Jamaah Dakwah wa Tabligh Yang Saya Ketahui.
Ustadz-ustadz Jamaah Dakwah wa Tabligh Yang Saya Ketahui.
Ustadz-ustadz dalam jamaah tabligh yang saya ketahui antara lain Ustadz Luthfi bin Yusuf (lulusan Al Azhar Mesir) beliau menuntut ilmu hadits di Pakistan, Almarhum Ustadz atau Kyai H. Huzairon (lulusan Mekkatul Mukaromah), Ustadz Najib Mahfud (lulusan Universitas Medinah), Ustadz Najib Ayub di Pondok Ranji, Al Hafiz Ustadz Sofyan Nur dan banyak lagi yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu semuanya.
Pengalaman berdakwah di Lingkungan Jabodetabek.
Akhirnya saya bertambah syukur kepada Allah Subhaanahu Wataala sampai saat ini Allah SWT masih menggunakan jasmani rohani saya untuk menjalankan dakwahnya di lingkungan Jakarta dan wilayah sekitarnya.
Dalam berdakwah dan bersilaturahmi tidak jarang pula kami dibodoh-bodohi oleh mereka yang merasa dirinya lebih pandai dari kami, namun akhirnya mereka sendiri yang merasa malu karena merasa telah telanjur berfikir bahwa dirinya lebih berilmu dari saya.
Saya jadi teringat pepatah kuno (Janganlah sombong karena di atas langit biasanya ada langit lagi), yang kalau dalam dunia ilmiahnya bahwa time and space itu unlimited.
Dalam prinsip dakwah yang kami jalankan ada sifat ketiga dari sahabat Nabi SAW yang mesti kami tauladani yaitu sifat ilmu ma’a dzikrullah. Mengapa ilmu menjadi penting Allah SWT berfirman yang artinya:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya ketika mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS 9:122)
Mengapa ilmu harus ma’a atau artinya menyertai atau beserta dzikir yaitu dimaksudkan agar terhindar dari perilaku sombong atau menyombongkan ilmu atau takabur. Perilaku berdzikir ini yang apabila dilakukan secara terus menerus dan teratur, insya Allah akan membentuk suasana hati yang lebih lembut.
Di tambah lagi bersilaturahmi dan bergaul dengan saudara Islam kita yang ekonominya lemah juga akan melembutkan hati, begitu juga belajar banyak-banyak beshodaqoh ( bersedekah) akan menimbulkan suasana hati yang penuh kasih sayang dengan hati yang lembut. Hal ini janganlah diartikan kami jamaah tabligh tidak mau bergaul dengan orang kaya atau membenci kekayaan. Jamaah tabligh yang setahu saya justru dilatih mandiri untuk tidak minta-minta sumbangan di dalam menjalankan kegiatan dakwahnya tetapi dengan biaya sendiri.
Hal ini saya pikir jamaah tabligh bukanlah mengada-ada, karena ada salah satu ayat Al Quran yang mendasari perjuangan di jalan Allah dengan harta dan diri sendiri (QS.61:11).
Jikalau kami membenci kekayaan bagaimana mungkin saudara-saudara kami dapat menggunakan uangnya yang dari kantongnya sendiri menyambut panggilan untuk berdakwah ke negeri-negeri yang jauh seperti ke Afrika Selatan, Madagaskar, Eropah, Suriname, Jepang, bahkan ke Cina.
Lalu apakah keluarga dan yang dekat-dekat ditelantarkan? Sama sekali tidak, dalam amalan dakwah ada amalan dakwah intiqoli (secara periodik ke daerah –daerah setanah air atau ke negeri-negeri jiran atau negeri jauh) dan ada amal maqomi yaitu membina nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai keagamaan di lingkungan rumah tangga dan jiran tetangga.
Urgensi Jamaah Tabligh Indonesia Juga dikirim kenegeri Jauh.
Lalu bagaimana dengan kendala bahasa? Misalnya kalau dakwah ke Jepang? Jawabnya adalah bahwa perlu diketahui di Jepang sendiri ada ribuan saudara muslim dari Indonesia yang sedang sibuk untuk cari uang tetapi karena kesibukannya lupa untuk ibadah (misalnya sholat 5 waktu dan sholat Jum’at). Memang berdakwah dalam arti sesungguhnya seperti apa yang dilakukan Nabi dan Shahabatnya yaitu langsung mengajak kepada nonmuslim, tetapi kami lebih prioritas kepada saudara muslim yang sudah mulai meninggalkan ajaran agamanya dalam hal ini mereka yang sudah mulai tidak sholat.
Di Madagaskar banyak sauradara serumpun (ras Melayu) tetapi sudah tidak beragama Islam lagi. Di negeri Belanda dan negeri-negeri eks jajahan Belanda seperti South Africa, Suriname, banyak saudara seetnis yang lebih akrab jika jamaah-jamaah dakwah dari Indonesia yang datang ke sana ketimbang jamaah India atau Pakistan yang dikirim ke sana.
