PEMIMPIN DENGAN ABUNDANT MENTAL oleh Don Sadana

Keterampilan lunak diperlukan pada semua lini organisasi. Sadarilah, kelola, dan bagikan untuk yang membutuhkan.

Keterampilan lunak diperlukan pada semua lini organisasi. Sadarilah, kelola, dan bagikan untuk yang membutuhkan.

Dalam tradisi birokratis Jawa, seorang pemimpin juga disebut pangreh projo atau penguasa sipil yang memiliki sifat sembada atau mampu (capable). Pemimpin seperti ini dalam setiap tindakannya mrajake tamu (customer)-nya namun seringkali minus dalam respon yang lincah dan tanggap. Pemimpin semacam ini kurang menumbuhkan antusiasme kelompok dan organisasi yang dipimpinnya. Inilah salah satu tantangan utama yang diperagakan oleh para pemuka organisasi human capital (HC) dalam gelaran Indonesia Human Capital Award (IHCA) 2016.

Pemimpin seyogianya bertindak dengan endurance dan persistensi tinggi meski situasi berubah cepat cenderung messy. Mereka menjadi inspirator, bukan menumbuhkan pengikut (follower). Untuk menjalankan peran tersebut, pemimpin harus berani mengambil risiko, antusias, kreatif, cepat bertindak, tidak menyukai birokrasi, dan kalau perlu cenderung oportunis. Hal  inilah yang terbaca dan terlihat pada para pemimpin human capital di Garuda, KCJ, dan MMS yang dapat disebutkan sebagai contoh.

Peran pemimpin (leader) di dalam situasi bisnis kompleks dinamis Indonesia dalam kesimpulan saya adalah, mendorong tumbuh berkembangnya kepemimpinan (leadership) di organisasi melalui visi dan hasil kerja.

Kedua alasan tersebut, menjadi daya dorong luar biasa dalam membentuk karakter pemimpin dan keputusan strategis. Perspektif visioner dan orientasi hasil mendorong pemimpin melakukan aktivitas membangun relasi personal untuk memahami kebutuhan  customer (eksternal maupun internal/pegawai). Pemimpin dan hasil yang diharapkan customer adalah mata rantai komunikasi yang harus selalu dikelola dan dikontrol sebagai sebuah sistem.

Oleh karena itu, pemimpin seyogianya mengarusutamakan empat hal: strategi, serba sistem, struktur, dan budaya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kontribusi para karyawan melalui peragaan komitmen pribadi dan komitmen pengembangan kapabilitas karyawan yang memberi hasil nyata terhadap organisasi. Mereka harus terus-menerus berinteraksi membentuk proses dan kultur, bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya, untuk meningkatkan kapabilitas respon organisasi terhadap perubahan.

Tugas terpenting dan terutama seorang pemimpin dalam tim dan organisasi adalah menularkan keyakinan dan inisiatif perubahan. Perubahan berfokus pada kinerja tim, memperpendek siklus waktu, inovasi, serta mengimplementasikan teknologi baru tertentu. Tantangan penting lainnya adalah upaya pengembangan dan penyampaian perubahan dengan cara yang tepat dan momentum sesuai waktunya. Perubahan bermuara pada kecerdasan eksekusi dengan keberanian sebagai ruhnya. Perubahan yang didekati secara kesisteman tersebut menghasilkan transformasi organisasi.

Transformasi adalah tugas semua pemangku kepentingan mulai dari komisaris, board of director sampai front office. Hasilnya adalah keeratan hubungan pemimpin dan konstituennya yang terwujud dalam corporate citizenship dan team engagement. Sejumlah tantangan dapat disampaikan di sini. Bagaimana pemimpin HC sebagai kampiun perubahan (change champion-Ulrich, 2012) membangun kapasitas individu dan organisasinya?  Bagaimana performance tim yang bertumpu pada kompetensi inti (core competence) dan kecerdasan emosi kelompok (emotional intelligence of groups) dikelola? Organisasi tidak cukup memiliki agen perubahan, namun perlu kampiun perubahan.

Pada gilirannya, outcome yang dihasilkan adalah karyawan kampiun hasil interaksi profesional HC sebagai pemimpin yang mempunyai karakter projo dan sembada. Sehingga pemimpin yang dihasilkan memiliki mental berkelimpahan (abundant leader). Abundant leader adalah formator karyawan dalam organisasi agar memiliki kompetensi profesional (certification) pada masing-masing fungsinya. Sekaligus responsive dalam pendekatan serba sistem lunak (soft systems approach).

Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM) strategik, departemen SDM dituntut melampaui peran sebagai mitra strategis (strategic partner) era 90-an. Situasi lingkungan bisnis saat ini mengharuskan mereka meredisain agar mencapai pemosisi strategis (strategic positioner) era 2010-an. Untuk itu, manajemen perusahaan dituntut selalu mengembangkan kompetensi profesional dan kompetensi inti melalui strategi penciptaan nilai karyawan (employee value creation).

Sudahkah Anda melakukan redisain kepemimpinan Anda? Pemimpin dengan mental berkelimpahan tidak menciptakan pengikut, ia menginspirasi pemimpin lain untuk berkolaborasi bersamanya. Mari membangun negeri dengan mental berkelimpahan (abundant mental)!

 

 




TEORI GENERASI

Ada 5 generasi yang lahir setelah perang dunia kedua dan berhubungan dengan masa kini menurut teori generasi, yaitu:

1. Baby Boomer (lahir tahun 1946 – 1964)
Generasi yang lahir setelah Perang Dunia II ini memiliki banyak saudara, akibat dari banyaknya pasangan yang berani untuk mempunyai banyak keturunan. Generasi yang adaptif, mudah menerima dan menyesuaikan diri. Dianggap sebagai orang lama yang mempunyai pengalaman hidup.

2. Generasi X (lahir tahun 1965-1980)
Tahun-tahun ketika generasi ini lahir merupakan awal dari penggunaan PC (personal computer), video games, tv kabel, dan internet. Penyimpanan data nya pun menggunakan floopy disk atau disket. MTV dan video games sangat digemari masa ini. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jane Deverson, sebagian dari generasi ini memiliki tingkah laku negatif seperti tidak hormat pada orang tua, mulai mengenal musik punk, dan mencoba menggunakan ganja.

3. Generasi Y (lahir tahun 1981-1994)
Dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium. Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instan messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter. Mereka juga suka main game online.

4. Generasi Z (lahir tahun 1995-2010)
Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya.
Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka.

