Organisasi Belajar: Analisis Garuda Indonesia

“organizations where people continually expand their capacity to create the result they truly desire, where new and expansive pattern of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”. Senge
I. Pendahuluan
Gelombang globalisasi yang tak terbendung menuntut berbagai elemen masyarakat untuk berubah. Perubahan ini adalah satu keniscayaan karena elemen yang tidak berubah dan tidak mampu beradaptasi dengan gelombang globalisasi akan terpinggirkan dan musnah dengan sendirinya. Begitu pula dengan organisasi. Sebagai wadah penggerak manusia, organisasi harus benar-benar dinamis di dalam menghadapi perubahan yang semakin cepat. Untuk menjadi dinamis, organisasi harus terus-menerus belajar meningkatkan kualitasnya, sehingga ia mampu mengoptimalkan semua unsur di dalamnya.Selain itu, organisasi dituntut terus menerus belajar agar ia mampu bertahan di sela-sela ketatnya persaingan dengan organisasi sejenis.

Makalah ini akan membahas apakah PT. Garuda Indonesia merupakan organisasi yang belajar atau tidak dilihat dari perspektif Senge. Adapun alasan pengambilan PT Garuda Indonesia sebagai contoh untuk dianalisa dalam makalah ini dikarenakan beberapa sebab, di antaranya adalah kemampuan Garuda Indonesia untuk bertahan dan tetap digandrungi banyak orang walaupun beberapa kali diterpa isu kekalutan di kalangan internal perusahaan. Selain itu, menjamurnya perusahaan-perusahaan penerbangan, baik luar maupun dalam negeri , tidak mampu menggilas keberadaan PT Garuda Indonesia.

II. Pembahasan
Organisasi Belajar
Konsep organisasi belajar mulai diperkenalkan pada tahun 1990an. Munculnya ide organisasi belajar merupakan jawaban atas perubahan jaman yang teramat pesat. Suatu organisasi harus memiliki daya tahan dan daya saing yang tinggi untuk dapat mempertahankan eksistensinya di tengah-tengah gelombang perubahan yang teramat cepat. Daya tahan dan daya saing tinggi akan tercapai jika dan hanya jika organisasi belajar terus menerus. Belajar di dalam konteks ini adalah belajar untuk menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun dari luar organisasi; belajar mengoptimalkan potensi yang ada; belajar memperbaiki kualitas diri; serta belajar beradaptasi dengan berbagai perubahan. Proses belajar yang tanpa henti inilah akan membentuk organisasi yang inovatif.
Alasan lain perlunya organisasi belajar yaitu untuk mamacu anggotanya agar menjadi pembelajar yang baik. Individu-individu yang belajar terus menerus tentu akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih daripada orang-orang yang tidak mau belajar. Karenanya, organisasi belajar akan mendorong anggotanya untuk belajar agar setiap anggota dapat mencapai kinerja optimal. Dengan demikian, diharapkan organisasi juga memiliki kinerja yang optimal.
Di sisi lain, ada beberapa faktor dari luar yang menuntut suatu organisasi menjadi organisasi belajar. Faktor-faktor yang menjelaskan kepada kita bahwa organisasi harus bersinergi dengan faktor di luar organisasi agar mencapai hasil yang optimal adalah sebagai berikut.
Pertama, organisasi harus terus menerus belajar karena adanya kemajuan di bidang informasi, komunikasi, dan teknologi yang teramat cepat. Kemajuan ini harus disertai dengan kemauan dan keinginan untuk belajar agar organisasi tidak tenggelam di dalamnya. Hal yang dapat kita jadikan contoh adalah masalah telekomunikasi. Pada era tahun 1990an, perusahaan yang memiliki kantor pusat di Jakarta harus mengadakan pertemuan secara langsung untuk membicarakan suatu hal dengan cabang-cabangnya atau anak perusahaannya di daerah-daerah untuk sesuatu yang sifatnya sangat penting. Namun, saat ini pembicaraan dengan kantor-kantor cabang dapat dilakukan melalui teleconference dengan memanfaatkan jasa internet berkecepatan tinggi. Perusahaan yang belum mau mengadopsi kemajuan teknologi komunikasi akan menghabiskan biaya jauh lebih besar untuk keperluan tersebut. Selain dari segi biaya, timbul pula ketidakefisienan dari segi waktu dan energy yang dikeluarkan.
Kedua, masyarakat modern selalu mengutamakan hal-hal yang praktis dan efisien. Transaksi dalam dunia perbankan dapat dijadikan contoh menarik yang dapat menjelaskan istilah praktis dan efisien. Masyarakat modern, terutama yang tinggal di kota-kota besar saat ini lebih menyukai melakukan transaksi e-banking daripada transaksi yang dilakukan secara tradisional, yakni pergi (secara fisik) ke bank. Mereka dapat melakukan transaksi perbankan kapan pun dan di mana pun dengan menggunakan telepon pintar yang mereka miliki. Aktifitas transaksi e-banking ini dapat dilakukan saat mereka melakukan pekerjaan lain yang perlu penanganan secara langsung. Jadi, dari segi waktu, biaya, dan energy yang di keluarkan, transaksi menggunakan e-banking lebih mudah dan cepat daripada transaksi tradisional. Industri perbankan pun mulai berlomba-lomba memberikan kemudahan akses bagi nasabah untuk melakukan e-banking. Bank-bank yang hanya diam dan menonton akan segera ditinggalkan nasabahnya.
Ketiga, perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat menuntut organisasi mengadopsi perkembangan tersebut. Jika organisasi resistant terhadap perkembangan ilmu dan pengetahuan, maka ia tidak akan dapat memelihara keberlanjutannya.
Senge (1990) mendefinisikan organisasi belajar sebagai “organizations where people continually expand their capacity to create the result they truly desire, where new and expansive pattern of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”. Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang dapat mendorong individu dalam mengoptimalkan potensinya untuk mencapai hal yang dicita-citakan. Di dalam organisasi belajar, semua individu bebas mengungkapkan aspirasinya serta mengembangkan ide-idenya sehingga individu akan belajar berkesinambungan.
Menurut Senge ada 5 karakter organisasi belajar, yakni:
1. Penguasaan Pribadi atau Personal Mastery
Organisasi belajar mendorong anggotanya untuk berkembang secara optimal dan mengembangkan kapasitas individu untuk mencapai hasil kerja terbaik. Penguasaan pribadi ditujukan agar individu mampu melihat suatu hal secara obyektif. Hal ini akan berdampak pada kemampuan individu dalam memahami dan mendalami visinya, sehingga ia dapat memfokuskan energy yang dimilikinya untuk mengembangkan hal-hal yang lebih bermanfaat. Penguasaan pribadi yang baik sangat mempengaruhi keberadaan organisasi karena kinerja organisasi bergantung kepada dinamika individu yang ada di dalamnya.

