Evolusi Teori Kepemimpinan
Berbagai teori dan pemikiran manajemen muncul dan masing-masing memberikan kontribusi berkaitan dengan pemahaman mengenai leader dan leadership, serta hubungannya dengan perumusan strategi selama proses change management. Berikut adalah beberapa teori tersebut.
Trait Theory
Trait theory muncul pada awal-awal dilakukannya kajian atas pemimpin dan kepemimpinan. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa memahami sifat atau karakter pemimpin dan kepemimpinan sangat penting untuk menentukan potensi kepemimpinan yang efektif dalam organisasi. Para pemimpin selalu menghadapi lingkungan bisnis yang sangat dinamis, dan perubahan merupakan sesuatu yang bersifat konstan. Untuk dapat menangani perubahan secara efektif, pengikut harus dapat memahami visi pemimpin dan bersedia menjaga komitmen untuk mencapai visi tersebut sesuai arahan pemimpin.
Di dalam perkembangan selanjutnya, sifat atau karakter seorang masih digunakan untuk mengidentifikasi baik atau tidaknya kualitas pemimpin. Dengan kata lain, pemimpinan yang berkualitas dapat diidentifikasi dari sifat atau karakter yang dimilikinya. Berkaitan dengan itu, terdapat lima ciri-ciri atau karakteristik yang sangat penting bagi seorang pemimpin untuk membuat pengikutnya sukses, yang meliputi intelligence, self-confidence, determination, integrity, dan sociability. Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan untuk dapat mengidentifikasi perubahan faktor-faktor lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan tekad untuk melakukan perubahan organisasi secara signifikan. Pemimpin juga harus memiliki integritas yang tinggi dan mampu menanamkan integritas dan nilai-nilai ini dalam pengikutnya. Kemampuan bersosialisasi menunjukkan kemampuan pemimpin untuk menciptakan dan meningkatkan kebersamaan dan menghasilkan pengikut militan.
Style Theory
Style theory memberikan beberapa kontribusi penting untuk teori kepemimpinan. Pertama, banyak pemimpin masih menggunakan gaya “authority-compliance” yang menekankan tugas dan persyaratan kerja dibandingkan penekanan pada manusia. Dalam jangka panjang, gaya kepemimpinan ini menyebabkan rendahnya semangat kerja dan menurunnya efisiensi. Kedua, “gaya manajemen country club“, tidak menekankan kepada proses produksi, tetapi lebih mementingkan hubungan kerja yang bersifat manusiawi (inner relationship). Gaya kepemimpinan country club menghasilkan semangat kerja yang tinggi, tetapi tetap menghasilkan tingkat efisiensi produksi rendah.
Ketiga, “impoverished management“, suatu gaya kepemimpinan yang menggunakan usaha yang sangat minim untuk mencapai tujuan atau mempertahankan tingkat kepuasan kerja. Gaya kepemimpinan ini sangat lemah dan menghasilkan semangat biasa-biasa saja, kinerja yang buruk dan standar etika yang tidak bagus.
Keempat, “team management“. Gaya ini melibatkan orang yang bekerja bersama-sama melalui visi bersama dan juga adanya hubungan saling percaya dan menghormati antara pemimpin dan pengikutnya. Diyakini bahwa gaya kepemimpinan “team management” dapat meningkatkan kepuasan kerja, moral kerja, sekaligus mempertinggi efisiensi produksi.
Kelima dan terakhir, “middle-of-the-road management“, gaya ini memadukan penekanan pada keseimbangan antara kinerja organisasi dengan kepuasan kerja. Mengingat adanya keseimbangan antara kinerja organisasi dengan kepuasan kerja, pendekatan ini idealnya adalah pendekatan yang efektif. Di dalam kenyataan, fakta yang terjadi tidak demikian. pendekatan ini malahan tidak efektif, dan malahan mengarah ke kinerja dan kepuasan kerja yang normal, tidak istimewa.
Model Kepemimpinan
Terdapat beberapa model kepemimpinan yang muncul sesuai dengan kronologinya, yaitu charismatic leadership, transactional leadership, transformational leadership, servant leadership, dan situational leadership. Pertama, charismatic leaders adalah pemimpin yang memiliki karakteristik antara lain dengan memberikan contoh yang kuat di dalam menginspirasi pengikut dan secara langsung mengarahkan pengikutnya dengan membangun atau menciptakan komitmen untuk berbagi visi.
Kedua, transactional leaders dimana pemimpin terlibat dalam suatu proses pertukaran sosial dan setiap hal dilakukan berdasarkan transaksi imbalan dengan pengikut. Transactional leaders adalah pemimpin yang bekerja dengan menekankan pada standar kerja, penugasan, dan berorientasi pada tugas. Transactional leadership terjadi ketika pemimpin memberikan imbalan dan penghargaan kepada pengikut sebagai persyaratan perjanjian, mengetahui kebutuhan para pengikutnya dan juga mendefinisikan proses perubahan yang ada untuk memenuhi kebutuhan perjanjian tersebut. Model kepemimpinan ini menempatkan hubungan antara leader dan follower didasarkan pada work performance sebagai kriteria untuk memberikan penghargaan atau sanksi, menggunakan kekuasaan untuk memaksa pengikut. Pemaksaan tersebut dapat berupa materialistic atau symbolic, immediate atau delayed, partial atau whole, dan dalam bentuk resources atau rewards.
Ketiga, transformational leaders didefinisikan sebagai pemimpin yang dapat mengidentifikasi potensi yang dimiliki pengikutnya. Transformational leadership adalah gaya kepemimpinan yang menginspirasi pengikut untuk berbagi visi dan memberdayakan mereka untuk mencapai tujuan dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan potensi pribadi bawahannya. Gaya kepemimpinan transformational berfokus pada team-building, motivati dan kolaborasi dengan karyawan pada berbagai level di dalam organisasi di dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin transformasional menetapkan tujuan dan insentif untuk mendorong bawahan mencapai kinerja lebih tinggi, sambil memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi dan profesional, serta memungkinkan pengikut untuk melihat melampaui kepentingan mereka sendiri. Kondisi ini dapat terjadi pada saat pemimpin berhasil memberikan penyadaran kepada pengikut bahwa keberhasilan untuk mencapai tujuan organisasi dengan sendirinya akan membuat tujuan individu juga akan terapai. Dengan demikian, pengikut menjadi sadar dan mau menerima tujuan dan misi organisasi dan memberikan kontribusi yang jauh lebih baik bagi kepentingan organisasi dibandingkan kepentingan individu
Keempat, servant leadership adalah model kepemimpinan yang mementingkan kepentingan pengikut, menekankan kepada pengembangan pribadi karyawannya, dan memberdayakan bawahannya. Servant leader membantu orang lain berkembang, menyediakan visi, mendapatkan kredibilitas dan kepercayaan dari pengikutnya, dan dapat mempengaruhi orang lain.
Kelima dan terakhir, situational leadership yaitu model kepemimpinan yang menyatakan bahwa pendekatan kepemimpinan yang paling tepat tergantung pada situasi atau lingkungan yang dihadapi, dan model-model yang sesuai bersifat fleksibel yang dapat mencakup satu atau beberapa model kepemimpinan yang telah dibahas sebelumnya.
Disarikan dari makalah dengan judul “The Best Leadership Model for Organizational Change Management: Transformational Versus Servant Leadership”, oleh Tim M. Lowder (2009)