Qualitative Inquiry And Research Design : Studi Kasus
Creswell dalam bukunya yang berjudul “Qualitative Inquiry And Research Design” mengungkapkan lima tradisi penelitian, yaitu: biografi, fenomenologi, grounded theory study, studi kasus dan etnografi. Salah satu tradisi yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah studi kasus yang telah lama dipandang sebagai metode penelitian yang “amat lemah”. Para peneliti yang menggunakan studi kasus dianggap melakukan “keanehan” dalam disiplin akademisnya karena tingkat ketepatannya (secara kuantitatif), objektivitas dan kekuatan penelitiannya dinilai tidak memadai.1 Walaupun demikian, studi kasus tetap dipergunakan secara luas dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang psikologi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, sejarah dan ekonomi maupun dalam bidang ilmu-ilmu praktis seperti pendidikan, perencanaan wilayah perkotaan, administrasi umum, ilmu-ilmu manajemen dan lain sebagainya. Bahkan sering juga diaplikasikan untuk penelitian evaluasi yang menurut sebagian pihak merupakan bidang metode yang sarat dengan kuantitatifnya.
Semuanya ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dipertanyakan bahwa apabila studi kasus itu memiliki kelemahan, mengapa para peneliti menggunakannya ?. Oleh karena itu makalah ini akan mengkaji: Apakah itu studi kasus ?; Bagaimana menggunakan teori dan pertanyaan penelitian dalam studi kasus ?; Bagaimana pengumpulan data studi kasus ?; Bagaimana analisis data studi kasus ?; Bagaimana penulisan laporan studi kasus ?; Bagaimana melakukan standar kualitas dan verifikasi dalam studi kasus ? berdasarkan buku John W. Creswell.
Apakah Studi Kasus itu ?
Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini:
Dari gambar di atas dapat diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.2 Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1) mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.3 Hal ini mengisyaratkan bahwa suatu kasus dapat dikaji menjadi sebuah objek studi (Stake, 1995) maupun mempertimbangkannya menjadi sebuah metodologi (Merriam, 1988).
Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu.
Dengan kata lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.
Selanjutnya Creswell mengungkapkan bahwa apabila kita akan memilih studi untuk suatu kasus, dapat dipilih dari beberapa program studi atau sebuah program studi dengan menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi: observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan. Konteks kasus dapat “mensituasikan” kasus di dalam settingnya yang terdiri dari setting fisik maupun setting sosial, sejarah atau setting ekonomi. Sedangkan fokus di dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu studi (studi kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya mengacu pada studi kasus kolektif.5 Untuk itu Lincoln Guba mengungkapkan bahwa struktur studi kasus terdiri dari masalah, konsteks, isu dan pelajaran yang dipelajari.
Menurut Creswell, pendekatan studi kasus lebih disukai untuk penelitian kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Patton bahwa kedalaman dan detail suatu metode kualitatif berasal dari sejumlah kecil studi kasus.7 Oleh karena itu penelitian studi kasus membutuhkan waktu lama yang berbeda dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya.8 Tetapi pada saat ini, penulis studi kasus dapat memilih pendekatan kualitatif atau kuantitatif dalam mengembangkan studi kasusnya. Seperti yang dilakukan oleh Yin (1989) mengembangkan studi kasus kualitatif deskriptif dengan bukti kuantitatif. Merriam (1988) mendukung suatu pendekatan studi kasus kualitatif dalam bidang pendidikan. Hamel (1993) seorang sosiolog menunjukkan pendekatan studi kasus kualitatif untuk sejarah. Stakes (1995) menggunakan pendekatan ekstensif dan sistematis untuk penelitian studi kasus. Untuk itu Creswell menyarankan bahwa peneliti yang akan mengembangkan penelitian studi kasus hendaknya pertama-tama, mempertimbangan tipe kasus yang paling tepat. Kasus tersebut dapat merupakan suatu kasus tunggal atau kolektif, banyak tempat atau di dalam- tempat, berfokus pada suatu kasus atau suatu isu (instrinsik-instrumental). Kedua, dalam memilih kasus yang akan diteliti dapat dikaji dari berbagai aspek seperti beragam perspektif dalam permasalahannya, proses atau peristiwa. Ataupun dapat dipilih dari kasus biasa, kasus yang dapat diakses atau kasus yang tidak biasa.
Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa “tantangan” dalam perkembangan studi kasus kualitatif sebagai berikut :
1. Peneliti hendaknya dapat mengidentifikasi kasusnya dengan baik
2. Peneliti hendaknya mempertimbangkan apakah akan mempelajari sebuah kasus tunggal atau multikasus
3. Dalam memilih suatu kasus diperlukan dasar pemikiran dari peneliti untuk melakukan strategi sampling yang baik sehingga dapat pula mengumpulkan informasi tentang kasus dengan baik pula
4. Memiliki banyak informasi untuk menggambarkan secara mendalam suatu kasus tertentu. Dalam merancang sebuah studi kasus, peneliti dapat mengembangkan sebuah matriks pengumpulan data dengan berbagai informasi yang dikumpulkan mengenai suatu kasus
5. Memutuskan “batasan” sebuah kasus. Batasan-batasan tersebut dapat dilihat dari aspek waktu, peristiwa dan proses.
Bagaimana penggunaan teori dan pertanyaan penelitian dalam studi kasus ?
Studi kasus kualitatif menerapkan teori dalam cara yang berbeda. Creswell mengungkapkannya dengan contoh studi kasus kualitatif dari Stake (1995) tentang reformasi di Sekolah Harper yang menggambarkan sebuah studi kasus deskriptif dan berorientasi pada isu. Studi ini dimulai dengan mengemukakan isu tentang “reformasi sekolah”, kemudian dilanjutkan dengan deskripsi sekolah, komunitas dan lingkungan. Selama isu suatu kasus masih berkembang, teori belum dapat digunakan dalam studi kasus ini. Menurut Creswell sebuah teori membentuk arah studi (Mc Cormick, 1994). Studi dimulai dengan definisi “non pembaca”, kemudian dilanjutkan pada dasar teori bagi studi yang “dibingkai” dalam sebuah teori interaktif. Studi berlanjut dengan melihat kemampuan dan ketidakmampuan membaca siswa akan memprediksi kegagalan dan keberhasilan siswa dalam membaca dan menulis. Hal ini berhubungan erat dengan faktor internal dan eksternal. Kemudian studi berlanjut dengan mengeksplorasi pengalaman seorang siswa yang berusia 81/2 tahun. Dalam kasus penembakan di kampus, kita tidak memposisikan studi di dalam dasar teori tertentu sebelum pengumpulan data, tetapi setelah pengumpulan data sehingga acapkali dikenal dengan teori-setelah.
Menurut Creswell dalam studi kasus kualitatif, seseorang dapat menyusun pertanyaan maupun sub pertanyaan melalui isu dalam tema yang dieksplorasi, juga sub pertanyaan tersebut dapat mencakup langkah-langkah dalam prosedur pengumpulan data, analisis dan konstruksi format naratif. Sub pertanyaan yang dapat memandu peneliti dalam melakukan penelitian studi kasus sebagai berikut :
• Apa yang terjadi ?
• Siapa yang terlibat dalam respons terhadap suatu peristiwa tersebut ?
• Tema respons apa yang muncul selama 8 bulan mengikuti peristiwa ini ?
• Konstruksi teori apa yang dapat membantu kita memahami respons di kampus ?
• Konstruksi apa yang unik dalam kasus ini ?
Sedangkan pertanyaan-pertanyaan prosedural adalah sebagai berikut :
• Bagaimana suatu kasus dan peristiwa tersebut digambarkan ? (deskripsi kasus)
• Tema apa yang muncul dari pengumpulan informasi tentang kasus ? (analisis materi kasus)
• Bagaimana peneliti menginterpretasikan tema-tema dalam teori sosial dan psikologi yang lebih luas ? (pelajaran yang dipelajari dari kasus berdasarkan literatur).
Bagaimana pengumpulan data studi kasus ?
Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu: (1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; (2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dsb; (3) wawancara biasanya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) observasi partisipan dan (6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni. Lebih lanjut Yin mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu: (1) menggunakan bukti multisumber; (2) menciptakan data dasar studi kasus, seperti : catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi, narasi; (3) memelihara rangkaian bukti.
