“Pulang”

“Mbak Lin, mau ke mana?”, tanyaku tepat di jam pulang kantor, tepat jam 15.30 sore tadi.

“Pulang dong, bu, sudah capakep banget nih, seharian ngerjain laporan bkd,” jawab sahabatku yang ceria ini.

“Oke deh, ketemu besok lagi ya,” kataku, yang dibalas dengan lambaian tangannya sambil tertawa kelelahan.

Mau kemana lagi kita setelah seharian melakukan aktivitas di kampus?  Pulang ke rumah, kan.   Bahkan Doni, anak keponakan usia 2 tahun, selalu merengek-rengek minta “pulang” ke rumahnya setiap lebih dari satu jam bermain di rumah budenya.

“Pulang” menjadi kata yang mengandung makna memberikan kelegaan.  “Pulang” juga diartikan sebagai rumah, tempat mengembalikan pemulihan energi setelah terkuras di kantor.   “Pulang”, menjadi ramuan ajaib untuk mendapatkan kekuatan kembali setelah “kehabisan tenaga” kena macet di jalanan yang aduhai padatnya.     Kata pulang menjadi sebuah mantra yang memberi pemulihan, sekaligus kelegaan bagi diri seseorang.    Kata pulang  sekaligus dapat disertai dengan gambaran sebuah tempat atau rumah, di mana seseorang dapat perlindungan dari hujan, badai, panas, dan terik matahari.     Dapat dibayangkan betapa menderitanya ketika seseorang kebingungan mencari sebuah tempat untuk melepas lelah.

Dan, kata pulang itu sendiri secara harafiah juga diartikan sebagai pamungkas dari sebuah perjalanan kehidupan.    “Telah berpulang dengan damai”, begitu yang kubaca di salah satu surat kabar, ketika salah satu  tetangga meninggal karena usia senja.

Have a blessed day, teman-teman.