PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 6 /POJK.03/2016
TENTANG
KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR
BERDASARKAN MODAL INTI BANK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka menghadapi dinamika regional dan global, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara optimal dan berkesinambungan, perlu peningkatan ketahanan, daya saing, dan efisiensi industri perbankan nasional;
b. bahwa dalam rangka peningkatan ketahanan, daya saing, dan efisiensi perbankan nasional, perlu dilakukan penataan cakupan kegiatan usaha dan pembukaan jaringan kantor yang disesuaikan dengan kapasitas permodalan bank;
c. bahwa untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkesinambungan, perbankan Indonesia juga perlu meningkatkan fungsi intermediasi secara optimal khususnya kepada usaha produktif;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dipandang perlu menetapkan Peraturan Otoritas
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
Jasa Keuangan tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri,dan bank umum syariah serta unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Modal Inti:
a. bagi Bank yang berbadan hukum Indonesia adalah modal inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum; atau
b. bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah dana usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency Maintained Asset (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum.
3. Kegiatan Usaha adalah kegiatan usaha bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan kegiatan usaha bank umum syariah serta unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4. Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha, yang selanjutnya disebut BUKU, adalah pengelompokan Bank berdasarkan Kegiatan Usaha yang disesuaikan dengan Modal Inti yang dimiliki.
5. Jaringan Kantor Bank adalah:
a. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi kantor cabang, kantor wilayah yang melakukan kegiatan operasional, kantor cabang pembantu, kantor fungsional yang melakukan kegiatan operasional, dan/atau kantor kas; dan
b. kantor Bank di luar negeri yang meliputi kantor cabang, kantor perwakilan, dan/atau jenis kantor lainnya di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai bank umum, bank umum syariah atau unit usaha syariah.
6. Pembukaan Jaringan Kantor adalah pembukaan kantor Bank termasuk pembukaan kantor yang berasal dari pemindahan alamat atau perubahan status kantor Bank.
7. Rencana Bisnis Bank, yang selanjutnya disingkat RBB, adalah rencana bisnis bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai rencana bisnis bank.
Pasal 2
Bank hanya dapat melakukan Kegiatan Usaha dan memiliki Jaringan Kantor sesuai Modal Inti yang dimiliki.
Pasal 3
(1) Berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, Bank dikelompokkan menjadi 4 (empat) BUKU, yaitu:
a. BUKU 1 adalah Bank dengan Modal Inti sampai dengan kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
b. BUKU 2 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
c. BUKU 3 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) sampai dengan kurang dari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah); dan
d. BUKU 4 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah).
(2) Pengelompokan BUKU untuk unit usaha syariah didasarkan pada Modal Inti bank umum konvensional yang menjadi induknya.
BAB II
KEGIATAN USAHA BANK
Bagian Kesatu
Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional
Pasal 4
Kegiatan Usaha yang dilakukan bank umum konvensional dikelompokkan:
a. penghimpunan dana;
b. penyaluran dana;
c. pembiayaan perdagangan (trade finance);
d. kegiatan treasury;
e. kegiatan dalam valuta asing;
f. kegiatan keagenan dan kerjasama;
g. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;
h. kegiatan penyertaan modal;
i. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit;
j. jasa lainnya; dan
k. kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
Kegiatan Usaha bank umum konvensional yang dapat dilakukan pada masing-masing BUKU ditetapkan:
a. BUKU 1 hanya dapat melakukan:
1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah yang meliputi:
a) kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
b) kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
c) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
d) kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama;
e) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas;
f) kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; dan
g) jasa lainnya;
2. kegiatan sebagai pedagang valuta asing; dan
3. kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah yang lazim dilakukan oleh Bank dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
b. BUKU 2 dapat melakukan:
1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing:
a) kegiatan penghimpunan dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1;
b) kegiatan penyaluran dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas;
c) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
d) kegiatan treasury secara terbatas; dan
e) jasa lainnya;
2. Kegiatan Usaha sebagaimana pada BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas untuk:
a) keagenan dan kerjasama; dan
b) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;
3. kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia;
4. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; dan
5. kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia;
d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3.
