Inpassing
Tabel Inpassing Pangkat Dosen Yayasan (lampiran Permendikbud no. 20 tahun 2008)
Pengertian Inpassing Pangkat Dosen Bukan PNS = Penyetaraan pangkat untuk dosen bukan PNS yang telah memiliki Jabatan Akademik dengan Pangkat Dosen PNS
Tabel Inpassing Pangkat Dosen Yayasan (lampiran Permendikbud no. 20 tahun 2008)
Pengertian Inpassing Pangkat Dosen Bukan PNS = Penyetaraan pangkat untuk dosen bukan PNS yang telah memiliki Jabatan Akademik dengan Pangkat Dosen PNS
Manfaat SKPI untuk lulusan lulusan
Dalam SKPI yang dicantumkan adalah sebagai berikut
http://dosen.perbanas.id/wp-content/uploads/2014/10/3C-Sosialisasi-KKNI-Bag-3-Diploma-Supplement.pdf
Atmajaya University March 2015 – Prof. Maria Slowey-1
Dalam acara ini dijelaskan pula istilah bahasa Inggris untuk gelar-gelar pendidikan kita, agar sarjana kita tidak dirugikan dalam penyetaraan di perguruan tinggi LN.
D2 = associate degree
D3 = bachelor
D4 = professional bachelor
S1 = bachelor honours
Sementara istilah diploma itu di Amerika = lulusan SMA
Penjelasan lebih lanjut: http://dosen.perbanas.id/skpi-diploma-supplement/
Kegiatan penelitian selain berisi aktifitas penelitiannya sendiri, juga disertai dengan kegiatan diseminasi hasil penelitian yang pada umumnya berupa karya ilmiah yang dipublikasikan. Salah satu bagian yang terpenting dalam penulisan karya ilmiah adalah menyebutkan dengan jelas kontribusi yang dihasilkan oleh sebuah penelitian dengan tetap memberikan penghargaan kepada hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menginspirasi atau mendasari penelitian tersebut atau dengan kata lain melakukan pengutipan dengan menyebutkan sumbernya.
Dalam penulisan karya ilmiah, tidak memberikan penghargaan kepada karya dan/atau karya ilmiah orang lain yang mempengaruhi, menginspirasi atau menjadi dasar karya ilmiah yang ditulis, dipandang sebagai perbuatan pencurian. Oleh sebab itu, sangat penting bagi seorang peneliti untuk bersikap jujur dan menyebutkan secara jelas dalam karya ilmiah yang ditulisnya hal-hal yang menjadi kontribusinya dan hal lainnya yang merupakan kontribusi, ide atau milik orang lain.
Guna membekali civitas akademika di lingkungan IKPIA Perbanas dengan rujukan mengenai penulisan sumber kutipan pada sebuah karya ilmiah, maka dibuatlah sebuah Panduan Penghargaan Terhadap Sumber Karya Ilmiah dan Penulisan Sumber Kutipan yang tertuang dalam Surat Keputusan Rektor IKPIA Perbanas bernomor: 005/SK.P/III/ IKPIA/2015, atau yang umum dikenal sebagai Gaya Selingkung, dan selanjutnya dijadikan rujukan penulisan karya ilmiah di lingkungan IKPIA Perbanas.
Selengkapnya Panduan Penghargaan Terhadap Sumber Karya Ilmiah dan Penulisan Sumber Kutipan IKPIA Perbanas dapat diunduh di SK Gaya Selingkung
Ada tiga dimensi kekuasaan (power) yaitu: sebagai atribut – sebuah alat yang dimiliki seseorang, sekelompok orang atau sebuah negara dan bisa digunakan untuk kepentingannya di dunia. Kemudian sebagai sebuah hubungan – kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang atau sebuah negara untuk mempengaruhi pihak lain agar bisa mendapatkan yang mereka inginkan. Sedangkan dimensi ketiga adalah sebagai sifat atau ciri dari sebuah struktur, walaupun dimensi ini akan lebih jarang dipandang di dunia jika dilihat dari sudut pandang kaum realis – terutama ketika kekuasaan dilihat dari kemampuannya bisa dilaksanakan oleh seorang aktor secara konkrit.(1)
Bagi sebuah negara, memiliki informasi-informasi yang akurat dan terkini mengenai negara lain sama dengan kekuatan atau kekuasaan, karena bisa dipakai sebagai landasan strategi untuk para pembuat keputusan, menghindari dominasi atau pendadakan strategis yang dilakukan oleh negara lain, serta menggunakan informasi tersebut sesuai dengan kepentingan nasional negaranya. Ira Cohen dalam studinya mengenai power menulis: “power is sought because without power the security and even the ability of one to continue to exist is generally decreased…” (kekuasaan dicari karena tanpa kekuasaan, keamanan dan juga kemampuan seseorang untuk terus hidup secara umum akan berkurang). (2) Karena itu, setiap negara akan terus berusaha menguatkan negaranya dengan menggunakan intelijen sebagai pencari informasi strategis dengan cara apapun, demi menjaga kelestarian dan keamanan negaranya.
