BIG DATA – BIG OPPORTUNITY Jika Tahu Manfaat dan Cara Pemanfaatannya

(Seri 1)

*Tulisan berseri yang akan mengulas secara lengkap tentang (Teknologi Big Data)

 

PENGANTAR

Perkembangan teknologi internet dewasa ini sudah sangat luar biasa ditandai dengan makin mudahnya akses baik melalui media diam yaitu perangkat komputer maupun perangkat bergearak yaitu telepon yang sudah dibekali teknologi yang dapat melakukan akses dengan cepat. Perkembangan terakhir adalah munculnya teknologi kecepatan akses yaitu generasi ke empat atau yang dikenal dengan teknologi 4G.

Pertumbuhan media akses tersebut mendorong para pemakai juga semakin banyak yang menumbuhkan sebuah ekosistem pengguna serta varian data yang ditransformasikan melalui teknologi yang ada. Varian data disini bukan saja berupa data teks dan suara saja, namun juga multimedia menjadi salah satu jenis data yang makin banyak ditransformasikan. Dampak terbesar yang dirasakan adalah “ledakan informasi” yang berkaitan erat dengan besarnya data sebagai sumber informasi tersebut.

Dengan banyaknya jumlah dan jenis data menimbulkan permasalahan baru khususnya bagi pelaku bisnis yang sudah banyak memanfaatkan teknologi informasi bagi operasional sehari-hari. Permasalahan tersebut secara internal adalah bagaimana data yang dimiliki (untuk perusahaan skala besar) dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya bukan sebagai sampah data. Secara eksternal data yang ada sekitar (di internet melalui media social maupun beberapa situs lain) juga dapat sebagai data tambahan untuk pendukung bisnis. Solusi yang kini mulai banyak dibicarakan adalah munculnya sebuah teknologi yang dikenal dengan (teknologi) Big Data.

Salah satu pelopor Big Data ini adalah perusahaan yang sudah dikenal dengan fasilitas pencarian di web yaitu Google. Melalui tulisan ini kita mencoba menimba ilmu dari beberapa perusahaan yang sudah memanfaatkan Big Data salah satunya adalah Google Inc. dan beberapa perusahaan lokal.

 

DEFINISI

Pembahasan tentang pemanfaatan Big Data memasuki ranah teknologi karena sebuah data yang besar agar memiliki sebuah “nilai lebih” diperlukan suatu cara (teknik) sendiri. Sebelum dikenalkan teknologi ini maka olah data selama ini dilakukan oleh seorang pemrogram aplikasi dengan keterbatasan yang dihasilkan adalah waktu proses yang tidak singkat.

Berdasarkan Gartner (sebuah lembaga penelitian dan advisory bidang teknologi informasi) sebuah Big Data adalah “High Volume, High Velocity dan High Variety of Information Assets” yang memberikan dampak “that demand cost-effective forms of information processing for enhanced insight and decision making”.

Selanjutnya berdasarkan definisi di atas, oleh sekelompok organisasi lain ada penambahan satu lagi tentang Big Data adalah High Veracity (tidak memliki kejelasan yang pasti).

Sehingga berdasarkan definisi atau pernyataan tersebut muncul sebuah istilah 4V’s of Big Data yaitu meliputi :

  • High Volume
  • High Variety
  • High Velocity
  • High Veracity

Empat V tersebut kini menjadi karakter Big Data artinya sebuah permasalahan yang berhubungan dengan volume data yang besar, variasi data yang sangat beragam, pertumbuhan data yang sangat tinggi serta ketidak jelasan data yang dimiliki maka teknologi Big Data dapat dimanfaatkan untuk mengolahnya untuk sebuah tujuan tertentu. Karakterisktik tersebut tidak harus dipenuhi keseluruhan namun jika salah satu saja sudah ada maka Big Data sudah berada dihadapan kita.

 

Dampak yang dihasilkan bagi dunia bisnis adalah data yang dimiliki jika mampu diolah dengan cara yang benar maka dari Big Data tersebut akan menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih dalam (insight) dan akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan serta merencanakan tindakan yang lebih baik dalam menjalankan bisnis.

 

Contoh sebuah Big Data adalah data yang memiliki jumlah volume 1024 terabytes (petabytes) atau 1024 petabytes (exabytes). Dari segi variasi data misalkan data yang disimpan berasal dari sumber web, data kepegawean dalam bentuk excel, data yang diambil dari media social dan data yang diperoleh dari perangkat mobile dan lain sebagainya. Beragamnya data ini yang disebut dengan data tidak terstruktur.

 

ISTILAH TEKNIS dalam (TEKNOLOGI) BIG DATA

Sebelum mengulas pengalaman pemakaian Big Data para pelaku bisnis, ada baiknya mengenal beberapa istilah teknis yang digunakan agar dapat dijadikan bekal dalam memahami paparan yang disampaikan dalam tulisan ini.

Data event.

Adalah data (yang tesimpan) dalam jumlah yang sangat besar dimana dengan menganailsa data ini dapat diketahui tentang proses kerja (urutan kinerja) sistem. Artinya data tersebut dapat “merekam” sebuah sistem telah melakukan apa dan bagaimana proses kerja dari pekerjaan yang sudah dilakukan.

Instrumentasi.

Sebuah metode atau format pendukung sebuah sistem (software) yang digunakan untuk menyimpan data disebut dengan istilah instrumentasi. Sebagai contoh, jika ingin mengimplementasikan Big Data untuk transaksi yang mengandalkan teknologi web, maka instrumentasi menimbang factor kecepatan transaksi, kecepatan proses pembacaan database, berapa kebutuhan memory yang digunakan untuk setiap proses dan kebutuhan lain yang diperlukan agar tujuan implementasi berhasil.