5. Generasi Alpha (lahir tahun 2011-2025)
Generasi yang lahir sesudah generasi Z, lahir dari generasi X akhir dan Y. Generasi yang sangat terdidik karena masuk sekolah lebih awal dan banyak belajar, rata-rata memiliki orang tua yang kaya dengan sedikit.
Melihat dari banyaknya pimpinan baik itu negara maupun perusahaan, generasi X masih mendominasi. Sementara itu generasi Y masih menggeliat, mencari kemapanan dalam bidang pekerjaan maupun pribadi, tidak dipungkiri beberapa sudah menjadi pimpinan sebuah perusahaan sejak usia muda. Generasi Z yang merupakan keturunan dari generasi X dan Y, sekarang ini merupakan anak-anak muda yanag rata-rata masih mencari jati diri, beberapa di antaranya sudah mempunyai penghasilan sendiri yang cukup besar terutama dari bidang seni.

Berikut ini adalah ciri-ciri dari generasi X, Y, dan Z
1. Generasi X (lahir tahun 1965-1980)
• Mampu beradaptasi
• Mampu menerima perubahan dengan baik dan disebut sebagai generasi yang tangguh
• Memiliki karakter mandiri dan loyal (setia)
• Sangat mengutamakan citra, ketenaran, dan uang
• Tipe pekerja keras
• Kekurangannya selalu menghitung kontribusi yang telah diberikan perusahaan terhadap hasil kerjanya

2. Generasi Y (lahir tahun 1981-1994)
• Karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya
• Pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya
• Pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi
• Lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya
• Memiliki perhatian yang lebih terhadap ‘wealth’ atau kekayaan

3. Generasi Z (lahir tahun 1995-2010)
• Merupakan generasi digital yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan pendidikan maupun pribadi akan mereka akses dengan cepat dan mudah.
• Sangat suka dan sering berkomunikasi dengan semua kalangan khususnya lewat jejaring sosial seperti facebook, twitter atau SMS. Melalui media ini mereka jadi lebih bebas berekspresi dengan apa yang dirasa dan dipikir secara spontan.
• Cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan
• Terbiasa dengan berbagai aktifitas dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya membaca, berbicara, menonton, dan mendengarkan musik secara bersamaan. Hal ini karena mereka menginginkan segala sesuatu serba cepat, tidak bertele-tele dan berbelit-belit.
• Cenderung kurang dalam berkomunikasi secara verbal, cenderung egosentris dan individualis, cenderung ingin serba instan, tidak sabaran, dan tidak menghargai proses.

Generasi X, Y, dan Z masing-masing mempunyai sifat positif dan negatif. Dengan memahami perbedaan mereka, diharapkan para pendidik atau para pemimpin perusahaan dapat mengerti individu-individu dari tiga generasi ini sesuai dengan ciri khasnya. Tentunya tantangan generasi Z lebih besar daripada generasi Y atau X sebagai generasi sebelumnya.
Bagi para generasi X dan Y yang sudah dan akan memiliki generasi Z atau Alpha sebagai generasi penerusnya tentu harus sudah memahami karakteristik generasi termuda ini. Generasi ini patut diawasi terutama penggunaan internetnya, tapi tentunya tidak dikerasi. Sebagai orang tua, generasi X dan Y harus bersikap tegas tapi lembut dan sabar, membangun dialog dan komunikasi yang sehat serta terbuka, hadir secara utuh mendampingi mereka, serta memberikan pendidikan dengan nilai karakter positif dengan penuh cinta.
Bagi perusahaan, generasi Y dan Z mengharapkan pimpinan yang jujur. Semakin pimpinan jujur, maka akan semakin dihormati. Jejaring sosial dapat dimanfaatkan bagi para pimpinan untuk berbagi kegiatan sehari-hari bersama para karyawannya. Perusahaan sebisa mungkin menciptakan budaya kerja yang unggul dimana karyawan memiliki teman yang terlibat dalam pekerjaannya dan mendapat tunjangan.




PEMIMPIN KREDIBEL MEMILIKI HIGH PERSONAL EFFICACY oleh Don Sadana

Ajang Anugerah Perbankan 2016 yang diselenggarakan September ini memberi  marwah pentingnya  pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Jawaban peserta interview top management yang disertai data konkret sangat membantu melihat perubahan yang dilakukan sepanjang tahun. Beberapa perubahan tersebut megacu pada masukan jury pada penilaian tahun sebelumnya. Tercatat perubahan nyata pada bank BUMN, seperti Bank BTN. Di sisi lain, bank-bank peserta “pendatang baru” juga tak kalah hebat kiprahnya dalam situasi yang kurang menguntungkan.

Ajang penganugerahan  ini dapat menjadi ukuran bagi mereka atas kerja yang dilakukan sekaligus tantangan perubahan lingkungan untuk dikelola. Tentu saja saja kesuksesan ditentukan juga oleh faktor lain, misalnya direktur utama sebagai pemimpin serta sistem yang dibangun bersama segenap stakeholdernya. Prinsip dsar perubahan sistemik yang baik diikuti juga oleh  sistem yang dikehendaki dan dapat dilaksanakan. Artinya keberhasilan pemimpin mengenali kesiapan stakeholder sebagai pelaksana sistem menentukan keberhasilan membangun system kerja  berkinerja unggul.

Rupanya kinerja perubahan tidak memandang kepemilikan oleh swasta atau pemda. Bank-bank yang berasal dari sektor swasta  menyikapi dinamika lingkungan dengan cantik  dan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas. Patut diapresiasi pengembangan SDM pada Bank BCA yang luar biasa. Secara ekonomis mereka unggul dalam persaingan yang ketat, baik dengan sesama bank swasta maupun dengan bank umum, sekaligus memandang aspek manusia secara strategis sebagai lokomotif perubahan.

Kesamaan dari  para pengelola  bank-bank unggul dapat ditarik benang merahnya, yaitu cara pandang sistemik aspek manusia. Sistem aktifita manusia (human activity systems) tidak lagi mempertentangkan kepemilikan atau asal-usul bank, tetapi meletakkan customer sebagai pusat penambahan nilai.  Saat ini nasabah sungguh penuh tuntutan dan cerdas. Bank yang mampu melayani dan memenuhi kebutuhan nasabah yang akan mendapat kepercayaan mereka. Ya, kuncinya kepercayaan bukan sekedar trust namun credible.

Catatan saya atas bank-bank milik pemerintah daerah (BPD) menunjukkan bahwa dalam operasional sehari-hari tidak merasa tersaingi oleh bank swasta dan bank perkreditas rakyat. Mereka malah berkolaborasi untuk memudahkan nasabah, misalnya dalam hal kliring. Tentu hal ini terjadi karena faktor kepercayaan (credible) baik antar bank umum dan BPR maupun antarindividu sudah teruji oleh waktu.

