Balanced Scorecard
THE BALANCED SCORECARD
The balanced scorecard translates an organization’s mission and strategy into a comprehensive set of performance measures that provides the framework for implementing its strategy (Kaplan and Norton, 1996a,b). The balanced scorecard does not focus solely on achieving financial objectives. It also highlights the non-financial objectives that an organization must achieve in order to meet its financial objectives. The balanced score-card measures an organization’s performance from four key perspectives: (1) financial, (2) customer, (3) internal business process, and (4) learning and growth. A company’s strategy influences the measures used in each of these perspectives.
The balanced scorecard gets its name from the attempt to balance financial and non-financial performance measures to evaluate both short-run and long-run performance in a single report. Consequently, the balanced scorecard reduces managers’ emphasis on short-run financial performance, such as quarterly earnings. Why? Because the non-financial and operational indicators measure fundamental changes that a company is making. The financial benefits of these changes may not be captured in short-run earnings, but strong improvements in non-financial measures signal the prospect of creating economic value in the future. For example, an increase in customer satisfaction signals higher sales and income in the future. By balancing the mix of financial and non-financial measures, the balanced scorecard focuses management’s attention on both short-run and long-run performance (Norreklit and Mitchell, 2007). The big question is how to implemented the balanced scorecard to the Non- Profit Organization easly ?? (PPAk)
About Panubut Simorangkir
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Bagaimana memerepkan atau mengimplementasikan balanved scorecard ?
Balance scorecard dikenal sebagai pengukuran kerja. Balance scorecard sekarang banyak digunakan untuk pengembangan starategi dan alat eksekusi yg dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Balance scorecard telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik manufaktur atau jasa. Penerapan berfokus pada 4 perspektif balance scorecard dan lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan yang bertujuan mencari laba (profit seeking organizations)& jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan balance scorecard pada organisasi nirlaba (not for profit organization) atau koperasi dimana owner dan customer sama dan anggota menjadi prioritas yang sama.
Pada organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada keaukaesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Jadi dengan balance scorecard para manajer akan mampu mengukur bagaimana unit bisnia mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang.
Melalui metode yg sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Bagaimana memerepkan atau mengimplementasikan balanved scorecard ?
Balance scorecard dikenal sebagai pengukuran kerja. Balance scorecard sekarang banyak digunakan untuk pengembangan starategi dan alat eksekusi yg dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Balance scorecard telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik manufaktur atau jasa. Penerapan berfokus pada 4 perspektif balance scorecard dan lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan yang bertujuan mencari laba (profit seeking organizations)& jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan balance scorecard pada organisasi nirlaba (not for profit organization) atau koperasi dimana owner dan customer sama dan anggota menjadi prioritas yang sama.
Pada organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada keaukaesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Jadi dengan balance scorecard para manajer akan mampu mengukur bagaimana unit bisnia mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang.
Melalui metode yg sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Sebelum mengimplementasikan balanced scorecard terlebih dahulu yang
dilakukan adalah membangun balanced scorecard melalui tahapan-tahapan
berikut: 1) menilai fondasi organisasi 2) membangun strategi bisnis 3) membuat
tujuan organisasi 4) membuat strategic map bagi strategi bisnis organisasi 5)
pengukuran kinerja dan 6) menyusun inisiatif. Tahapan dalam mengimplementasikan balanced scorecard meliputi identifikasi data yang dibutuhkan,
membangun balanced scorecard secara menyeluruh dan melakukan evaluasi. Balanced scorecard dapat digunakan pada organisasi non profit setelah dilakukan modifikasi dari konsep balanced scorecard yang awalnya ditujukan bagi organisasi bisnis. Modifikasi tersebut antara lain adalah dalam hal misi organisasi non profit, sehingga tujuan utama suatu organisasi non profit adalah memberi pelayanan kepada masyarakat dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bagian lain yang perlu dimodifikasi adalah posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan. Selanjutnya perspektif customers diubah menjadi perspektif customers & stakeholders dan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employess and organization capacity.
