‘Thalassemia’ Sebuah Kelainan Darah Genetik

Sejak saya masih di bangku sekolah, saya sudah merasa kalau badan saya ini lebih cepat lelah. Lekat di ingatan saya, kalau sudah waktunya upacara bendera saya merasa sangat khawatir, khawatir bakal teler kecapean peluh bercucuran hingga rasanya mau pingsan saat upacara masih berlangsung. Namun karena saya juga malas kalau harus beristirahat di UKS (Unit Kesehatan Sekolah), akhirnya kondisi itu berlanjut selalu dan selalu, alhasil setiap hari Senin, sejak upacara hingga sore saya akan mengalami sakit kepala berkepanjangan. Sampai saya dewasa saya tidak pernah tahu apa penyebab semua itu terjadi. Hingga pada tahun 2009 saat saya sudah di dunia kerja dan suatu hari badan saya tidak lagi mampu bertahan hingga kondisi lemah saya membawa saya harus terbaring di rumah sakit selama sekitar 10 hari baru lah saya tahu kalau ternyata saya adalah seorang pembawa sifat thalassemia.

HB (Haemoglobin) saya saat itu sudah mencapai titik rendah 5,6. Setelah 2 hari sebelumnya ke dokter dengan HB 7 dan dokter memotivasi saya untuk makan yang benar agar kondisi saya bisa pulih tanpa harus dirawat. Namun nafsu makan saya yang seketika hilang dengan cepat membuat tubuh ini tidak dapat dengan cepat memperbaiki keadaan.
Jadi awal cerita ada di suatu hari Jumat di bulan Juni 2009 saat saya pulang ke rumah dengan tubuh sangat letih, dan lama lama saya demam. Beberapa hari pertama saya hanya mencoba mengobati sakit saya itu dengan minum pereda demam, namun lain dari biasanya, nafsu makan saya juga saat itu menurun drastis. Hingga hari Senin dengan kondisi lemah akhirnya ditemani seorang adik saya pergi ke dokter umum dan dokter meminta saya untuk cek darah serta berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam. Senin itu juga saya bertemu dokter Ida Ayu namanya. Menurut dr. Ida HB saya rendah dan ternyata melihat riwayat saya berobat bertahun tahun di rumah sakit tersebut memang HB saya cenderung rendah sehingga dr. Ida tidak langsung menyarankan saya untuk transfuse. Perlu diketahui, untuk perempuan HB minimal itu adalah 12, sementara kebanyakan perempuan Indonesia rata-rata 10-12. Lalu sesuai anjuran dr. Ida, saya pulang dan berusaha makan dan minum serta istirahat yang benar supaya tanpa dirawat pun saya bisa sembuh. Saat itu saya semangat sekali yakin bisa sembuh tanpa perlu dirawat, namun Yangkuasa berkehendak lain, nafsu makan saya tidak kunjung membaik dan di hari Rabunya saya terpaksa mau dirawat karena HB saya sudah mencapai angka 5,6. Shubuh Shubuh saya diantar adik ke IGD di rumah sakit, lalu dr.Ida datang, dia bilang saya tidak boleh langsung ditransfusi karena sebaiknya diobservasi dulu sehingga ketahuan penyebab HB saya rendah. Jadi selama saya di rumah sakit, saya sama sekali tidak ditransfusi. Oleh dokter saya diberi obat untuk menaikkan HB sambil diobservasi. Proses observasi melalui beberapa hal selain dari darah, saya juga sempat diUSG dan dirontgent. Proses berlanjut hingga 10 hari sampai akhirnya saya minta pulang. Diagnosa dokter saat itu sudah sampai pada tahap ada kelainan pada sel darah merah saya. Anemia hemolitik katanya. Limpa saya membengkak. Masih cek darah terus. Sampai saya akhirnya saya pulang, saya masih diambil darah untuk dicek lebih lanjut. Hasilnya itulah yang kemudian dilihat dr. Ida pada saat saya datang kontrol dan disampaikan bahwa saya mengalami kelainan darah genetik bernama thalassemia. Dari situ saya dirujuk ke dokter hematologi di RS Dharmais, dr. Noorwati. Singkat cerita, dr. Noorwati yang ahli darah ini meminta saya dan adik saya (yang juga akhirnya atas saran saya ikut diobservasi) untuk pergi menemui dr. Iswari, ahli thalassemia di Lab Eijkman di RSCM. Lumayan lama, perlu waktu sekitar sebulan untuk bolak balik ke Dharmais, RSCM, dan kembali lagi ke dr. Ida hingga akhirnya diagnosa positif disampaikan kalau saya dan salah satu adik saya (laki laki, tapi HBnya hanya 8, sementara normalnya HB laki laki adalah 14) memang pembawa sifat kelainan darah genetik thalassemia.

Apa efek dari mengetahui bahwa saya adalah pembawa sifat thalassemia? Di antaranya adalah saya harus lebih tahu diri, tidak boleh terlalu capek, tidak boleh olah raga yang terlalu banyak memakan energi, harus siap sering mengantuk dan butuh tidur lebih banyak karena efek dari HB rendah adalah rendahnya kandungan oksigen di dalam darah.
Untuk lebih detil tahu tentang thalassemia pembaca bisa membuka situs di internet baik yang berbahasa Indonesia maupun bahasa Asing, lengkap informasinya tertuang di sana.
Yang pasti thalassemia ini adalah kelainan darah merah bawaan alias genetic yang didapat dari orang tua kita. Bagi pembawa sifat atau penderita thalassemia sangat dianjurkan untuk tidak menikahi pasangan yang memiliki thalassemia juga untuk menghindari memiliki anak yang mengidap thalassemia mayor (tingkat parah di mana penderita harus rutin transfuse sejak masih usia anak anak).

Jakarta, 17 Mei 2016
Adelina