Sedangkan Asmussen & Creswell menampilkan pengumpulan data melalui matriks sumber informasi untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data yaitu: wawancara, observasi, dokumen dan materi audio-visual untuk kolom dan bentuk spesifik dari informasi seperti siswa, administrasi untuk baris. Penyampaian data melalui matriks ini ditujukan untuk melihat kedalaman dan banyaknya bentuk dari pengumpulan data, sehingga menunjukkan kekompleksan dari kasus tersebut. Penggunaan suatu matriks akan bermanfaat apabila diterapkan dalam suatu studi kasus yang kaya informasi. Lebih lanjut Creswell mengungkapkan bahwa wawancara dan observasi merupakan alat pengumpul data yang banyak digunakan oleh berbagai penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kedua alat itu merupakan pusat dari semua tradisi penelitian kualitatif sehingga memerlukan perhatian yang tambahan dari peneliti.
Bagaimana analisis data studi kasus ?
Menganalisis data studi kasus adalah suatu hal yang sulit karena strategi dan tekniknya belum teridentifikasikan secara baik. Tetapi setiap penelitian hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum yang mengandung prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa. Demikian pun dengan studi kasus, oleh karena itu Creswell memulai pemaparannya dengan mengungkapkan tiga strategi analisis penelitian kualitatif, yaitu: strategi analisis menurut Bogdan & Biklen (1992), Huberman & Miles (1994) dan Wolcott (1994).14 Menurut Creswell, untuk studi kasus seperti halnya etnografi analisisnya terdiri dari “deskripsi terinci” tentang kasus beserta settingnya. Apabila suatu kasus menampilkan kronologis suatu peristiwa maka menganalisisnya memerlukan banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya. Terlebih lagi untuk setting kasus yang “unik”, kita hendaknya menganalisa informasi untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi sesuai dengan settingnya.
Stake mengungkapkan empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus, yaitu: (1) pengumpulan kategori, peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan muncul; (2) interpretasi langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak contoh. Hal ini merupakan suatu proses dalam menarik data secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama agar lebih bermakna; (3) peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori.
Kesepadanan ini dapat dilaksanakan melalui tabel 2×2 yang menunjukkan hubungan antara dua kategori; (4) pada akhirnya, peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik melalui analisa data, generalisasi ini diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari suatu kasus, apakah kasus mereka sendiri atau menerapkannya pada sebuah populasi kasus. Lebih lanjut Creswell menambahkan deskripsi kasus sebagai sebuah pandangan yang terinci tentang kasus. Dalam studi kasus “peristiwa penembakan”, kita dapat menggambarkan peristiwa itu selama dua minggu, menyoroti pemain utamanya, tempat dan aktivitasnya. Kemudian mengumpilkan data ke dalam 20 kategori dan memisahkannya ke dalam lima pola. Dalam bagian akhir dari studi ini kita dapat mengembangkan generalisasi tentang kasus tersebut dipandang dari berbagai aspek, dibandingkan, dibedakan dengan literatur lainnya yang membahas tentang kekerasan di kampus.
Dari paparan di atas dapat diuraikan bahwa “persiapan terbaik” untuk melakukan analisis studi kasus adalah memiliki suatu strategi analisis. Tanpa strategi yang baik, analisis studi kasus akan berlangsung sulit karena peneliti “bermain dengan data” yang banyak dan alat pengumpul data yang banyak pula. Untuk Robert K. Yin merekomendasikan enam tipe sumber informasi seperti yang telah dikemukakan pada bagian pengumpulan data. Tipe analisis dari data ini dapat berupa analisis holistik, yaitu analisis keseluruhan kasus atau berupa analisis terjalin, yaitu suatu analisis untuk kasus yang spesifik, unik atau ekstrim. Lebih lanjut Yin membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, yaitu (1) penjodohan pola, yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan; (2) pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan dan (3) analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang menggunakan pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.
Creswell mengemukakan bahwa dalam studi kasus melibatkan pengumpulan data yang banyak karena peneliti mencoba untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Untuk diperlukan suatu analisis yang baik agar dapat menyusun suatu deskripsi yang terinci dari kasus yang muncul. Seperti misalnya analisis tema atau isu, yakni analisis suatu konteks kasus atau setting dimana kasus tersebut dapat menggambarkan dirinya sendiri. Peneliti mencoba untuk menggambarkan studi ini melalui teknik seperti sebuah kronologi peristiwa-peristiwa utama yang kemudian diikuti oleh suatu perspektif yang terinci tentang beberapa peristiwa. Ketika banyak kasus yang akan dipilih, peneliti sebaiknya menggunakan analisis dalam-kasus yang kemudian diikuti oleh sebuah analisis tematis di sepanjang kasus tersebut yang acapkali disebut analisis silang kasus untuk menginterpretasi makna dalam kasus.