 

SEPENGGAL PEMANFAATAN BIG DATA di INDUSTRI

 

Wal Mart        memanfaatkan Big Data untuk melihat tren di media social dan melihat pola pembelian jenis barang yang sama dari pelanggan

 

UPS                  memiliki Big Data sebesar 16 petabyte. Data ini digunakan untuk melakukan analisa optimasi rute utama perjalanan petugas pengiriman, dengan membuat proyek yang diberi nama ORION (OnRoad Integrated Optimization and Navigation). Hasil yang diperoleh dari proyek ini, perusahaan dapat menghemat lebih dari 8,4 juta gallon bahan bakar dan mengurangi 85 juta mil rute tiap hari pada tahun 2011

AmEx              American Express Co., menggunakan Big Data untuk memprediksi loyalitas pelanggan. Obyek penelitian lain adalah menganalisa transaksi historis dan 115 variabel guna melaukan peramalan potensi churn.

 

United Healthcare

Memanfatkan Big Data dengan cara mengubah data suara (voice) yang diperoleh dari transaksi customer call center menjadi teks. Hasil konversi ini dianalisa menggunakan aplikasi “Natural Language Processing” yang akan diimplementasikan dalam usaha peningkatan kepuasan pelanggan.

 

Beberapa kisah menarik implementasi Big Data di bidang Industri akan disajikan pada tulisan selanjutnya.

 

 

REFERENSI

 

Djatmiko H. E., (2015), Big Data, Binatang Apa Gerangan, Majalah Swa, Jakarta

Feinleib D., (2014), Big Data Bootcamp : What Managers Need to Know to Profit from the Big Data Revolution, APress

Sugiarsono J., (2015), Gelombang Besar Big Data, Majalah Swa, Jakarta

 

Situs

www.gartner.com/it-glossary/big-data akses terakhir : Oktober 2015

www.apaitubigdata.com   akses terakhir : Oktober 2015

tekno.liputan6.com/read/801638/apa-itu-teknologi-big-data   akses terakhir : Januari 2015

http://lawencon.com/big-data/ akses terakhir februari 2015

 




Sudah siapkah SDM kita menerapkan e-Business?

Strategi Penyiapan SDM
Pengembangan SDM merupakan salah satu kunci strategis yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Untuk mempercepat pengembangan SDM di bidang TIK perlu ada sebuah proses learning based education dimana SDM langsung terlibat secara aktif dalam proses pengembangan dan implementasi TIK. Akan tetapi hal ini sangat tergantung dari sumber pendanaan yang akan diberikan pemerintah untuk pendayagunaan TIK. Selama belum ada pendanaan yang sifatnya terpadu untuk TIK, maka Kota/Kabuptan hanya dapat mengandalkan sukarelawan yang mau berkecimpung di dalam TIK yang pada saat ini terdapat di Bagian Pengolahan Data dan Elektronik di pemerintahan daerah baik di kota maupun di pedesaan. Konsekuensi yang harus diambil dengan kondisi ini adalah setiap daerah harus menyiapkan sendiri operator dan SDM untuk mengoperasikan jaringan komputernya.

Pada saatnya keadaan masyarakat Indonesia sudah sampai pada tahap menganggap e-Business itu sebagai hal yang biasa dan lumrah. Maka untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan melalui tahapan-tahapan yang terencana. Di samping itu perlu dikaitkan dengan definisi e-Business itu sendiri. Pada dasarnya dilihat dari kosa katanya e-Business terdiri dari 2 kata, yaitu electronic dan business. Electronic merujuk pada sarananya yaitu penggunaan infrastruktur digital, sedangkan business sendiri merujuk pada aktivitas yang melibatkan pada berbagai pihak. Mulai dari pihak produsen, kemudian institusi, point of sale, sampai pada konsumennya. Komponen yang mengikat konsumen dan produsen dalam aktivitas ini adalah barang/produk, informasi, dan keuangan. Untuk itu ada 3 (tiga) komponen yang terkait dengan e-Business yang masuk dalam kerangka informasi atau infrastruktur informasi yaitu: 1) alur produk jasa overing; 2) alur informasi; dan 3) alur uang. Dan aktivitas terjadi di atas tulang punggung infrastruktur digital. Jika dilihat dari kondisi tersebut maka kesiapan SDM dapat diartikan bagaimana masyarakat dapat menggangap bahwa ketiga alur tadi sebagai hal biasa atau lumrah dan sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak lagi menganggap sebagai teknologi.

Kenyataan pada saat ini e-Business di Indonesia dapat digambarkan masih sebagai topi, artinya dari sisi tingkat kedewasaan (maturity), kepedulian (awareness), dan penggunaan masih beragam. Langkah yang wajar dan masuk akal adalah tidak menggunakan langkah yang liniear. Artinya tidak menyiapkan kesiapan orang dengan suatu kerangka pikir dari tidak mengetahui dan perduli (aware) kemudian dari aware menjadi menggunakan dan selanjutnya menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menjadi bagian dari gaya hidup (life style). Penyiapan SDM ini tidak demikian, karena kenyataan di lapangan, kondisi di Indonesia mensyaratkan untuk melihat daerah secara berbeda dan melihat transaksi e-Business secara berbeda-beda pula, karena pendekatan e-Business sifatnya tidak monolitik atau tidak tunggal tetapi sifatnya tersebar. Jadi tantangan dalam penyiapan SDM adalah untuk pemahaman terlebih dahulu terhadap peta dari kondisi e-Business.

Identifikasi Stakeholder
Terdapat beberapa stakeholder atau pemangku kepentingan utama yaitu yang bertindak sebagai regulator. Disini harus dilihat bagaimana peran regulator untuk menjadi siap dalam e-Business. Stakeholder yang kedua adalah pelaku bisnis itu sendiri. Disini harus dilihat bagaimana pelaku bisnis ini siap untuk menjalankan e-Business. Stakeholder yang ketiga adalah masyarakat atau komunitas. Juga harus dilihat kesiapan masyarakat dalam menjalankan e-Business. Namun pada stakeholder yang ketiga ini perlu dipetakan lagi mengingat masing-masing komponen masyarakat memiliki perannya sendiri yang lebih khusus.