Balance scorecard dapat membantu organisasi non profit dalam mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi. 4 perspektif balance scorecard dalam organisasi non profit yaitu :
1. Customers and stakeholders bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan organisasi.
2. Financial bertujuan untuk mengurangi biaya jasa.
3. Internal business process bertujuan untuk mengurangi waktu yg dibutuhkan untuk menyerahkan jasa.
4. Employee and organization capacity bertujuan untuk meningkatkan kemampuan karyawan.
Mengimplementasikan balanced scorecard pada suatu organisasi, terlebih dahulu yang dilakukan adalah membangun balanced scorecard melalui tahapan-tahapan berikut: 1) menilai fondasi organisasi 2) membangun strategi bisnis 3) membuat tujuan organisasi 4) membuat strategic map bagi strategi bisnis organisasi 5) pengukuran kinerja dan 6) menyusun inisiatif. Tahapan dalam mengimplementasikan balanced scorecard meliputi identifikasi data yang dibutuhkan, membangun balanced scorecard secara menyeluruh dan melakukan evaluasi.
Organisasi sangat membutuhkan Balanced Sorecard sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced Scorecard sekarang banyak digunakan untuk pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional. Saat ini balance scorecard telah diterapkan sebagai management tool dibanyak organisasi, baik profit maupun non profit. Implementasi balance scorecard pada organisasi non profit seperti pemerintah memang tidak mudah, butuh proses belajar yang memadai untuk mencapai kesempurnaan. Organisasi non profit dapat menggunakan balanced scorecard dalam pengukuran kinerjanya. Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balance scorecard lebih sering dilakukan dalam organisasi yang bertujuan mencari laba dan jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan balance scorecard pada organisasi non profit. Pada organisasi seperti ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Balanced scorecard dapat digunakan pada organisasi non profit setelah dilakukan modifikasi dari konsep balanced scorecard yang awalnya ditujukan bagi organisasi bisnis. Modifikasi tersebut antara lain adalah dalam hal misi organisasi non profit, sehingga tujuan utama suatu organisasi non profit adalah memberi pelayanan kepada masyarakat dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Tahapan dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard
Dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard, baik pada perusahaan maupun pada organisasi non profit, tahap-tahap yang harus dilakukan dimulai dari mendesain Balanced Scorecard terlebih dahulu untuk kemudian baru mengimplementasikannya. Tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Menyusun Peta Strategi Organisasi.
2. Menentukan KPI.
3. Menentukan Target.
4. Menurunkan (cascading) ke unit-unit kerja yang ada di seluruh organisasi.
5. Menentukan Inisiatif.
6. Menentukan Rencana Aksi.
7. Menyelaraskan semua Sasaran Stategis, KPI, Target dan Inisiatif dari seluruh unit kerja yang ada dalam organisasi.
8. Menentukan Individual Scorecard.
9. Melakukan pendataan KPI.
10. Mengevaluasi pencapaian strategi secara periodik.
Bagaimana mengimplementasikan balance scorecard di organisasi non profit ?
Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard yaitu Perspektif Keuangan (financial perspective), Perspektif Pelanggan (customer perspective), Perspektif proses usaha internal (internal business process perspective), dan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learn and growth/ infrastructure perspective)
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for-profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998).
Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud.
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
BALANCED SCORECARD : BSC tidak melulu memandang strategi dalam kaitan aspek finansial semata, namun juga aspek tiga “tambahan” lain yaitu: 1) hubungan dengan pelanggan, 2) proses internal, serta 3) pembelajaran dan pertumbuhan. Banyak pihak percaya, bahwa ketiga aspek tambahan tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru. Namun sebagai sebuah kerangka pemikiran, dunia harus mengakui bahwa Robert S. Kaplan, seorang profesor akunting pada Harvard Business Shool, beserta David P. Norton, seorang konsultan teknologi informasi, yang telah berjasa merumuskan konsep pemikiran tersebut sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menerapkan sistem ini secara sistematis.