Secara teoritis saat ini berkembang pandangan dalam perencanaan strategik dan pengembnagn SDM tentang peran pemimpin, khususnya pemimpin SDM sebagai aktifis kredibel (credible activist). Pandangan Ulrich (2012) ini pada pemikiran penulis melampaui prinsip efisiensi maupun efektifitas karena memiliki jangkar yang kuat di dalam dasar jiwa pemimpin dan kepemimpinan organisasi yang dibawakannya.

Kredibel berasal dari kata kredo (credo) kepercayaan atau syahadat. Kepercayaan yang dibangun dari pengalaman  tidak pandang usia, namun kemampuan merefleksikan pengalaman menjadi pengetahuan dan kebijakan dalam aspek manusia. Dikaitkan dengan transformasi organisasi, kredibel dekat dengan konsep efikasi. Manusia memang perlu diuwongke atau dianggap memberikan nilai dalam setiap kehadirannya (efficacy). Mengingat pengelolaan manusia dapat dikatakan paling rumit dibandingkan masalah dana, operasi organiasi, pemasaran, maupun teknologi. Maka baiklah bila organisasi perlu memperhatikan konsep efikasi yang berasal dari pengetahuan psikologi.

Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri  pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan.  Individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan individu tentang kecakapan yang ia miliki. Seorang pemimpin dengan efikasi diri menekankan keyakinan diri dalm menghadapi situasi yang akan datang. Situasi yang kabur, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan menjadi permasalahan yang apat diuraikan.

Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri terkait erat dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel personal lainnya. Hal tersebut juga terkait erat dengan harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perubahan perilaku. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.

Self-efficacy umumnya terkait dengan harga diri, baik dari aspek penilaian yang berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan. Namun demikian, terdapat perbedaan pada self-efficacy tidak terdapat pada komponen harga diri. Harga diri adalah sifat manusia sebagai makhluk hidup; sedangkan self-efficacy selalu dikaitkan dengan situasi tertentu dan biasanya didahului dengan tuntutan tindakan segera. Ini kemampuan untuk selaras dengan sistem yang alami (nature) bukan rekayasa  (nourture).

Seseorang pemimpin dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya. Sedangkan pemimpin dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah menyerah. Mereka mempunyai rencana (preactive) namun kesulitan membuatnya menyerah. Bahkan kebanyakan orang hanya mengalir seperti air (inactive) atau malah reaktif (reactive). Sementara dengan orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras (proactive) untuk mengatasi tantangan yang ada. Efikasi memainkan satu peran penting dalam memotivasi diri dan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang dengan tujuan yang ambisius. Sudah siapkah Anda menjadi proactive dan sekaligus kredibel? Mari kenali diri agar menjadi pemimpin dengan efikasi tinggi! (Sadana, dosen Perbanas Institute).

 

product_signals




Ucapan Ibu Adalah Do’a

Suatu hari di tahun 1997, saya melihat dan mendengar pengumuman di televise tentang likuidasi 16 Bank Umum Swasta sebagai akibat dari krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia. Mendengar pengumunan tersebut hati saya galau, kecewa, sedih dan segala rasa lainnya campur aduk. Saya lalu bergegas ke rumah orangtua saya dengan diantar suami. Sesampainya di rumah orangtua saya, saya menangis di depan ibu. Ibu saya heran dan bertanya: “ada apa ini tiba-tiba nangis?” Lalu saya jawab:” itu berita di TV 16 Bank baru saja ditutup”. Ibu saya tambah heran: ”apa kaitannya 16 Bank ditutup lalu kamu datang kesini dan menangis di depan mama?”. Saya pun menguraikan pada beliau kaitannya, bahwa saya berniat melanjutkan kuliah ke jenjang S1 dengan harapan akan bekerja lagi di sektor Perbankan. Namun dengan dilikuidasinya 16 Bank maka harapan saya untuk bisa bekerja kembali di semakin kecil, sebab berdasarkan analisa saya bahwa yang akan menjadi saingan saya bertambah banyak dan bukan hanya dengan fresh graduate tetapi dengan mereka yang sudah memiliki keahlian di bidang perbankan.

Para pembaca sekedar flash back ke belakang, setelah lulus D3 saya menikah dan memutuskan berhenti bekerja, lalu setelah berjalan pernikahan selama 3,5 tahun saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Dua tahun setengah kemudian saya lulus S1 Lanjutan dari STIE Perbanas dengan harapan akan bekerja (tentunya di industri perbankan), namun pada saat saya lulus S1 tersebut 16 Bank dilikuidasi.

Mendegar jawaban dan analisa saya tentang probability saya memperoleh pekerjaan kembali, ibu saya menjawab kurang lebih seperti ini: “anakku itu analisamu sebagai manusia, tetapibelum tentu dari kacamata Allah SWT, jika Allah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagiNya, di saat orang lain terkena PHK bukan hal yang mustahil kamu malah memperoleh pekerjaan. Ingat anakku rezeki Allah maha luas. Kamu sudah berikhtiar dengan melanjutkan kuliah agar suatu saat mendapat lagi pekerjaan. Nah ikhtiar sudah kamu lakukan tinggal sekarang do’a yang harus kamu perbanyak. Jika dua hal sudah kamu lakukan (ikhtiar dan do’a) maka selanjutnya keputusan Allah lah yang kamu tunggu dengan bertawakal. Insyaa Allah mama do’akan kamu akan mendapat apa yang kamu cita-citakan”. Mendengar jawaban ibuku, wanita sholeha yang melahirkanku, aku terdiam dan tertegun. Malu sekali rasanya, aku makin menangis dan memeluk ibuku, setelah itu aku pamit pulang dengan membawa suatu optimisme dalam hatiku, bahwa Allah SWT maha pemberi dan pengatur rizki.

Ternyata apa yang diucapkan ibukku tidak lama kemudian menjadi suatu kenyataan. Saya diberi kesempatan oleh STIE Perbanas untuk menjadi assisten dosen mata kuliah Praktikum Bank Mini dengan suatu proses menuju kesananya pun dengan cerita yang unik. Selanjutnya tidak lama kemudian saya diangkat menjadi dosen tetap dan berkarir di Perbanas Institute sampai dengan hari ini.

Satu pelajaran yang saya petik dari kejadian ini adalah bahwa Allah SWT sangat mencintati proses, bukan hasil. Setelah kita melakukan upaya ikhtiar, lalu diiringi do’a dan tawakal, maka janjinya adalah pasti. Sang Maha melihat dan tidak tidur akan menilai proses tersebut dan memberikan apa yang menjadi harapan atau do’a kita pada waktu dan saat yang terbaik. Sejak saat itu maka ikhtiar, do’a dan tawakal menjadi suatu nilai hidup yang selalu saya pegang. Terimakasih mama atas iringan do’a dan nasihat yang kau berikan di saat hati ini merasa galau dan tidak yakin atas takdirNya.




