Ketika Tuhan Sedang Tertawa Lebar

Ketika saya mengunggah foto di media sosial, seorang teman bertanya, kalau Bumi Pasundan diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum, lalu tempat yang kamu kunjungi diciptakan Tuhan ketika sedang apa? Tertawa lebar, itu jawab saya spontan. Nah gara-gara itu maka muncullah ide untuk menulis catatan perjalanan tempat-tempat yang saya kunjungi, tempat-tempat indah yang diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum lebar. Ada 3 tempat yang akan saya tulis di sini, Pantai Ora di Pulau Seram, Maluku; Sailing di Taman Nasional Komodo, NTT; dan Explore Takabonerate, Sulawesi Selatan. Siapa tahu tulisan ini menjadi referensi buat teman-teman yang berencana untuk travelling, khususnya ke Indonesia bagian timur.

1. Pulau Seram yang sama sekali tidak seram.
Sayup-sayup lagu Indonedia Tanah Air Beta lirih terdengar di telinga, ketika pilot memberikan pengumuman bahwa tak lama lagi pesawat akan mendarat di Ambon. Rasanya tak sabar buat melanjutkan travelling ke salah satu pulau besar di Kepulauan Maluku ini. Pulau Seram, adalah tujuan travelling saya di tahun ini. Pulau yang menyimpan keindahan pantainya, dan kini akan saya kunjungi adalah Pantai Ora di daerah Sawai. Pantai cantik dengan air yang sangat bening ini sangat terkenal di kalangan traveller jelajah Indonesia. Pantai yang dikenal dengan Maldive-nya Indonesia.

Dari bandara Pattimura Ambon, perjalanan dilanjutkan menuju ke Pelabuhan Tuhelu dan mampir ke Pantai Natsepa untuk menikmati sarapan nasi kuning khas Ambon. Sampai di Pelabuhan Tulehu perjalanan dilanjutkan ke Pelabuhan Amahai di Masohi yang ditempuh sekitar 2 jam dengan kapal cepat. Dari Pelabuhan Amahai, lanjut perjalanan darat kurang lebih 2 jam dengan kondisi jalan yang penuh dengan tikungan dan tanjakan. Apalagi pak supir sepertinya mantan pembalap F1 semua, sehingga rute tersebut pun dilalui dengan nyaris tanpa mengurangi kecepatan. Sampai akhirnya sampailah kita di Desa Saleman. Dari Desa Saleman, kita masih lanjut dengan kapal boat sekitar 20 menit untuk sampai di lokasi. Tapi semua itu terbayar sudah…., rasa takjub dan puji syukur yang luar biasa setelah sampai ke pantai Ora yang dikelilingi oleh pegunungan Manusela yang tampak gagah dan penuh dengan pepohonan hijau. Lautnya sangat bening, sampai koral di dasarnya pun kelihatan. Pantai di sekitarnya memiliki gradasi warna yang keren, putih, kuning, hijau, dan biru. Sebagian pantai memiliki gugusan karang yang tak kalah cantik, dan sumber air tawar yang ada di tepi pantai, seru!!!

Pantai Ora1
Landscape Pantai Ora

Disana ada beberapa penginapan yang dapat dipilih, Ora Resort Beach, Lisar Bahari, dan lain sebagainya. Kesamaannya adalah penginapan ini dibangun di atas laut, dengan air yang jernih sehingga bias berenang kapan saja. Kalau kita tebarkan makanan dari atas maka ikan-ikan beraneka warna akan muncul berebutan, suatu pemandangan yang luar biasa buat kita yang setiap hari didera dengan keruwetan kota besar. Selain bersantai di pantai, kegiatan lain yang bisa dilakukan disana adalah snorkeling, trekking di desa Saleman untuk melihat keindahan pantai dari atas, menjelajahi gua sepanjang gugusan karang, dan mabok lobster hihihi….. Disana lobster murah banget, silakan puas-puasin deh. Dan karena posisi pantai ini ada di teluk, maka kondisi air relatif tenang, karena hampir sepanjang hari kegiatan kita selalu menggunakan kapal boat, jadi cukup tenanglah untuk manusia darat seperti kita.

Pantai Ora2
Trekking di Saleman

Yang perlu diantisipasi, listrik disini hanya nyala dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Air tawar tersedia sangat cukup. Dan disini sinyal lancar loh, jadi tetap bisa mantau e-learning dan tetep bisa liburan. Jadi bu dosen tetap bisa liburan dan mahasiswa bahagia. Jangan lupa nikmati kuliner khas Maluku, papeda dan kuah ikan kuning, plus jus gandaria untuk menyegarkan perjalanan yang cukup jauh ini.

Pantai Ora3
Laut yang sangat bening di Sawai

2. Bertabur bintang di Langit Komodo
Tinggal di kapal, digoyang-goyang ombak? Itu pertanyaan awal saya sebelum memutuskan untuk Live on Boat saat sailing di Taman Nasional Komodo. Mabuk gak ya? Tapi sudahlah, mabuk urusan belakangan, landscape cantik yang terbentang sepanjang taman nasional itu jauh lebih menarik. Perjalanan ini diawali dengan kecemasan karena beberapa penerbangan dari Bandara Ngurah Rai dibatalkan karena erupsi dari anak gunung Rinjani. Tapi akhirnya pesawat take off tepat waktu dari bandara Ngurah Rai, Denpasar, dan setelah 1 jam dan 35 menit, ukul 7.45 sampailah kita di terminal kedatangan Bandara Komodo. And the journey start here….

Pulau pertama yang dikunjungi adalah Pulau Kanawa. Panas dari musim kemarau yang cukup panjang di tahun ini tidak menyurutkan niat menikmati pemandangan di pulau ini. Untuk dapat melihat lanscape keseluruhan pulau maka kita harus trekking ke atas bukit. Kebayang ya, tanjakan terjal dan panas menyengat, tapi maju terus pantang mundur. Sampai di atas kita bisa pemadangan yang indah, tampak dari jauh Pulau Flores yang dikelilingi oleh air laut yang biru. Pulau Kanawa ini dikelola oleh perorangan. Tapi pengunjung boleh berfoto dan menikmati pemandangan di pulau tersebut. Turun trekking kami lanjut snorkeling. Salah satu guide menemani saya snorkeling dan menunjukkan arah dimana tempat terumbu karang yang bagus.

Setelah makan siang yang sedap, kapal berjalan lagi menuju pulau kedua yaitu Gili Lawa. Sebelum berangkap trip saya sudah browsing sedikit mengenai medan trekking Gili Lawa ini. Sepertinya akan jadi medan terberat selama perjalanan. Agak menjelang sore kapal bersandar di tepi pulau Gili Lawa. Akhirnya satu persatu dari kami turun ke pantai dan terlihat jelaslah rute trekking yang aduhai itu. Awalnya sih rada ragu-ragu ya buat lanjut ke atas, tapi no way return lah. Rutenya memang aduhai, bahkan sering tidak menyisakan tempat landai untuk berdiri tegak. Dan, finally…., sampailah kita pada puncak Gili Lawa tersebut. Landscape yang terhampar bener-bener kece badai…, sepadan dengan perjuangannya. Kita di atas sampai sunset tiba, pelan-pelan matahari turun, walaupun tidak sempurna karena tertutup awan. Tapi sensasinya luar biasa, warna orange, merah, dan biru membaur membuat lukisan yang luar biasa indah, hihihi…tiba-tiba jadi romantis ya. Malam benar-benar turun ketika kami tiba di kapal. Sampai kapal kami istirahat sambil menunggu makan malam disiapkan. Ada seekor rusa yang turun ke pantai untuk minum, ada hamparan bintang, paket lengkap!!! Setelah makan satu persatu gantian mandi, bebersih, dan bersiap untuk tidur. Mabuk kah karena kapal goyang-goyang? Kayaknya udah gak sempat mikir mabuk deh, capek, jadi lanjut tidur aja. Kekuatiran saya pun tidak terbukti.