Pemerintah tidak hanya berperan sebagai regulator namun juga berperan sebagai inisiator, koordinator, dan fasilitator, sehingga bagaimana mendidik dan menyiapkan SDM untuk inisiator, reguator, dan fasilitator. Kesiapan SDM dari sisi ini dapat dilihat dari bagaimana di dalam pemerintah ada kelompok yang selalu siap sebagai inisiator dan fasilitator pekerjaan-pekerjaan e-Business, dan bagaimana pemerintah menyiapkan kelompok yang akan menjadi koordinator. Dalam hal ini perlu ada kebijakan khusus tentang peningkatan SDM disisi pemerintah, berdasarkan empat peran tersebut.

Dari pelaku bisnis, diperlukan kepastian, baik kepastian produk barang atau jasa, kepastian perlindungan terhadap kepentingan bisnisnya baik dari transaksi dan delivery produknya. Dalam hal ini yang paling penting adalah mengenai transaksi elektroniknya, yaitu bagaimana mempersiapkan transaksi ini dapat berlangsung. Kuncinya ada pada kepercayaan. Diperlukan SDM yang memang bekerja untuk membangun dan mengembangkan kepercayaan.

Kepercayaan di dalam e-Business itu adalah suatu masalah yang tidak mudah dengan bisnis biasa. Diketahui bahwa di dalam bisnis biasa berlaku kaidah pasar dan istilah ”Buyer Beware” atau “teliti sebelum membeli”. Teliti sebelum membeli menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang harus disepakati dulu. Dalam sistem bisnis internasional sudah ada mekanisme trust yakni mekanisme menggunakan kartu kredit. Kartu kredit ini dapat dipakai sebagai indikator trust. Dimana kalau orang bepergian kemana-mana di seluruh dunia, maka kartu kredit dapat digunakan untuk melakukan transaksi. Kartu kredit ini menunjukkan worthiness apakah seseorang itu layak untuk memperoleh hutang atau tidak. Jadi dalam kartu kredit tersebut sudah berlaku garansi dengan sebuah institusi yang sangat besar. Kartu kredit ini memberikan arti bahwa kalau seseorang memegang kartu kredit maka dengan sendirinya layak hutang. Dan data di kartu kredit tersebut sangat sederhana, ada Nama, kemudian ada Bank yang mengeluarkan kartu kredit tersebut, kemudian ada tanggal berlaku dan terakhir adalah kredit limit. Disini ada pola pikir yang terbentuk yaitu mengenai kepercayaan yang perlu dibangun dan disiapkan. Untuk keperluan tersebut perlu dilihat kesiapan SDM secara berkesinambungan melakukan agar kredit worthiness Indonesia terlindungi.

Pada kenyataannya kartu kredit Indonesia belum berlaku secara keseluruhan untuk melakukan transaksi e-Business, kalaupun berlaku masih terbatas. Dan ini menjadi masalah yang sangat riil didepan mata bahwa ini kembali pada penyiapan SDM yaitu orang-orang yang dapat melakukan pendekatan bisnis untuk mengembangkan trust ini. Orang-orang ini akan menjadi garantor atau assurance dan hal ini adalah yang paling pokok dibanding yang lain-lain. Ada perbedaan pokok bisnis tradisional dan bisnis elektronik. Bisnis elektronik tidak lagi mengenal batas-batas geografis atau batas-batas negara. Karena itu salah satu strategi dalam e-Business adalah menyiapkan orang-orang yang dapat membuat Indonesia menjadi salah satu respect countries. Dari sisi pelaku bisnis yang lain adalah penyiapan SDM yang siap menjalankan e-Business Supply Chain. Yang dimaksud dengan e-Business Supply Chain adalah seluruh mata rantai nilai, bagaimana produk atau jasa itu berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan bagaimana ini dapat diikuti dari kerangka e-Business.

Kemudian SDM lain yang perlu dipersiapkan adalah komunitas-komunitas e-Business dalam pengertian sebagai konsumennya. Hal berkaitan sekali dengan kegiatan SDM yang dapat membantu menyiapkan perilaku. Pengertian menyiapkan perilaku adalah menyiapkan sosial ekosistem untuk e-Business secara intensif. Karena sebetulnya kalau bicara e-Business, apa yang dilakukan adalah membuat rekayasa sosial, dimana life style atau gaya hidup itu diubah, dengan memanfaatkan kantung-kantung atau hot spot yang cocok untuk persiapan life style ini. Life style e-Business ini akan mudah dilakukan untuk tempat-tempat yang memang bisnis intensif. Karena itu perlu kesiapan SDM untuk mengetahui konservasi gaya hidup dari business to business, business to consumer, dan consumer to consumer.

Pada prinsipnya penyiapan SDM dilakukan dengan dua kelompok aktivitas, yaitu bersifat reaktif dan proaktif. Reaktif artinya e-Business sudah terjadi kemudian masyarakatnya baru disiapkan. Proaktif artinya sambil e-Business disiapkan masyarakatnya juga disiapkan. Hal tersebut tentu berkaitan dengan masalah usaha dan biaya. Pendekatan reaktif memerlukan platform teknologi dan offering-nya dilakukan terlebih dahulu baru kemudian masyarakat didisain untuk itu.