Bagian Kedua
Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Pasal 6
Kegiatan Usaha yang dilakukan bank umum syariah dan unit usaha syariah dikelompokkan:
a. penghimpunan dana;
b. penyaluran dana;
c. pembiayaan perdagangan (trade finance);
d. kegiatan treasury;
e. kegiatan dalam valuta asing;
f. kegiatan keagenan dan kerjasama;
g. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;
h. kegiatan penyertaan modal;
i. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan;
j. jasa lainnya; dan
k. kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Kegiatan Usaha bank umum syariah dan unit usaha syariah yang dapat dilakukan pada masing-masing BUKU ditetapkan:
a. BUKU 1 hanya dapat melakukan:
1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah yang meliputi:
a) kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
b) kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
c) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
d) kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama;
e) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas;
f) kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan; dan
g) jasa lainnya;
2. kegiatan sebagai pedagang valuta asing; dan
3. kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah yang lazim dilakukan oleh Bank yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
b. BUKU 2 dapat melakukan:
1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing:
a) kegiatan penghimpunan dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1;
b) kegiatan penyaluran dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas;
c) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
d) kegiatan treasury secara terbatas; dan
e) jasa lainnya;
2. Kegiatan Usaha sebagaimana pada BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas untuk:
a) keagenan dan kerjasama; dan
b) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;
3. kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah di Indonesia;
4. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan; dan
5. kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan;
c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia;
d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3.
Pasal 8
(1) Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh unit usaha syariah mengacu pada BUKU bank umum konvensional yang menjadi induknya.
(2) Kegiatan Usaha tertentu pada BUKU bank umum konvensional yang menjadi induknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh unit usaha syariah setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kegiatan Usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
Bagian Ketiga
Penyertaan Modal
Pasal 9
Penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h dan Pasal 6 huruf h ditetapkan sebesar:
a. BUKU 2 paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) dari modal Bank;
b. BUKU 3 paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari modal Bank; dan
c. BUKU 4 paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari modal Bank.
Pasal 10
Bagi bank umum konvensional yang melakukan penyertaan modal kepada bank umum syariah paling rendah 5% (lima persen) dari modal bank umum konvensional, batasan penyertaan modal pada BUKU 2 dan BUKU 3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, menjadi:
a. BUKU 2 menjadi paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal bank umum konvensional;
b. BUKU 3 menjadi paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari modal bank umum konvensional.
Pasal 11
Penambahan penyertaan modal pada perusahaan anak yang berasal dari laba yang diperoleh dari perusahaan anak yang sama, dikecualikan dari batas penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10.
Bagian Keempat
Kewajiban Penyaluran Kredit atau Pembiayaan Kepada Usaha Produktif
Pasal 12
Bank pada masing-masing BUKU wajib menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada usaha produktif dengan ketentuan:
a. paling rendah 55% (lima puluh lima persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 1;
b. paling rendah 60% (enam puluh persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 2;
c. paling rendah 65% (enam puluh lima persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 3; dan
d. paling rendah 70% (tujuh puluh persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 4.
Pasal 13
(1) Kewajiban penyaluran kredit atau pembiayaan kepada usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak berlaku bagi Bank yang memfokuskan pada kegiatan penyaluran kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah untuk kepentingan rakyat dengan jumlah penyaluran kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah paling rendah sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari total kredit atau pembiayaan Bank.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kewajiban Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam persentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pemberian kredit atau pembiayaan UMKM.