Komodo1
Pulau Gili Lawa

Dalam perjalanan menuju Pulau Komodo, kita bertemu dengan serombongan ikan pari manta. Ikan ini dikenal ramah dengan manusia, akan tetapi yang boleh turun untuk snorkeling adalah yang lancar berenang, karena arus dan laut yang cukup dalam. Sampai di pulau Komodo, yang dikenal dengan nama Loh Liang (Teluk Komodo) kami sudah siap ditemani oleh beberapa ranger, yang akan menemani tour sepanjang pulau ini. Kita ambil medium trek, dari 3 tipe trekking yang ditawarkan. Beberapa kali kita berpapasan dengan komodo selama trekking. Ngeri-ngeri sedap ya ternyata melihat komodo secara aslinya. Pemandangan pantai seputar pulau Komodo ini luar biasa indah. Bukit coklat akibat musim kemarau bersanding dengan pantai dengan air warna biru tosca, eksotis!!! Selain pulau Komodo, pulau Rinca adalah juga pulau habitat asli komodo yang dikenal dengan nama Loh Buaya (Teluk Buaya). Jadi di pulau ini selain harus waspada dengan komodo, juga harus waspada dengan buaya. Ini adalah trekking paling uji nyali, karena udah ngos-ngosan tetap harus waspada, karena bisa sewaktu-waktu bertemu komodo atau buaya, ahaaa!!!!!

Komodo2
Pemandangan eksotis Pulau Komodo

Pink Beach, adalah tujuan berikutnya untuk snorkeling. Pantainya warna merah muda, karena ada serpihan karang warna merah yang terhampar sepanjang pantai. Sehingga dari jauh kliatan warna pink. Pasir pantainya halus, airnya bening. Visibility-nya juga bagus, air jernih, sehingga sesi foto underwater pun cakep disini.

Salah satu highlight sailing di Taman Nasional Komodo ini adalah Pulau Padar. Rute trekking Pulau Padar tidak securam di Gili Lawa, relatif lebih landai. Ada beberapa tempat yang berpasir sehingga harus tetap hati-hati. Begitu sampai atas, masya allah cantiknya. 3 teluk yang membentuk lekukan cantik ini bener-bener membuat capeknya ilang deh. Keren bangeett….. Dari Pulau Padar kami beranjak ke Pulau Kelor, sebelum kembali ke Labuhan Bajo. Island hopping di pulau-pulau seputaran taman nasional ini memang keren, dan cukup menguras tenaga. Selama sailing air tawar yang tersedia terbatas, listrik hanya nyala malam hari saat generator kapal dinyalakan. Sinyal telepon seluler lancar.

Komodo3
Trekking di Pulau Padar

3. Takabonerate, surga yang jatuh ke bumi
Pernah dengarkah Takabonerate? Yang pasti di peta gak ada. Takabonerate adalah salah satu atol tercantik di dunia, yang masih masuk dalam wilayah Kepulauan Selayar, propinsi Sulawesi Selatan. Takabonerato merupakan taman laut yang memiliki atol tercantik setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Tahu atol kan? Gugusan pulau yang membentuk cincin, dan di situlah keindahan under water berada. Berhubung saya gak bisa diving, cukuplah dengan snorkeling ajah. Itupun sudah sangat cantik sekali.

Taka1
Island hopping di Taman Nasional Takabonerate

Perjalanan ke Takabonerate ini asli gokil banget deh. Dari Jakarta pesawat ke Makassar, dan dari Makassar lanjut pesawat ke Selayar. Penerbangan ke Selayar dari Makassar hanya ada 3x seminggu, selasa, kamis, sabtu dengan waktu tempuh sekitar 35 menit. Sebenarnya bisa aja menggunakan kapal dari Tanjung Bira menuju Dermaga Pattumbukang, tapi jauh lebih lama. Dari Dermaga Pattumbukang menuju pulau Rajuni di Takabonerate itu 4 jam dengan perahu kayu bermotor, seperti kapal kayu yang biasa kita lihat di Muara Angke. Tambah 1 jam lagi untuk menuju ke Pulau Tinabo. Jadi siapkan segala amunisi untuk menghalau kebosanan selama perjalanan ini.

Taka2
Pulau Tinabo, airnya sempurna!

Highlight dari Takabonerate adalah taman bawah laut dan pantainya yang luar biasa indah. Mengingat lokasi yang jauh, maka pengunjung masih jarang, sehingga keindahan pulau dan terumbu karangnya masih terjaga dengan baik. Terumbu karang yang berwarna-warni, dan ikan yang beraneka warna menambah indahnya taman bawah laut di Takabonerate ini. Island hopping di Taman Nasional Takabonerate ini sangat indah. Air laut relatif tenang, sehingga acara snorkeling di seputar pulau Tinanja menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan. Taman laut yang indah, dengan kombinasi wall dan terumbu karang yang beraneka bentuk dan warna. Pantai pasir timbul menjadi salah satu tujuan untuk bersantai selanjutnya. Serasa pantai pribadi, dengan laguna panjang dan tenang. Kalau beruntung, kita dapat bertemu dengan rombongan ikan lumba-lumba. Atau bermain dengan baby shark sepanjang pantai di pulau Tinabo.

Taka3
Sebagian dari keindahan taman laut Takabonerate

Sunset dan sunrise –nya sempurna. Sebagai orang yang nyaris tidak pernah memandang langit. Bangun pagi menjemput matahari, dan menemaninya kembali ke peraduan di sore hari adalah kemewahan. Secangkir kopi pun tanpa terasa abis. Air tawar disini sangat terbatas sekali, dan yang pasti tanpa sinyal. Tempat yang tepat untuk istirahat dan melepaskan diri dari hiruk pikuk kota. Best place to escape!!!

Taka4
Sunset di Tinabo

Cantik!!!! Cuma itu yang bisa diungkapkan. Percaya kan kalau Tuhan menciptakan tempat ini ketika sedang tertawa lebar. 😀




Open Trip #1 Pulau Tunda

Pulau Tunda terletak di Serang, Banten. Untuk sampai kesana, kita perlu menggunakan beberapa moda transportasi. Kami berangkat dari daerah Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, menggunakan Taksi, Bus, Angkot dan Kapal untuk sampai disana. Secara keseluruhan, Pulau tunda sangat mengesankan.