Kutipan:
1. Brown, Chris (2001), Understanding International Relations (2nd Ed). New York: Palgrave 89.
2.Prunckun, Hank (2010), Handbook of Scientific Methods of Inquiry for Intelligence Analysis, Plymouth: Scarecrow Press. Hal. 1.
Sempat senyum-senyum saat lobi kampus tadi melihat beberapa mahasiswa yang berbicara menggunakan Bahasa Inggris dicampur-campur Bahasa Indonesia dengan menggunakan logat Cinta Laura sambil memonyong-monyongkan mulutnya. Duh jangankan mahasiswa, dosen2 muda seperti saya dan teman-teman sebaya (eh Alhamdulillah masih merasa muda 🙂 ) juga masih suka ikut-ikutan pake logatnya Chinca Lawra. Bahkan, satu atau dua kali menggunakannya di kelas untuk mencairkan suasana.
Diakui atau tidak, bahasa campuran antara Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia sangat lekat dalam keseharian kita. Tidak hanya di warung kopi dan di meja makan, bahkan di acara-acara formal pun bahasa campuran ini acap kali diucapkan entah sengaja atau tidak. Sempat dalam suatu acara formal tanpa sengaja saya menulis kalimat-kalimat atau kata-kata yang diucapkan oleh pembicara. Hasilnya adalah satu halaman penuh berisi kalimat-kalimat dari bahasa bahasa campur-campur, misalnya “Pemikiran-pemikiran itu harus diframe ulang….”; “Kita punya dream yang besar….”.
Maraknya penggunaan bahasa campur-campur ini sempat menyita perhatian The Newyork Times yang dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa orang Indonesia saat ini cenderung lebih menyukai penggunaan Bahasa Inggris dan menomor duakan penggunaan Bahasa Indonesia. Terlepas dari sudut pandang dalam artikel itu, dalam beberapa kesempatan saya melihat bahwa banyak orang yang merasa “keren” menyelipkan kosa kata atau kalimat-kalimat berbahasa Inggris. Namun, kadang penggunaan bahasa Inggris yang diselipkan ini juga sering terjadi saat seseorang merasa sulit menemukan padanan suatu kata di dalam Bahasa Indonesia.
Lingomixaholic adalah istilah bagi para pengguna bahasa yang sangat gemar mencampur-campurkan bahasa, terutama Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris. Secara pribadi saya melihat fenomena ini sebagai konsekuensi logis dari mendunianya Bahasa Inggris. Terlebih lagi, kemajuan di bidang teknologi informasi mengharuskan hampir semua orang memahami Bahasa Inggris, yang pada akhirnya mendorong kemunculan Globish (Global English), yakni bahasa Inggris yang dapat digunakan oleh siapapun di belahan dunia manapun.
Dalam berbahasa sebenarnya telah lama orang mengenal bahasa pijin dan bahasa kreol. Bahasa pijin digunakan oleh orang dari berbagai suku untuk mempermudah komunikasi, dengan mengabaikan aturan tata bahasa, misalnya pijin Inggris di Singapura. Bahasa pijin tidak memiliki penutur asli. Namun, saat bahasa pijin memiliki penutur asli, bahasa tersebut dinamakan bahasa kreol.
Kembali kepada kegemaran mencampur-campurkan kosa kata bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia yang menurut saya sah-sah saja. Saya sangat sepakat dengan pendapat seorang teman yang mengatakan bahwa “mencintai Bahasa Indonesia bukan berarti kita menutup diri mempelajari bahasa lain”. Mempelajari juga akan berimbas pada penggunaan bahasa yang lebih baik. Dan ternyata, kalimat-kalimat seperti “Pemikiran-pemikiran itu harus dibingkai ulang” dan “Kita memiliki mimpi yang besar” terdengar lebih indah daripada “pemikiran-pemikiran itu harus diframe ulang” dan “Kita memiliki dream yang besar”. (NF)
Anto Prabowo, Kepala Depertemen Perlindungan Konsumen OJK. Mensosialisasikan pekerjaan OJK untuk melindungi konsumen keuangan dengan cara melakukan edukasi keuangan.
Mesin pencari Google ternyata tidak hanya untuk mencari saja, tetapi juga dapat digunakan untuk berbagai macam hal lainnya, dibawah ini 5 hal yang dapat dilakukan dengan google:
Semoga bermanfaat 🙂
Di dalam proses penyelesaian sengketa perdata (bisnis), salah satu hal penting adalah proses pembuktian. Pembuktian berarti suatu proses memberikan keyakinan kepada hakim tentang adanya suatu peristiwa. Pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi suatu peristiwa yang pernah terjadi dimasa lampau sebagai suatu peristiwa yang diyakini kebenarannya. Di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pasal 1866 disebutkan beberapa bentuk alat bukti yang dapat dipergunakan. Salah satu yang menarik adalah pembuktian dengan keterangan saksi.