(3) Dalam hal penyaluran kredit atau pembiayaan bagi Bank yang memfokuskan pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen), Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk pemenuhan kembali penyaluran kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah sesuai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kelima
Lain-Lain
Pasal 14
Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6 yang bukan merupakan cakupan produk atau aktivitas dasar dan/atau memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai cakupan Kegiatan Usaha masing-masing BUKU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 7 serta Kegiatan Usaha yang memerlukan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 16
(1) Dalam hal Bank mengalami penurunan Modal Inti sehingga terjadi perubahan BUKU selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU.
(2) Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan BUKU.
(3) Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan penyelesaian rencana tindak (action plan) dimaksud paling lama 1 (satu) tahun sejak persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB III
JARINGAN KANTOR
Pasal 17
(1) Bank yang akan melakukan Pembukaan Jaringan Kantor dalam bentuk: a. kantor cabang; atau b. kantor perwakilan dan kantor lainnya di luar negeri, wajib memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Pembukaan Jaringan Kantor Bank selain jenis kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan dan memperoleh penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 18
Pembukaan Jaringan Kantor di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan oleh BUKU 3 dan BUKU 4 dengan ketentuan:
a. BUKU 3 dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia; dan
b. BUKU 4 dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor pada seluruh wilayah di luar negeri.
Pasal 19
Bank yang akan melakukan Pembukaan Jaringan Kantor harus memenuhi persyaratan:
a. tingkat kesehatan Bank dengan Peringkat Komposit 1 (PK-1), Peringkat Komposit 2 (PK-2), atau Peringkat Komposit 3 (PK-3) selama 1 (satu) tahun terakhir; dan
b. ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor (theoretical capital).
Pasal 20
(1) Dalam hal Bank telah memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun tidak memenuhi persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, Bank dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor jika melakukan:
a. penyaluran kredit atau pembiayaan kepada:
1. UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit atau pembiayaan; atau
2. usaha mikro dan kecil paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio kredit atau pembiayaan; dan
b. pemupukan modal.
(2) Bagi Bank yang telah memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dapat memperoleh insentif tambahan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor jika menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada:
a. UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit atau pembiayaan; dan/atau
b. usaha mikro dan kecil paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio kredit atau pembiayaan.
Pasal 21
(1) Otoritas Jasa Keuangan mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi Bank dalam menyetujui jumlah Jaringan Kantor yang direncanakan dibuka oleh Bank sesuai RBB.
(2) Pencapaian tingkat efisiensi Bank antara lain diukur melalui rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Interest Margin (NIM) atau rasio Net Operating Margin (NOM).
Pasal 22
Dalam rangka memperoleh izin atau penegasan untuk Pembukaan Jaringan Kantor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Bank juga wajib memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai bank umum, bank umum syariah, atau unit usaha syariah.
Pasal 23
(1) Dalam mempertimbangkan ketersediaan alokasi Modal Inti untuk Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan:
a. pembagian zona dengan mempertimbangkan tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan;
b. koefisien masing-masing zona; dan
c. biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor Bank untuk masing-masing BUKU.
(2) Zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas Zona 1 yang menunjukkan zona paling jenuh sampai dengan Zona 6 yang menunjukkan zona paling tidak jenuh.
(3) Koefisien pada masing-masing zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada tingkat kejenuhan zona, dengan koefisien tertinggi berada pada zona paling jenuh.
Pasal 24
Perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti untuk Pembukaan Jaringan Kantor diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank dengan biaya investasi Jaringan Kantor Bank sesuai BUKU.
Pasal 25
Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b tidak berlaku untuk:
a. pembukaan kantor fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit kepada usaha mikro dan kecil; dan/atau
b. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan alokasi Modal Inti dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 27
(1) Dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan Kantor, Bank yang membuka Jaringan Kantor di Zona 1 atau Zona 2 dalam jumlah tertentu wajib diikuti dengan pembukaan Jaringan Kantor di Zona 5 atau Zona 6 dalam jumlah tertentu.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi BUKU 3 dan BUKU 4 serta pelaksanaannya wajib memenuhi ketersediaan alokasi Modal Inti untuk Pembukaan Jaringan Kantor.