Bagaimana penulisan laporan studi kasus ?
Keseluruhan Struktur Retorika
Peneliti dapat membuka dan menutup dengan suatu gambaran untuk menarik pembaca ke dalam suatu kasus. Pendekatan ini disarankan oleh Stake (1995) yang memberikan gambaran umum bagi penyerapan ide-ide dalam suatu studi kasus sebagai berikut :
• Penulis hendaknya membuka dengan sebuah gambaran umum sehingga pembaca dapat mengembangkan sebuah pengalaman yang mewakilinya untuk mendapatkan suatu “feeling” dari waktu dan tempat yang diteliti
• Kemudian, penulis mengidentifikasi isu-isu, tujuan dan metode studi sehingga pembaca dapat mempelajari mengenai bagaimana studi tersebut, latar belakang dan isu-isu seputar kasus
• Hal ini kemudian diikuti oleh deskripsi ekstensif tentang kasus dan konteksnya
• Agar pembaca dapat memahami kompleksitas dari suatu kasus, penulis agar menampilkan beberapa isu-isu kunci. Kekompleksan ini dibangun melalui referensi hasil penelitian maupun pemahaman pembaca terhadap suatu kasus
• Kemudian beberapa isu diteliti “lebih jauh”. Pada poin ini penulis hendaknya memilah dengan baik data yang terkumpul
• Penulis menyusun suatu ringkasan tentang apakah penulis memahami kasus itu, apakah melakukan generalisasi naturalistik awal, kesimpulan yang diambil apakah merupakan pengalaman pribadi atau pengalaman yang mewakili bagi pembacanya yang kemudian membentuk persepsi pembaca
• Pada akhirnya penulis mengakhiri pemaparannya dengan sebuah gambaran penutup, sebuah catatan pengalaman yang mengingatkan pembaca bahwa laporan ini adalah pengalaman seseorang yang mengalami suatu kasus kompleks
Creswell mengungkapkan bahwa ia menyukai gambaran umum di atas, karena memberikan deskripsi kasus dengan menampilkan tema, pernyataan atau interpretasi pembaca serta memulai dan mengakhiri dengan skenario yang realistis. Sebuah model laporan kasus lain adalah laporan kasus substantif Lincoln dan Guba (1985) yang menggambarkan sebuah deskripsi dengan teliti mengenai konteks atau setting, sebuah deskripsi transaksi atau proses yang diamati dalam konteks, isu yang diteliti dan hasil penelitian (pelajaran yang dipelajari). Sedangkan pada tingkat yang lebih umum pelaporan studi kasus dapat ditemukan pada matriks 2×2 dari Yin (1989). Matriks tersebut didasarkan pada asumsi bahwa studi kasus tunggal dan multikasus mencerminkan pertimbangan desain yang berbeda yaitu: desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin, desain multikasus holistik dan desain multikasus terjalin. Desain kasus tunggal dipergunakan apabila mengkaji suatu kasus unik atau beberapa sub-unit analisis seperti studi kasus yang berkenaan dengan program publik tunggal, sedangkan desain holistik digunakan untuk mengkaji sifat umum dari suatu program. Desain holistik mungkin bersifat lebih abstrak karena desain ini mencakup keseluruhan kasus yang lebih baik daripada desain terjalin.
Struktur Retorika Terjalin
Desain terjalin merupakan suatu perangkat penting guna memfokuskan suatu inkuiri studi kasus. Asmussen dan Creswell mencontohkan “peristiwa penembakan di kampus”. Pertama-tama dimulai dari kota dimana situasi dikembangkan, kemudian diikuti oleh kampus dan ruangan kelas. Pendekatan “menyempitkan” setting dari sebuah lingkungan kota yang tenang pada ruangan kelas di kampus akan memudahkan peneliti melihat kedalaman studi ini dengan sebuah kronologi peristiwa yang terjadi. Dalam membandingkan deskripsi vs analisis, Merriam (1998) menyarankan keseimbangan yang tepat seperti : 60% – 40% atau 70% – 30% antara sebuah deskripsi kongkrit mengenai setting dengan peristiwa sebenarnya. Studi tentang peristiwa insiden penembakan di kampus juga menampilkan sebuah studi kasus tunggal dengan naratif tunggal tentang kasus tersebut, temanya maupun interpretasinya.
Bagaimana melakukan standar kualitas dan verifikasi dalam studi kasus?
