Our digital world is changing. Are you?
“Selamat pagi Pak, bahan untuk presentasi sudah saya kirim ke surel, mohon responnya, thx”, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel pak Achmadi, Account Manager sebuah perusahaan telekomunikasi. Segera dibukanya laptop yang sedari tadi dibawanya, dan setelah membaca file yang dikirim tersebut serta memberi sejumlah arahan, file tersebut dikirim kembali untuk diperbaiki. Hanya dalam waktu hitungan detik file tersebut sudah diterima oleh pengirim dan siap dipresentasikan di hadapan klien sebuah bank swasta ternama minggu depan.
Lain lagi cerita pak Khairul, wajahnya tampak bersungut-sungut ketika melihat ada setumpuk surat yang tergeletak di mejanya. Entah berapa lembar surat undangan yang dia terima hari ini, baik dari internal maupun dari luar. Sebagai kepala divisi Pengolahan Data suatu departemen pemerintahan, agaknya usaha pemakaian media elektronik yang selama ini disosialisasikannya belum membuahkan hasil yang optimal. Bahkan beberapa kepala divisi yang lain sepertinya sangat anti dengan teknologi ini. Undangan rapat internal masih saja menggunakan berlembar-lembar kertas, yang ujung-ujungnya akan menjadi penghuni tempat sampah. Komunikasi atau rapat pun masih harus menggunakan cara konvensional, yaitu tatap muka. Padahal departemen tersebut sudah mengeluarkan uang ratusan juta untuk mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di setiap unit usaha. Memang, investasi TIK yang tidak didukung dengan perubahan perilaku manajemen, hasilnya pasti akan sia-sia. Padahal salah satu kunci utama yang harus dilakukan oleh departemen baik tingkat kota maupun kabupaten dalam menerapkan TIK, terlebih lagi e-government, adalah dengan disertai change management.
Di sudut salah satu cafe di bilangan Jakarta Selatan, Nadia asik menikmati kopi sambil menunggu kemacetan yang diharapkan segera teruai. Sebuah notifikasi terdengar tanda ada sebuah surel baru masuk. Wajahnya terlihat sumringah, surel yang sudah lama dinantikannya pun tiba. Panggilan interview online dari perusahaan yang berpusat di Singapura yang sudah lama diimpikannya. Interview ini akan dilakukan menggunakan aplikasi Skype, sesuai dengan tanggal dan jam yang sudah ditentukan. Nadia meletakkan smartphone yang sejak tadi ada di genggamannya. Membayangkan mungkin ini terakhir kali dia akan duduk di cafe ini untuk menunggu macet.
Tiga cerita di atas merupakan gambaran nyata, bagaimana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang di berbagai perusahaan di Indonesia. Barangkali bagi sejumlah perusahaan swasta yang cukup ternama, TIK sudah menjadi satu media komunikasi yang sangat diandalkan. Kehadiran TIK bukan hanya sebagai pengikut tren saja, tetapi sudah menjadi bagian dari kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Dalam perusahaan-perusahaan ini, dapat dikatakan peran TIK menjadi sangat vital, terlebih jika dikaitkan dengan pelayanan kepada pelanggan atau klien yang menuntut ketepatan dan kecepatan.
Akan tetapi di sisi lain, masih banyak badan usaha milik pemerintah atau departemen, ataupun perusahaan swasta baik di kota maupun di daerah, yang justru dirasa lambat dalam menggunakan TIK. Entah karena biaya investasi yang mahal, atau alasan sumber daya manusia (SDM) yang kurang menguasai TIK ini, atau bahkan budaya TIK yang belum menjadi budaya keseharian dalam lembaga tersebut. Sangat disayangkan, mengingat mereka adalah garda terdepan yang menjadi pelayan bagi masyarakat banyak, malahan tidak dapat memanfaatkan TIK yang memiliki keunggulan dalam pengaksesan data yang cepat, tepat, dan akurat.
Sumber foto:Google