Sumber gambar: Google
Daftar Pustaka
Laudon, Kenneth dan Carol Traver. 2002. E-Commerce: Business, Technology, Sosiety. Prentice Hall
Groff, Todd R. dan Jones, Thomas P. 2003. Introduction to Knowledge Management: KM in Business. Butterworth-Heinemann
Depkominfo. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government (Inpres no. 3 Tahun 2003). Depkominfo
Drucker, Peter Ferdinand, dkk. 1998. Harvard Business Review on Knowledge Management. Harvard Business School Press
Weill, Peter dan Michael R. Vitale. 2001. The E-Business Revolution. Harvard Business School Press
Dessler, Gary. 1997. Human Resource Management. Prentice Hall Inc., USA.




Template Membuat Nomor Halaman di Word

Menyambung tulisan Membuat Nomor Halaman di Word, maka di posting ini saya lampirkan Template Membuat Nomor Halaman di Word yang bisa langsung digunakan, semoga bermanfaat 🙂

Template Karya Ilmiah




Tutorial Membuat Nomor Halaman di Word

Mungkin dari judul artikel ini kelihatannya simple saja, karena di Word sudah ada fungsi untuk membuat nomor halaman pada dokumen yaitu “Insert Page Number”.  Namun yang dimaksud pada artikel ini adalah membuat nomor halaman untuk karya ilmiah seperti skripsi, tesis dan disertasi.

Biasanya karya ilmiah menggunakan format sbb:

1. Cover: tidak menggunakan nomor halaman

2. Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel: menggunakan nomor halaman i, ii, iii, dst.

3. Isi: menggunakan nomor halaman 1,2,3, dst.

Seringkali yang terjadi adalah membuat 3 dokumen terpisah yaitu dokumen cover, dokumen daftar dan dokumen isi. Pada attachment yang terlampir dimuat langkah-langkah untuk membuat hanya 1 (satu) dokumen yang sudah lengkap (cover, daftar, isi) dan dengan nomor halaman yang berbeda.  Semoga bermanfaat 🙂

Tutorial Membuat Nomor Halaman




Pemesanan Pizza Interaktif

Pemesanan pizza secara interaktif ini memungkinkan pelanggan untuk memesan pizza sesuai keinginannya tanpa bantuan pelayan resto. Teknologi ini sudah memungkinkan pelanggan memesan sendiri dengan menggunakan layar sentuh, membaca data berupa nama dari handphone pelanggan melalui Augmented Reality (AR), metoda pembayaran pun dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Praktis sekali.

Selama menunggu pesanan datang, pelanggan dapat melihat berapa lama lagi pizza akan datang ke mejanya dan mengisi waktu luangnya dengan memainkan permainan yang tertera di meja sentuh. Bukankah hal ini sangat menyenangkan? ^_^

Berikut ini adalah video interaktif pemesanan pizza dari Pizza Hut yang di dapat dari https://www.youtube.com/watch?v=xvT0MCugb58




Strategies and Implementation Steps Green ICT Campus

Team of Connection Reseach and RMIT University in Melbourne, preparing a Green ICT Framework, which defines the concept of Green ICT and as well as provide an understanding of the components involved in the concept of Green ICT. This framework, known as Connection Reseach-RMIT Green ICT Framework, in which there are four (4) categories of Green ICT area known as the “pillar”, namely: Lifecycle, End Users, Enterprise, and Enablement. And each pillar will be broken down into several categories again. Besides these pillars there are five (5) the action is: Attitude, Policy, Behavior, Technology, and Metric (Philipson, 2010).

Here’s an explanation of the Pillar and Action by one existing on-RMIT Reseach Connection Green ICT Framework (Philipson, 2010).
1) Pillar 1: Equipment Lifecycle
This pillar includes the procurement of ICT equipment, disposal, and recycling activities. All ICT equipment will pass through the “lifecycle”, starting from the production, sale, use (and even reused), also ultimately discarded. ICT equipment disposal process can be a way tampered with, or can be given to an individual or another company, or sale. Thus that a “lifecycle” can be the the part of other “lifecycle”. Equipment Lifecycle pillar consists of:

a. Procurement
Two aspects are considered in green procurement is the nature of the equipment itself and the nature of the company or supplier of such equipment. Aspects of the nature of the equipment itself one can use the Energy Star label, indicating that the equipment meets the standards of Green ICT, tested, and certified or official label. As for the company or supplier of such equipment is already implementing regulations and standards that apply in Green ICT, including the tender, the manufacture of ICT equipment, up to distribution. To ensure that the regulations and standards is done, the company uses a measuring instrument that has been tested and using the applicable certification system.
b. Recycle and Reuse
Each company has a regular schedule to perform the replacement of ICT components (hardware or software). Replacement is done periodically, or wait until the condition of these components can not be reused, or can no longer meet the needs of the company. But sometimes the replacement is done too quickly, especially for software, because the speed out the latest software version. To overcome this, then during the process of updating the system (hardware and software) can be considered to not do a whole replacement. Eg by maintaining hardware can still function properly, and the software still has the support of the vendor.
c. Disposal of ICT System
At the end of the ICT equipment will be disposed of when physically been damaged or have been unable to function. Thus need to be considered garbage disposal due to ICT systems (electronic waste or e-waste). In order not to pollute the environment then the garbage can be sent to the e-waste management company.

2) Pillar 2: End User Computing
This pillar is part of a framework that directly relate to the control exercised by the ICT system users (end user).
a. Personal Computing
Personal computing include: Desktop Computing and Mobile Computing. Desktop computing will be related to the number of users in the enterprise, the greater user will generate greater carbon footprint. PC Power Management technology usage or thin client computing can be used to reduce the number of desktop PCs. The increase of the number of users within a company are not always directly proportional to the increase in the number of PCs because most companies provide an opportunity for employees to work in mobile. However, the use of multiple mobile devices simultaneously for each user is ultimately also be a separate issue to the problem of electrical energy consumption and environmental impact.
b. Departemental Computing
In large organizations, computers used by an end user away from the supervision of the Department of Computing, so it needs to be setup. While at the Department of Computing own, ICT equipment such as servers and various ancillary equipment being targeted priority setting and resource use energy more efficiently.
c. Printing and Consumables
The printer is the amount of equipment that is widely used in the enterprise, uses the electric power inefficient, because when idle, the printer still uses power. In addition, the printer also uses paper and ink, which in the manufacture of paper and ink have an impact on the environment. And waste paper and ink to give a bad impact on the environment too. There needs to be setting the number of the printer (printer sharing mechanism), paper consumption wisely, and distribution of data in softcopy can reduce this risk.