Konsep itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak statis dan tidak pula bersifat sekali-jadi. Sejak pertama kali muncul dalam artikel di Harvard Business Review pada edisi Januari-Februari 1992, Kaplan dan Norton secara evolutif berdasarkan bukti-butkri empirik dari pengalaman-pengalaman perusahaan-perusahaan yang disurvey dalam penerapan konsep ini, telah memoles dan mempertajam konsep ini dari tahun ke tahun hingga yang mutakhir konsep ini semakin lengkap dengan konsep Strategy-focused Organisation (SFO). Kaplan dan Norton (1992) mengatakan kepada para eksekutif senior: “What you measure is what you get“. Secara singkat ungkapan tersebut ingin mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja betul-betul akan mempengaruhi kinerja dan perilaku individu-individu di dalam perusahaan. Masalahnya, perspektif apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja? Ketika awal era industrialisasi, secara tradisional orang merasa cukup dengan ukuran-ukuran akuntansi keuangan seperti return on investment (ROI) atau earnings per share (EPS). Namun pengukuran perspektif keuangan saja ternyata tidak memuaskan. Orang juga mulai memerlukan informasi yang berkaitan dengan kinerja operasional. Bahkan ada sebagian orang yang mengatakan “Lupakan saja pengukuran perspektif keuangan. Fokuskan upaya pada perbaikan operasional seperti siklus waktu dan tingkat kerusakan produk. Pada akhirnya ini akan berdampak juga pada perspektif finansial.”
Inilah yang kemudian melatarbelakangi Kaplan dan Norton merumuskan konsep pengukuran kinerja yang dinamakan The Balanced Scorecard (BSC). Keseimbangan (balanced) di sini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif-perspektif yang akan diukur, yaitu antara perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan sebagai berikut:
1. Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang perusahaan.
2. Perspektif internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa perusahaan memiliki keahlian.
3. Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
4. Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana perusahaan memandang pemegang saham.
KELEBIHAN BALANCE SCORECARD
Yang menjadikan BALANCE SCORECARD memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. BALANCED SCORECARD merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.
2. BALANCED SCORECARD bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat.
3. BALANCED SCORECARD mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. balanced scorecard tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.
4. BALANCED SCORECARD membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.
5. BALANCED SCORECARD memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
6. BALANCED SCORECARD memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
7. BALANCED SCORECARD memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’.
Dalam organisasi non profit, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda maka perlu dilakukan beberapa perubahan seperti misalnya : perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balance scorecard organisasi ini yaitu misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi antara perspektif financial dan perspektif pelanggan, perspektif customer berubah menjadi perspektif customer dan stakeholder, perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity.
Secara ringkas, tahapan yang digunakan dalam membangun balance scorecard yaitu : visi,misi dan core values yang dimiliki organisasi membentuk budaya dari organisasi tersebut. Selanjutnya visi ,misi dan core values tersebut dinyatakan dalam sasaran yang ingin dicapai dan kemudian sasaran tersebut diterjemahkan kedalam strategi-strategi. Langkah berikutnya menterjemahkan strategi kedalam tujuan yang dibentuk dalam strategi map,yang kemudian untuk setiap tujuan ditetapkan ukuran yang ingin dicapai. Setelah ukuran ditetapkan, maka proses selanjutnya adalah menetapkan target dan program yang harus dilakukan untuk mencapai misi organisasi. Langkah terakhir yaitu identifikasi sumberdaya dan anggaran.
Setelah membangun balance scorecard, maka selanjutnya kita harus mengimplementasikan apa yang telah dibangun dan disusun .Tahap implementasi balance scorecard meliputi : data yang dibutuhkan diidentifikasi , balance scorecard secara menyeluruh dibangun dan selanjutnya evaluasi dilakukan.