 

catatan:

  1. Setiap ganti kendaraan, masing-masing menempuh waktu yang cukup lama. Amankan pinggang dan pantat anda dengan mencari tempat bersandar ternyaman.
  2. Selalu sedia snack selama perjalanan. Perut kenyang, hati tenang.
  3. Survivor kit: tolak angin. maklum, banyak angin.
  4. Gerak seperlunya aja, disana gerah banget..biar ga terlalu panas =)
  5. Nyebrang pakai kapal kayu, jangan dibayangkan kecepatannya seperti speed boat. Nanti kecewa.
  6. L istrik nyala 18.00-06.00

 

Hari pertama:

05.00-05.30 Perjalanan menuju tempat pertemuan dengan tour leader dan pelancong lainnya, Slipi Jaya.

05.30-06.00 haha-hihi-chit-chat-kenalan dan breafing.

06.00-08.00 naik Bus Slipi Jaya menuju terminal Pakupatan, Serang, Banten.

08.00-09.00 naik angkot Terminal Pakupatan ke Dermaga Karangantu.

09.00-11.00 nyebrang dari dermaga ke Pulau Tunda

11.00-13.00 check in penginapan dan makan siang

13.00-17.00 melaut dan snorkeling 2 spot

17.00-19.00 bilas, bebersih, makan malam

19.00-21.00 lampion night

Hari kedua:

05.00-06.00 mengejar sunrise di dermaga dekat penginapan

06.00-07.00 sarapan

07.00-08.00 persiapan melaut

08.00-11.00 melaut dan snorkeling 2 spot

11.00-13.00 makan siang, bilas dan packing

13.00-15.00 menuju Demaga Karang Antu menggunakan kapal kayu

15.00-16.00 naik angkot dari dermaha Karang Antu menuju Terminal Pakupatan, Serang.

16.00-19.00 ngetem, nunggu bus penuh, lanjut jalan ke jakarta

19.00-dst uda di Jakarta sih, tapi nyasar karena diturunin sembarangan sama kenek busnya

 

 

 




Indahnya Indonesiaku

Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah INDONESIA..

 

Bait kalimat di atas adalah nyayian yang munkin kita sering dendangkan waktu kecil. Indonesia adalah permata dunia dengan segala keeksotisannya. Bagi yang belum bisa melihat indahnya Indonesia secara langsung, bisa sedikit menikmati dengan melihat video youtube karya Barry Kusuma dibawah ini:

This Indonesia From Aceh to Papua island. “Endonesya begitu katanya”

Best of Java Indonesia.

Wonderful Natuna, Riau Islands Indonesia.

Wonderful Maumere Flores “The Heart of Flores”

Jogjakarta Never Ending Asia.

Barry Kusuma on Vidio – Infinite Beauty of South Sumatera

Banyak Islands, Aceh Singkil Sumatera.

Lebih lengkapnya dapat melihat channel Barry Kusuma di sini




My First Unaccompanied Minor Experience

Pagi itu, jam 8 aku berangkat dari Magelang ke Yogyakarta bersama budeku naik bus Damri, angkutan khusus ke bandara. Perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam, membuatku mengantuk dan tidur. Menjelang bandara, bude membangunkanku untuk bersiap-siap turun.

di bis

Memasuki bandara Adi Sucipto, aku agak deg-degan sebenarnya, karena baru pernah naik pesawat sendiri tanpa orang tuaku. Aku juga takut pesawatnya jatuh, ih sereeem…. bisa mati aku. Bude meyakinkanku bahwa perjalanan hanya 1 jam 20 menit, aman, dan ibuku sudah menungguku di bandara Soeta Jakarta.

siap berangkat

Bude mengantarkanku untuk check in dan menungguiku sampai ada petugas dari Batik Air menemuiku dan siap mengantarkanku ke ruang tunggu. Mba Monik namanya. Dia memintaku memakai kalung tanda UM.Setelah mendapat banyak pesan dari bude, akupun berpisah dengan bude, “dadah bude….. makasih ya liburannya, besok aku ke sini lagi ya..”

kalung UM

Aku mengikuti mbak Monik ke ruang tunggu, dan duduk menunggu sampai kemudian ada petugas lain yang mengantarkanku ke pesawat. Aku duduk sendiri, dan selama perjalanan aku hanya menonton tv “just for laugh gags” dan makan snack. Sampai akhirnya aku mendarat di Soeta. Aku menunggu semua penumpang turun, seperti pesan bude dan pramugarinya. Karena paling akhir, membuat banyak orang bertanya-tanya padaku apakah benar aku sendiri, dimana ibuku, rumahku, sekolahku dan lain-lain. Ada juga orang yang mengatakan aku anak ilang. “uh aku cuek aja”. Ada juga bule yang bertanya “are you alone?” dan aku hanya jawab “yes ”. keluar terakhir juga membuatku bertemu dengan pilot pesawat. Dia menyapaku dengan ramah. Lalu seorang petugas mengantarkanku turun pesawat.

tiba di soeta

Yeay….. ketemu ibuku…..Tapi aku rindu liburan di Magelang. Aku janji kapan-kapan akan ke sana lagi tanpa menunggu ibuku libur, karena aku sudah berani naik pesawat sendiri.

baca juga : http://dosen.perbanas.id/unaccompanied-minor/




Unaccompanied Minor

foto

Anak-anak libur, sementara kita sibuk dengan kejar tayang kerjaan tiada ujungnya. Gimana yaaaa….. Mau maksa anak untuk tinggal di rumah, kasian juga ya…. Rasanya ga adil saat dia habis ujian dan belajar terus-terusan saat sekolah, dan liburan hanya di rumah saja. Belum lagi yang bikin khawatir adalah karena kita sibuk, dia akan berhari-hari hanya sibuk dengan gadgetnya. Hadeeeeehhhhh….   Tapi mau cuti nemenin anak liburan kok ga mungkin banget ya… kebayang wajah si bos kalo kita pamit cuti hihihi seraaaam hahahah.

Pernah dengar Unaccompanied Minor (UM)? Ini adalah layanan penerbangan anak tanpa didampingi orang tua. Beberapa maskapai domestic menyediakan fasilitas ini, seperti garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Batik Air, Air Asia. Maskapai internasional juga banyak yang menyediakan fasilitas tersebut.

Saya ingin berbagi pengalaman dengan UM ini. Ketika anak saya, laki-laki 10 tahun libur panjang, dan menghabiskan liburannya di rumah kakak saya di Magelang, Jawa Tengah. Awalnya saya berpikir harus menjemputnya, lalu kami bersama-sama ke Jakarta. Namun karena satu lain hal, saya tidak bisa menjemputnya.

Saya tawarkan UM ini pada anak saya, lalu dia menyetujuinya meskipun sempat ragu pada awalnya. Alhamdulillah, dia berhasil melewati kecemasannya dan menjadi mandiri untuk pulang ke Jakarta sendiri.

Jika anda mengalami hal yang sama dengan saya, apa yang harus anda persiapkan?

1. Pastikan anak anda mampu secara fisik dan psikologis untuk melakukan perjalanan sendiri.

Sebagai orang tua anda pasti lebih paham kondisi anak anda. Apakah anak anda sangat bergantung pada anda? Apakah anak anda tergolong mandiri? Apakah anak anda mudah beradaptasi dengan lingkungan baru? Apakah anak anda bisa berkomunikasi baik dengan orang lain? Apakah anak anda kuat membawa perbekalannya? Apakah anak anda sehat? Dan banyak lagi yang bisa menjadi indicator anak anda mampu melakukan perkalanan sendiri.