2. Pola Mental atau Mental Model.
Pola mental merupakan hal yang mendasari seseorang dalam melihat dunia di sekitarnya. Pola mental akan membentuk asumsi terhadap setiap hal yang dilihat. Karenanya, setiap individu harus terus menerus memperbaiki pola mentalnya dalam melihat dunia sekitar sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat dan baik dalam mengambil keputusan.

3. Visi Bersama atau Shared Vision.
Individu yang tergabung dalam suatu organisasi biasanya memiliki satu atau beberapa kesamaan. Alangkah baiknya jika kesamaan ini dijabarkan ke dalam visi bersama yang mengikat setiap individu di dalam organisasi untuk selalu memegang teguh komitmen dalam mencapai tujuan bersama.

4. Belajar Beregu atau Team Learning.
Sebagaimana layaknya lidi, ia akan kuat dan bermanfaat jika diikat dalam jumlah yang cukup banyak, demikian pula organisasi. Pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok (bersama) biasanya akan membuahkan hasil yang optimal daripada pekerjaan yang dilakukan oleh individu secara terpisah-pisah. Belajar beregu juga menjadi aspek yang penting untuk mengasah sense of belonging. Selain itu, belajar beregu akan melatih individu untuk memainkan peran dalam kelompoknya secara bersungguh-sungguh karena berhasil atau tidaknya kelompok sangat bergantung pada kesungguhan seluruh anggotanya.

