ANGGARAN HCD 5% TERLALU BANYAK? oleh Don Sadana

 

Oleh: Stefanus Sadana

Dosen, peneliti, trainer HCD Perbanas Institute

 

Ancaman atau tantangan nyata kebijakan “free movement of skill labors among Asean Economi Community-AEC” tinggal menghitung hari. Situasi ini disadari memerlukan partisipasi para stakeholder perbankan berupa sumbangan kritis pemikiran dan kebijakan otoritas moneter. Di sisi lain masukan teoritis perkembangan perbankan kawasan ASEAN perlu menjadi perhatian.

Data pada akhir 2012, menunjukkan penguasaan pasar bank-bank utama di negara-negara ASEAN 5 berpusat di Singapura dan Malaysia. Tiga besar aset dan keuntungan bank masing-masing negara (Indonesia, Thailand, Phillipines) jika dijumlahkan masih jauh dibandingkan dengan kedua negara tersebut. Kesiapan modal, baik uang maupun manusia, sungguh masih cukup nyata. Berikut dapat dicermati hal tersebut.

Tabel Bank-Bank Utama ASEAN 5

 

Countries

Gross Assets

($ million)

Profit before tax ($ million)  

feature

SINGAPORE      
DBS Bank 288,426 3,764 Stablished in 1986 as a development finance institution under the government initiative. The largest bank in ASEAN focusing on the operations in greater China, and entered in China as a first Singaporean bank.
OCBC Bank 241,784 4,054 Born in 1932 as a result merger of three China-affiliated bandks. On of the foundrs of the Asian dollar markets in the late 1960s. Focuses on the Indonesian and Chinese markets.
United Overseas Bank 206,617 2,738 Established in 1935 as United Chinese Bank and renamed in 1965 to United Overseas Bank . Through a spate of M&As became a bank to represent Asia.
MALAYSIA      
Maybank 161.827 2.582 Established in 1960. The4th largest bank in ASEAN. Most aggressive
CIMB Group 110,221 1,884 The 5th largest universal bank in ASEAN. Provides a wide range if financial services by the largest retail network in the region.
Public Bank 89,805 1,669 Established in 1966 abn specializes in retail and SME finance. Less eager to go overseas than the largest two with its foreign offices only in Cambodia, Laos, and Vietnam.
THAILAND      
Bangkok Bank 78,964 1,316 The largest bank in Thailand, established in 1944. Very acticve in expanding to oversean with a wide spread network in the ASEAN region. The only Thai bank that has a big presence in China.
Siam Commercial Bank 74,107 1,671 Established in 1907 as the first domestically financed bank through the royal initiative. Aiming at becoming a super-regiooanal bank in ASEAN focuses on stablishing its brand name.
Krung Thai Bank 73,575 1,025 Born in 1996 as a State-owned bank. Presently majority of it s stocks held by the Financial Institutions Development Fund that was organized in 1985 within the Bank of Thailand to reconstruct the bankrupt financial institutions.
INDONESIA      
Bank Mandiri 65.731 2.120 The largest bank in Indonesia. Established in 1998 in a merger of 4 states banks as part of the Government’s Bank Reconstruction Program
Bank Rakyat Indonesia 57.015 2.467 The oldest bank in Indonesia, established in 1895in the Dutch colonial days. State-owned after Independence with government still holding 70% of its stocks.
Bank Central Asia 45.811 1.519 Established in 1955. Put under the temporary state control after the Asian currency crisis, and fully privatized in 2005
PHILLIPINES      
BDO Unibank 30,210 384 Born in 2006 as a resukt of merger of Banco de Oro and Equitbale PCI Band Owned by the SM group, the largest conglomerate in the Philippines.
Metropolitan Bank & Trust 25,262 507 Estblished in 1962 aiming at providing financial services to the Chinesse community. Got the universal bank license in 1981 to become an integrated financial services group.
Bank of the Phillipine Islands 23,914 475 Established in 1851. The oldest bank existing in Asia. Served as a central bank to issue first Philippine peso notes in the days of the Spainish reign. Has the largest domestic branck network.