2. Carilah informasi yang lengkap mengenai maskapai-maskapai yang menyediakan fasilitas UM.

Anda dapat browsing internet atau menelepon customer service masing-masing maskapai untuk memastikan bagaimana prosedur dan aturan UM di maskapai tersebut. Pilihlah maskapai yang membuat anda nyaman.

3. Tanyakan kesediaan anak anda.

Tidak semua anak akan langsung menyatakan bersedia untuk terbang sendiri. Rasa takut, bingung, cemas, adalah hal yang wajar. Anda bisa menjelaskan mengapa dia harus melakukan itu, pengalaman apa yang akan diperolehnya. Anda mungkin bisa memberi tantangan pada dia, bahwa dia hebat jika bisa terbang sendiri atau dia akan mendapatkan hadiah jika berani. Anda juga bisa mencari beberapa kisah pengalaman UM di internet, agar anak anda mempunyai gambaran yang jelas.

4.  Reservasi tiket pesawat.

Untuk pembelian tiket UM, tidak dapat dilakukan melalui internet, namun harus melali customer service dari maskapai tersebut. Anda harus menginformasikan nama lengkap dan no telepon orang yang akan mengantar dan menjemput anak anda di bandara. Maskapai akan mengembalikan anak anda ke posisi keberangkatan jika tidak menemukan orang yang menjemput sesuai informasi awal.

5.  Jelaskan kepada anak anda prosedur dan apa saja yang harus dilakukan dan jangan dilakukan.

Anda bisa mengingatkan bahwa anak anda hanya boleh mengikuti petugas yang telah ditunjuk oleh maskapai tersebut, tidak boleh dengan orang asing. Anda juga bisa mengingatkan untuk tidak menggunakan gadget saat take off dan landing, mengingat barang bawaannya, tata cara di pesawat, dll.

6. Temani anak anda check in

Informasikan kepada petugas bahwa anak anda harus terbang sendiri (UM), bantu anak untuk mengisi form UM.

7.  Titipkan anak anda kepada petugas yang ditunjuk oleh maskapai untuk menemani anak anda.

 

Lanjutkan membaca pada http://dosen.perbanas.id/my-first-unaccompanied-minor-experience/




Solo Traveling Project #2 South Korea

Solo traveling is easy, cheap and challenging. I can not share my expenses during this trip, but I can guarantee you can cut 60% on your budget compared to travelling with travel agent. Check on my details.

 

Document required:
1. Passport, make sure that its valid more than six months after departure in Japan (check here for online passport registration).

2. Visa, issued by the representative consulate in Jakarta (find here).

3. ID card from your home country.

 

Gadget required:

1. Smartphone

2. Local sim card, for internet connection.

3. Installed Offline digital map of South Korea if you don’t want to have more SIM card and (or) just in case our international roaming is not working.

4. Smartphone camera is enough, everything in South Korea is CUTEEEE….

5. Installed Google translate.

6. Digital compass for qibla

 

 

Trick and tips:

1. Registering international roaming for internet service from Indonesia gsm card is NOT RECOMMENDED (I had a difficult time with XL, t-sel or even i-sat at that time).

2. Make sure that you have a ‘healthy’ checking account. There is no minimum requirement, but still, at least its in sufficient amount.

3. Be an aggressive promo ticket hunter (check here for the recommended airways).

4. Not so many free wiFI.

5. The civil servant is sooooooo…NOT helpful. You better ask people around you, BUT the civil servant.

6. Bring your survival kit (mine: tolak angin and minyak angin).

7. Instant food in convenience store is quite cheap. Bringing bon cabe even better.

8. Long john and winter jacket is a must. I almost die freezing when it reached -9dc.

9. Bring along gloves, ear cover, and shawl.

 

 

Itinerary:

Rundown:
Day 1
Inc airport
Myeong dong gil, traditional market
Namdaemun, traditional market
Namsan tower
Day 2
Gyeongbok gung
Education museum
Bukchon hanok village
Changdeok gung
Seoul central masjid
Ddp
Dongdaemun market
Day 3
Nami island
Petit france
Deoksu gung
Seoul city hall
Avenue of youth
Day 4
Inc airport

Feel free to ask for detail.

LETS GO SOLO, LETS GO…!




Solo Traveling Project #1 Japan

Solo traveling is easy, cheap and challenging. I can not share my expenses during this trip, but I can guarantee you can cut 50% on your budget compared to travelling with travel agent. Check on my details.

 

Document required:
1. Passport, make sure that its valid more than six months after departure in Japan (check here for online passport registration).

2. Visa, issued by the representative consulate in respective jurisdictions (click here for detail).

3. ID card from your home country.

4. JR (Japan Rail pass) for solo traveling more than 3 days, less than three days it is cheaper if you buy the ticket in Japan directly.

 

Gadget required:

1. Smartphone

2. Local sim card that you can buy in Indonesia (check here), or in the airport in Japan.

3. Installed Offline digital map of Japan if you don’t want to have more SIM card and (or) just in case our international roaming is not working.

4. Smartphone camera is enough, the landscape in Japan is already marvelous.

5. Installed Google translate.

6. Digital compass for qibla

 

Trick and tips:

1. Registering international roaming for internet service from Indonesia gsm card is NOT RECOMMENDED (I had a difficult time with XL, t-sel or even i-sat at that time).

2. Make sure that you have a ‘healthy’ checking account. There is no minimum requirement, but still, at least its in sufficient amount.

3. Be an aggressive promo ticket hunter (check here for the recommended airways).

4. You can rent for pocket WiFi. But still, I don’t feel comfort with it.

5. There are plenty of train station and airport that provide free wiFi. But still, do not counting on it if you are going solo.

6. The civil servant is sooooooo…helpful.

7. Bring your survival kit (mine: tolak angin and minyak angin).

8. I little bit concern about the halal food, so I prefer to bring bon cabe from Indonesia.

9. Extra sweater to prevent cold, extra coat to look cool on camera.

10. Find cabin or capsule hotel. Its super awesome.

 

Itinerary:

Loc: Tokyo, Fujiyama, Osaka, Kyoto

Itinerary:
Day 1
Haneda Tokyo Airport
Hachiko statue, Tokyo
Sinjuku gyoen, Tokyo
Tokyo station historical, Tokyo
Imperial palace, Tokyo
Kusunoki masahige statue, Tokyo
Akihabara station, Tokyo
Ueno park, Tokyo
Day 2
Otw ke Fuji
Shin fuji, Fuji
Fujisan hongu sengen taisa, traditional vilage, Fuji
Otw ke Osaka
Day 3
Museum of history, Osaka
Education memorial tower, Osaka
Municipal museum, Osaka
Osaka castle, Osaka
Otw Kyoto
International manga museum, Kyoto
Nijo castle, Kyoto
Arashiyama bamboo forest, Kyoto
Gion sijo old town, Kyoto
Day 4
Shinsaibasi largest market, Osaka
Day 5
Kansai tower, Osaka
Maruhan gambling center, Osaka (numpang selfie)
Osaka Kansai airport

Feel free to ask for detail.

 

LETS GO SOLO, LETS GO…!