Self Reminder

Tulisan menarik dari penulis yg “hebat”, semoga bermanfaat dan bisaa menjadi reminder buat kita semua ?

*Pilu Hati

Kita berfoto di depan mobil mewah, diposting di media sosial, lantas menulis: “Hidup sederhana itu sangat membahagiakan. Mobil baru nih, yang Alphard kemarin sih sudah nggak bagus modelnya.”

Kita berfoto dengan latar seluruh kemewahan, marmer kemilau, kursi mewah, diposting di media sosial, lantas dengan caption: “Alhamdulillah, meski keluarga saya kaya raya, penghasilan bisa 200 juta per bulan, hidup apa-adanya itu ternyata membahagiakan. Lihat, tas yg saya pakai ini cuma Rp 100.000, tapi tetap bagus, loh. Di lemari sih ada yang puluhan juta.”

Kita berfoto sedang pesiar di LN, persis di depan menara Eiffel, diposting di media sosial, lantas dengan tulisan: “Bukan perjalanannya yang penting, bukan foto2nya, tapi pengalamannya, pemahaman baiknya. Kemarin di London, besok di New York, saya sudah mengunjungi 12 negara, 40 kota, rencananya sih mau naik kapal pesiar, wow….”

Kita memfoto lemari buku2 kita yang penuh sesak, kita tunjukkan seluruh koleksi buku2, termasuk menunjukkan tempat kuliah, lantas diposting: “Orang berilmu itu bicara sesuai pengetahuan. Orang bodoh bicara semau mulutnya. Ini koleksi sedikit, kemarin pas saya di Universitas XYZ, buku2nya lebih banyak lagi. Juga pas belajar di abc, di Eropa, di Amerika. Ah, apalah arti baca buku 2.000 buku.”

Pamer di jaman sekarang sudah masuk versi baru. Sudah di upgrade semua. Kita bahkan tidak paham lagi perbedaannya, bahkan boleh jadi, kita merasa sedang berbuat baik, amat mulia, saat sedang sibuk pamer.

Selamat datang di gemerlap etalase pamer sedunia. Saat kita tidak bisa menahan diri untuk mengumumkan apapun “milik kita”. Termasuk hal yang sangat personal, besok2, orang akan memposting slip gaji, kuitansi pembelian perhiasan, apapun itu, agar hatinya puas. Karena kita jelas sudah pamer kamar, toilet, rumah, sedang di mana, dsbgnya. Pamer makanan? Wah, itu sudah sejak lama. Semua kehidupan kita diumumkan, jika tidak posting foto dalam periode tertentu, tidak mengumumkan lagi ngapain, rasa2nya kurang hidup ini. Pusing kepalanya.

Selamat datang di jaman modern. Saat kita merasa kebahagiaan datang dari pujian2 orang lain. Entah kenapa, nafsu artis, pengin jadi selebritis itu ada di hati kita. Bukannya berkutat dengan prestasi, karya, kita lebih berkutat dengan komentar orang, like, komen, semakin banyak yang memuji, semakin senang rasanya. Berkerumun, persis seperti lalat mengerumuni bangkai.

Selamat datang!

Dan selamat tinggal hidup bahagia

Repost : Tere Liye




TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED BANK RATING – RBBR)

TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED BANK RATING – RBBR)

Kesehatan bank menjadi kepentingan semua pihak (stakeholders) yaitu pemilik bank, manajemen bank, masyarakat sebagai pengguna jasa bank dan pemerintah sebagai regulator. Dimaksudkan sebagai tolak ukur bagi pihak manajemen bank, apakah mereka menjalankan bisnis bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat terhindar dari permasalahan yang terjadi pada waktu lalu. Kepercayaan dari masyarakat dan stabilitas moneter di Indonesia merupakan faktor yang dipengaruhi dari hal tersebut. Permana (2012) Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik seperti dapat menjaga kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, serta dapat melaksanakan kebijakan moneter

Tingkat kesehatan bank adalah penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.

Pihak bank dapat menilai kesehatan banknya sendiri dengan menggunakan metode yang baru dikeluarkan pemerintah dalam PBI nomor 13/1/PBI/2011 pasal 2 , disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual ataupun konsolidasi. Peraturan tersebut menggantikan metode penilaian yang sebelumnya yaitu metode yang berdasarkan Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity and Sensitivity to market risk atau yang disebut CAMELS. Metode RBBR menggunakan penilaian terhadap empat faktor berdasarkan Surat Edaran BI No 13/24/DPNP yaitu Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning dan Capital.

Dari faktor Risk Profile menggunakan perhitungan risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas. Faktor GCG memperhitungkan penilaian atas penerapan self assessment. Faktor Earning atau rentabilitas diukur dengan indicator laba sebelum pajak terhadap total aset (ROA), pendapatan bunga bersih terhadap total aset (NIM). Faktor Capital diukur dengan rasio CAR. Dengan metode RGEC secara keseluruhan memiliki predikat sangat sehat

 

Risk Based Bank Rating (RBBR)

 

Pada peraturan Bank Indonesia No 13/1/PBI/2011 pasal 2 , disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual ataupun konsolidasi. Dalam metode ini terdapat beberapa indikator sebagai acuannya, yaitu :

 

  • Risk Profile (Profil Risiko)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/ 1/ PBI/ 2011 profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu, risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, stratejik, kepatuhan dan reputasi. Penelitian ini mengukur risiko kredit menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk mengukur risiko likuiditas.

  • Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) dihitung dengan rumus:

 

NPL=(Kredit Bermasalah)/(Total Kredit) x 100%

 

Tabel 1. Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (NPL)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat NPL < 2%
2 Sehat 2% ≤ NPL < 5%
3 Cukup Sehat 5% ≤ NPL < 8%
4 Kurang Sehat 8% ≤ NPL 12%
5 Tidak Sehat NPL ≥ 12%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 

  • Risiko likuiditas dengan menggunakan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dihitung dengan rumus:

LDR=(Jumlah Kredit Yang Diberikan)/(Dana Pihak Ketiga) x 100%

Tabel 2. Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (LDR)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat LDR ≤ 75%
2 Sehat 75% < LDR ≤ 85%
3 Cukup Sehat 85% < LDR ≤ 100%
4 Kurang Sehat 100% < LDR ≤ 120%
5 Tidak Sehat LDR > 120%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 

  • Good Corporate Governance (GCG)

Dengan menganalisis laporan Good Corporate Governance (tata kelola) yang berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 dengan mencari laporan tahunan yang dipublikasikan  dan menetapkan penilaian yang dilakukan oleh bank berdasarkan sistem self assessment.