 

Sumber: Yamanaka, 2013

 

Apabila dibuat pengelompokkan, Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia berada di urutan ke sembilan atau sepuluh dari sisi aset. Namun dari sisi profit sebenarnya Bank Mandiri kalah dibandingkan Bank BRI. Banyak persoalan sudah lebih dulu ditemukan di Indonesia karena sebenarnya bank-bank asing ASEAN sudah menancapkan kakinya di Indonesia melalui cabang atau representative office mereka. Bahkan, kepemilikan saham dan penempatan SDM pada manajemen puncak bank-bank tersebut. Hal ini terjadi misalnya pada Bank OCBC-NISP, Bank CIMB NIAGA, Bank BII Maybank. Bahkan bank global tutu berlomba juga, misalnya Bank HSBC dengan Bank Ekonomi Raharja.

Persoalan sebenarnya adalah paradigma efisiensi usaha dan cakupan layanan yang sangat terkait dengan SDM yang andal. Apakah dengan wilayah yang luas di Indonesia biaya operasional dibanding pendapatan operasional (BOPO) bank-bank dengan kepemilikan asing tersebut akan seefisien di negara asalnya? Tantangan ini perlu dijawab dengan tindakan nyata. Oleh karena itulah, pengembangan kompetensi karyawan (employee competency) yang dimotori oleh kompetensi SDM (human resource competency) makin terasa mendesak.

Hal lain yang juga menjadi masalah tersendiri bagi Indonesia adalah paradigma human capital management (HCM). Karena pada dasarnya AEC identik dengan liberalisasi pasar tenaga kerja di Indonesia, khususnya untuk tenaga keuangan-perbankan. Bagaimana bank-bank lokal, khususnya bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3 menyikapi hal tersebut? Lalu bagaimana pula sikap bank-bank pembangunan daerah serta bank perkreditan rakyat sebagai penjaga rumah kedaulatan finansial? Bagaimana kesiapan pemimpin puncak mereka?

HCM mendudukkan pelatihan dan pengembangan dengan pengukuran terkait hasil bisnis. Pelatihan tidak sekedar “reaksi”. Level pertama “reaksi” – ukuran kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yang relevan seperti rasa keikatan (engagement). Level 2, mengevaluasi pembelajaran untuk mengetahui seberapa banyak pengetahuan yang sudah diperoleh, keahlian apa yang dikembangkan atau ditingkatkan, sikap, kepercayaan dan komitmen. Tingkat 3, mengevaluasi perilaku dengan melihat besarnya perubahan perilaku setelah seseorang mengikuti pelatihan melalui monitoring reinforcing, encouraging dan reward. Tingkat 4, mengevaluasi hasil dengan mengukur seberapa jauh tujuan dasar telah diperoleh dalam bidang seperti kenaikan penjualan, kenaikan produktifitas, penurunan kecelakaan atau kenaikan kepuasan konsumen.

Pengembalian investasi atau return on investment (ROI) pelatihan adalah alat terbaik untuk menilai dampak pelatihan terhadap kinerja organisasi. ROI dihitung dengan menggunakan rumus :

Manfaat Pelatihan (Rp) – Biaya Pelatihan (Rp) X 100

Biaya Pelatihan (Rp)

Hasil pelatihan harus diukur melalui efek kejadian (eventual) berupa besarnya belanja pelanggan, kepuasan pelanggan, dan jumlah pelanggan. Ukuran finansial inilah yang membuat ROI semakin diminati. Dengan demikian, akuntan dapat menghitung biaya amortisasi atau direktur pemasaran dapat menebak market share. Mayo[1] mengatakan bahwa ada dua jenis ‘pengembalian’ yang terkait, yang dapat digunakan untuk menilai fungsi SDM , yaitu ‘nilai tambah masa depan’ untuk stakeholder dan ‘pengembalian investasi’ dari proyek dan program tertentu.

