Kontradiktif Pasar Wisata oleh Edy Sukarno
Indonesia dikenal indah alamnya dengan sangat banyak obyek-obyek wisata di berbagai pelosok tanah air. Bali sangat terkenal dan menjadi destinasi utama para wisatawan manca negara. Namun menyimak berita di harian Bisnis Indonesia 12 Oktober 2016, saya tercengang nian. Ditulis di situ bahwa Pemerintah Jepang bakal meningkatkan turis asal Indonesia sebanyak 25% pada tahun ini. Direktur Eksekutif Japan National Tourism Organization Hideki Tomioka menyatakan tahun lalu realisasi turis dari Indonesia ke Jepang sebanyak 200.000 kunjungan.
Usaha promosi yang dilakukan antara lain melalui fam trips serta menggandeng sejumlah public figure dari Indonesia untuk membuat video promosi di Negeri Sakura. Tahun ini penyanyi Afgan akan membuat video clip lagunya di Jepang timpal Hideki. Jepang yang sudah menyandang negara termaju di Asia berkat produk-produk otomotif dan infrastruktur, terbukti sangat ambisi untuk mampu menarik wisatawan-wisatwan dari Indonesia. Berdasarkan data TCVB, tiga negara tujuan wisatawan dari Indonesia adalah Jepang, Singapura dan Australia.
Bagaimana saya nggak tercengang.., di benak yang terlintas justru kebalikannya. Wisatawan dari Jepang menjadi salah satu terget Pemerintah Indonesia untuk menambah sumber devisa negara. Dengan fakta seperti di atas, menunjukkan Rakyat Indonesia yang notabene belum sepenuhnya makmur sejahtera ternyata sudah dijadikan target market Pemerintah Jepang untuk destinasi wisata mereka. Di samping itu, juga mencerminkan jamaknya status sosial rakyat bukanlah kendala berarti bagi Jepang untuk menetrasi pasar wisata.
Kiranya kita perlu mawas diri/introspeksi bagaimana semestinya bersikap dalam mengelola kekayaan bumi pertiwi ini. Candi Borobudur, Danau Toba, Tanah Toraja, Laut Indonesia Timur dan masih banyak lagi pemandangan alam yang begitu indah seharusnya ditangani dengan baik sehingga mampu menjadi primadona wisata yang handal. Rakyat jelata perlu literasi maksimal mengenai dunia wisata yang mampu menangkap keindahan dan kekayaan sejati alam Indonesia, sehingga menciptakan paradigma puaskan dan tuntaskan dulu melancong di negeri sendiri baru negeri lain.