3) Pillar 3: Enterprise Computing
a. Data Centre ICT Equipment
Two major equipment at Data Centre is a server (including mainframes) and storage devices. The server consumes a large electric power consumption, and increased when working processor is also increasing. When the processor increases, the required cooling equipment using greater power. While the use of storage rose exponentially as the price of storage are getting cheaper, so its use is also increasingly ineffective.
b. Data Center Enviromental
Power consumption issues relating to the Data Center Environmental was higher than the power consumption of ICT equipment it’s own, namely: 1) Power supply, including the backup process; 2) Cooling and Lighting, also the equipment outside the ICT equipment that uses a lot of power; and 3) special building for a separate data center.
c. Networking and Communication
Are included in this area are: 1) Local Area Network, which typically use a lot of wires, it is necessary to more efficient cable management; 2) Wide Area Network, often using a VPN or leased line facilities, so it is necessary to control the use of the network as a whole; 3) Wireless communication, this technology reduces the amount of cable in the LAN, but the wireless equipment that stays on when not in use also affect the use of electrical power.
d. Outsourcing and Cloud Computing
Cloud concept is to store the data in the “cloud” that is not known to exist, and whether the company is also using the concept of Green ICT, is also a consideration in the concept of Green ICT.
e. Software Architecture
Software architecture is often determine the hardware architecture used. If the new software requires new hardware specs, then the use of electric power and the old hardware that is no longer used should be considered. In software development, programmers can use the code / syntax that is more efficient, speeding up the execution of the program, to reduce power consumption. Murugesan (2013) also makes the classification on the green software into four categories, namely: 1) software that is more environmentally friendly by consuming less energy; 2) integrated software that helps other work being environmentally friendly; 3) Carbon Management Software (CMS); and 4) a software that can adapt to changes in the weather, estimates the implications and provide thoughtful responses.

4) Pillar 4: ICT as Low-Carbon Enabler
a. Governance and Compliance
Some Green ICT standards may be issued by the association or government. Some countries are already making policy on Green ICT is India by issuing the Green India Mission Under the National Action Plan on Climate Change (NAPCC) in 2011. Britain became the first country to make use of Green ICT policy in education institutions. The Climate Change Act, which came out in 2008 requires universities and large schools to monitor the electrical energy uses (Suryawanshi & Narkhede, 2013). Although Indonesia there are no specific regulations on Green ICT, but has the Government Regulation No. 70 of 2009 on Energy Conversion.
b. Teleworking and Collaboration
The concept of teleworking is used to work remotely, so no need to use the long journey to get to the workplace. With collaboration, the work can be carried out including meetings via teleconference or other technologies. Use of this telecommunication devices still need to be monitored to make it more efficient.
c. Business Process Management (BPM)
BPM will review a series of business processes from start to finish, the process is not effective, redundancies, and unnecessary can be cut / removed to shorten the business process through.
d. Business Application
Many companies use a variety of business applications with large scale such as ERP (Enterprise resourse Planning), SCM (Supply Chain Management), or CRM (Customer Relationship Management). In the selection of business applications should be noted that this application can cut or reduce the data processing time and what hardware needs to be prepared.
e. Carbon Emission Management
By using Carbon Emissions Management Software, the company can consistently measure the carbon emissions resulting from the activities undertaken by the company.

5) Action 1: Attitude
The concept of Green ICT can not be separated from a consistent attitude, and the “environmentally friendly” should be done daily. This attitude also influenced the culture, so it is necessary for organizations to establish environmentally friendly organizational culture.

6) Action 2: Policy
Green ICT policy in the organization must be made from the standpoint of a thorough, consistent, and carefully monitored. Also prepared a methodology for the measurement if the policy is implemented effectively or not.

7) Action 3: Practice
Practice is something that should be done. Small practices but have a significant impact eg turn off the computer when it is not needed, use scrap paper and reduce the amount of paper printed, and perform hardware maintenance well so general a longer battery life, a simple act that can be done.

8) Action 4: Technology
Most think that Green ICT always use the latest technologies, which would add to the cost. The use of ICT equipment is still functioning, the action is better than replacing it with equipment with new technology.

9) Action 5: Metric
Using tools to measure, monitor, control, and mitigation of electric power consumption and carbon emissions, both inside and outside the Department of ICT.

References
Alena, Buchalcevova and Gala Libor. Green Ict Adoption Survey Focused On Ict Lifecycle From The Consumer’s Perspective (SMEs). Journal Of Competitiveness Vol. 4, Issue 4, Pp. 109-122, December 2012 ISSN 1804-171x (Print), Issn 1804-1728 (On-Line), Doi: 10.7441/Joc.2012.04.08
Banerjee, Snehasish, Et Al. “Motivations To Adopt Green Ict: A Tale Of Two Organizations.” International Journal Of Green Computing (Ijgc) 4.2 (2013): 1-11.
Brennan, David and Graeme Philipson. “What Is Green It? Why Now?”. Commsday Melbourne Congress, 14 October 2009
Chen, A.J.W, Boudreau, M., and Watson, R.T. Information Systems And Ecological Sustainability. Journal Of Systems And Information Technology 10(3), 186-201. 2008.
Hodges, Richard, and W. White. “Go Green In Ict.” Green Tech News .2008.
Molla, Alemayehu, and Ahmad Abareshi. “Green It Adoption: A Motivational Perspective.” Pacis. 2011.
Murugesan, San dkk. “Foresting Green It”. IEEE Computer Society, IT Pro Edisi January/Pebruari 2013.
Murugesan, San. “Harnessing Green It: Principles And Practices”. Ieee Computer Society, It Pro Edisi January/Pebruari 2013.
Shelly, Gary B. Dan Misty E. Vermaat. “Discovering Computing 2010: Living In A Digital World”. Cengage Learning, 2010.
Philipson, Graeme. “A Green ICT Framework: Understanding And Measuring Green ICT”. Connection Research, 2010
Suryawanshi, Kavita, and Dr. Sameer Narkhede. Evolution Of Green ICT Implementation In Education Sector: A Study Of Developed And Developing Country. International Journal of Management (IJM) Volume 4, Issue 2, March- April (2013), Pp. 91-98
Visser, Joost. “What Can Be Green About Software”. Workshop Green Software Architecture – Green It Amsterdam And Sig, 2011