            Lalu, apakah relevan bila saat ini mulai terdengar bisik-bisik mempertanyakan biaya pelatihan dan pengembangan sebesar 5% dari toal biaya SDM? Rasanya pandangan seperti ini naïf karena daya saing bangsa ini secara global masih jauh dibandingkan dua negara ASEAN di atas. Kiranya OJK justru perlu menambah aturan tersebut dengan panduan yang lebih operasional menyangkut konten dan pengukuran hasil pelatihan dan pengembangan sebagai bagian penilaian kesehatan bank.

Di sini peran Bank Indonesia, sebagai otoritas pengewasan makro serta Otoritas Jasa Keuangan, sebagai lembaga baru sangat penting. Masa integrasi sector riil pada 2015 tidak lama lagi dan roadmap integrasi keuangan perbankan 2020 sudah pula dicanangkan. Bahkan, dari sisi permodalan, Indonesia termasuk sangat liberal. Kepemilikan asing pada bank domestik boleh mencapai 99%. Bandingkan dengan Malaysia yang mengijinkan 30% dan Singapura 5%.[2] Bagaimanapun juga patut disyukuri upaya BI sebagai regulator pada 2012 berani mengambil sikap dengan mengeluarkan peraturan dengan menurunkan kepemilikan asing maksimal 40% dan azas resiprokal ketika Bank DBS, bank terbesar di Singapura, ingin membeli saham Bank Danamon. Meskipun akhirnya rencana ini dibatalkan. Rupanya bank-bank di Indonesia juga perlu memikirkan dampak daya saing kehadiran bank-bank global dan ASEAN. Mereka memiliki modal kuat dan jaringan luas seperti terlihat berikut ini.

Tabel 1.3 Jaringan Bank Global dan Asean 5 2012

 

COUNTRIES, BANK

Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand Brunei Cambodia Lao PDR Myanmar Vietnam
GLOBAL                    
HSBC
Standard Chartered Bank Rep Rep Rep
Citibank
INDONESIA                    
Bank Mandiri  
Bank Rakyat Indonesia  
Bank Central Asia   Rep
MALAYSIA                    
Maybank   Rep
CIMB Group   Rep
Public Bank   JV
PHILLIPINES                    
BDO Unibank  
Metropolitan Bank & Trust  
Bank of the Phillipine Islands  
SINGAPORE        
DBS Bank Rep   Rep Rep
OCBC Bank  
United Overseas Bank   Rep
THAILAND                    
Bangkok Bank   Rep
Siam Commercial Bank   Rep JV
Krung Thai Bank   Rep

 : Branch, Subsidiary               Rep: Representative Office    JV : Joint Venture    − :none

sumber: diolah dari Lee dan Takagi, laporan tahunan bank, Yamanaka, 2013

 

Terlihat Singapura dan Malaysia mendominasi sebaran pelayanan lalu disusul oleh Thailand. Bukan tidak mungkin bank-bank dari anggota ASEAN lain yang baru masuk seperti Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam akan menyusul membuka cabang dengan berlakunya MEA 2015.

Dengan telah disepakatiya roadmap integrasi keuangan ASEAN, masalah sebaran pelayanan menjadi penting. Bank-bank di Indonesia dan Filipina yang tersebar dalam wilayah kepulauan yang luas menjadi tantangan tersendiri. Tiga isu utama dalam pengelolaan SDM perbankan Indonesia adalah: competent human resources departement, a human resources management system that suited to neeeds, and human resources management commitment from all related parties.[3] Hasil penelitian Sustyo tersebut khususnya poin pertama dan kedua mendukung dan memperkuat upaya penelitian kompetensi SDM ini.         Lalu mengapa mempermasalah-kan biaya pelatihan dan pengembangan sebesar 5%? Ayo berani membelanjakan dengan tepat!

 

 

 

 

 

[1] Mayo (2004) dalam Arsmstrong, 2013

[2] Yamanaka, 2013, 11

[3] Sustyo, dalam Suarez, 2009, “Comparative Strategies of Human Resource Management in Selected SEACEN Sentral Banks and Monetary Authority”