Stake (1995) menyatakan bahwa suatu studi kasus memerlukan verifikasi yang ekstensif melalui triangulasi dan member chek. Stake menyarankan triangulasi informasi yaitu mencari pemusatan informasi yang berhubungan secara langsung pada “kondisi data” dalam mengembangkan suatu studi kasus. Triangulasi membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui pengecekan dan pembandingan terhadap data. Lebih lanjut Stake “menawarkan” triangulasi dari Denzin (1970) yang membedakan empat macam tringulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data, peneliti, teori dan metodologi.
Untuk member check, Stake merekomendasikan peneliti untuk melakukan pengecekan kepada anggota yang terlibat dalam penelitian studi kasus ini dan mewakili rekan-rekan mereka untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti. Lebih lanjut Stake memberikan sebuah “daftar cek kritik” untuk laporan studi kasus dan membaginya ke dalam 20 kriteria untuk menilai sebuah laporan studi kasus yang baik sebagai berikut:
• Apakah laporan itu mudah di baca ?
• Apakah laporan itu tepat secara umum, yaitu tiap kalimat berkontribusi pada keseluruhan laporan ?
• Apakah laporan tersebut memiliki sebuah struktur konseptual (misalnya tema atau isu) ?
• Apakah isu-isunya dikembangkan secara serius dan ilmiah ?
• Apakh kasusnya didefinisikan secara baik ?
• Apakah terdapat cerita pada presentasi ?
• Apakah pembaca memberikan masukkan dari beberapa pengalaman yang mewakilinya ?
• Apakah kutipan-kutipan digunakan secara efektif ?
• Apakah heading, angka-angka, instrumen, lampiran, indeks digunakan secara efektif ?
• Apakah laporan tersebut diedit dengan baik ?
• Apakah pembaca disarankan untuk membuat pernyataan baik itu lewat atau di bawah interpretasi ?
• Apakah perhatian yang memadai telah dibayar pada beragam konteks ?
• Apakah data mentah yang baik akan ditampilkan ?
• Apakah sumber data dipilih dengan baik dan jumlahnya memadai ?
• Apakah observasi dan interpretasi yang muncul telah ditriangulasi ?
• Apakah peranan dan sudut pandang peneliti muncul dengan baik ?
• Apakah “sifat” audiens yang dimaksud akan nampak ?
• Apakah empati ditujukan untuk semua aspek ?
• Apakah maksud pribadi penulis dikaji ?
• Apakah laporan tersebut muncul dan beresiko pada individu ?
Sedangkan Robert K.Yin mengemukakan prosedur laporan studi kasus sebagai berikut : (1) kapan dan bagaimana memulai suatu tulisan; (2) identifikasi kasus: nyata atau tersamar ?; (3) tinjauan ulang naskah studi kasus: suatu prosedur validasi.22 Untuk menyusun suatu cerita pada studi kasus, Asmussen & Creswell (1995) mencoba mengkaji studi kasus kualitatif tentang “respon kampus pada seorang siswa penembak” melalui laporan kasus substantif dari Lincoln & Guba. Format Lincoln & Guba ini dimulai dengan :
• membuktikan penjelasan masalah, sebuah deskripsi yang terinci mengenai konteks atau setting serta proses yang diamati, sebuah diskusi tentang elemen penting dan pada akhirnya menyusun hasil penelitian melalui “pelajaran yang dipelajari”.
• setelah memperkenalkan studi kasus dengan masalah kekerasan di kampus, kemudian penulis memberikan deskripsi secara terinci mengenai setting dan kronologis peristiwa. Kemudian beralih kepada tema penting yang muncul dalam analisis. Tema ini terbagi ke dalam dua tema yakni: tema organisasional dan tema psikologis atau sosio-psikologi.
• mengumpulkan data melalui wawancara dengan informan, observasi, dokumentasi dan materi audio-visual. Dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut : Apa yang terjadi ?; Apa yang dilibatkan dalam respon peristiwa tersebut ?; Tema respon apa yang muncul selama 8 bulan ?; Konstruksi teoritis apa yang dikembangkan secara unik pada kasus ini ?
• naratif menggambarkan peristiwa dengan menghubungkan konteks pada bingkai kerja yang lebih luas
• melakukan verifikasi kasus dengan menggunakan beberapa sumber data untuk suatu tema melalui triangulasi dan pengecekkan anggota.
About Rizal Mawardi