Corporate Social Responsibility (CSR)

 

Menurut Guidance Standard on Social Responsibility, ISO 26000:2010, Corporate Social Responsibility (CSR) adalah “…….. the responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment”. (http://accsr.com.au/what-is-csr/). Tanggung jawab tersebut dilakukan melalui praktik perilaku etis dan transparan yang berkaitan dengan (1) kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, termasuk di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; (2) memperhatikan harapan-harapan dari pemangku kepentingan (stakeholders); (3) Taat hukum dan konsisten dengan norma-norma perilaku internasional; dan (4) terintegrasi ke dalam praktik organisasi dan pihak-pihak yang berkaitan dengan organisasi. CSR yang dijalankan oleh organisasi seharusnya tidak hanya didasarkan atas satu pijakan dasar, yaitu corporate value, dengan proksinya adalah financial performance. Pijakan pada financial performance tidak mencukupi untuk menjamin perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Lebih lanjut, pijakan dasar tersebut juga melebar pada pijakan sosial dan pijakan lingkungan. Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.

Sementara itu, pada awalnya The European Commission mendefinisikan CSR sebagai “a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”. Istilah voluntary basis merujuk pada personal charity. Memang pada dasarnya, selama sekian lama, CSR berkaitan erat kegiatan perusahaan di dalam memberikan pendanaan berbentuk donasi, baik untuk persoalan sosial maupun untuk persoalan lingkungan. Di dalam konteks ini, charity biasanya dikaitkan dengan strategi bisnis perusahaan. Namun demikian, pengertian CSR kemudian berkembang lebih luas. Pertama, compliance. Implementasi CSR di dalam business operations hendaknya dijalankan dengan mengacu pada code of conduct, etika bisnis, dan hukum yang menaunginya, antara lain misalnya persoalan kesehatan dan keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan. Pengertian kedua jauh melampaui konsep dasarnya, dan ini berkaitan dengan kontribusi bisnis terhadap pembangunan sosial dan ekonomi, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Dengan mengacu kepada perkembangan seperti ini, The European Commission kemudian meredefinisikan ulang CSR sebagai “ the responsibility of enterprises for their impacts on society”. To fully meet their corporate social responsibility, enterprises should have in place a process to integrate social, environmental, ethical, human rights and consumer concerns into their business operations and core strategy in close collaboration with their stakeholders, with the aim of (1) maximising the creation of shared value for their owners/shareholders and for their other stakeholders and society at large; and (2) identifying, preventing and mitigating their possible adverse impacts.

(http://juicecsr.eu/wpcontent/uploads/2014/04/Sociability_The_benefits_of_Strategic_CSR.pdf)

Dalam prinsip CSR, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan  pemangku kepentingan perusahaan. Pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan eksistensi perusahaan. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai regulator. Perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan dalam menciptakan nilai tambah dari produk dan jasa bagi pemangku kepentingan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya.

Persepsi dan realitas kinerja organisasi terhadap corporate social responsibility akan tercermin pada (https://www.iso.org/obp/ui/#iso:std:iso:26000:ed-1:v1:en);

  • its competitive advantage;
  • its reputation;
  • its ability to attract and retain workers or members, customers, clients or users;
  • the maintenance of employees’ morale, commitment and productivity;
  • the view of investors,owners, donors, sponsors and the financial community; and
  • its relationship with companies, governments, the media, suppliers, peers, customers and the community in which it operates.

Untuk itu, program CSR yang dijalankan oleh perusahaan terdiri dari tujuh pilar, yaitu: (1)  Pendidikan (education); (2) Kesehatan (health); (3) Kebudayaan dan keadaban (culture of civility); (4) Kemitraan (partnership); (5) Layanan umum (public service obligation); (6)  Lingkungan (environment); dan (7) Bantuan kemanusiaan dan bencana alam (disaster and rescue). Dengan memperhatikan ketujuh pilar tersebut, kiranya jelas bahwa program CSR bervariasi mulai dari bantuan pendanaan, bantuan kesejahteraan, bantuan hibah, dan bantuan bencana alam.