Pada dasarrnya, balance scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran ukuran financial maupun non financial yang dirumuskan dalam bentuk perspektif balance scorecard. Namun implementasi balance scorecard harus tetap berpedoman pada tujuan organisasi. Pada organisasi non profit umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. Balance scorecard dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Perspektif pelanggan diletakan di puncak dibanding persektif lainnya karena dalam organisasi non profit, tujuan utama pengukuran kinerja dalam organisasi ini yaitu untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi non profit saat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. Artinya, kinerja organisasi ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga, organisasi non profit hendaknya memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Proses orientasi pada pelanggan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi siapa sebenarnya pelanggan organisasi. Selanjutnya untuk lebih mengenal apa keinginan dan kebutuhan para pelanggan, sebaiknya dilakukan survei lapangan (interview) dengan mereka sehingga dapat merumuskan berbagai program yang memang dibutuhkan pelanggan (masyarakat). Informasi dari para pelanggan ini sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kerja. Dalam proses implementasi rencana-rencana kerja ini perlu dilakukan monitoring terhadap kinerja dan jika menghadapi kondisi yang tidak sesuai, bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian terhadap berbagai rencana kerja. Namun hal yang perlu dipahami bahwa pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih focus. Balance scorecard digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan Balance scorecard ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi balance scorecard tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja balance scorecard.
Implementasi Balanced Scorecard pada organisasi Nirlaba meliputi
1. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan dianggap sebagai perspektif yang utama dalam institusi sektor publik. Tidak seperti organisasi swasta yang menjalankan aktivitas bisnis dengan tujuan memperoleh laba. Pada organisasi nirlaba, pengukuran kinerja dari perspektif pelanggan dapat diukur melalui aspek-aspek yang dapat menunjukkan pencapaian pada organisasi tersebut untuk dapat memenuhi keinginan pelanggan dari layanan yang diberikan oleh organisasi seperti kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan profitabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran
2. Perspektif Keuangan
Setiap organisasi membutuhkan dana untuk melaksanakan aktivitas operasinya. Oleh karena itu, organisasi sektor swasta maupun publik tidak akan terlepas dari sistem pengelolaan keuangan. Adapun indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja perspektif keuangan seperti pemanfaatan anggaran dengan efektif dan efisien.
3. Perspektif Proses Internal
Setelah menentukan pihak yang menjadi pelanggan dalam aktivitas operasi sekolah, selanjutnya sekolah perlu untuk mengidentifikasikan apa saja yang perlu dilakukan untuk dapat memenuhi keinginan peserta didik seperti yang ada pada perspektif pelanggan. Aspek yang dapat dijadikan tolak ukur dalam penilaian kinerja dalam perspektif proses internal seperti
a. Inovasi secara konstan
b. Proses Operasi, Proses operasi merepresentasikan aspek-aspek layanan yang diberikan oleh organisasi kepada pelanggan dalam kaitannya memenuhi keinginan. Adapun indikator yang dapat dijadikan tolak ukur pencapaian kinerja dalam proses seperti penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, operasi antara lain:
c. kemitraan, Niven (2008:177) menyatakan bahwa kemitraan menawarkan banyak peluang bagi perkembangan organisasi nonprofit. Adapun indikator yang dapat digunakan untuk menilai capaian kemitraan adalah jumlah kerja sama yang terjalin dibanding target kerjasama yang ditentukan sebelumnya.
d. Proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Sumber daya manusia merupakan aset yang mendukung kesuksesan organisasi. Saat ini,organisasi memerluka sumber daya manusia yang berkompeten dan budaya kerja yang kondusif untuk dapat menggerakkan organisasi menuju visi yang telah ditentukan. Aspek yang dapat dijadikan indikator dalam mengukur kinerja institusi nonprofit pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan keterampilan sumber daya manusia di posisi strategis, Organisasi perlu untuk menentukan kelompok strategi pada tujuan-tujuan di perspektif proses internal dan melakukan penelaahan atas posisi yang mendukung tujuan pada proses internal.
b. Pelatihan sumber daya manusia
c. Kepuasan karyawan dan keselarasan SDM dengan misi organisasi
Konsep Balanced Scorecard menjadi suatu sarana untuk mengkomunikasikan persepsi strategis dalam suatu perusahaan secara sederhana dan mudah dimengerti oleh berbagai pihak dalam perusahaan, terutama pihak-pihak dalam organisasi yang akan merumuskan strategi perusahaan. Pengertian Balanced Scorecard sendiri jika diterjemahkan bisa bermakna sebagai rapor kinerja yang seimbang (Balanced). Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan/atau suatu kelompok, juga untuk mencatat rencana skor yang hendak diwujudkan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerpa konsep Balance Scorecard sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan sebab Balanced Scorecard yang telah dilakukan dapat menghasilkan perbaikan dan perubahan strategis yang dilakukan untuk pencapaian kinerja yang akan dicapai dalam pengelolaan unit usaha perusahaan.