Tabel 3. Kriteria Penetapan Peringkat GCG (self assessment)

Peringkat Keterangan
1 Sangat Baik
2 Baik
3 Cukup Baik
4 Kurang Baik
5 Tidak Baik

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP Tahun 2013

  • Earning (Rentabilitas)

Penilaian earning (rentabilitas) diukur dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ROA=(laba sebelum pajak)/(rata-rata total aset) x 100%

 

Tabel 4. Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas (ROA)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat ROA > 1,5%
2 Sehat 1.25% < ROA ≤ 1,5%
3 Cukup Sehat 0,5% < ROA ≤ 1,25%
4 Kurang Sehat 0% < ROA ≤ 0,5%
5 Tidak Sehat ROA ≤ 0%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

  • Capital (Permodalan)

Riyadi (2006:171) mengatakan bahwa setiap bank yang beroperasi di Indonesia diwajibkan untuk memelihara Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Tinggi rendahnya Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dikelola oleh bank tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio Modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Penilaian faktor capital diukur dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan rumus sebagai berikut :

CAR=(modal bank)/(aktiva tertimbang menurut risiko) x 100%

Tabel 3.6 Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan (CAR)

Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat CAR > 12%
2 Sehat 9% ≤ CAR < 12%
3 Cukup Sehat 8% ≤ CAR < 9%
4 Kurang Sehat 6% < CAR < 8%
5 Tidak Sehat CAR ≤ 6%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 




Initial Public Offering

images-ipo

 

bursa-grafik

 

Penawaran umum perdana / IPO atau adalah suatu peristiwa dimana untuk pertama kalinya suatu perusahaan menawarkan sahamnya kepada khalayak ramai (public) di pasar modal. Selain adanya biaya penawaran (footing fees) yang harus ditanggung, sebagian orang masih menganggap bahwa IPO masih merupakan salah satu cara termudah dan termurah bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana sebagai konsekuensi dari semakin berkembangnya perusahaan dan meningkatkan kebutuhan dana investasi .

Perusahaan yang melakukan IPO otomatis berarti perusahaan tersebut go public di pasar modal. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa go public merupakan suatu tahapan dalam pertumbuhan suatu perusahaan dan merupakan langkah penting pertama dalam evolusi sebuah perusahaan publik (Jain dan Kini dalam Trisnaningsih, 2005). Kenyataan bahwa tidak semua perusahaan besar melakukan go public menunjukkan bahwa go public merupakan pilihan, bukan suatu keharusan. Dengan demikian, suatu perusahaan memutuskan melakukan go public dengan alasan yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Fenomena untuk menjadi perusahaan publik semakin diminati oleh perusahaan dalam beberapa tahun belakang ini. Banyak pendapat yang menjustifikasi manfaat yang diperoleh perusahaan dengan menjadi perusahaan publik. Beberapa alasan perusahaan untuk melakukan go public yaitu: mengatasi kendala pinjaman, mempunyai bargaining yang lebih besar dari bank, diversifikasi likuiditas dan portofolio, monitoring, pengakuan investor dan perubahan modal. Sedangkan motivasi bagi perusahaan yang melakukan go public, di antaranya yang umum adalah untuk pendanaan pertumbuhan perusahaan. Kim (Daljono, 2000) mengemukakan ada dua alasan mengapa perusahaan melakukan IPO, yakni karena pemilik lama ingin mendiversifikasikan portofolio mereka dan karena perusahaan tidak memiliki alternatif sumber dana yang lain untuk membiayai proyek investasinya. Apapun motivasi go public, perusahaan menginginkan dana yang terkumpul dari IPO bisa maksimum maka perusahaan tersebut menyerahkan masalah yang berkaitan dengan IPO kepada underwriter.

Apabila saham dijual ke publik, berarti perusahaan tersebut melakukan go public. Dengan go public, perusahaan dapat menarik dana yang relatif besar dari masyarakat secara tunai. Sedangkan bagi masyarakat luas ke dalam kepemilikan, akan membawa konsekuensi bagi pemilik semula, yaitu hak kepemilikannya relatif berkurang dibanding dengan sebelum go public.

Suatu penawaran umum sangat bermanfaat bagi perusahaan, pihak manajemen, dan masyarakat. Bagi perusahaan penawaran umum merupakan media untuk mendapatkan dana yang relatif besar dan tunai. Tidak ada kewajiban pelunasan dan pembayaran bunga tetap, kalaupun deviden merupakan kewajiban akan tetapi besarnya tergantung laba yang diperoleh. Bagi manajemen dengan adanya penawaran umum perdana maka mereka dituntut untuk senantiasa bersikap terbuka (full disclosure) yang pada akhirnya akan meningkatkan profesionalisme. Sedangkan bagi masyarakat berarti memperoleh kesempatan untuk turut serta memiliki perusahaan sehingga terjadi distribusi kesejahteraan yang pada gilirannya dapat memperkecil kesenjangan sosial.

Sebuah perusahaan memutuskan untuk menjual atau tidak sahamnya ke publik memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang serta kesiapan menanggung segala konsekuensinya, baik konsekuensi positif maupun negatif. Konsekuensi positif dari penawaran saham di pasar modal dapat berupa tambahan modal yang lebih murah, diversifikasi, likuiditas, pengakuan investor, kenaikan posisi tawar menawar terhadap bank, pemindahan pengawasan dan sebagainya yang memberi dampak sangat positif terhadap perusahaan-perusahaan yang banyak memerlukan investasi, perusahaan beresiko tinggi dan perusahaan yang produknya berharga tinggi. Sedangkan konsekuensi negatifnya berupa adanya biaya awal yang tinggi, kehilangan kerahasiaan dan pengaruh terhadap persyaratan yang ketat. Dampak dari konsekuensi ini lebih banyak diderita oleh perusahaan kecil, perusahaan yang relatif muda dan perusahaan berteknologi tinggi. Jenis perusahaan tersebut akan mempertimbangkan dampak negatif yang cenderung merugikan mereka.

 

Ada dua metode pokok dalam melakukan IPO :

  1. Full Commitment.

Full commitment atau sering disebut firm commitment underwriting adalah suatu perjanjian penjamin emisi efek dimana penjamin emisi mengikatkan diri untuk menawarkan efek kepada masyarakat dan membeli sisa efek yang tidak laku terjual.

  1. Best Efforts.

Dalam komitmen ini, underwriter akan berusaha semaksimal mungkin menjual efek-efek emiten. Apabila ada efek yang belum habis terjual underwriter tidak wajib membelinya dan oleh karena itu mereka hanya membayar semua efek yang berhasil terjual dan mengembalikan sisanya kepada emiten..