Dalam khuruj bukan semata-mata kita hanya menyampaikan atau apalagi menggurui tetapi juga kita dapat banyak belajar dari perilaku yang terkadang lebih “Islami” di negeri yang kita datangi misalnya dalam memberantas atau menindak tegas koruptor seperti yang dilakukan di Cina.
Atau dengan melihat langsung suasana kehidupan masyarakat muslim di negeri-negeri yang mereka sebagai minoritas, yang tidak kalah semangat keislamannya, ukhuwahnya dan makmurnya sholat berjamaah di masjid-masjid mereka, sementara masjid-masjid di tempat kita kalau shubuh masih jauh dari yang idealnya. Begitu juga ukhuwah di tempat-tempat yang sudah merasa mayoritas lebih rapuh dan lebih mudah tercabik-cabik, sedangkan di tempat-tempat mereka sebagai minoritas dapat lebih solid.
Atau dapat juga melihat tanda-tanda kebesaran Allah seperti saudara-saudara kita yaitu rekan-rekan yang dikirim ke South Africa biasanya diajak melihat tempat pertemuan dua laut seperti yang tercantum dalam Al Quran dalam Surat Ar Rahman ayat 19 –20. Pada beberapa waktu yang lalu alhamdulillah saya sempat berdakwah ke negeri Jordan, dimana jiran dari negara tersebut dalam keadaan sangat menderita karena perang sementara negara Jordan juga ikut kebagian aliran pengungsi yang ratusan ribu jumlahnya.
Sekelumit Tentang Enam Sifat Sahabat Yang Dijadikan Dasar Ajaran Jamaah Tabligh Yang saya ketahui.
Islam mengajarkan kepada ummatnya, pertama sekali dan yang terpenting adalah sikap dan sifat bertauhid yang benar. Mengapa demikian?
Hal ini disebabkan karena Islam mengajarkan ummatnya kepada keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Gagah, Perkasa, Esa dan tidak lemah atau cengeng.
Konsep Tuhan yang diajarkan dalam Islam, adalah Tuhan yang tidak perlu bersekutu, karena dengan keberadaannya sendiri saja Dia sudah mampu untuk berbuat apa saja. Allah Subhaanahu wataala dalam ajaran Islam adalah satu-satunya Penguasa (Penguasa Tunggal) dan tidak pernah berbagi kekuasaan dengan siapa pun.
Allah Subhaanahu Wataala dengan kesendiriannya tidak menunjukkan kelemahan sedikitpun. Allah menjadikan yang selain dari dirinya adalah makhluk belaka.
Semua selain dari Allah adalah di bawah kekuasaannya. Karena begitu berkuasanya Allah sehingga Dia tidak beranak apalagi diperanakkan. (QS.112:3).
Allah Subhaanahu Wataala memiliki sifat absolute, distinct, unique. (QS. 112: 4). Oleh karena sifat-sifatNya yang sedemikian itulah Allah SWT juga menyukai hamba-hambanya yang memiliki sifat yang hanya bergantung kepadaNya saja (Al Qur’an Surat Al Ikhlas ayat 2).Seorang yang beriman, memiliki sifat tidak berhajat kepada makhluk, yang juga merupakan sifat Allah. Akan tetapi yang membedakan dia dengan Kholiknya adalah dia tidak mau bergantung kepada makhluk tetapi dia masih bergantung kepada KholikNya, sedangkan kholik sekali-kali tidak bergantung kepada siapa pun.
Untuk mobilisasi dakwah di kalangan seluruh ummat Islam yang ada di dunia maka dibutuhkan Sumber Daya Manusia Muslim ( SDM Muslim) yang memiliki karakteristik unggulan adalah SDM Muslim yang dikehendaki oleh Allah dan RosulNya, yaitu SDM Muslim yang tidak bergantung kepada sesama makhluk Allah.
Hal ini yang ditunjukkan oleh manusia-manusia pilihan Allah yaitu para Nabi dan Rosul, dan juga para shahabat Rosulullah SAW.
Sifat-sifat shahabat Nabi SAW yang dimaksud setahu saya adalah sbb.:
Mentahqikkan kalimat Thoyyibah Laailaaha illallah Muhammadur rosuulullah Dalam Al Qur ‘an banyak dijumpai ayat-ayat atau dalil-dalil tentang keberkahan. Keberkahan yang akan diberikan Allah bukan terletak dari banyaknya kekayaan alam ataupun skill (keahlian ) dari SDMnya , akan tetapi terletak pada kualitas iman dan ketaqwaan SDMnya itu sendiri. Jadi kalau mau dikatakan sebagai suatu keahlian sekali pun yaitu keahlian untuk menarik atau mendatangkan bantuan Allah. Sebagaimana Firman Allah : Lau anna ahlal quroo aamanu wa taqau lafatahnaa alaihim barokaatimminassamaa’I wal ardhi. Artinya : Jika sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa niscaya kami bukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi. Dan satu lagi ayat Al Qur’an mengatakan :
Wa mayattaaqillaha jaj’al lahu makhrojaa. Artinya: Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah akan jadikan baginya jalan keluar (dari kesulitan apa pun). (QS 65:2)
Meyakini sepenuhnya bahwa dibalik sunnah Nabi ada kejayaan, hal ini terbukti pada waktu terjadi peperangan Uhud. Ketika itu para sahabat dan bahkan Nabi ada bersama mereka tetapi hanya karena tidak mematuhi arahan Nabi, pasukan muslimin nyaris menderita kekalahan yang cukup fatal. Nabi juga memberikan arahan kepada ummatnya untuk membaca surat Al Waqiah sebagai penangkal kemiskinan.Begitu juga membaca surat Yasin di awal hari, ada fadilat yang dikemukakan Nabi yaitu bahwa Allah akan memenuhi keperluannya di hari itu.