5. Berpikir Sistem atau System Thinking
Organisasi harus mampu melihat semua hal, termasuk pola perubahan sebagai suatu sistem. Ini berarti bahwa perubahan itu sendiri dipengaruhi dan mempengaruhi banyak faktor. Keterkaitan atau jalinan banyak faktor inilah yang membentuk sebuah sistem, yang jika salah satunya diubah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya. Oleh karenanya, organisasi harus mampu melihat perubahan sebagai suatu sistem menyeluruh agar penilaiannya tidak timpang.
Sekilas Tentang Garuda Indonesia
Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan nasional yang didirikan pada tahun 1949, saat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja direbut dari tangan penjajah. Seiring dengan perubahan jaman, banyak sekali perkembangan yang terjadi di tubuh Garuda Indonesia, di antaranya adalah perubahan manajemen dan logo pesawat. Selain itu, perombakan di tataran manajemen juga dilakukan agar organisasi ini tetap dinamis dan dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat.
Saat ini, Garuda Indonesia memiliki konsep sebagai maskapai dengan pelayanan penuh (full service airline). Berbagai rute penerbangan dioperasikan oleh Garuda Indonesia, mencakup rute domestic, regional, dan internasional. Selain mendapatkan berbagai penghargaan berskala nasional dan internasional, maskapai ini memiliki berbagai unit bisnis (Strategic Business Unit) seperti Garuda Cargo dan Garuda Medical Center. Beberapa anak perusahaan Garuda Indonesia juga sedang berkembang dengan sangat pesat, diantaranyaPT Citilink Indonesia (maskapai tarif rendah), PT Aerowisata (hotel, transportasi darat, agen perjalanan, dan catering), PT Abacus Distribution System Indonesia (penyedia layanan sistem pemesanan tiket), PT Aero System Indonesia/Asyst (penyedia layanan teknologi informasi untuk industry pariwisatadan transportasi), serta PT Garuda Maintenance Facility/GMF AeroAsia, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang perawatan pesawat, perbaikan, dan overhaul (www.garuda-indonesia.com).
Namun, Garuda Indonesia bukanlah organisasi yang tumbuh tanpa masalah. Beberapa tahun terakhir ini Garuda Indonesia dihadapkan pada masalah protes karyawan dan kerugian keuangan. Protes karyawan berupa aksi mogok para pilot dan aksi mogok karyawan PT Aerofood Catering Service. Para pilot Garuda Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG) melakukan mogok kerja menuntut kenaikan gaji. Hal tersebut didasari oleh kesenjangan penghasilan yang diterima oleh pilot orang Indonesia dengan penghasilan yang diterima pihak asing. Aksi mogok lainnya dilakukan oleh karyawa PT Aerofood service. Akibat unjuk rasa ini, beberapa rute penerbangan domestic Garuda Indonesia tidak disertai dengan fasilitas makan (www.finance.detik.com).
Garuda Indonesia: Organisasi Belajarkah?
Saat kita mencoba mengevaluasi apaka satu organisasi dapat dikatakan belajar atau tidak, maka harus ada standar baku yang bisa membuat satu acuan penilaian yang objektif. Dalam pembahasan di makalah ini, saya akan mencoba membuat penilaian apakah Garuda Indonesia termasuk organisasi belajar atau tidak berdasarkan paparan sebelumnya mengenai karakteristik organisasi belajar, yakni penguasaan pribadi, pola mental, visi bersama, belajar beregu, dan berpikir sistem.
Dari segi penguasaan pribadi, Garuda Indonesia memfasilitasi karyawannya dengan berbagai macam bentuk pelatihan. Untuk keperluan ini, Garuda Indonesia menyediakan Pusat Pendidikan dan Pelatihan yang sangat lengkap. Secara fisik pusat pendidikan dan pelatihan ini berupa ruan kelas, asrama, ruang serba guna, fasilitas olah raga, fasilitas praktik, dan fasilitas-fasilitas lain yang menunjang terselenggaranya pelatihan dengan optimal. Semua karyawan didorong untuk mengembangkan potensinya melalui pelatihan-pelatihan yang sangat terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Dengan mengoptimalkan potensi karyawan, maka diharapkan akan optimal pula kinerja karyawan Garuda Indonesia. Hal itu akan berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi.
Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia juga berdampak pada pola mental karyawannya. Bagaimanapun juga, pelatihan-pelatihan yang dilakukan secara terus menerus akan direkam baik secara sadar ataupun tidak sadar. Hal tersebut akan digunakan oleh karyawan Garuda Indonesia dalam memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu hal, sehingga ia akan perilaku yang dilakukan juga sangat dipengaruhi oleh pola mental yang sudah dibentuk. Misalnya, seorang awak kabin selalu dilatih untuk berlaku tenang, dan mendahulukan keselamatan penumpang. Maka, saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam suatu penerbangan ia akan bersikap tenang dan menenangkan penumpang. Selain itu, ia akan mendahulukan keselamatan penumpang dibandingkan dengan keselamatan dirinya sendiri. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan pelanggan kepada Garuda Indonesia.