 

 




Cuilan Surga yang Jatuh ke Bumi

Eh emang ada gitu surga yang jatuh ke bumi? Klo buat saya sih ada ya, salah satunya tuh Takabonerate. Pernah dengar kah Takabonerate? Hihihihi…pasti belum ya. Yang pasti di peta gak ada. Takabonerate adalah salah satu atol tercantik di dunia, yang berlokasi di Sulawesi Selatan. Tahu atol kan? Gugusan pulau yang membentuk cincin, dan di situlah keindahan under water berada. Berhubung saya gak bisa diving, cukuplah dengan snorkeling ajah. Itupun sudah sangat cantik sekali.

Cuma, perjalanan ke Takabonerate ini asli gokil banget deh. Dari Jakarta pesawat ke Makassar, dan dari Makassar lanjut pesawat ke Selayar. Penerbangan ke Selayar dari Makassar hanya ada 3x seminggu, selasa, kamis, sabtu dengan waktu tempuh sekitar 35 menit. Sebenarnya bisa aja menggunakan kapal dari Tanjung Bira menuju Dermaga Pattumbukang, tapi lamanya itu, sekitar 2 jam, lebih hemat waktu dengan pesawat. Nah dari Dermaga Pattumbukang menuju pulau Rajuni di Takabonerate itu 4 jam dengan perahu kayu bermotor, seperti kapal kayu yang biasa kita lihat di Muara Angke. Tambah 1 jam lagi untuk menuju ke Pulau Tinabo. Dengan beberapa kali goyang dumang karena ombak tinggi, hahhahha…., apa boleh buat kita nikmati saja ya.

Highlight dari Takabonerate adalah taman bawah laut dan pantainya yang luar biasa indah. Mengingat lokasi yang jauh, maka pengunjung masih jarang, sehingga keindahan pulau dan terumbu karangnya masih terjaga dengan baik. Terumbu karang yang berwarna-warni, dan ikan yang beraneka warna menambah indahnya taman bawah laut di Takabonerate ini.




Australian Slang

oz

Lain ladang, lain lubuknya. Begitu juga dengan bahasa. Seberapapun tinggi TOEFL atau IELTS score anda, dijamin akan kelimpungan juga ketika diajak bicara oleh orang Australia yang dikenal punya banyak slang. Apakah anda akan tahu artinya bila ada yang mengatakan: “Don’t forget to bring your brollly this arvo” atau “It’s a fair dinkum for not having a sherbert in your breakkie”

Supaya tidak lost in translation, berikut beberapa slang yang kerap digunakan di Australia:

Ace = excellent

Apples = everything undeer control

Arvo = afternoon

Barbie = barbecue

Bloke = a male

Breakkie = breakfast

Brolly = an umbrella

Cuppa = a cup of tea

Digger = Australian soldier

Dog’s breakfast =  a mess

Fair dinkum = true, genuine

Flush = having plenty of money

G’day = good day

Mate = friend, buddy

Outback = inland Australia

Rego = motor vehicle registration

Sanger = sandwich

Servo = a gas station

Sherbert = a beer

Snag = a light meal, but most commonly a sausage

Ta = thank you

Tinnie = a can of beer

Uni = university

Ute = utility truck or pick up

Sekarang anda tahu arti dari dua kalimat diatas.

G’day mate!




Overland Flores: Waerebo, Bena, and Kelimutu Crater Lake

Tulisan lanjutan saya trip selama Overland Flores dengan start di Labuan Bajo, Waerebo, Ruteng, Aimere, Bajawa, Bena, Ende, dan Kelimutu. Sayang ah klo gak dishare, berhubung belum punya blog sendiri, jd nempel dulu di blog ini hihihi…., selamat membaca.

Selesai 3 hari trip Sailing Komodo, kami berenam lanjut Overland Flores. Hari keempat jam 3 pagi kami sudah siap untuk melanjutkan perjalanan menuju Denge, yang masuk dalam Kabupaten Manggarai. Tujuan utama kita adalah Desa Waerebo, desa adat yang memiliki rumah khas kerucut yang dikenal dengan nama Mbaru Niang. Perjalanan dari Labuan Bajo ke desa Denge kurang lebih 6 jam dengan beberapa kali berhenti untuk foto, sarapan, atau mencari toilet. Jam 11 kita sampai di desa Denge, makan siang di salah satu resort yang ada di tengah sawah. Setelah istirahat sejenak, kita lanjut ke tempat terakhir dapat dilalui mobil. Kami bersiap untuk melakukan trekking sejauh 9 KM, jarak dari desa Denge ke desa Waerebo. Setelah semua persiapan siap, beberapa barang kami titipan ke 2 orang porter yang sudah kami sewa.

Sebelum berangkat saya sudah sempat browsing mengenai rute trekking ini, tapi tak satupun yang menulis seperti apa medannya. Ternyata dari 9 KM, 8 KM-nya adalah tanjakan, tersisa 1 KM yang jalan landai menuju desa. Ada 3 pos yang kami lalui, POS 1 berjarak 4,5 KM dari desa Denge. Ada 2 rute yang bisa dilewati, jalan lebar dengan bebatuan atau jalan setapak yang ternyata tidak terlalu menanjak (kami tahunya setelah menggunakan jalur itu ketika balik). Kami pilih jalur dengan jalan lebar dan berbatu. Menurut informasi rencana akan dilakukan pengaspalan jalan sampai dengan POS 1 ini. Lumayan loh, separo perjalanan. Akan tetapi sepertinya masih lama, karena sempat ngobrol dengan salah satu mandornya kalau mereka kesulitan untuk mendatangkan pasir kuliatas yang bagus.

Akhirnya dengan beberapa kali berhenti, minum, meluruskan kaki, sampai kita di POS 1 kurang lebih setelah berjalan 2 jam. Di POS 1 dilewati sungai dengan air jernih dan segar. Setelah istirahat cukup, cuci muka dan minum air sungai, mengisi botol air, kami pun melanjutkan perjalanan. Menuju POS 2 kami bertemu dengan pak Sabinus dan putrinya Yuyun, yang juga akan kembali ke desa Waerobo. Mereka membawa beberapa barang, termasuk ayam dengan bulu putih untuk Upacara Penti. Soal Upacara Penti nanti akan saya bahas di satu tulisan khusus ya.

Jalur ke POS 2 dan 3 ini menyisakan jarak yang hanya bisa dilalui satu orang saja. Di beberapa tempat kami menemukan bungkus biskuit yang dibuang sembarangan. Nyebelin ya, apa sih susahnya buat dikantongin dulu, nanti sampai di tujuan baru dibuang. Akhirnya kami pungut bungkus tersebut dan kami simpan di tas, sampai di desa kami mencari tempat sampah untuk membuangnya. Selama perjalanan kami bertemu dengan sesama tamu yang akan turun kembali ke desa Denge. Dan mereka hanya cukup memberikan 1 kata “cemunguutt…..” hihihi…, dan kami pun tahu artinya 😀 Selain itu kami juga ketemu dan papasan dengan penduduk desa baik yang turun ataupun yang akan naik ke desa Waerebo. Duhh…., lincah sekali mereka ya, kitanya sudah ngos2an mereka mah nyantai, walaupun beberapa kali juga terlihat istirahat.