Beberapa cara yang ditempuh untuk melakukan penawaran saham di pasar modal, yaitu (Jogiyanto, 2000: 16):

  1. Dijual kepada pemilik saham yang sudah ada.
  2. Dijual kepada karyawan lewat ESOP (employee stock ownership plan).
  3. Menambah saham lewat deviden yang tidak dibagi (dividend reinvestment plan).
  4. Dijual langsung kepada pembeli tunggal (biasanya investor institusi) secara privat (private placement).
  5. Ditawarkan kepada publik.

Jika keputusannya adalah untuk ditawarkan kepada publik, maka faktor untung dan rugi harus dipertimbangkan. Keuntungan yang bisa diperoleh bila perusahaan melakukan go public diantaranya adalah sebagai berikut  :

  1. Perusahaan dapat memperoleh dana segar dalam jumlah besar dan diterima secara sekaligus. Tentu saja hal ini akan memudahkan manajemen dalam mengatur dan mengalokasikan dana segar yang diperoleh dari publik terlebih kebutuhan dana tersebut ditujukan untuk proyek besar.
  2. Biaya go public termasuk ringan (low of cost of fund) jika dibandingkan dengan sumber pendanaan lainnya seperti meminjam dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya.
  3. Tidak Memiliki kewajiban keuangan secara pasti seperti halnya dengan menerbitkan obligasi, beban finansial berupa dividen, bukan keharusan. Beban dividen sifatnya ditargetkan dengan mengacu kepada laba yang diperoleh perusahaan serta besaran tersebut diputuskan berdasarkan keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bahkan dapat saja perusahaan yang mendapatkan laba namun tidak membagikan dividen karena para pemegang saham sepakat laba yang diperoleh diinvestasikan kembali sebagai modal kerja.
  4. Menjadi perusahaan publik dengan tambahan Tbk., di belakang nama perusahaan menjadi gengsi dan image tersendiri bagi perusahaan. Dengan menjadi perusahaan Tbk., maka perusahaan memiliki akses dana yang lebih terbuka dan lebih luas termasuk akses dana ke luar negeri. Dengan kata lain, perusahaan memiliki harga tersendiri di pasar finansial.
  5. Keuntungan lain yang diperoleh adalah peningkatan publikasi perusahaan. Hal ini terjadi karena secara otomatis perusahaan akan lebih banyak di ekspose media, investor, dan lembaga lainnya.

 

Selain keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dengan menawarkan sahamnya kepada publik, ada juga kerugian-kerugian yang harus ditanggung perusahaan dari go public yaitu :

  1. Biaya laporan yang meningkat.

Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal dan tahunnya harus menyerahkan laporan-laporan kepada regulator. Laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang ukurannya kecil.

  1. Ketakutan untuk diambil alih.

Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan khawatir jika perusahaan going public. Manajer perusahaan publik dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer yang baru jika perusahaan diambil alih.

  1. Membayar Dividen

Salah satu tujuan yang ingin diperoleh para pemegang saham adalah untuk mendapatkan dividen. Atas persetujuan pemegang saham dalam RUPS, perusahaan wajib membagi dividen kepada para pemegang saham secara proporsional.

 

Proses Go Public

Prosedur untuk melakukan go public terdiri dari empat tahapan utama. Pertama adalah persiapan segala sesuatu tentang proses penawaran umum, kedua adalah pengajuan pernyataan pendaftaran dan memperoleh ijin registrasi dari BAPEPAM, ketiga adalah melakukan penawaran umum ke pasar perdana (initial public offering), dimana emiten menawarkan saham ke investor, dan keempat memasuki pasar sekunder dengan mencatatkan efeknya di bursabursa-efek-indonesia.

Persiapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: manajemen harus memutuskan suatu rencana untuk memperoleh dana melalui publik dan rencana ini harus diajukan di rapat umum pemegang saham dan harus disetujui, perusahaan bersangkutan harus menugaskan pakar-pakar pasar modal dan institusi-institusi pendukung untuk membantu di dalam penyediaan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk penawaran ke publik, mempersiapkan kontrak awal dengan bursa, mengumumkan ke publik, menandatangani perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan going public. Setelah semua persiapan yang dibutuhkan sudah diselesaikan dan semua dokumen yang dibutuhkan untuk registrasi di BAPEPAM sudah dikirimkan, berikutnya adalah tugas dari BAPEPAM untuk mengevaluasi usulan going public ini.

Setelah BAPEPAM mendeklarasi keefektifan dari pernyataan registrasi, selanjutnya underwriter dapat menjual saham perdana tersebut di pasar primer.

 




Transformasi Menjadi Organisasi Pembelajar

Urgensi Menjadi Organisasi Pembelajar

Perubahan organisasi-organisasi masa kini menjadi organisasi pembelajar (learning organization) mreupakan suatu kondisi “sine qua non.” Zaman telah berubah, organisasi-organisasi pun harus berubah. Jika tidak berubah, ada resiko kehilangan elan, bahkan terancam eksistensinya.

Masyarakat abad 21 disebu tsebagai masyarakat pengetahuan (knowledge society). Di dalam masyarakat ini, ekonomi pengetahuan merupakan pilar penting bagi kemajuan masyarakat. Hanya dengan melakukan pembelajaran bersama secara terus-menerus, organisasi dapat meningkatkan kapabilitasnya di dalam memenuhi tunutan konsumen secara unggul.

Marquardt (1996) menjabarkan organisasi pembelajar yang mampu menjawab tantangan2 di abad 21 dengan lebih baik sebagai berikut.

… learning organisation is an organisation which learns powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It empowers people within and outside the company to learn as they work. Organisational learning refers to how organisational learning occurs, the skills and processes of building and utilising knowledge.

Pengetahuan kolektif dan kapabilitas menciptakan serta memperbaharui dan medayagunkan pengetahuan merupakan kunci sukses. Merujuk Marquardt (1996), hal ini perlu didukung oleh seluruh komponen organisasi pembelajar, yaitu (1) pembelajaran organisasi yang cerdas dan tangguh; (2) orang-orang, baik pimpinan organisasi dan staf maupun konsumen dan segenap mitra bisnis yang memiliki kematangan pribadi dan model mental yang sehat serta selalu mau belajar dan meningkatkan kapabilitas individual dan kolektif; (3) pengorganisasian yang fleksibel dan kenyal sehingga memampukan organisasi mampu menghadapi kompleksitas dan turbulensi lingkungan bisnis; (4) pengetahuan yang dapat diciptakan, disimpan, didesiminasikan, dan didayagunakan secara unggul; dan (5) penggunaan teknologi yang mampu mendukung pembelajaran dan penciptaan pengetahuan serta pelayanan yang bernilai tambah unggul, khususnya pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Dengan menekankan perubahan paradigma di dalam menilai perkembangan bisnis, Peter M. Senge (1990) memperkenalkan organisasi pembelajar sebagai organisasi dimana orang-orang senantiasa belajar bersama untuk menciptakan hal-hal yang benar-benar mereka inginkan. Definisi selengkapnya adalah sebagai berikut:

 

…. a learning organization is “an organization where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning how to learn together (Senge, 1990).