Source picture: http://icaresociety.yolasite.com/




PORTAL UKM, MEMBUKA PELUANG AKSES INFORMASI BAGI PENGUSAHA UKM

Beberapa tahun ini informasi di sejumlah media didominasi dengan berita diberlakukannya perjanjian AFCTA yang sebenarnya sudah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia sejak November 2002. Banyak pihak yang terkaget-kaget melihat serbuan produk China membanjiri pasar di Indonesia dari mulai pasar tradisional sampai dengan mall dan supermarket. Padahal ini bukan baru terjadi pada tahun-tahun ini saja, tetapi dengan diberlakukanya ACFTA maka produk-produk China ini pun seperti mendapat tempat yang lebih besar lagi.

Gencarnya serbuan produk-produk China ini ternyata melumpuhkan sebagian pengusaha Indonesia. Hal ini disebabkan karena nilai produk kita ternyata masih kalah bersaing dengan produk China jika pertimbangan dalam membeli produk tersebut adalah harga. Daya beli masyarakat Indonesia untuk kelas menengah ke bawah masih mengutamakan barang dengan harga yang murah. Untuk pasar yang mempunyai daya beli terbatas tersebut, harga menjadi acuan utama dalam membeli tanpa ada pilihan lain. Baru kemudian mutu dan desain sebuah produk menjadi pilihan selanjutnya.

Akan tetapi tidak selamanya ACFTA adalah mimpi buruk. Apabila dicermati lebih dalam banyak peluang yang sangat potensial tentunya bagi pengusaha Indonesia untuk bersaing dan unggul. ACFTA membuka kesempatan untuk akses pasar dan kerjasama yang lebih luas, dan meningkatkan volume perdagangan produk unggulan setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Hal ini dapat terlihat pada acara tahunan pameran kerajinan yang dikemas dalam International Handicraft Trade Fair (INACRAFT) yang pada tahun 2015 ini dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo dan berlangsung dari 8-12 April 2015 di JCC. Dari informasi yang diperoleh di Kementrian Perindustrian RI, diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri menengah (IM) sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB). Selama kurun waktu 2010 s.d 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan IK, IM, dan IB masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. Pameran tahunan ini tidak hanya diikuti oleh peserta dari dalam negeri, namun beberapa negara juga terlibat dalam pameran tersebut, yang membuka kesempatan luas bagi pengusaha Indonesia untuk bekerjasama dengan para pengusaha dan buyer dari mancanegara.

Kemudahan Akses Informasi melalui Portal UKM
Kesempatan yang luas bagi para pengusaha Indonesia untuk memperkenalkan produknya perlu mendapat perhatian yang serius. Selain pameran yang digelar tahunan secara rutin, akses informasi berkaitan dengan produk dan pemasaran harusnya dapat dilakukan secara intensif kapan aja. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) melalui penetrasi akses internet yang makin luas dan memiliki wadah melalui suatu Portal yang komprehensif. Portal di dalam dunia internet dapat dianalogikan sebagai sebuah “pintu masuk” menuju “sesuatu”. Dikatakan sebagai pintu masuk karena biasanya para pelanggan atau calon pelanggan terlebih dulu harus mengunjungi situs portal tertentu terlebih dahulu sebelum menjelajahi lebih lanjut dunia maya yang sedemikian luas.

Pengusaha Indonesia yang banyak berkecimpung di usaha kecil menengah (UKM) masih perlu mendapat bimbingan dan pendampingan dalam memanfaatkan peluang-peluang baru yang tercipta dengan perkembangan TIK yang luar biasa, yang utamanya adalah untuk kemudahan akses informasi, dan memanfaatkannya sebagai media dalam menjalan usahanya atau dikenal dengan istilah e-Business.

Penetrasi jaringan internet di Indonesia semakin luas dan murah. Prospek penggunaan TIK khususnya internet mengalami tren naik. Menurut riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJI), hampir separo dari jumlah pengguna internet yaitu 43% berasal dari sektor swasta. Selain warnet yang tumbuh subur di berbagai pelosok, persaingan antar provider penyedia akses internet pun membuat harga pulsa mulai dapat dijangkau masyarakat kelas menengah ke bawah, tak terkecuali pengusaha UKM. Dari hasil survei yang pernah dilakukan Depkominfo pada tahun 2008 menunjukkan bahwa UKM memiliki peran unik dalam pengembangan e-Business karena di satu sisi merupakan suatu model untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi UKM dengan menerapkan TIK, tetapi di sisi lain UKM harus difasilitasi sepenuhnya oleh Pemerintah karena tidak memiliki skala ekonomi untuk membiayai pemakaian TIK. Hampir di semua negara di dunia penerapan e-Business oleh UKM memerlukan intervensi pemerintah agar dapat memperoleh akses internet dan aplikasi secara murah sehingga dapat melakukan akses ke pasar global. Saat ini sudah banyak individu di UKM yang memanfaatkan internet melalui dial up maupun langganan bulanan. Mereka sudah menggunakan email, website, dan berbagai media sosial untuk bertukar informasi dan melakukan kontak dengan para pembeli dan calon pembeli