(3) Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku bagi Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan melakukan Pembukaan Jaringan Kantor di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perimbangan penyebaran Jaringan Kantor Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pertimbangan tertentu dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas Kegiatan Usaha tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 29
Otoritas Jasa Keuangan dapat memberikan persetujuan atau penolakan kepada Bank untuk melakukan Pembukaan Jaringan Kantor Bank di wilayah tertentu berdasarkan pertimbangan tertentu.
BAB V
SANKSI
Pasal 30
Bank yang tidak mentaati ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 12, Pasal 13 ayat (3), Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 27, Pasal 31, Pasal 32 atau Pasal 33, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. penurunan peringkat tingkat kesehatan Bank;
c. larangan pembukaan jaringan kantor baru; dan/atau
d. pembekuan Kegiatan Usaha tertentu.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
(1) Bank yang melakukan Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan kegiatan BUKU Bank, wajib:
1. menyesuaikan Kegiatan Usaha mengikuti BUKU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 7 atau Pasal 9; atau
2. meningkatkan Modal Inti.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat akhir bulan Juni 2016.
Pasal 32
Kewajiban Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau memfokuskan pada kegiatan penyaluran kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dipenuhi paling lambat akhir bulan Juni 2016.
Pasal 33
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 bagi Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah dipenuhi paling lambat akhir bulan Juni 2018.
Pasal 34
Bank BUKU 3 yang memiliki kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar wilayah regional Asia sebelum tanggal 27 Desember 2012 dapat tetap mengoperasikan Jaringan Kantor di lokasi tersebut.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
(1) Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5384) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 36
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Januari 2016
KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 18
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK
I. UMUM
Arah perkembangan ekonomi global yang mengakibatkan semakin menyatunya ekonomi nasional dengan ekonomi regional dan internasional merupakan peluang sekaligus tantangan yang harus dimanfaatkan dan diantisipasi agar dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan perekonomian nasional.
Seiring dengan rencana integrasi sektor keuangan ASEAN pada tahun 2020 yang memungkinkan bank-bank dengan kualifikasi tertentu (Qualified ASEAN Banks) bebas beroperasi di kawasan ASEAN, perbankan nasional perlu meningkatkan ketahanan, daya saing, dan efisiensi.
Selain itu, perkembangan ekonomi global tersebut akan berdampak pada semakin kompleksnya Kegiatan Usaha dan kebutuhan Pembukaan Jaringan Kantor Bank.
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan penguatan modal Bank untuk mengantisipasi risiko yang ditimbulkan oleh kompleksitas Kegiatan Usaha dan agar Pembukaan Jaringan Kantor tidak menggunakan dana yang dihimpun dari masyarakat.
Untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing, dalam melakukan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu mengedepankan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi.
Penguatan dan daya saing perbankan, perlu diikuti dengan peningkatan peran Bank sebagai lembaga intermediasi, khususnya untuk usaha produktif termasuk untuk pengembangan UMKM, sehingga industri perbankan nasional berperan aktif bagi kemajuan perekonomian nasional.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Minimum Modal Inti Bank mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai modal inti minimum bank umum.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Penghimpunan dana antara lain giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, pinjaman yang diterima, penerbitan surat utang termasuk surat utang ekuitas, dan/atau sekuritisasi aset.
Huruf b
Penyaluran dana antara lain kredit, anjak piutang, pembelian surat berharga, penempatan pada Bank Indonesia, dan/atau penempatan pada Bank lain.
Huruf c
Pembiayaan perdagangan meliputi pembiayaan melalui penerbitan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), Letter of Credit, serta jasa dan layanan pembiayaan perdagangan lain.
Huruf d
Kegiatan treasury antara lain transaksi spot, transaksi derivative plain vanilla, dan/atau transaksi derivatif kompleks seperti structured product dan credit derivative.