Penekanan atas penggunakan paradigma organisme yang hidup di dalam memahami organisasi pembelajar menghasilkan suatu pendekatan yang berpusat pada disiplin pemikiran kesisteman (systems thinking). Secara utuh, hal ini saling terkait dengan empat disiplin lainnya berupa personal mastery, mental models, team learning, shared vision.

Kondisi Organisasi dan Upaya Transformasi Menjadi Organisasi Pembelajar

Seorang pakar organisasi pembelajar membagi organiasi menjadi empat kelompok berdasarkan kecenderungannya pada pembelajaran kolektif. Kelompok I, organisasi pembelajar, yaitu organisasi yang pimpinan dan para staf sama-sama memiliki kemauan dan kemampuan yang berkembang baik dalam melakukan pembelajaran kolektif.

Kelompok II, organisasi yang mengalami kekecewaaan (frustrated organization). Pimpinan pada organisasi sangat baik di dalam pembelajaran organisasi tetapi karyawan-karyawannya tidak mampu melakukannya.

kelompok III, organisasi yang menimbulkan kekecewaan (frustrating organization). Pada organisasi ini, situasi sebaliknya terjadi. Para staf sangat baik di dalam melakukan pembelajaran kolektif namun hal ini tidak dapat diimbangi oleh kelompok pimpinan. Kelompok pimpinan justru sangat yakin dan lebih terampil dalam menerapkan pendekatan organisasi yang berakar pada birokrasi.

Kelompok IV, organisasi yang stagnan. Organisasi ditandai oleh ketidakmampuan belajar kolektif baik di kalangan pimpinan maupun di kalangan staf. Organisasi ini tentu lebih berat situasinya di dalam menghadapi persaingan yang semakin meningkat.

 

Pertanyaannya adalah bagaimana transformasi dapat dilakukan terhadap masing-masing organisasi dari tiga kelompok yang bukan-organisasi pembelajar? Secara teoretis, dapat dikatakan bahwa transformasi hendaknya dilakukan secara holistik: baik dari segi sisi lunak maupun dari sisi keras; baik pada level mikro (individu) maupun pada level makro (keseluruhan organisasi).

Upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah melalui perubahan paradigma dari segenap kalangan di dalam organisasi. Perubahan pola pikir kolektif juga perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya memperjelas visi, misi, dan nilai-nilai organisasi agar selaras dengan perkembangan zaman. Selanjtunya dilakukan pembelajaran dalam tim yang didasari oleh kesaling-percayaan dan keterbukaan. Perubahan sistem penugasan, penilaian kinerja, sistem perngupahan, dan budaya organisasi sangat diperlukan untuk mengekspresikan penghargaan yang tinggi terhadap manusia sebagai aset yang paling penting dan mewujdukan rasa keadilan di dalam organisasi.

Pada akhirnya, pemimpin merupakan presedens atau pihak yang sangat menentukan. Mereka harus mampu menjadi menjalankan tugas-tugas  servant ledaership.  Mereka bertanggung jawab untuk mengembangkan suatu kepemimpinan yang menyeluruh (overall leadership). Ketika setiap individu menerima tanggung jawab sebagai pemimpin di bagiannya masing-masing, maka organiasi memiliki kekenyalan yang diperlukan untuk beradaptasi dan unggul dalam lingkungan yang senantiasa berubah dengan cepat.

 

 

 

 




Bisnis Moderen, Keberlanjutan Bumi, dan Invisible Hand

Bisnis moderen telah membawa manusia pada taraf peradaban yang sangat maju. Hal ini terutama dimungkinkan oleh penemuan dan pendayagunaan teknologi yang semakin canggih. Kemajuan-kemajuan yang didorong oleh dunia bisnis memungkinkan peningkatan kemakmuran.

Pada saat yang bersamaan, dunia bisnis juga dapat dikatakan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kesenjangan-kesenjangan sosial dan kerusakan ekosistem yang pada gilirannya dapat mengancam eksistensi umat manusia pada planet bumi. Kesenjangan-kesenjangan sosial-ekonomi kian melebar di antara “the haves” dan “the haves not.” Kesenjangan ini terutama terjadi di antara negara-negara maju dan negara-negara yang tertinggal atau yang lebih keren disebut sebagai “emerging economies.”

Peperangan yang dashyat yang dapat terjadi apabila kesenjangan sosial-ekonomi mencapai suatau level yang tidak dapat ditenggang lagi sudah menjadi perhatian dari sebagian kalangan. Program-program sosial-ekonomi yang diprakarsai oleh berbagai pemerintahan dan bisnis-bisnis dari negara-negara maju maupun yang diprakarsai oleh badan-badan internasional untuk membantu percepatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di negara-negara sedang berkembang dapat dipahami sebagai upaya mencegah terjadi kekacauan yang berskala luas karena keterbatasan sumber daya ekonomi dan pemerataannya yang dinilai tidak adil.

Kemajuan ekonomi-material abad keduapuluh dan abad keduapuluhsatu mengakibatkan suatu kemunduran yang makin serius terhadap kondisi eksosistem planet bumi. Pembabatan hutan dan penggunaan bahan bakar dari fosil  yang masif dan dalam waktu yang panjang telah berdampak pada pemanasan global dengan segala konsekuensinya. Mencairnya es di daerah kutub semakin meningkat dan dapat menimbulkan bencana yang besar bagi umat manusia.

Laporan Tempo.co tertanggal 12 Maret 2015 mewartakan laporan tim ilmuwan yang dipimpin ahli geologi asal Denmark, Nicolaj Krog Larsen yang menunjukkan hilangnya es sebesar 100 gigaton per tahun karena pencairan gletser di Greenland.  Tim tersebut melaporkan juga bahwa akibat dari pelelehan tersebut adalah naiknya permukaan air laut  setinggi 16 sentimeter, suatu kenaikan yang  cukup besar. Tidak jaug berbeda,  pencairan es di Kutub Utara telah mencapai 400 gigaton per tahun selama 25 tahun terakhir.Tidak mustahil pada akhirnya bumi mengalami ketidak-seimbangan dan terbalik sehingga dapat mengubah eksistensi umat manusia di planet bumi secara radikal.