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan Balanced Sorecard sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced Scorecard sekarang banyak digunakan sebagai untuk pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami, dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian, berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan & Norton, 1996).
Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard. Pembahasan mengenai pengukuran kinerjadengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasanmengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for- profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama.
Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti:
1. Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai;
2. Database dan teknologi informasi;
3. Proses operasi yang efisien dan responsif;
4. Inovasi dalam produk dan jasa;
5. Hubungan dan kesetiaan pelanggan; serta
6. Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan darimasyarakat (Kaplan dan Norton, 2000)
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampumengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Jadi, Dalam menilai kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran keuangan saja dinilai kurang mewakili. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan memiliki beberapa kelemahan yaitu : Pendekatan finansial bersifat historis sehingga hanya mampu memberikan indikator dari kinerja manajemen dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan kearah yang lebih baik. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah kepada manajemen strategis. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur aser perusahaan.
Balanced scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja. Hal ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
FEBI WULANSARI – 1410112177
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan dari 4 perspektif, yaitu;
1. Perspektif keuangan
Menggunakan tolak ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih dan ROI karena tolak ukur tersebut digunakan prganisasi untuk mencari keuntungan/provit.
2. Perspektif pelanggan
Perspektif pelanggan berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya agar berhasil. Mengetahui pelanggan dan harapan mereka tidaklah cukup, suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan.
3. Perspektif proses usaha internal
Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan perspektif usaha internal dan proses produksi. Karyawan yang melakukan pekerjaan merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik. Hubungan pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam usaha eceran dan perakitan manufacturing. Perusahaan tergantung pemasok mengirimkan barang dan jasa tepat pada waktunya, dengan harga yang rendah dan dengan mutu yang tinggi.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada kemampuan manusia. Tolok ukur kunci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan, dan produktivitas karyawan.
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan Balanced Sorecard sebagai suatu hal yang dapat mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami, dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian, berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi.
Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard. Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasanmengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for- profit organisations).
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampumengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
padapure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.Instansi pemerintah merupakan pure non profit organizations. Model balanced scorecard dengan memodifikasi hirarki seperti tampak pada gambar 9.5 bisa digunakan. Dalam arti ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama organisasi. Ukuran outcome justru lebih layak menggantikan ukuran finansial dalam puncak hirarki model BSC. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan di puncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi pemerintah mampu menghasilkanoutcome sebagaimana keinginan dan kebutuhan masyarakat. Modifikasi lainnya bisa dilakukan dengan menambah ukuran finansial dengan stakeholders (Robertson, 2000).
Sebelum dalam menerapkan Balanced Scorecard ke Non Profit Organization (sector organisasi nirlaba) kita harus mengetahui secara garis besar pengertian dari BSC adalah sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba di seluruh dunia untuk kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan memantau kinerja organisasi terhadap strategis tujuan.(Kaplan dan David Norton)
Jadi untuk mendapatkan perencanaan dari strategi binis yang tepat dalam pengukurannya, butuh proses tahapan-tahapan dalam mengimplementasikan BSC dalam suatu organisasi tersebut diantaranya:
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi,
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Tujuan dari BSC itu sendiri adalah baik sector komersil maupun Non-Profit adalah Balanced Scorecard System pertama kali dikenalkan sebagai alat untuk menilai kinerja pada perusahaan komersial. Namun, sebetulnya pemanfaatan BSC ini bisa oleh semua jenis organisasi. BSC dapat digunakan dengan berbagai macam cara. Pada organisasi publik yang mengedepankan layanan publik, BSC perlu diadaptasikan sehingga menghasilkan pengukuran yang sesuai dengan tujuan utama organisasi. Pada organisasi komersial model BSC sebagaimana dirumuskan Norton & Kaplan, menempatkan perpekstif finansial di atas ketiga perspektif lainnya. Hal ini berarti bahwa semua komponen kinerja non finansial dilakukan dalam rangka mengoptimalkan kinerja finansial misalnya profit dan return on investment(ROI). Model seperti sangat beralasan karena memang tujuan utama organisasi adalah memaksimalkan laba. Maka menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana BSC untuk organisasi publik yang berorientasi bukan semata berorientasi pada penumpukan laba.