Huruf e
Kegiatan dalam valuta asing antara lain kegiatan dalam valuta asing untuk kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, dan/atau kegiatan treasury.
Huruf f
Kegiatan keagenan dan kerjasama antara lain agen penjual reksadana, agen penjual Surat Berharga Negara (SBN), agen penjual Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), kustodian, wali amanat, penitipan dengan pengelolaan (trust), dan/atau kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance) antara lain dalam bentuk model bisnis referensi, distribusi, dan integrasi.
Huruf g
Kegiatan usaha terkait sistem pembayaran dan electronic banking yang dilakukan Bank antara lain:
1. pemindahan dana baik untuk kepentingan Bank sendiri maupun kepentingan nasabah, termasuk pemindahan dana melalui media elektronik;
2. penyelenggara kliring;
3. penyelenggara penyelesaian akhir (settlement);
4. penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu antara lain kartu Automated Teller Machine (ATM), kartu debit, dan kartu kredit;
5. penyelenggara uang elektronik; dan
6. aktivitas perbankan lain melalui media elektronik.
Huruf h
Yang dengan modal” penyertaan modal pada lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penyertaan modal.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “penyertaa n modal sementara” adalah penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penyertaan modal.
Huruf j
Jasa lainnya antara lain penerbitan bank garansi serta penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box).
Huruf k
Yang dengan lain lazim oleh adalah lain dilakukan Bank sesuai fungsi Bank.
Pasal 5
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar, antara lain:
1. giro;
2. tabungan;
3. deposito;
4. sertifikat deposito;
5. pinjaman yang diterima; dan
6. penerbitan surat utang termasuk surat utang ekuitas.
Huruf b)
Kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar, antara lain:
1. penyaluran kredit;
2. pembelian surat berharga yang diterbitkan pemerintah;
3. penempatan pada Bank Indonesia; dan
4. penempatan pada Bank lain.
Huruf c)
Termasuk dalam kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) dalam Rupiah adalah pembiayaan melalui penerbitan SKBDN.
Huruf d)
Kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama antara lain bancassurance dengan model bisnis referensi.
Huruf e)
Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, antara lain:
1. pemindahan dana baik untuk kepentingan Bank sendiri maupun kepentingan nasabah, termasuk pemindahan dana melalui media elektronik yang terbatas;
2. penyelenggara kliring;
3. penyelenggara penyelesaian akhir (settlement);
4. penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, selain kartu kredit;
5. penyelenggara uang elektronik; dan
6. aktivitas perbankan lain melalui media elektronik selain internet banking, kecuali layanan internet banking yang digunakan untuk layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Jasa lainnya antara lain penerbitan bank garansi serta penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box).
Angka 2
Yang dengan pedagang valuta asing” pedagang valuta asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pedagang valuta asing.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Kegiatan penyaluran dana yang lebih luas antara lain kredit sindikasi dengan Bank sebagai arranger.
Huruf c)
Termasuk dalam kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) dalam Rupiah dan valuta asing antara lain pembiayaan melalui penerbitan Letter of Credit dan SKBDN.
Huruf d)
Kegiatan treasury terbatas mencakup transaksi spot dan transaksi derivatif plain vanilla.
Huruf e)
Jasa lainnya antara lain penerbitan bank garansi serta penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box).
Angka 2
Huruf a)
Kegiatan keagenan dan kerjasama yang lebih luas mencakup antara lain agen penjual reksadana, agen penjualan SBN, agen penjualan SBSN, dan bancassurance dengan model bisnis distribusi.
