sumpah-nyumpahin

Berawal dari komentar-komentar tentang “perseteruan” Gubernur DKI dengan DPRD dilanjutkan cerita-cerita pengalaman pribadi dijalan raya, akhirnya diskusi kecil diruang tunggu dosen pagi tadi semakin hangat dan menyentuh persoalan penting yaitu “sumpah”.
Seringkali sumpah (menyumpahi) dilontarkan oleh orang yang merasa teraniaya atau terdzolimi manakala merasa tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan tidak mampu ikhlas menerima keadaan. Bahkan seorang dosen berucap dengan penuh semangat…saya ikhlas tapi saya sumpahin dia…. Lho?

Sumpah (bukan nyumpahin) dalam kacamata hukum bisnis sangat jelas karena merupakan salah satu alat bukti sebagaimana diatur di dalam Pasal 1866 KUHPerdata. Posisi alat bukti sumpah memang menempati urutan terakhir setelah alat bukti lain yaitu bukti surat atau dokumen, bukti saksi, bukti persangkaan, bahkan bukti pengakuan. Keberadaan sumpah diposisi terakhir setelah alat bukti lain apakah ini menunjukkan isyarat bahwa sumpah sebagai alat bukti dapat dipergunakan apabila alat-alat bukti lain tidak ada?. Ternyata tidak demikian.

Di dalam hukum bisnis, sumpah (keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan) memiliki dua kategori yaitu sumpah supletoir (tambahan) yang merupakan sumpah pelengkap dan sumpah decissoire (menentukan) yang merupakan sumpah pemutus. Sumpah pelengkap disebut demikian karena biasanya ada alat bukti lain namun diperlukan sumpah untuk menguatkan alat bukti yang ada atau memberikan keyakinan kepada hakim. Sedangkan sumpah pemutus merupakan sumpah yang bisa dipaksakan untuk memutus perkara, biasanya karena tidak ada alat bukti lain, dan satu-satunya jalan adalah diperlukan (diperintahkan oleh hakim) untuk melakukan sumpah.
Dalam kenyataannya, sumpah decissoire memang akan membuat perkara menjadi tuntas, namun ada yang harus disadari bahwa ada aspek “ghaib” dari sumpah yang dilakukan atas nama Tuhan. Seringkali sumpah decissoire yang dilakukan karena tidak memiliki alat bukti lain menyebabkan pihak yang berperkara dan berada dalam posisi benar menjadi berada dalam posisi kalah, tapi adakah kita percaya bahwa sumpah yang demikian (manakala kebenaran menjadi tidak bisa bersuara) akan terus bergerak dan alam akan bahu membahu (atas izin Tuhan) menunjukkan kebenarannya pada suatu saat.

Satu hal yang juga harus diyakini adalah bahwa setiap sumpah yang dilakukan akan menggetarkan Arsy Tuhan, oleh karenanya memberikan sumpah atas keterangan bohong/dusta bukan hanya merupakan ciri dari orang munafik tetapi berat hukumnya bahkan termasuk salah satu dari lima dosa besar sebagaimana HR Bukhori. Sementara disisi lain, menyumpahi orang yang dianggap dzolim juga bukan merupakan hal yang terpuji, Balaslah setiap kejahatan dan kesewenangan dengan kebaikan karena sesungguhnya Tuhan maha baik. Orang–orang yang dzolim akan mendapatkan sanksinya langsung dari Tuhan, disumpahi ataupun tidak karena sesungguhnya Tuhan Yang Rahman dan Rahim telah mengharamkan kedzoliman. Waalahu a’lam