Oh iya, anak-anak desa Waerebo bersekolah di desa Denge. Mereka akan tinggal di Denge, akhir pekan mereka akan kembali ke Waerebo. Jadi tiap minggu setidaknya mereka akan jalan kaki PP Denge-Waerebo sejauh 18 KM. Wahh hebat ya semangatnya. Sempat kami berkelakar coba ada gojek lumayan kan hihihi… Finally, setelah 3,5 jam akhirnya kami ber 4 sampai juga di desa Waerebo. Desa yang kami sebut sebagai “Negeri di Awan”, nyuplik judul lagunya mas Katon. Desa Waerebo ini terletak di ketinggian 1200 Mdpl. Kami sempat berhenti untuk foto di jembatan bambu, sebagai penanda bahwa perjalanan ini sudah mendekati tujuan. Sampai di ujung desa kami mampir meluruskan kaki di Rumah Kasih Ibu, sambil menunggu rombongan berikutnya sampai. Disini pak Sabinus pun menawari kami untuk menunggu saja di rumahnya, sambil ngopi. Wah tawaran yang tidak boleh dilewatkan.

Setelah mengambil beberapa foto desa dari atas Rumah Kasih Ibu, kami pun mengikuti pak Sabinus ke rumahnya. Sampe rumah kami disuguhi kopi dan kue srabe bikinan bu Sabinus. Yang lucunya air yang digunakan untuk bikin kopi adalah air teh tawar, bukan air putih panas. Tapi ternyata tetep aja sedap loh, ditambah kue srabe bikinan bu Sabinus. Karena besok ada upacara Penti, warga desa Waerebo memang sedang mempersiapkan beberapa keperluan, termasuk makanan dan minuman untuk pesta besok pagi. Bu Sabinus tidak hanya menyediakan kopi dan kue, tetapi juga menawari kami makan. Karena sudah menjadi kebiasaan mereka untuk menyambut dan memperlakukan tamu dengan sangat baik. Tapi kami menolaknya, rasanya kopi dan kue ini sudah sangat cukup menemani kami sambil menunggu teman rombongan berikutnya.

Setelah satu jam kami menunggu dan ngobrol-ngobrol dengan pak Sabinus, istrinya dan bapaknya, rombongan teman kami pun datang. Setelah mengucapkan dan terima kasih atas penerimaannya, kami pun pamit. Pak Sabinus pun mengantar kami ke rumah utama. Disana kami akan disambut dengan upacara sederhana, sebagai arti bahwa kita sudah diterima sebagai bagian dari warga desa Waerebo. Setelah itu kami diantar ke penginapan khusus tamu yang posisinya lebih di atas, disana sudah ada beberapa tamu yang tiba sehari sebelumnya.

Penginapan yang disediakan di desa Waerebo cukup representatif, tikar tebal dan selimut hangat. Air teh dan kopi yang diisi ulang setiap saat. Saatnya makan malam tiba, kami bergabung dengan beberapa tamu lain, dan bertukar info asal kota dan pengalaman seputar perjalanan ke Waerebo. Selama tinggal disini menunya nasi campur jagung, cah sawi yang ditanam sendiri oleh warga, lauknya ayam. Sambil makan sempat kita sedikit bercanda, daging ayamnya agak alot, maklum ayamnya naik turun gunung jadi berotot deh hihihi…

Ada 1 kamar mandi disana, airnya dingiiinn…, dialirkan langsung dari gunung. Ada 1 kamar mandi terbuka bisa untuk cuci muka, atau berwudhu. Dapur ada di belakang rumah penginapan ini. Apabila kita datang bukan di perayaan Penti, bisa menginap di salah satu Mbaru Niang yang ada di bawah. Tapi karena dalam perayaan ini banyak yang datang, maka kami pun diinapkan di rumah yang dibangun khusus untuk tamu. Sore dan malam hari tidak banyak kegiatan yang kami lakukan disana. Selain mencoba untuk mengabadikan desa Waerobo dari atas. Kadang-kadang apabila kabut datang, desa tidak nampak sama sekali. Persis seperti negeri di awan deh.

Pekerjaan penduduk desa Waerebo adalah bertani kopi, jagung, markisa, dan beberapa lainnya. Kopinya enak banget. Ada beberapa pilihan, saya pun membeli jenis robusta. Kata teman yang alergi minum kopi pagi, katanya kopi Waerebo gak bikin perut melilit. Klo sehari-hari saya hanya ngopi pagi aja, disini saya ngopi pagi dan sore, alhamdulillah sehat wal afiat. Klo buah markisa kita gak perlu beli, banyak warga yang menawarkan buah ini untuk dicicipi. Selain bertani, maka tenun juga menjadi kegiatan warga terutama ibu-ibu. Motifnya cantik, ada beberapa model seperti kain sarung, pasmina ato shawl. Di desa ini sudah ada semacam lembaga yang mulai melakukan pendampingan kepada warga untuk keberlangsungan ekonomi warga desa Waerebo. Berbagai brosur wisata Waerebo dan desa sekitar pun tercetak dengan rapi. Beberapa jenis kopi pun sudah dikemas dengan baik. Cakep buat oleh-oleh dan souvenir.

Besok paginya, hari kelima trip, kami bangun pagi2, karena tidak ingin ketinggalan sunrise yang muncul di desa Waerebo. Kita juga sempat ngobrol-ngobrol dengan anak-anak warga desa yang sangat welcome dengan tamu yang datang. Suasana desa pagi hari sangat luar biasa indah, udara dingin berganti segar. Perlahan-lahan matahari pun muncul, sinarnya bagaikan kilauan yang jatuh dari langit.

Setelah sarapan dengan menu yang hampir mirip dari menu semalam plus tambahan kerupuk (kebayang bahagianya saya ketemu kerupuk hihihi…), kami pun bersiap turun untuk mengikuti upacara Penti. Semua yang mengikuti upacara ini diwajibkan menggunakan baju yang sopan, celana/rok panjang atau sarung. Upacara Penti dimulai di rumah besar. Ketua memimpin semacam doa dan lagu-lagu yang tentunya saya gak tau deh artinya. Setelah selesai beberapa terbagi jadi 2 kelompok. Tiap-tiap kelompok menuju ke sumber mata air terdekat. Setelah membuka sesaji di altar, maka selanjutnya adalah acara potong ayam. Saya skip dong pastinya, wuiihh bisa kacau mood saya klo liat yang berdarah-darah, hiiii……….

Selesai acara ini, lanjutannya adalah sajian tari Caci. Tarian pecut yang dibawakan oleh penduduk desa Waerebo dan beberapa desa terdekat yang diundang di acara ini. Dari motif dan warna kainnya dapat dibedakan mana yang penduduk asli Waerebo dan tamu dari desa sekitar yang diundang. Tarian ini akan berlangsung sepanjang hari. Di sela-sela acara pun disuguhkan arak lokal. Saya mah gak nyoba lah, bisa langsung mengeluarkan api kyk naga gitu dah hahhahha…, ngayal.

