Korupsi

Setiap pejabat potensi korupsi.  Itu judul sebuah kegiatan yang berlangsung hari Rabu, 15 Maret 2017, di Perbanas Institute.   Bertindak sebagai keynote speaker adalah Ir. Agus Rahardjo, SPM.

Pertanyaannya, mengapa orang korupsi?  Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami pengertian tentang korupsi.

Menurut Syed Hussein Alatas 

Korupsi ialah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang dilakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan akan akibat yang diderita oleh rakyat.

Lebih lanjut,  Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti, peneliti LIPI (2017),  mengutip pendapat Syed Hussein Alatas, mengatakan bahwa korupsi diartikan sebagai perbuatan yang melawan hukum, dengan penyalahgunaan kewenangan.   Korupsi adalah kegiatan yang memperkaya diri sendiri,  atau  orang lain, dan korupsi adalah perbuatan yang merugikan keuangan negara.

Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan

Salah satu bentuk penyalahgunaan yang dimaksudkan adalah bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang merugikan negara, seperti penyogokan, pemerasan, penggelapan,  nepotisme, dan penipuan.

Penyalahgunaan di bidang ekonomi adalah adanya ketidakefisienan sehingga mempersulit pembangunan ekonomi.   Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos menajemen dalam negosiasi.      Perusahaan melindungi mitranya dari persaingan bisnis dengan mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Kesejahteraan umum negara

Korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah menguntungkan pemberi sogokan, sehingga merugikan kepentingan masyarakat umum.    Sebagai contoh, pejabat pemerintah  membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME), seperti praktik perdagangan beras.

Politikus “pro-bisnis” hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan yang besar yang telah memberikan sumbangan besar kepada kampaye pemilu mereka.

Mengapa orang korupsi?   Salah satu penyebabnya adalah karena orang tidak pernah puas dengan yang dimiliki.   Selain itu karena adanya kesempatan.    Maka, begitu ada kesempatan, orang akan “mengambil” harta yang bukan haknya, atau menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.   Contoh adalah perilaku para pejabat di Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Bagaimana cara mengatasi korupsi?   Law enforcement, penegakan hukum.   Barangsiapa melakukan pelanggaran di mata hukum, maka berlakukan hukum secara transparan, tanpa pandang bulu.

 

Sumber: 

Ikrar Nusa Bhakti,  (2017).    Diskusi Panel  “Setiap Pejabat Berpotensi Korupsi”,  Rabu, 15 Maret 2017.   Jakarta:   Perbanas Institute.