Huruf b)
Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan yang lebih luas antara lain penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu berupa kartu kredit dan aktivitas perbankan lain berupa internet banking.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Kegiatan penghimpunan dana, antara lain:
1. simpanan berupa giro dan tabungan;
2. investasi berupa deposito dan tabungan;
3. penerbitan surat investasi; dan
4. sekuritisasi aset, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf b
Kegiatan penyaluran dana, antara lain:
1. pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, sewa-menyewa aset, jual beli, pinjam-meminjam, sewa-menyewa jasa;
2. pengambilalihan utang;
3. pembelian surat berharga syariah; dan
4. penempatan pada Bank Indonesia dan/atau penempatan pada bank syariah lain, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf c
Kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) meliputi:
1. pembiayaan melalui penerbitan SKBDN;
2. penerbitan Letter of Credit; dan
3. jasa dan layanan pembiayaan perdagangan lainnya, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf d
Kegiatan treasury meliputi antara lain transaksi spot atau transaksi lain, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf e
Kegiatan dalam valuta asing, antara lain:
1. kegiatan penghimpunan dana;
2. penyaluran dana;
3. pembiayaan perdagangan (trade finance); dan
4. kegiatan treasury, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf f
Kegiatan keagenan dan kerjasama meliputi, antara lain:
1. agen penjual reksadana syariah;
2. agen penjual SBSN;
3. kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi syariah (bancassurance) dengan model bisnis referensi, distribusi, dan integrasi;
4. kustodian;
5. wali amanat; dan
6. penitipan dengan pengelolaan (trust), berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf g
Kegiatan usaha terkait sistem pembayaran dan electronic banking yang dilakukan Bank, antara lain:
1. pemindahan dana baik untuk kepentingan Bank sendiri maupun kepentingan nasabah, termasuk pemindahan dana melalui media elektronik;
2. penyelenggara kliring;
3. penyelenggara penyelesaian akhir (settlement);
4. penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu antara lain kartu ATM, kartu debet, dan sharia card;
5. penyelenggara uang elektronik; dan
6. aktivitas perbankan lain melalui media elektronik, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf h
Yang dimaksud dengan modal” penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “penyertaan modal sementara” adalah penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal.
Huruf j
Jasa lainnya antara lain:
1. penerbitan bank garansi; dan
2. penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box), berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf k
Kegiatan di bidang sosial antara lain terkait zakat, infaq, sedekah atau dana sosial lainnya serta wakaf sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar, antara lain:
1. giro;
2. tabungan;
3. deposito;
4. sertifikat deposito; dan
5. penerbitan surat investasi, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf b)
Kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar, antara lain:
1. pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil;
2. sewa-menyewa aset;
3. jual beli;
4. pinjam-meminjam;
5. sewa-menyewa jasa;
6. pengambilalihan utang;
7. pembelian surat berharga syariah yang diterbitkan pemerintah; dan
8. penempatan pada Bank Indonesia dan/atau penempatan pada bank syariah lain, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf c)
Termasuk dalam kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance) dalam Rupiah adalah pembiayaan melalui penerbitan SKBDN berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf d)
Kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama antara lain agen penjualan SBSN dan bancassurance dengan model bisnis referensi, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf e)
Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas antara lain:
1. pemindahan dana baik untuk kepentingan Bank sendiri maupun kepentingan nasabah, termasuk pemindahan dana melalui media elektronik yang terbatas;
2. penyelenggara kliring;
3. penyelenggara penyelesaian akhir (settlement);
4. penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, selain sharia card;
5. penyelenggara uang elektronik;
6. aktivitas perbankan lain melalui media elektronik selain internet banking, kecuali layanan internet banking yang digunakan untuk layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Jasa lainnya, antara lain:
1. penerbitan bank garansi; dan
2. penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box), berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Angka 2
Yang dengan pedagang valuta asing” pedagang valuta asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pedagang valuta asing.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Kegiatan penyaluran dana yang lebih luas antara lain pembiayaan sindikasi dengan Bank sebagai arranger, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf c)
Termasuk dalam kegiatan pembiayaan perdagangan dalam Rupiah dan valuta asing adalah pembiayaan melalui penerbitan Letter of Credit dan SKBDN, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf d)
Kegiatan treasury secara terbatas mencakup transaksi spot, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf e)
Jasa lainnya antara lain penerbitan bank garansi serta penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box), berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Angka 2
Huruf a)
Kegiatan keagenan dan kerjasama yang lebih luas mencakup antara lain agen penjual reksadana syariah dan bancassurance dengan model bisnis distribusi dan integrasi, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Huruf b)
Kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan yang lebih luas antara lain penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu berupa sharia card dan aktivitas perbankan lain berupa internet banking.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan “modal” adalah modal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum.