Waktunya makan siang kami naik kembali ke penginapan, sesi foto pun sudah puas untuk segala pose dan background :D. Setelah itu kami pun siap-siap untuk turun kembali ke desa Denge. Siap untuk menjalani 9 KM dengan jalur turunan. Porter yang menemani kami kemarin sudah turun pukul 8 pagi, karena sore mereka akan mengikuti acara Penti ini. Sehingga dari pagi kami sudah menyiapkan barang apa saja yang akan dibawa turun porter dan dititip ke mobil yang menunggu di Denge. Tipnya, bawa barang seminimal mungkin lah, cukup untuk menginap semalam disana.

Yak, akhirnya kami pun pamit, sempat mampir ke rumah pak Sabinus, untuk membeli kopi yang sudah digiling oleh bu Sabinus. Mungkin karena turun medannya tidak secapek waktu naik. Tetapi tetap hati-hati, kan sebelah kanannya jurang. Di jalan kami papasan dengan beberapa tamu yang baru akan naik, dan seperti biasa satu kata yang terucap adalah “cemunguuuttt…”. Kali ini kami lebih semangat, tanpa terasa POS 3 dan POS 2 terlewati. Kami istirahat agak lama di POS 1, seperti biasa untuk cuci muka dan minum air segar dari sungai yang mengalir di dekat POS 1.

Dari POS 1 kami turun menggunakan jalur yang berbeda dengan waktu naik. Jalurnya hanya cukup untuk 1 orang saja, tp lebih nyaman sih, walau ada beberapa tempat yang perlu meloncati pohon atau batu besar. Akhirnya 3 jam kami tiba di Denge, sehingga total 18 KM kami tempuh dalam waktu 6,5 jam. Sambil menunggu teman yang belum sampai kami mampir ke penginapan pak Blasius, untuk beli kopi dan beberapa teman pun pesan mie instan rebus. Penginapan disini biasanya digunakan bagi yang ingin naik ke Waerebo pagi hari. Per orang semalam 250 ribu, dengan 3 kali makan. Setelah teman kami sampai juga, kami pun bersiap untuk kembali ke mobil. Bersyukur banget selama trip ke Waerebo ini cuaca terang. Karena sebelum naik mendung sudah mengantung. Rasanya medan akan makin berat kalau hujan, karena pasti licin.

Keluar dari Denge, kami disambut sunset di sepanjang jalan dengan pemandangan sawah menguning yang siap di panen. Dari pak supir dengar-dengar akan dilakukan panen raya yang menghadirkan menteri pertanian. Walaupun kemarau panjang, persediaan airnya masih cukup, dilihat dari sawah yang tetap hijau di sepanjang perjalanan. Disini barulah kami mendapat sinyal walau masih belum stabil. Karena selama di Waerebo tidak ada sinyal sama sekali. Gadget hanya berfungsi untuk foto aja.

Perjalanan dari Denge dilanjutkan ke Ruteng yang mencapai hampir 6 jam. Wooww….lumayan bingit, badan udah capek, keringeten, ditemani oleh Yudika dan Ari Lasso yang sudah pasti capek karena mengulang lagunya puluhan kali hahhaha…., sampe apal deh. Untung mba Detri akhirnya mengeluarkan stok lagu di iphone-nya, terselamatkan kita semua. Dalam perjalanan ke Ruteng kami nyaris tidak ketemu dengan mobil yang lain. Sekitar pukul 9 kami sampai Ruteng, mampir ke resto untuk makan malam. Karena sudah malam, kota Ruteng ini berasa sepi sekali, hampir sudah tidak ada kendaraan yang lewat. Ternyata kotanya ini dingin, jadi suguhan menu sup ikan yang hangat plus teh amnis anget cukup menawarkan rasa dingin.

Pagi hari keenam, wah rasanya tetap sayang klo melewatkan pagi dengan tidur. Keluar kamar untuk menikmati pemandangan sekitar penginapan yang ternyata di tepi sawah. Luar biasa ya, biasanya menghadapi riwehnya pagi di Jakarta, disini disuguhi hamparan sawah yang hijau dan sejuk di mata. Setelah mandi, dannnn……….. baru kali ini saya bisa keramas pagi hari hahhaha… (penting banget), kami pun sarapan. Setelah itu kami bersiap untuk beberapa tempat yang akan kami kunjungi selanjutnya.

Danau Ranamese, adalah persinggahan kami yang pertama di hari keenam ini. Asli deh sy dengernya tuh danau wese, mana baunya juga rada-rada pesing sih, kayaknya tempat mojok buat pipis juga neh. Ternyata danau yang kliatan jauh ini nama aslinya Ranamese, dulunya adalah kawah yang berair (hasil googling ni), dan kita hanya menikmatinya dari atas saja, tidak sampai turun ke bawah.

Aimere, adalah persinggahan berikutnya. Tempat pembuatan arak yang terkenal di Flores. Disini kami dapat melihat cara pembuatan arak. Dan disini pun disediakan tester berbagai jenis arak yang dihasilkan. Dari mulai Level 1, 2, 3 sampe Premium. Wuiddihh aku pun cukup numpang ke toilet dan foto aja hahhahha…, gak nyobain ntar takut jadi naga, nyembur api :D.

Dari Aimere, kami pun lanjut ke Bajawa, makan siang sebelum ke desa Bena. Menunya kali ini masakan Padang. Dari Bajawa ke Bena tidak jauh. Dan desa Bena ini letaknya ada di pinggir jalan utamanya. Jadi gak perlu trekking atau jalan kaki jauh. Lumayan lah ya kaki istirahat sehari sebelum lanjut trekking lagi besoknya. Desa Bena ini mengingatkan kita dengan desanya Asterix. Desa dengan batu-batu besar atau Menhir yang masih terawat. Beneran loh kayak di negara antah berantah deh. Kami berjalan sampai di ujung desa. Naik ke atas semacam gazebo yang sudah disiapkan. Dari atas, kami bisa melihat landscape desa keseluruhan. Di belakang gazebo ada beberapa batu besar yang kece buat foto. Awalnya sih saya ragu-ragu, karena kebetulan pake dress yang disebut daster oleh mba Dede hihihi…. kebayang aja bakal terbang-terbang terkena angin. Tapi karena sudah jauh, akhirnya teteplah saya berfoto yang diabadikan oleh para fotografer profesional yang ada di rombongan kami hahhaha….

Turun ke desa, kami mampir ke rumah Mama Tina. Mama Tina ini marketingnya oke bingit lah. Terjadi lah tawar menawar yang alot, kain pasmina dari warna alam pun dilepas dengan harga 250 ribu, dari harga 350 ribu yang ditawarkan. Untuk sarung 500 rb dari 600 ribu yang ditawarkan. Saya sih cukup menikmati cara Mama Tina menenun, plus suguhan kopinya. Gak beli kain, inget-inget tumpukan kain di rumah yang aduhai deh 😀

Selesai dari Desa Bena kami melanjutkan perjalanan ke Ende. Karena lokasi besok yang akan kami kunjungi adalah Danau Kelimutu. Sepanjang perjalanan dari Bena ke Ende, kami disuguhi pemandangan laut yang indah. Salah satunya kami berhenti di Blue Stone Beach. Batu-batunya cakep, warna biru telor asin dan bentuknya aneka rupa. Batunya asli dari alam. Cuma sayang sih, sudah banyak penambangan batu yang kemudian dikirim ke Bali dan Jakarta. So, rumah-rumah dan restoran mewah itu impor batunya dari sini. Hikkss…, kira-kira klo 5 tahun lagi kesini masih ada gak ya batunya.