Sebagai salah satu bentuk alat bukti maka saksi memiliki kedudukan yang penting karena seorang saksi memiliki syarat-syarat tertentu untuk bisa memberikan kesaksiannya. Syarat tersebut antara lain, saksi haruslah pihak ketiga yang berada ditempat peristiwa terjadi atau benar-benar mengetahui peristiwa yang menjadi pokok sengketa, selain itu saksi juga harus menyampaikan kesaksiannya secara langsung dan secara lisan. Syarat-syarat ini mengisyaratkan bahwa pemberian keterangan saksi bukan suatu perkara yang sederhana karena seorang saksi harus berkata benar (didahului kewajiban saksi untuk sumpah) dan diyakini oleh hakim bahwa saksi tidak sebagai orang yang berada dalam tekanan atau terpaksa.
Ada satu istilah di dalam Hukum yang disebut testimonium de auditu yaitu istilah yang dipakai bagi suatu keterangan yang diberikan saksi bukan karena saksi mengetahui sendiri atau mengalami sendiri peristiwa/kejadian yang dipersaksikannya, tetapi saksi mendapat keterangan dari orang lain. Prof. Sudikno Mertokusumo memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan testimonium de auditu adalah keterangan saksi di depan hakim berdasarkan keterangan yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut. Dengan kata lain, keterangan yang diberikan saksi di depan persidangan merupakan hal-hal yang didengar atau dilihat atau dialami oleh orang lain. Keterangan semacam ini bukanlah merupakan kesaksian (lihat Pasal 1907 KUHPerdata: tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya. Pendapat maupun dugaan khusus yang diperoleh dengan memakai pikiran bukanlah suatu kesaksian), namun testimonium de auditu tetap dapat dipergunakan sebagai persangkaan (yang juga merupakan alat bukti) dan ini merupakan kewenangan hakim.
Sebagai pembanding mengenai keterangan saksi, ternyata di dalam Hukum Islam, keterangan saksi sudah dipergunakan sebagai alat bukti sejak masa Khalifah Umar Bin Khatab, sedangkan di dalam Al Qur’an perihal saksi atau memberikan persaksian ditemukan sekitar 75 ayat. Salah satu ayat yang populer tentang saksi terdapat di dalam QS 5: 8 yang berbunyi…hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah dan menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil… Ayat ini menarik karena perintah memberikan kesaksian secara adil disandingkan dengan perintah menegakkan kebenaran. Dapatkah kemudian dikatakan bahwa proses pemberian keterangan dari seorang saksi secara adil sebenarnya juga dalam rangka menegakkan kebenaran?. Jika hal ini benar demikian, maka menjadi penting untuk tidak memberikan kesaksian apabila tidak dalam kerangka menegakkan kebenaran (atau memberikan kesaksian hanya semata-mata untuk kepentingan tertentu dengan cara memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak diketahui kebenarannya, atau karena kebencian terhadap suatu golongan). wallahu a’lam
Bapak/ Ibu dosen, dan mahasiswa/i..berikut adalah materi Kuliah Umum “Creative Digital” yang diberikan oleh Bpk. Fauzy Ishak,S.Kom pada hari Jumat, 20 Maret 2015 di Auditorium…Ekosistem Kreatif Digital Indonesia
Well, sebetulnya ini adalah sebuah tulisan lama yang sudah pernah ditaruh di blog pribadi maupun di notes FB, tapi rasanya senang saja berbagi dan kali ini cerita saya dedikasikan untuk seorang bos di kantor yang membuat nama kecil ‘Adel’ menjadi nama panggilan populer untuk saya, bahkan jauh sebelum penyanyi Adele muncul ^_^ Sila dibaca.
—-
Nama seseorang adalah sesuatu yang selalu menarik untuk dibahas. Sebelumnya pun masalah nama ini sudah pernah aku bahas di blog multiplyku (akan kulampirkan di bawah catatan ini). Sebenarnya, ada sesuatu yang menggelitik yang membuatku ingin menulis tentang nama pagi ini. Tiba-tiba seorang teman SMA yang baru ketemu lagi di FB menyapaku dengan nama Lina. Pagi ini yang kedua kalinya seingatku.
Padahal seumur hidupku, hanya segelintir orang saja yang biasa memenaggilku Lina, salah satunya seorang teman di kantor yang untungnya jarang kutemui. Aku tidak bisa membayangkan seandainya harus ketemu dirinya setiap hari dan memanggilku dengan nama Lina, wah, pastinya akan aku koreksi dan kuminta dia memanggilku Ade atau Adel saja.