Sholat khusyu dan tawadhu. Masyarakat Islam bentukan atau binaan Rosulullah SAW, hanya mengharap dan memohon dan berhajat pada bantuan Allah saja lewat sholat yang dilaksanakan secara teratur, istiqomah dan ditambah lagi sholat hajat sewaktu-waktu diperlukan jika mereka sedang memerlukan pertolongan Allah. Was ta’inu bishobri washsholah…..,artinya: Dan mohonlah bantuan (Allah) dengan sabar dan sholat…..(QS 2: 45)
Gemar menuntut ilmu dan senantiasa mengingat Allah setiap masa dan keadaan. Setiap muslim yang menjadi elemen kritis di sebalik praktek dakwah dan pembentukan pribadi muslim/muslimah yang kaaffah, harus memperdalam ilmu pengetahuan yang dapat membuatnya mampu untuk membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Dalam Kitab Himpunan Fadhilah Amal karangan Maulana Muhammad Zakariyya Al-kandalawi Rah.a. terjemahan Ustadz Abdurrahaman Ahmad hal107 dijelaskan tentang perilaku semangat para shahabat Nabi SAW dalam menuntut ilmu. Hal ini untuk mengingatkan orang-orang yang mau bergabung dengan kegiatan berdakwah hendaklah mencontoh semangat para shahabat Nabi SAW dalam menuntut ilmu sehingga tidak memberi peluang timbulnya fitnah terhadap orang-orang yang berdakwah bahwa mereka menafikan ilmu agama dalam menjalankan dakwahnya. Islam mengajarkan hablum minallah yang yang tanpa batas dalam hal mengingat Allah. Maksudnya adalah jika sholat berarti sebatas waktu sholat saja, tetapi dzikrullah ada perintah dari Allah untuk waktu yang tidak terbatas kecuali maut.
Mendahulukan keperluan saudaranya di atas keperluan pribadinya. Sekurang-kurangnya seseorang muslim harus dapat menunaikan hak-hak saudaranya. Sebelum itu berarti dia mesti mengetahui batasan-batasan apa-apa yang menjadi haknya, batasan-batasan apa yang menjadi hak orang lain. Satu hadits Nabi berbunyi: Laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba li akhihi maa yuhibbu li nafsihi(Al Hadts), artinya: Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.
Ikhlas. Sifat ini yang juga melandasi setiap aktivitas seorang muslim.Sifat tidak haus pujian atau pamrih apa pun. Semua diniatkan semata-mata untuk mencari ridho kholiknya (penciptanya).Jadi sama sekali terjauh dari sifat menumpuk-numpuk harta, apa lagi untuk tujuan pamer atau ingin dilihat orang. Bahkan tangan kanan memberi tapi tangan kiri tidak mengetahui. (Al Hadits)
Mengorbankan harta dan diri untuk menarik hidayah Allah untuk diri sendiri dan seluruh ummat manusia sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Dalam surat Ashshoff ayat 10-11 , Allah subhaanahu wata’ala berfirman: Yaa ayyuhalladziina aamanu hal adullukum ala tijaarotin tunjiikum adzaabin aliim. Tu’minuuna billahi wa rosuulihi wa tujaahiduuna fiisabiilillahi bi amwaalikum wa anfusikum dzaalikum khoirulakum in kuntum ta’lamuun. Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari siksa yang pedih. Yaitu kalian berimanlah kepada Allah dan rosulNya, dan berjuanglah untuk menegakkan Agama Allah dengan harta dan dirimu, yang demikian itu adalah lebih baik jika kamu mengetahui. Setiap muslim yang merupakan SDM kritis dalam praktek dakwah adalah pribadi yang siap mempertaruhkan harta dan dirinya untuk terciptanya masyarakat yang sudah mendapat kucuran hidayah (petunjuk) Allah yang begitu melimpah ruah. Baginya harta adalah sarana atau alat bukan tujuan, berarti siap dikorbankan kapan saja diperlukan untuk kemaslahatan ummat. Dalam ayat-ayat tadi dinyatakan bahwa proses pengorbanan harta dan diri yang didasari keimanan yang betul yaitu kepada Allah dan rosulNya, dapat menjadi solusi untuk dapat keluar dari berbagai krisis yang bersifat multi dimensi seperti yang tengah kita hadapi saat ini.