Baru-baru ini, ilmuwan-ilmuwan dari National Academy of Sciences mengungkapkan fakta temuan yang  cukup mencengangkan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa umat manusia bakalan terancam akan kekurangan persediaan air pada tahun 2060 (http://tekno.liputan6.com/read/2367704/2060-persediaan-air-bumi-bakal-habis)s.

Diungkap, semua kandungan air di wilayah utara Bumi bertumpu kepada tumpukan salju yang mencair.

Sumber:  http://tekno.liputan6.com/read/2367704/2060-persediaan-air-bumi-bakal-habis

 

Sanggupkah Invisible Hand Berfungsi?

Berhadapan dengan kondisi kerusakan bumi yang semakin berat dan mengancam kelestarian bumi dan eksistensi umat manusia, upaya-upaya untuk mengubah paradigma dan pendekatan bisnis yang peduli pada keberlanjutan keutuhan ciptaan pada planet bumi menjadi perhatian dari semua kalangan. Setiap individu, terutama mereka yang memiliki dan mengendalikan perusahaan-perusahaan raksasa yang berkonrtibusi signifikan terhadap kerusakan ekosistem mestinya mengambil tanggung jawab utama.

Kapitalisme yang dihidupi oleh dunia bisnis konon digerakkan oleh sebuah tangan ajaib yang tersembunyi (an invisible hand) yang senantiasa menyeimbangkan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat secara umum. Jika benar demikian, mengapa kerusakan-kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan raksasa tidak dapat diimbangi dengan adanya pencipataan kebaikan-kebaikan sosial dan lingkungan hidup yang mampu menjaga kesimbangan alam yang sehat?

Menurut Bapak ilmu ekonomi Adam Smith yang mengenalkanya, invisible hand membuat manusia mampu menahan diri untuk berbagi meskipun kondisi alamiahnya bersifat senantiasa mementingkan diri sendiri (selfish). Istilah ini hanya digunakan satu kali di dalam karyanya yang terbit pada tahun 1759, yaitu The Moral Sentiment. Begitu juga hanya digunakan satu kali dalam bukunya The Wealth of Nations yang terbit pada tahun 1776.

Persoalannya, hal yang disebut sebagai invisible hand yang bekerja secara ajaib untuk menjamin keutuhan ciptaan dan keberlanjutan bumi melalui penyeimbangan kepentingan pribadi untuk memaksimumkan keuntungan bisnis dan kepentingan umum, bahkan kepentingan seluruh planet, masih memerlukan pendefinisiannya.

Apakah hal ini berkaitan dengan kehendak bebas? Jika demikian, bagaimana kehendak bebas dari para kapitalis dan pengelola bisnis-bisnis raksasa dapat didayagunakan untuk mengembangkan dunia bisnis yang bertanggung jawab atas perbaikan alam yang telah mengalami kerusakan? Bagaimana pula kehendak bebas dari masyarakat yang menjadi konsumen dikembangkan dan didayagunakan untuk menahan diri dari konsumsi produk-produk yang merusak lingkungan hidup, bahkan dihasilkan gerakan konsumen untuk mendorong berkembangnya bisnis-bisnis yang cinta lingkungan?

Ataukah yang dimaksudkan dengan invisible hand adalah kekuatan alam semesta atau Sang Pencipta aalam semesta? Jika hal ini yang dimaksudkan, persoalannya adalah bagaimana umat manusia dan dunia bisnis mengenali hukum-hukum alam dan batas-batasnya yang perlu dijaga untuk menjamin keberlanjutan bisnis dan sekaligus planet bumi di mana manusia hidup? Jika yang dimaksudkan adalah kekuasaan ilahi, maka terdapat tantangan yang besar bagi para kapitalis dan eksekutif bisnis untuk memahami peran manusia berhadapan dengan lingkungan hidup sebagai titipan yang harus diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya selama mungkin.

Pada akhirnya perlu dikemukakan bahwa bisnis moderen merupakan sebuah capaian umat manusia yang mencerminkan kemajuan peradaban. Akan tetapi keyakinan bahwa kemajuan bisnis berkembang berdasarkan bahan bakar pengejaran kepentingan pribadi akan diseimbangkan dengan kepentingan umum, bahkan dengan kepentingan keberlanjutan planet bumi, oleh invisible hand begitu saja dan melalui suatu operasi yang bekerja secara otomatis perlu untuk dikritisi. Mengharapkan bekerjanya invisible hand tanpa pertanggungjawaban dari para kapitalis dan eksektuif-eksekutif bisnis-bisnis moderen untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang telah rusak bukanlah suatu pandangan hidup yang dapat diterima. Visible hands diperlukan untuk mempercepat keefektifan bekerjanya invisible hand.




MASA DEPAN PEMASARAN

Manajemen puncak telah mengakui bahwa pemasaran masa lalu telah sangat boros dan menuntut pertanggungjawaban lebih dari pemasaran.

A) Ke depan, ada sejumlah imperatif untuk mencapai keunggulan pemasaran:

  • Pemasaran harus “holistik” dan kurangi
  • Pemasar harus mencapai pengaruh yang lebih besar dalam perusahaan jika mereka menjadi arsitek utama dari strategi bisnis.
  • Pemasar harus terus menerus menciptakan ide-ide baru jika perusahaan ingin mencapai kesejahteraan dalam ekonomi hiper-kompetitif.
  • Pemasar harus berusaha mengetahui wawasan pelanggan dan memperlakukan pelanggan yang berbeda tapi tepat.
  • Pemasar harus membangun merek mereka melalui kinerja, lebih dari sekedar
  • Pemasar harus menggunakan perangkat elektronik dan membangun informasi yang unggul dalam sistem komunikasi.

B) Hasilnya dalam tahun-tahun mendatang dapat dilihat:

  • Kematian departemen pemasaran dan munculnya pemasaran holistik
  • Kematian pemasaran bebas belanja (free shopping) dan kebangkitan pemasaran ROI
  • Kematian intuisi pemasaran dan kebangkitan ilmu marketing
  • Kematian pemasaran manual dan munculnya pemasaran otomatis
  • Kematian pemasaran masal dan munculnya pemasaran presisi

C) Untuk mencapai perubahan ini, satu set keterampilan baru dan kompetensi yang dibutuhkan. Dituntut kecakapan di berbagai bidang seperti:

  • Manajemen hubungan pelanggan (CRM)
  • Manajemen hubungan Partner (PRM)
  • Database marketing dan data mining
  • Contact center management dan telemarketing.
  • Pemasaran PR (termasuk event dan pemasaran sponsorship)
  • Membangun merek dan manajemen aset merek.
  • Experiential marketing
  • Komunikasi pemasaran terpadu
  • Analisis Profitabilitas oleh segmen, pelanggan, dan saluran