Tak kenal maka tak sayang, adalah pepatah lama yang tepat dengan langkah di atas. Produk-produk unggulan dari UKM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia saat ini belum semuanya dapat diakses dengan mudah. Akan tetapi apabila tiap UKM harus membangun TIK-nya sendiri, tentunya dirasa berat, baik dari segi pengadaan hardware, software, maupun SDM-nya. Untuk UKM yang menjadi binaan perusahaan besar hal ini tidak menjadi masalah, karena perusahaan yang membinanya memberikan bantuan untuk akses informasi dan pemasaran yang memadai. Seperti halnya yang dilakukan oleh PT. Telkom yang baru-baru ini meluncurkan portal baru yang diharapkan bisa dimanfaatkan sekitar 30.000 mitra binaan aktif usaha kecil dan menengah (UKM) di seluruh Indonesia. Portal baru ini diharapkan dapat menggairahkan pelaku UKM dalam memanfaatkan internet sebagai media promosinya, menjalin kerjasama yang lebih intens dengan para calon pembeli baik lokal, maupun international. Para mitra binaan yang aktif mengikuti berbagai pameran, dapat menjaring mitra atau rekanan bahkan calon pembeli melalui pameran tersebut dan kerjasama setelahnya dapat dilanjutkan dengan lebih mudah dengan memanfaatkan TIK yang sudah disediakan. Keterbatasan produk yang dapat di-display saat pameran berlangsung dapat diatasi dengan menampilkannya dalam portal tersebut. Sehingga melalui portal ini para mitra binaan dapat mempromosikan produknya secara mudah dan murah.

Lalu bagaimana dengan UKM yang bukan merupakan binaan suatu perusahaan besar, yang sudah menyediakan portal bagi mitra binaannya. Portal yang merupakan bantuan teknis Asian Development Bank ini dapat dijadikan solusi. Portal dengan alamat “www.info-ukm.com” itu dimaksudkan sebagai gerbang satu pintu yang menyediakan segala kepentingan informasi dunia UKM, sebagai salah satu upaya meningkatkan akses informasi kepada UKM. Diharapkan dengan adanya portal ini dapat meningkatkan nilai jual dari hasil produksi UKM baik di tingkat lokal maupun internasional. Portal ini akan menyediakan berbagai informasi, konsultasi, forum diskusi antar pengusaha kecil dan menengah. Target kedepan portal ini adalah menyediakan virtual mall, dimana semua UKM yang tergabung dalam portal ini dapat menampilkan produknya, sehingga mudah menjaring calon pembeli maupun calon investor. Karena di satu sisi lain portal ini juga menyediakan informasi satu pintu secara detail profil tiap UKM bagi para calon investor atau penanam modal baik swasta maupun perbankan. Untuk bergabung dalam portal ini UKM dibebankan biaya yang sangat murah, karena dibantu dengan iklan, banner, dan sponsor sebagai sumber pemasukan lain.

Satu lagi media untuk menjaring pasar internasional juga disediakan oleh SMESCO Indonesia Company. Menempati gedung 4 lantai di kawasan bisnis Jakarta, SMESCO Indonesia, menawarkan produk-produk eksklusif dan unggulan dari UMKM seluruh Indonesia. Tatanan galeri yang dibuat eksklusif yang menerapkan standar international dan website portal yang dibuat dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris), menunjukkan bahwa perusahaan ini dikelola secara profesional. Dibuka dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah saat itu – Suryadharma Ali, galeri yang disediakan oleh website SMESCO Indonesia ini sekarang menjadi salah satu rujukan bagi buyer dan investor baik dari lokal, maupun mancanegara untuk melirik produk-produk UKM unggulan Indonesia. Kekayaan budaya dan kerajinan Indonesia yang dikemas dalam produk-produk berkualitas ini, akhirnya dapat menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen produk yang layak mendapat tempat di ranah internasional.




Fasilitas Mesin Pencari Google (part 2)

Menyambung tulisan mengenai Fasilitas Mesin Pencari Google (part 1), maka berikut 5 fasilitas lain yang bisa digunakan di Google:

  1. Melacak jadwal penerbangan. Ketik nama maskapai dan nomor penerbangan untuk mengetahui status lokasi pesawat kini berada, juga kapan akan mendarat.
  2. Mencari file tertentu. Misalnya mencari file pdf mengenai “jurnal teknologi informasi” filetypd:pdf
  3. Konversi unit pengukuran dapat dilakukan dengan mudah hanya dengan mengetikkan kata kunci pada kolom search. Contohnya kita dapat mengetikkan “20 C in F”, atau “15 inch in cm” maka kita akan mendapatkan hasil secara insta.
  4. Menterjemahkan kata asing cukup dengan mengetikkan “translate to ” sebagai contoh “translate cengkeh to english” maka akan muncul hasil clove, jika kita ketikkan “translate cengkeh” to spanish maka akan muncul clavo.
  5. Main game pacman 🙂 , ketik pacman maka akan muncul gambar game tersebut dan tulisan “click to play”, klik pada tulisan tersebut untuk memainkan game pacman.