Organisasi sektor publik hendaknya memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Proses orientasi pada pelanggan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi siapa sebenarnya pelanggan organisasi. Selanjutnya untuk lebih mengenal apa keinginan dan kebutuhan para pelanggan, sebaiknya dilakukan survei lapangan (interview) dengan mereka sehingga dapat merumuskan berbagai program yang memang dibutuhkan pelanggan (masyarakat). Informasi dari para pelanggan ini sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kerja. Dalam proses implementasi rencana-rencana kerja ini perlu dilakukan monitoring terhadap kinerja dan jika menghadapi kondisi yang tidak sesuai, bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian terhadap berbagai rencana kerja.
Maka dari itu penerapan organisasi non-profit (nirlaba) tidak memenuhi aspek keuntuungan yang pada dasarnya untuk memaksimalkan laba yang ada, organisasi Non-Profit ini pure hanya untuk focus terhadap pelayanan kepuasan yang berorientasi kepada pelanggan
Pertama menentukan “kesuksesan.”
Solusi : Nirlaba yang mission-centric dengan kata lain, mereka terfokus seluruhnya pada pencapaian tujuan yang ditetapkan untuk bekerja, dan menempatkan upaya mereka yang tidak berfokus pada bottom line perusahaan. Karena itu, “keberhasilan” itu diukur banyak berbeda. Meskipun dibuat dengan keuntungan perusahaan dalam pikiran, Balanced Scorecard dapat mengakomodasi perbedaan ini dengan baik. Misalnya, sebuah organisasi seperti Cancer Society dapat menentukan keberhasilan tidak “menyembuhkan kanker”, tapi “mengurangi kematian akibat kanker”. Hal ini memungkinkan mereka untuk fokus lebih sedikit untuk penelitian dan lebih pada deteksi dini dan pencegahan.
kedua Penggalangan dana.
Solusi : Nonprofits yang difokuskan semata-mata pada pertemuan mereka organisasi tujuan dan misi, daripada menyenangkan pemegang saham atau mengalahkan keuangan. Dikatakan, lembaga tidak bisa sukses tanpa penggalangan dana. Balanced Scorecard memungkinkan untuk organisasi untuk mengidentifikasi tujuan, misi, dan kunci peforma indikator .
ketiga Tantangan : Mendapatkan lewat radio.
Solusi : Mencoba untuk mendapatkan orang-orang untuk memahami, dan mendukung karena Nirlaba anda mempunyai masalah. Dengan memiliki Balanced Scorecard, Anda dapat lebih tahu cara menyelesaikannya, apa yang Anda capai dan bagaimana anda akan melakukannya melalui inisiatif. Kemungkinan, ini gagasan akan mencakup kampanye pemasaran untuk menarik jenis yang tepat dari orang-orang anda. terima kasih
Dalam membangun balance scorecard Non-profit organization yaitu harus memiliki : visi,misi dan core values yang merupakan dasar pembentukan sebuah organisasi. dalam penerapan visi,misi ini dalam sebuah organisasi maka harus membuat strategi-strategi yang mendukung dapat diimplementasikan secara selaras. strategi-strategi ini harus disesuaikan dengan visi dan misi organisasi . kemudian pengimplementasian dari stretegi tersebuat dilaksanakan,dimana seluruh aspek finansial harus dialokasikan secara tepat dan sesuai dengan penganggaran. walaupun sebenarnya fokus utamanya bukan untuk mencari profit namun kesembangan dalam penerapan strategi dan pelaksaan harus dapat memberikan kesadaran dalam sebuah sektor bahwa melayani masyarakat adalah tujuan utamanya . oleh karena itu dasar dari balance scorecard ini harus seimbang antara organisasi maupun sektor bisnis agar visi dan misi dapat seiring dan terpenuhi secara maksimal
Organisasi membutuhkan Balance Scorecard karena merupakan ukuran kinerja yang multi dimensi, dan hal ini mencerminkan bahwa pengukuran semua bidang kinerja penting bagi keberhasilan perusahaan maupun organisasi, bukan hanya pengukuran keuangan yang penting namun, masih ada aspek-aspek lain yang juga berpengaruh dalam keberhasilan organisasi. Balance Scorcard banyak digunakan untuk mengembangkan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional. Dengan Balance Scorecard visi dan misi dapat diterjemahkan dengan mudah sehingga dapat dipahami , dikomunikasikan dan diukur,serta dapat digunkan sebagai indikator pemantauan pelaksanaan strategi. Aspek keuangan tidak mampu mengukur aktiva-aktiva tidak berwujud seperti: Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai, Database dan teknologi informasi, Proses operasi yang efisien dan responsif, Inovasi dalam produk dan jasa, Hubungan dan kesetiaan pelanggan, dan Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat
Pada pure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.