Kondisi jalan yang kami lalui dari Ruteng ke Ende sudah bagus. Jalan Trans Flores ini pun sedang diperbaiki di beberapa tempat, sehingga ada beberapa lokasi yang perlu hati-hati. Kami juga melihat ada beberapa penambangan pasir yang lokasinya dengan jalan raya. Rada ngeri sih ya, klo tiba-tiba longgor gimana. Tetapi kami jarang sekali bertemu dengan angkutan umum. Transportasi umum disana biasanya adalah bus kecil. Dimana di tiap sisi bis bisa saja ditempelin berbagai barang, seperti motor, atau bahkan ada kambing yang diikat di bis. Kadang kita ketemu juga dengan truk yang dikasih bangku dan tutup. Bahkan turun dari Bena kami melihat angkot semacam mikrolet yang pintunya di belakang. Sayang ih gak sempat moto, keburu takjub hahha….

Selepas maghrib kami tiba di Ende. Kami mampir ke supermarket terdekat untuk beli cemilan dan cari ATM terdekat plus toilet. Karena setelah ini kami akan lanjut ke desa Waratuka, desa terdekat sebelum naik ke danau Kelimutu. Sampai di desa Waratuka, kami berpisah penginapan, karena kami menginap di rumah penduduk, iihh kok lupa ya nama bapaknya. Setelah makan, mandi, kami pun pamit mandi. Tuan rumah menawari kami kain tenun Ende sebagai selimut, karena udara di Waratuka yang dingin.

Pukul 4 pagi hari ketujuh kami sudah siap bangun, karena target menunggu sunrise di puncak Danau Kelimutu. Perjalanan dari Waratuka ke Kelimutu tidak jauh hanya sekitar 30 menit. Setelah parkir kami pun mulai meniti jalan menuju danau, yang sebagian besar sudah dalam bentuk tangga. Rapi dan lebih nyaman sih, tapiiiii…. tetap aja naik dan jauh. Woooww hari terakhir pun tak lepas dari naik-naik ke puncak gunung deh. Sampai di tengah perjalanan sebagian wujud danau sudah kelihatan, jadi gak sabar untuk sampai atas. Ternyata 3 danau di Danau Kelimutu ini terpisah dalam 2 RT hihihi…, 2 danau berdekatan dan 1 nya lebih jauh lagi. Hari ini warna danaunya biru muda, hijau, dan hijau tua. Warna air di danau ini akan berubah-ubah, kadang juga berwarna merah. Wah sayang waktu kesana warnanya standar air, coba klo merah ya pasti keren. Kalau menurut kepercayaan masyarakat disana warna danau berhubungan dengan berkumpulnya jiwa-jiwa yang telah meninggal, hiiii seyem ya. Tapi kalau dari sisi ilmiah, warna ini dipengaruhi zat kimia dari unsur-unsur yang ada di dalamnya.

Sunrisenya cakep banget, cuma agak kesel banyak “cendol” alias orang yang lalu lalang. Kadang mager gak mau geser gantian foto. Alhasil harus pinter-pinter pasang posisi, begitu longgar langsung klik klik ambil beberapa pose. Di atas ada yang jualan kopi dan teh kalau ingin mengusir dingin. Beberapa motif kain Ende pun ditawarkan. Tiba-tiba kabut turun, sehingga view jadi kurang bagus buat foto. Sepertinya ni kabut gak ada tanda-tanda turun deh, akhirnya jam 8 kami pun turun. Sambil mampir di beberapa spot foto sepanjang perjalanan. Sudah ada pagar yang membatasi area untuk alasan keamanan. Cuma ada yang keluar pagar demi foto fantastik, dan salah satunya saya. Hikks…, maaf ya rada nakal juga nie. Ketika sik foto-fota tiba-tiba ada serombongan dengan baju tentara berjalan ke arah kami. Duh udah deg-degan kena tegur karena keluar pagar. Eh ternyata mereka tertarik ikutan foto di lokasi kita wkkwkkw….

Sampai kembali di penginapan kami bebersih, sarapan dan siap-siap untuk kembali ke Ende. Setelah berpamitan dan mengisi buku tamu, kami kembali ke mobil. Ternyata warga disini sudah biasa menerima tamu yang keesokan harinya akan naik ke Danau Kelimutu. Btw disini masyarakatnya juga bercocok tanam. Karena suhu udaranya maka tanaman disini tumbuh dengan baik. Kami menemukan sawah, ladang sayuran, pohon buah termasuk alpukat pun tumbuh subur. Tapi disini banyak anjing, biar gak galak, tapi takut juga.

Setelah pamit dengan warga, jam 10 kami melanjutkan perjalanan ke Ende. Karena ada perbaikan jalan maka ada lokasi yang menggunakan sistem buka tutup. Kalau kemarin kita lewat jalan ini malam hari, sekarang siang hari, wahh kliatan batu-batu besar di atas bukit selama melewati jalan yang sedang dalam proses perbaikan ini. Serem boo liatnya, kebayang lagi klo nglinding gimana. Tapi untungnya selamat dan lancar sampai Ende.

Sebelum diantar sampai bandara kami mampir makan siang ke rumah makan dengan menu masakan lokal. Kebanyakan ikan, tapi berhubungan tangan sudah mulai gatal-gatal entah alergi, saya memilih menu oseng kangkung dan bakwan jagung. Hahhaha standar banget ya, demi keamanan dan kenyaman karena perjalanan masih panjang. Setelah makan siang, akhirnya kami berenam diantar ke Bandara H. Hasan Aroeboesman. Nama bandaranya aja baru dengar sekarang, gak update banget ya. Setelah cipika cipiki sama Detri, lainnya mah salaman aja, kita masuk terminal yang awalnya kita kira seperti stasiun. Terminalnya memang kecil, jadi kita bisa lihat langsung lalu lalang pesawatnya.

Jam untuk bording pun tiba, pesawat dari Kupang datang, dan akan membawa kami terbang menuju Labuan Bajo dan kemudian terbang kembali ke Denpasar. Bye bye Ende…, sampai ketemu lagi. Rela deh kulit sampe hitam begini demi menikmati keindahan tempat demi tempat yang terbentang sepanjang Pulau Flores. Sesampainya di Labuhan Bajo, kami turun ke bandara. Cuma mba Nova dan mba Evi yang tetap tinggal di pesawat, karena kaki mba Nova ada sedikit cidera hasil dari foto loncat sewaktu sailing. Tapi ada untungnya, ternyata di Bandara Komodo ini ada toko souvenir, jadi deh berburu dl souvenir disini. Dari Labuan Bajo pesawat terbang menuju Denpasar. Tapi belum selesai karena kami harus melanjutkan penerbangan ke Jakarta. Mata rasanya sudah berat, badan capek, sehingga satu setengah jam penerbangan Denpasar – Jakarta berasa lama banget. Finally, safely landing di Jakarta. Kami pun berpisah, dan seperti biasa lanjut ngobrol di grup wa, sambil sharing foto, dan apa rencana trip berikutnya.

Jakarta, 3 Desember 2015
Mardiana Sukardi