Semoga bermanfaat 🙂




Fasilitas Mesin Pencari Google (Part 1)

Mesin pencari Google ternyata tidak hanya untuk mencari saja, tetapi juga dapat digunakan untuk berbagai macam hal lainnya, dibawah ini 5 hal yang dapat dilakukan dengan google:

  1. Sebagai kalkulator.  Google telah memiliki built-in calculator, dengan memasukkan kunci perhitungan seperti ini misalnya: 270 * (55 / 5 + 3), anda akan melihat hasilnya: 270 * ((55 / 5) + 3) = 3 780 komputer anda juga telah dilengkapi calculator, tetapi jika anda hanya tinggal mengetik perhitungan anda saja ke dalam kotak pencarian browser, maka tentu saja hal ini jauh lebih cepat daripada membuka aplikasi calculator anda, tidak percaya? Silakan dibuktikan.
  2. Memeriksa ejaan kata. Jika tidak yakin mengenai ejaan suatu kata, masukkan kata tersebut ke google, Google akan memeriksa apakah ejaan kata tersebut benar, dan jika tidak maka Google akan menyarankan ejaan kata yang benar. Selain itu, jika anda ingin mendapatkan definisi dari suatu kata,anda dapat menggunakan “define:” Hal ini untuk memfungsikan Google sebagai kamus.
  3. Mencari kata tertentu. Misalnya ingin mencari kumpulan kata teknologi di blog ini, maka bisa dicari dengan mengetikkan “teknologi site:dosen.perbanas.id ” tanpa tanda kutip, maka hasil pencarian akan tertuju di blog ini dengan semua postingan yang mengandung kata teknologi
  4. Untuk mengetahui waktu di kota lain. Fasilitas ini memungkinkan untuk mengecek waktu saat ini suatu negara atau kota lain dimanapun juga, sehingga anda tidak tidak salah waktu ketika anda menelepon seseorang, atau untuk urusan penting lainnya. Untuk mengecek waktu, cukup ketik “time” diikuti dengan nama kota/wilayah. Sebagai contoh: time Los Angeles.
  5. Untuk konversi mata uang.  Untuk menghemat waktu mencari berapa kurs mata uang, maka bisa langsung menggunakan google.  Contoh: ketik 150 dolar in rupiah.

Semoga bermanfaat 🙂




RAW FILES IN PHOTOGRAPHY

RAW Digital Images
RAW is an image file format used by many high-end and professional digital cameras. RAW files are considered to be the best form of image file, since it does not process the picture, leaving total control of the editing to the user. RAW file size is much larger that .JPEG files, but is slightly smaller than .TIF files. RAW image files can be edited by Adobe Photoshop and Corel Paintshop Pro. RAW image files can be converted to .JPEG or .TIF by using ReaConverter.
Raw image files are sometimes called digital negatives, as they fulfill the same role as negatives in film photography: that is, the negative is not directly usable as an image, but has all of the information needed to create an image. Likewise, the process of converting a raw image file into a viewable format is sometimes called developing a raw image, by analogy with the film development process used to convert photographic film into viewable prints. The selection of the final choice of image rendering is part of the process of white balancing and color grading.
Like a photographic negative, a raw digital image may have a wider dynamic range or color gamut than the eventual final image format, and it preserves most of the information of the captured image. The purpose of raw image formats is to save, with minimum loss of information, data obtained from the sensor, and the conditions surrounding the capturing of the image (the metadata).
Raw image formats are intended to capture as closely as possible (i.e. at the best of the specific sensor’s performance) the radiometric characteristics of the scene, that is, physical information about the light intensity and color of the scene.
Shooting in RAW
If you do shoot in Raw, your computer rather than the camera will process the data and generate an image file form it. Guess which has more processing power: your digital camera or your computer? Shooting in Raw will give you much more control over how your image looks and even be able to correct several sins you may have committed when you took the photograph, such as the exposure.
To take advantage of this you will certainly need to use some software on your computer to process the files and produce JPEGs (or TIFFs). I have found the Camera Raw that comes with Adobe Photoshop CS2 to be very good at processing Raw files (even batch processing them), though everybody has their favorite (RawShooter has a lot of fans). When you load a Raw file using Adobe Photoshop CS2 the Camera Raw dialog will automatically pop up. Most of the time the automatic settings are fairly decent, but you have the chance to change the white balance, exposure, contrast, saturation, and even calibration of the red, green, and blue guns or correct for lens abberation – all lossless.
If the white balance is off I have found that it is much easier to fix using the Camera Raw screen than loading the JPEG and manipulating that – the end result is much better as well. The richness, detail (sharpness), color range and ability to adjust these settings end up being so much greater with a Raw file, even though what a Raw file looks like before processing is anything but rich and sharp. As a side note, all of my work that uses creative coloring was colored using the white balance settings in the Camera Raw dialog.
Part of the conversion to JPEG are sharpening algorithms and as a result, the unprocessed Raw file is less sharp. Two things can affect this, one is the brand of camera (Nikon cameras are generally considered sharper, but this is not true across all models) and the other factor is the user settings for sharpening in the camera. Loading a Raw file in a program such as Adobe Photoshop CS2 will automatically apply white balance, sharpening, contrast, brightness, etc… and can even batch process Raw files. I often use this feature as a first pass and then go back and adjust the settings if needed. This is especially helpful because even if I did everything correct in camera when I took the photo and my conversion software was able to use the full processing power of my desktop computer, the conversion to JPEG could still trick the camera or my computer and only my eye can produce the correct while balance, contrast, brightness, etc…
What software is good to use with RAW?
• Microsoft RAW Image Thumbnailer and Viewer for Windows XP (essential for Windows based photographers)
• Picasa (Free!)
• Adobe Photoshop CS or CS2
• RawShooter Premium (recently bought by Adobe)
• ACD See (for Digital Asset Management)
• Portfolio Extensis 8 (for Digital Asset Management)
• iView Media Pro (DAM, recently bought by Microsoft)
• BreezeBrowser Pro (DAM, I also love their Downloader Pro for use with my card readers)
• Adobe Lightroom (beta)
• Capture One
• IrfanView
• DXO Optics Pro
• Picture Window Pro
• the software that came with your camera
• more software comes out all the time…

JPG file
Lbng2

RAW file
Lbng1

JPG file
Jog1

RAW file
Jog2