Pasal 10
Yang dimaksud dengan “modal” adalah modal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan “perusahaan adalah anak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
Pasal 12
Kewajiban penyaluran kredit atau pembiayaan kepada usaha produktif dilakukan dalam upaya optimalisasi fungsi intermediasi Bank.
Yang dengan adalah kredit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset.
Yang dengan adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset.
Yang termasuk sebagai kredit atau pembiayaan kepada usaha produktif adalah kredit atau pembiayaan untuk tujuan investasi dan/atau modal kerja baik kepada debitur atau nasabah UMKM maupun non UMKM.
Kewajiban menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada usaha produktif bagi unit usaha syariah dihitung berdasarkan penyaluran kredit atau pembiayaan bank umum konvensional
yang menjadi induknya.
Pengertian UMKM mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah” kredit rumah dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Contoh Kegiatan Usaha yang memerlukan persetujuan antara lain penerbitan surat utang ekuitas, penerbitan structured product dan credit derivative, kegiatan sistem pembayaran, dan agen penjual reksadana.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Izin diberikan berdasarkan penilaian atas pemenuhan persyaratan Pembukaan Jaringan Kantor.
Ayat (2)
Penegasan diberikan berdasarkan penilaian atas pemenuhan persyaratan Pembukaan Jaringan Kantor.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Huruf a
Yang dengan kesehatan” tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum atau penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah.
Persyaratan pemenuhan tingkat kesehatan bagi unit usaha syariah didasarkan pada penilaian tingkat kesehatan bank umum konvensional yang menjadi induknya.
Penilaian tingkat kesehatan yang digunakan adalah penilaian tingkat kesehatan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Pengertian UMKM dan usaha mikro dan kecil mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Huruf b
Yang dengan modal” penambahan modal yang berasal dari alokasi laba dan/atau tambahan setoran modal.
Ayat (2)
Pengertian UMKM dan usaha mikro dan kecil mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai bank umum, bank umum syariah atau unit usaha syariah antara lain persyaratan administratif yang meliputi kelengkapan dokumen, jangka waktu pengajuan permohonan, dan jangkauan koordinasi dengan kantor induk.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Pengukuran tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan dalam masing-masing zona dilakukan antara lain menggunakan parameter pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah serta kinerja penyaluran dan penghimpunan dana yang dikaitkan dengan jumlah populasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Huruf a
Yang dengan fungsional melakukan kegiatan operasional” kantor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud “Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah” adalah Bank yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan/atau pemerintah kota.
Pengaturan ini dimaksudkan untuk mendukung peran Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam pengembangan pembangunan ekonomi daerah.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud “Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah” adalah Bank yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan/atau pemerintah kota.
Pengaturan ini dimaksudkan untuk mendukung peran Bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam pengembangan pembangunan daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Pertimbangan tertentu antara lain adalah untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional.
Pasal 29
Yang dengan tertentu” persaingan yang sehat, upaya pemerataan pembangunan, dan perluasan akses keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan produktif (financial inclusion).
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Penyesuaian Kegiatan Usaha dilakukan dengan menghentikan atau mengurangi Kegiatan Usaha yang tidak diperkenankan.
Huruf b
Peningkatan Modal Inti dilakukan untuk memenuhi persyaratan Modal Inti sesuai BUKU Kegiatan Usaha yang dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Yang dimaksud dengan “Bank dimiliki pemerintah daerah” Bank sahamnya dimiliki pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan/atau pemerintah kota.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5842