Visi Garuda Indonesia menjadi perusahaan penerbangan yang handal dengan menawarkan layanan yang berkualitas kepada masyarakat dunia menggunakan keramahan Indonesia telah diketahui dan benar-benar dipahami oleh seluruh karyawannya. Dalam setiap pelatihan, organisasi ini selalu mematrikan visinya sehingga seluruh karyawan memiliki visi yang sama. Shared vision ini pun dijabarkan lagi ke tata nilai yangdisebut sebagai FLY-HI sejak 30 Oktober 2007. FLY-HI merupakan akronim dari nilai-nilai eFficient & effective; Loyalty; customer centricitY; Honesty & openness dan Integrity. Organisasi ini mencoba menanamkan paham bahwa ada nilai-nilai positif yang harus selalu melekat pada karyawan. Nilai-nilai inilah yang menjadi competitive advantages, baik bagi karyawan, maupun bagi organisasi secara keseluruhan.
Sebagai maskapai penerbangan nasional yang dinilai memiliki repuitasi baik oleh berbagai kalangan, Garuda Indonesia harus dapat mengaplikasikan konsep team learning bagi semua unsur di dalamnya, baik di tataran manajemen maupundi kalangan karyawan. Terlebih lagi bagi kru penerbangan, sistem penerbangan dengan durasi waktu terbang berjam-jam, mengharuskan seluruh awak kabin menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh agar terbentuk tim yang baik. Selain itu, di tataran manajemen, Garuda Indonesia menerapkan sistem komunikasi lintas bagian. Ini berarti bahwa, bagian yang satu dapat secara langsung berkomunikasi dengan bagian lain. Dengan demikian, celah komunikasi antar bagian ini membuka peluang bagi mereka untuk menerima kritik dan masukan serta membangun budaya belajar bersama.
Berfikir sistem metupakan salah satu ciri organisasi belajar. Untuk menilai apakah Garuda Indonesia berfikir sistem atau tidak, makalah ini akan menggarisbawahi salah satu konflik yang sempat mengguncang perusahaan ini, bahkan memberikan efek tidak baik untuk penerbangan nasional, yaitu kasus mogok yang dilakukan oleh APG (asosiasi Pilot Garuda). Konflik antara Garuda Indonesia dan APG dikarenakan adanya kesenjangan penghasilan yang diterima oleh pilot-pilot asing dan pilot-pilot lokal. Aksi mogok ini, berdampak pada kacaunya jadwal penerbangan. Sehingga banyak pihak yang dirugikan oleh kekacauan ini, terutama penumpang yang telah memberikan kepercayaannya kepada Garuda Indonesia. Dalam jangka pendek, pihak manajemen garuda mencoba mengatasi kekacauan ini dengan menurunkan instruktur-instruktur penerbangan garuda sebagai ‘pilot tembak’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil pembatalan jadwal penerbangan. Selain itu, pihak manajemen juga menyewa hotel di sekitar bandara sebagai tempat peristirahatan para pilot yang disiapkan sebagai pilot pengganti. Namun demikian, secara esesnsi penyelesaian konflik antara pihak manajemen garuda dengan APG selalu menemui kata tidak sepakat sampai saat ini.
Hal lain yang dapat diambil sebagai cara berfikir sistem dari Garuda Indonesia yaitu dengan dibukanya unit-unit bisnis lain yang terkait dengan penerbangan. Unit-unit bisnis yang dibuka oleh Garuda Indonesia seperti PT Aerowisata (hotel, transportasi darat, agen perjalanan, dan catering), PT Abacus Distribution System Indonesia (penyedia layanan sistem pemesanan tiket), PT Aero System Indonesia/Asyst (penyedia layanan teknologi informasi untuk industry pariwisatadan transportasi), serta PT Garuda Maintenance Facility/GMF AeroAsia, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang perawatan pesawat, perbaikan, dan overhaul sangat mendukung bisnis penerbangan Garuda Indonesia. Unit-unit bisnis tersebut mempermudah masyarakat yang membutuhkan jasa-jasa lain selain penerbangan. Dalam hal ini, cara berfikir Sistem dari Garuda Indonesia justeru membuka peluang-peluang bisnis lain dengan memanfaatkan nama besarnya.

Simpulan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Garuda Indonesia termasuk ke dalam kategori organisasi belajar. Hal ini terbukti dengan Garuda Indonesia memiliki ciri-ciri organisasi belajar yang dibuktikan dengan ketahanannya bersaing dengan maskapai lokal, regional, maupun internasional. Namun demikian, konflik antara pihak manajemen dengan karyawan harus mendapat perhatian khusus dari organisasi ini, karena organisasi belajar akan mempertimbangkan hal-hal esensi yang diperlukan oleh karyawannya.

Referensi
Senge, Peter M.(1990) The fifth discipline: The art and practice of the learning organization. New York: Doubleday
www.garuda-indonesia.com
www.finance.detik.com