Pandangan Hidup Tauhid dan Ilmu Pengetahuan
Kita hidup di jaman kapitalisme pasar bebas yang merupakan produk dari pandangan hidup (worldview) materialistik Barat. Pandangan ini berbeda dengan pandangan hidup berdasarkan Islam yang didasarkan atas Qur’an, Sunnah, dan pandangn ulama.
Islam memberikan pedoman mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan akhirat. Dengan demikian kata falah (real well-being) dan turunannya digunakan dalam Qur’an pada berbagai ayat. Dalam sehari azan dikumandangkan lima kali, memanggil orang untuk mendapatkan falah. Dengan demikian tujuan tersebut dicapai melalui moralitas yang berdasarkan nilai dan berorientasi kepada Tuhan serta mengandung pandung spiritual.
Pandangan hidup materalistik berlandaskan atas pikiran manusia, sementara pandangan hidup Islam berdasarkan atas akal dan wahyu (reason and revelation). Wahyu yang pertama turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah iqra (bacalah).
“1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Al ‘Alaq (96).
Pesan wahyu ini jelas, bahwa manusia diperintahkan untuk memulai diri dari membaca ayat-ayat alam semesta. Dengan demikian, dimulai dari membaca diri sendiri dahulu, lalu membaca alam. Diri sendiri dibaca dengan nama Tuhan, artinya dengan cahaya dan petunjuk-ya. Maka Al Qur’an merupakan pedoman yang menunjukkan bagaimana kita membaca diri kita dan alam raya. Al Qur’an secara tepat memprediksi bagaimana tanggapan manusia terhadap panggilan Ilahi.
“6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7. karena dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).” Al ‘Alaq (96).
Dengan demikian memandang diri serba cukup (self-sufficient) merupakan penyebab utama penolakan terhadap Tuhan. Ini juga yang merupakan sumber dari pemikiran Barat.
Dari sudut pandang Islam, Tuhan mengenalkan dirinya melalui ayat-ayat qaulyah dan kauniyah (words and works). Bila kita membaca ayat-ayat qauliyah dan kauniyah, maka kita akan mengenal sifat-Nya. Kita perlu mulai membaca mulai dari diri kita sendirikarena pengetahuan terhadap diri akan mengantar kepada pegetahuan terhadap Tuhan. Bila kita memahami bahwa kita adalah hamba yang dhoif dan fakir, kita akan menyadari bahwa alam itu sendiri tak akan mempu bekerja sendiri. Semua di alam dari sistem atom hingga galaksi adalah dibawah kuasa Tuhan. Maka keesaan Tuhan (Tauhid) menjadi sumber ontologi-epistemologi pengetahuan . Paradigma Tauhid menghadirkan kesatuan antara pengatahuan akal dan wahyu. Dengan demikian tidak ada kontradiksi antara ilmu pengetahuan dengan kebenaran agama.
Aydin, Necati. 2013. “Redefining Islamic Economics as a New Economic Paradigm.” Islamic Economic Studies 21 (1): 1–34.