Sungguh, aku pun tak paham, dulu sekali, saat Ibu dan Ayah memiliki aku sebagai anak kedua mereka, nama kecil apa yang mereka berikan kepadaku. Yang aku tahu, aku kemudian biasa dipanggil Ade oleh saudara-saudaraku, teman-temanku, namun orang tuaku sendiri kerap memanggilku dengan panggilan Adelin juga. Bahkan sampai sekarang pun kakakku satu-satunya selalu memanggilku Adelin. Satu lagi yang mengesankanku adalah ketika seorang Mba Nai (red:Djenar Maesa Ayu) di acara diskusi filmnya mamanggilku dengan panggilan Adelin (Membaca ‘de-nya seperti membaca kata “depan”, tidak seperti kata “desa”) . Untuk adik-adikku sih, namaku tak pernah menjadi masalah karena mereka cukup memanggilku dengan sebutan Teteh. Walaupun sampai sekarang aku juga kerap bertanya-tanya, mengapa juga mereka memangilku teteh, bahkan ayahku alm pun selalu mentetehkan aku saat beliau sedang berbicara pada adik-adikku, padahal ayahku sendiri bukan berasal dari tanah Pasundan, melainkan dari OKU (Ogan Komering Ulu) Sumsel.
Yang kemudian mengherankan adalah, ketika aku punya akun FB ini. Lucu sebenarnya, bikin aku geleng-geleng kepala, karena tiba-tiba teman lama yang ketemu lagi di FB dengan santainya menyapa dan memanggilku Adel. Dulu waktu di SMA aku memang pernah dipanggil Adel oleh beberapa kawan karena kebetulan ada seorang kawan lain bernama Ade berada dalam satu kelas yang sama, tapi jujur, aku tidak terlalu suka dipanggil Adel. Sampai akhirnya aku bekerja dan tahu-tahu Bosku, entah atas dasar apa, mungkin supaya tidak terkesan seperti memanggil anak kecil, kemudian menobatkan Adel sebagai nama kecilku. Jadilah semua orang di kantor selalu dan tidak pernah tidak, memanggilku Adel. Padahal untuk teman-teman ketahui, di CV aku juga mencantumkan informasi bahwa nama kecilku adalah Ade.
Ada lagi yang menarik tentang namaku ini. Aku sering memperhatikan kalau ternyata ada seorang uwak (bibi/bude) dalam bahasa Sumsel, yang kalau memanggilku Ade selalu tanpa ada stres/tekanan pada bagian De. Memang terdengar berbeda. Pastinya berbeda, coba bayangkan kalau ada seorang teman yang bernama Iko tahu-tahu harus dipakaikan stres/tekanan pada bagian Ko-nya, aku yakin Iko juga tidak akan suka^_^. Tapi kalau nama Ade dipanggil tanpa stres yah ga masalah sih sebenarnya, hanya terkesan aneh dan menggantung:) Jadi tetap lah memanggilku Ade dengan tekanan pada bagian De.
Untuk teman-teman yang sudah terlanjur memanggil Adel atau Adelin juga silahkan saja, hanya, please… Jangan panggil aku Lina. Terima kasih:)
—
Tulisan di bawah ini dikutip dari http://namakuadelina.multiply.com/journal/item/88/aDeLiNa_tea yang ditulis pada May 6, ’09 4:08 PM
Nama saya Adelina. Di rumah, adik-adik, bahkan almarhum ayah memanggil saya teteh, karena Ibu saya adalah seseorang bersuku Sunda. Kalau kakak saya satu-satunya selalu memanggil saya Adelin. Sementara saudara-saudara ada yang memanggil saya Ade atau Adelin. Kalau teman, kebanyakan mereka memanggil Ade. Hanya di kelas 1 SMA saya dipanggil Adel karena kebetulan di kelas itu ada seorang siswa lain bernama Ade. Saya tidak masalah, hanya karena belum biasa akibatnya ketika sahabat saya, Ratih, yang kemudian akrab dengan saya setelah lulus SMA, ingin memanggil saya Adel, saya menolaknya. Please call me Ade, kata saya saat itu. Namun cerita tentang Adel tidak berhenti di situ, karena ketika saya mulai bekerja, bos saya memutuskan untuk memanggil saya Adel, padahal seingat saya di CV saya pun saya sudah menuliskan kalau nama kecil saya itu Ade. Akhirnya, sampai sekarang, saya lebih dikenal sebagai seorang Adel di tempat saya bekerja, dan Ratih sempat mengomel karena dulu saya tidak mau dipanggil Adel, tapi kenapa sekarang saya mau. Saya bilang kepada Ratih, “Kan bos gw yang mau, masa gw nolak. Kalo elo mah gpp gw tolak, hehehe.”