strategy Organisasi sudah memiliki strategi, keinginan, dan motivasi yang kuat untuk menerapkan KM dan sudah dibuat dalam suatu aturan dan standar serta sudah terlaksana dengan baik.
Organization Struktur organisasi yang ada mampu untuk membentuk tim khusus KM dari berbagai unit dan sharing knowledge dapat dilakukan dengan mudah baik secara vertikal maupun horizontal, serta sudah tercantum di dalam aturan organisasi dan sudah terlaksana dengan baik.
Culture Budaya organisasi sudah dilakukan dengan efisien, budaya kerjasama dan sharing knowledge sudah diatur dalam peraturan organisasi, serta sudah berjalan dengan baik.
Technology Dukungan teknologi seperti penggunaan ICT, fasilitas internet dan intranet yang canggih yang mendukung proses knowledge sudah berjalan dengan baik, sudah ada katalogisasi dan prosedur pengarsipan, manajemen dokumen yang tercantum dalam aturan organisasi, adanya pengamanan terhadap teknologi informasi yang dilengkapi prosedur keamanan yang berkaitan dengan data dan informasi dan tercantum dalam aturan di organisasi dan sudah berjalan dengan baik.
Motivation Adanya penghargaan bagi karyawan yang melakukan aktivitas knowledge yang sudah tercantum dalam aturan organisasi dan sudah berjalan dengan baik.
Process Proses knowledge sudah terjadi dalam organisasi pada setiap pekerjaan dan tercantum dalam aturan organisasi,  seperti adanya kegiatan-kegiatan menambah pengetahuan dan transfer knowledge dan sudah berjalan dengan baik.
Human Resources Keahlian yang dimiliki individu sudah memadai, beragam, dan sudah terdokumentasi. Pengetahuan yang dimiliki organisasi dapat meningkatkan efisiensi proses dalam organisasi, sudah ada aturan dan standar untuk peningkatan skill karyawan dan sudah terlaksana dengan baik.

Tabel-tabel diatas adalah ukuran-ukuran berikut karakteristik yang bisa digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan implementasi KM. Selanjutnya bagaimana melihat saberapa siap sebuah organisasi dalam mengimplementasikan KM perlu dibuat perangkat assesment untuk mendapatkan data yang kredible tentang kesiapan tersebut. Untuk menyusun perangkat assesment ini perlu memperhatikan kaidah-kaidah penyusunannya seperti harus dialkukan uji validitas dan reliabilitas terhadap perangkat yang akan digunakan dalam proses pengambilan data.  Proses penyusunan perangkat assesmen ini akan saya tuliskan pada artikel berikutnya membahas “Penyusunan perangkat assesmen pengukuran tingkat Kesiapan Implementasi KM”. . . (bersambung)




Yuuk Menggunakan Multimedia Dalam Pembelajaran Matematika

ditulis oleh Pratiwi

 

Matematika menjadi salah satu ilmu yang kurang digemari para peserta didik, padahal matematika merupakan ilmu yang mampu mengasah kemampuan logika berpikir dan analisis. Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Beberapa pendapat ahli menyatakan matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Hal tersebut memberi makna bahwa belajar matematika tentunya akan dapat mengarahkan peserta didik untuk berpikir logis, sistematis, kritis, dan praktis sehingga dalam pengaplikasiannya mereka dapat lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan di sekitar.

 

Pembelajaran matematika pada saat ini umumnya dosen/pengajar memberikan penjelasan dan rumus-rumus kemudian didukung dengan latihan soal dan sejenisnya dan mengandalkan media tatap muka. Kurang digemarinya matematika disebabkan banyak faktor diantaranya: 1) materi yang terlalu sulit untuk dipelajari 2) penyampaian materi ajar yang tidak mudah dimengerti dan terlalu monoton 3) keterbatasan waktu tatap muka dosen dengan mahasiswa 4) keterbatasan waktu untuk latihan sementara dalam pengerjaan soal-soal diperlukan waktu yang cukup lama .

Menurut Lerner (dalam Mulyadi: 2010) kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan system saraf pusat. Menurut Kirk (dalam Mulyadi: 2010) kesulitan belajar matematika yang berat disebut akalkulia (acalculia). Gangguan matematika adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan ketrampilan matematika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang.

Dari sini terlihat bahwa penting media dalam pembelajaran matematika dan telah dirasakan juga oleh para pemerhati pendidikan. Hal tersebut membuat mereka terus berusaha mengembangkan media pembelajaran yang relevan dan mendukung bagi kebutuhan peserta didik dan tetap memperhatikan aspek pedagogis dan kurikulum yang harus dicapainya. Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer memungkinkan terciptanya multimedia pembelajaran Matematika yang lebih interaktif dan efektif dalam pembelajaran. Muatan materi Matematika yang disertai gambar dan audio membuat multimedia tersebut mampu menyajikan materi dengan lebih jelas. Tampilan materi dan gambar dapat diatur dengan menggunakan animasi yang bisa disesuaikan untuk mendukung penyajian materi sesuai dengan konsep yang benar, sehingga dapat membantu peserta didik dalam pengamatan dan pemberian perhatian terhadap pembelajaran untuk lebih memahami konsep materi yang dipelajari.

Multimedia dapat berupa presentasi materi dengan menggunakan kata-kata sekaligus gambar-gambar. Dalam hal ini ada dua bentuk, yaitu verbal form dan pictorial form. Verbal form meliputi materi yang dapat berupa kata-kata, sedangkan pictorial form meliputi grafik, gambar, audio, maupun video. (Meyer, 2007). Multimedia adalah media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap, seperti : animasi. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet dan pembelajaran berbasis komputer dan lebih menarik perhatian serta mampu membantu dalam penguatan materi pembelajaran yang disajikan.

 

Pengembangan software multimedia untuk pembelajaran Matematika dapat dibuat dengan model pengembangan media yang digunakan adalah ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Bukan hal yang mudah untuk menciptakan media yang efektif dalam pembelajaran. Selain harus memenuhi unsur pedagogis dan standar kompetensi, media pembelajaran yang dibuat juga harus menarik perhatian peserta didik sehingga peserta didik tidak mudah jenuh dalam mengikuti pembelajaran. Karena media yang menarik akan mampu meningkatkan minat dan motivasi peserta didik dalam belajar.

Namun demikian beberapa hasil penelitian membuktikan penggunaan multimedia pada pembelajaran matematika sudah dilakukan di Indonesia (Mulia Rahmayani, 2011; Rani Kristiani Dewi 2011) dapat meningkatkan pemahaman materi ajar sehingga diperoleh hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan bagi penggunaan multimedia pada pembelajaran Matematika di Perguruan Tinggi juga akan meningkatkan motivasi dan tingkat pemahaman materi ajar yang dirasa sulit oleh mahasiswa.

 

YUUUUK MENGGUNAKAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA