Islamic Corporate Governance

Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin kompleks dengan berbagai permasalahan yang terjadi, banyak perusahaan-perusahaan besar yang terpaksa gulung tikar atau bangkrut dengan berbagai alasan. Dengan melihat kondisi tersebut di atas maka hal tersebut telah mendorong para pelaku bisnis untuk melakukan pengelolaan terhadap perusahaan dengan lebih baik lagi. Pengelolaan bisnis yang bisa menjamin terlaksananya komitmen-komitmen yang telah disepakati bersama tersebut dikenal dengan Good Corporate Governanc (GCG) atau dalam dunia internasional dikenal dengan nama Corporte Governance.
Teory yang mendukung Corporate Governance dikenal dengan Theory Agency yang dikembangkan oleh dikembang-kan oleh Michael Johnson, dimana teori tersebut memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dengan demikian dalam teori Agency terjadilah tarik menarik kepentingan antara pemilik perusahaan dengan pihak manajemen, dimana pihak menajemen dapat melakukan pekerjaan berdasarkan kepentingan pribadi. Dengan demikian diduga pihak manajemen dapat melakukan kecurangan atau manipulasi yang semua bertujuan untuk menguntungkan kepentingan pribadi dan ujungnya akan dapat merugikan perusahaan. Dengan demikian munculah teori Agency yang mengatur hubungan antara pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan yang selanjutnya dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG). Dalam teori Agency Theory terdapat 5 prinsip dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, yaitu : (1) keterbukaan (transparency); (2) Akuntabilitas (accountability); (3) Tanggung Jawab (responsibility); (4) Independensi (independency) dan (5) Keadilan (fairness).
Beberapa pengertian atau definisi mengenai Corporate Governance antara lain: Corporate Governance sendiri pertama kali diperkenalkan oleh suatu komite yang bernama Cadbury Commitee, yang dibentuk sebagai suatu perwujudan keprihatinan terhadap akitivitas perusahaan-perusahaan di Inggris. Cadbury Commitee (1992) dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry Report mendefenisikan tata kelola perusahaan sebagai berikut:
”……..sistem dimana organisasi diarahkan dan dikontrol”
Definisi lain dari Cadbury Commitee memandang tata kelola perusahaan sebagai:
”seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka”.
Monks and Minow (2001) melihat tata kelola perusahaan sebagai berikut:
”istilah corporate governance mengacu kepada hubungan diantara tiga kelompok dalam menentukan arah dan kinerja perusahaan”. Selanjutnya International Corporate Governance Network yang mendorong Organisation for Economic Coperation and Development (OECD) mengeluarkan Principles on Corporate Governance dan mendefinisikan Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board of director, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan atas kinerja.
Adapun World Bank merumuskan tata kelola perusahaan (corporate governance) sebagai hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance telah menerbitkan pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik) untuk pelaku usaha di Indonesia, dan mendefinisikan Corporate Governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.
Sedangkan konsep tata kelola perusahaan menurut solomon dan soloman (2004:14) adalah sebagai berikut:”corporate governance is the system of checks and balances, both internal and external to companies, which ensures that companies discharge their accountability to all their stakeholders and act in a socially responsible way in all areas of their bussiness activity”. Jadi menurut definisi diatas Corporate Governance adalah sistem cek dan balans antara pihak-pihak internal dan eksternal perusahaan yang memberikan keyakinan bahwa perusahaan menjalankan akuntabilitasnya kepada semua stakeholders dan bertindak dalam kerangka pertanggung jawaban untuk seluruh are aktivitas perusahaan.
Dalam perkembangannya teory Agency dipandang belum lengkap karena hanya membahas dari dua pihak saja yaitu pihak pemilik perusahaan dan pihak manajemen dengan mengabaikan pihak-pihak lain yang juga memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Dari sinilah muncul teory Stakeholder yang bertujuan untuk lebih melengkapi teory agency. Teory stakeholder memiliki prespektif yang lebih luas dari pada teory Agency, dimana dalam teory Stakeholder mengatur hubungan antara perusahaan dengan seluruh pihak baik pihak yang mempengaruhi maupun pihak yang dipengaruhi oleh perusahaan, baik itu pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Dalam perjalanan perkembangan teori-teori tersebut baik teori Agency maupun teori Stakeholder, munculkan kritik dari para cendikia muslim yang memandang bahwa teori Agency dan teori Stakeholder hanya memandang hubungan antara pihak –pihak yang disebut sebagai manusia dan lingkungan sekitarnya. Kedua teori tersebut dipandang telah mengabaikan hubungan yang mendasar dalam kehidupan yaitu hubungan dengan Tuhan (Allah). Dengan demikian munculah sebuah konsep pemikiran bagaimana Islam mengelola dan melakasanakan sebuah proses bisnis. Dalam konsep Islam lebih ditekankan pada pengelolaan bisnis yang sehat dan berdasarkan prinsi-prinsip syariah yang sudah ditentukan dalam kitab suci Alqur’an.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama ketiga kelompok dalam korporasi, yakni pemegang saham, dewan komisaris dan manajemen yang memiliki fungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan korporasi dalam rangka pencapaian target kinerjanya. Kesimpulan tersebut menegaskan bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh stakeholder melalui penciptaan transparansi dan akuntabilitas yang lebih benar. Keadilan bagi stakeholder juga bisa diindikasikan dengan peningkatan nilai yang wajar atas penyertaan mereka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islamic Corporate Governance (ICG) adalah sebuah pengembangan dari konsep Corporate Governance secara konvensional
Keadilan didalam Islam adalah salah satu nilai tauhid. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk selalu bisa bersikap adil dalam setiap hal, baik masalah aqidah, syariah dan akhlak. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam sural Al-maidah ayat 8: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 5:8)

Berkaitan dengan ayat tersebut diatas, maka sesuai dengan salah satu prinsip Corporate Governance yang menekankan adanya prinsip keadilan atau fairness. Adapun pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah telah diatur oleh Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PB/2009, dimana Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah harus menjalankan GCG dengan berlandaskan lima prinsip dasar yaitu:
1. Transparasi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Pengungkapan informasi merupakan hal penting, sehingga semua pihak yang berkepentingan tahu pasti apa yang telah dan akan terjadi.
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggung jawaban organ bank sehingga pengelolaanya berjalan secara efektif. Dalam peraktek perbankan syariah juga harus benar-benar dijalankan sesuai dengan prinsip syraiah. Dalam hal ini terdapat peran penting Dewan Pengawas Syariah dalam mengawasi operasional perbankan syraiah agar tetap berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
3. Pertanggung jawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
4. Profesional (professional), yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak objektif dan bebas dari pengaruh/ tekanan dari pihak manapun (independen), serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah.
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Islamic Corporate Governance saat ini mulai terus dikembangkan dan diterapkan di Lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah, khususnya bank syariah. Good Corporate Governance merupakan struktur dan mekanisme yang mengatur pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun pemangku kepentingan. Semakin baik Good Corporate Governance yang dimiliki suatu perusahaan maka diharapkan semakin baik pula kinerja dari suatu perusahaan tersebut. Dalam perbankan Islam, persoalan governance sangat berbeda dengan governance dalam bank konvensional karena perbankan Islam mempunyai kewajiban untuk menaati seperangkat peraturan yang berbeda-beda, yaitu hukum Islam (syariat) dan pada umumnya mengikuti harapan kaum muslimin dengan memberikan modal kemitraan berdasarkan aransemen profit and loss sharing (PLS) atau cara-cara pembiayaan lainnya yang dibenarkan oleh syariat. Tujuan GCG dalam perbankan syariah adalah untuk menegakkan keadilan, kejujuran, dan perlindungan terhadap kebutuhan manusia sesuai dengah maqashid al syariah.
Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut, bank wajib berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan yang terkait dengan pelaksanna Good Corporate Governance. Selain itu, dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, industri perbankan syariah juga harus memenuhi prinsip syariah. Ketidak sesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah akan berpotensi menimbulkan berbagai risiko, terutama risiko reputasi bagi industri perbankan syariah. Self Assessment harus dilakukan secara berkala agar dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG dan dilakukan secara komprehensif dalam melaksanakan GCG dengan baik.
Bank Syariah sebagai lembaga keuangan Islamn berkewajiban untuk memiliki kepatuhan terhadap prisip-prinsip syariah disemua aspek baik; produk, instrumen, opersi, praktek dan manajemen yang akan dicapai dengan pembentukan kerangka kerja tata kelola syariah yang tepat. Dengan demikian pengawasan syariah memainkan peran penting dalam lembaga keuangan Islam dan merupakan bagian dari pokok komponen dari kerangka tata kelola Syariah (hamza,2013). Didalam bank Syariah wajib adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Salah satu peran dari Dewan Pengawas Syariah adalah untuk memberikan nasihat kepada institusi keuangan Islam dalam hal untuk memastikan kesesuaian dengan aturan syariah dalam menjalankan operasionalnya disepanjang waktu serta memberikan dukungan dan memvalidari dokumentasi yang relevan atas produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah. (Zulkifli Hasan, 2011)