Pangan, Papan, Akal Budi

Seorang filsuf Cina, Konfusius pernah menyampaikan ungkapan yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan berbunya seperti berikut. “Jika kamu membuat rencana untuk satu tahun, tanamlah padi. Jika kamu membuat rencana untuk 10 tahun, tanamlah pohon. Jika kamu menbuat rencana untuk 100 tahun, didiklah anak-anakmu”.

Jika ungkapan itu dijabarkan lebih jauh, tampaknya apa yang diungkapkan oleh Konfusius itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Maslow beberapa ratus tahun kemudian. Paling tidak ada tiga tahapan di dalam membangun sebuah masyarakat. Tahap yang paling dasar adalah memenuhi kebutuhan pangan, kemudian memenuhi kebutuhan papan, dan terakhir adalah memenuhi kebutuhan akal budi.

Untuk mengembangkan pangan tidak diperlukan perencanaan jangka panjang, cukup perencanaan jangka pendek saja. Namun, untuk mengembangkan akal budi dibutuhkan perencanaan jangka panjang, dan untuk itu, pendidikan menjadi hal yang berperan di dalamnya. Sebuah bangsa yang masih berorientasi kepada pangan cenderung melakukan kegiatan-kegiatan jangka pendek, sedangkan bangsa yang berorientasi kepada akal budi, akan cenderung melakukan kegiatan-kegiatan jangka panjang.

Pemenuhan pangan dan papan terwujud pada kesejahteraan (welfare), sedangkan pemenuhan akal budi terwujud pada kebahagiaan (well-being). Dengan demikian, bangsa yang menetapkan kesejahteraan sebagai tujuan utamanya cenderung berorientasi kepada pencapaian tujuan jangka pendek, sedangkan bangsa yang menetapkan kebahagiaan sebagai tujuan utamanya cenderung berorientasi kepada pencapaian jangka panjang.