State-Sponsored Terrorism
Menurut Encyclopedia Britannica 2003, terorisme adalah penggunaan teror secara sistematis atau kekerasan yang tidak dapat diprediksikan yang ditujukan untuk menyerang pemerintah, publik, atau individual demi kepentingan politis tertentu.[1] Sedangkan State-sponsored terrorism adalah perbuatan atau aksi yang dilakukan oleh negara yang mendukung kegiatan teroris atau organisasi dalam bentuk pendanaan, persenjataan, penyediaan tempat pelatihan (training camp), media, propaganda dan perlindungan (sanctuary).[2] State-sponsored terrorism bisa dilihat dari dua sisi, yaitu ketika sebuah negara mensponsori teror di negara lain dan ketika sebuah negara mensponsori teror di negaranya sendiri atau terhadap warga negaranya sendiri.
Terorisme seringkali didefinisikan berdasarkan empat karakteristik, yaitu:[3] ancaman/penggunaan kekerasan, mempunyai tujuan politis: keinginan untuk mengubah status quo, mempunyai niat/bertujuan untuk menyebarkan ketakutan dengan aksi-aksi publik yang spektakuler, menargetkan penduduk sipil.
Element yang terakhir, yaitu – menargetkan penduduk sipil adalah yang membedakan state terrorism dengan bentuk-bentuk kekerasan lain yang dilakukan negara (state violance). Mendeklarasikan perang dan mengirim pasukan militer melawan pasukan militer negara lain bukan termasuk ke dalam kategori terorisme, begitu juga dengan penggunaan kekerasaan untuk menghukum kriminal yang bersalah karena telah melakukan perbuatan kriminal.
State terrorism bisa dilihat sebagai sebuah konsep yang berbahaya, karena negara dalam hal ini memiliki kekuasaan atau power untuk mendefinisikan terorisme dimana, berbeda dengan teroris non-state, negara bisa melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap konsekuensi dari definisi tersebut. Negara memiliki force dan bisa melegitimasi penggunaan kekerasan sedemikian rupa dalam berbagai cara yang tidak mungkin dilakukan oleh penduduk sipil biasa.[4]
Justifikasi yang dilakukan oleh negara atas nama keamanan bisa dilihat dari konsep awal negara berdaulat dimana sebuah negara harus melakukan segenap usahanya untuk mempertahankan diri karena tidak ada otoritas yang lebih tinggi daripada negara. Pada tataran filosofis, terdapat dua fungsi yang selalu melekat pada negara sebagai suatu unit politik, yaitu fungsi keamanan (security function of state) dan fungsi kesejahteraan (welfare function of state). Fungsi keamanan melekat pada negara yang melahirkan istilah keamanan nasional. Jika dilihat dari tujuannya, keamanan nasional dimaksudkan untuk melindungi negara dari berbagai ancaman yang dapat meruntuhkan negara itu. Sedangkan jika dilihat dari aktornya, tanggung jawab untuk menyelenggarakan keamanan nasional selalu dilekatkan pada negara.[5]
Peristiwa 11 September yang meluluhlantakkan dua gedung kembar kebanggaan Amerika langsung membuat negara-negara di seluruh dunia dihadapkan dengan ‘perang massal’ melawan apa yang dikatakan AS sebagai aksi terorisme. [6] AS dalam hal ini merasa kedaulatan negaranya terancam dan kemudian membentuk public opinion akan bentuk kejahatan kemanusiaan yang dinamakan terorisme. Maka semua tindakan atau ide penyerangan yang mengatasnamakan pemberantasan terorisme pun menjadi sah.
Green & Ward (2004) mengadopsi thesis Max Weber’s tentang negara berdaulat, mengklaim monopoli penggunaan kekuatan yang sah (legitimate use of force). Jadi untuk bisa menentukan apakah sebuah negara menyimpang atau tidak, tergantung pada norma-norma internasional dimana salah satunya adalah apakah negara tersebut menjunjung tinggi HAM dalam menjalankan kekuasaannya. Namun kendalanya negara juga yang mendefinisikan apa yang bisa disebut sebagai kriminal dalam wilayah mereka, dan sebagai negara yang berdaulat, mereka tidak bertanggungjawab terhadap komunitas internasional kecuali mereka memang terikat secara umum dengan yurisdiksi internasional, atau yurisdiksi kriminal.[7]
State crime adalah suatu tindakan yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini negara, agen pemerintah, yang melanggar hukum dari pemerintahan tersebut, hukum internasional, atau hak asasi manusia, sesuai definisi dari UN atau kode etik formal lainnya. Sebuah tindakan bisa dikategorikan sebagai state crime apabila tindakan tersebut menyakiti penduduk negaranya atau penduduk negara lain. Maka sebenarnya dalam hal ini war crimes dan state-sponsored terrorism bisa dikatakan masuk ke dalam kategori state crime.[8]
[1] Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi: Tinjauan Terhadap Peran PBB (Global Jurnal Politik Internasional, Vol 5 No 2, Mei 2003). Diterbitkan oleh: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Hal: 50.
[2] United Against Nuclear Iran. Diakses dari: http://www.unitedagainstnucleariran.com/terrorism_timeline
[3] State Terrorism – A Definition of State Terrorism. Diakses dari: http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/a/StateTerrorism.html
[4] State Terrorism – A Definition of State Terrorism. Ibid.
[5] Andi Widjajanto, Cornelis Lay, Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus (Jakarta:2006) Pacivis University of Indonesia & Kemitraan Partnership. Hal: 13.
[6] Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi: Tinjauan Terhadap Peran PBB. Op.Cit. Hal 49.
[7] Wikipedia – State Crime. Diakses dari: http://en.wikipedia.org/wiki/State_crime
[8] What is State Crime? Diakses dari: http://www.wisegeek.com/what-is-a-state-crime.htm
About Tri Prihatini K.
Twitter •