Dengan Balance Scorecard manajer perusahaan mampu mengukur bagaimana unit bisnisnya menciptakan nilai pada saat ini namun tetap mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang. Balance Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, untuk perbaikan kinerja dimasa yang akan datang. Dengan metode yang sama dapat dinilai apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan. Balance Scorcard digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan maupun organisasi yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu atas dasar pengukuran perspektif keuangan saja.
Organisasi membutuhkan Balance Scorecard karena merupakan ukuran kinerja yang multi dimensi, dan hal ini mencerminkan bahwa pengukuran semua bidang kinerja penting bagi keberhasilan perusahaan maupun organisasi, bukan hanya pengukuran keuangan yang penting namun, masih ada aspek-aspek lain yang juga berpengaruh dalam keberhasilan organisasi. Balance Scorcard banyak digunakan untuk mengembangkan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional. Dengan Balance Scorecard visi dan misi dapat diterjemahkan dengan mudah sehingga dapat dipahami , dikomunikasikan dan diukur,serta dapat digunkan sebagai indikator pemantauan pelaksanaan strategi. Aspek keuangan tidak mampu mengukur aktiva-aktiva tidak berwujud seperti: Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai, Database dan teknologi informasi, Proses operasi yang efisien dan responsif, Inovasi dalam produk dan jasa, Hubungan dan kesetiaan pelanggan, dan Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat
Pada pure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.
Dengan Balance Scorecard manajer perusahaan mampu mengukur bagaimana unit bisnisnya menciptakan nilai pada saat ini namun tetap mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang. Balance Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, untuk perbaikan kinerja dimasa yang akan datang. Dengan metode yang sama dapat dinilai apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan. Balance Scorcard digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan maupun organisasi yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu atas dasar pengukuran perspektif keuangan saja.
Hambatan-hambatan yang menyebabkan organisasi mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan rencana-rencana strategis,antara lain :
1. Hambatan visi, dimana tidak ada banyak orang dalam organisasi memahami strategi organisasi mereka
2. Hambatan orang, banyak orang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi
3. Hambatan sumber daya, waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal-hal penting dalam organisasi
4. Hambatan manajemen, manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi organisasi dan terlalu banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek (Gaspersz 2003).
Untuk itu organisasi membutuhkan “alat komunikasi” yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan rencana-rencana strategis tersebut kepada semua anggota organisasi. Alat komunikasi yang bisa digunakan oleh organisasi adalah Balance Scorecard (Malina dan Selto 2001).
Balance Scorecard menerjemahkan visi da strategi organisasi kedalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton 1996). Jika visi dan strategi dapat dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, yang kemudian dikomunikasikan kepada setiap anggota organisasi, diharapkan setiap anggota organisasi dapat mengerti dan mengimplementasikannya agar visi dan strategi organisasi tercapai.
Sekarang ini, Balance Scorecard tidak hanya digunakan oleh organisasi bisnis , tapi juga oleh organisasi publik. Balance Scorecard dapat membantu organisasi publik dalam mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi (Modell 2004). Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan organisasi publik diukur keberhasilannya melalui efektivitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik harus menetapkan indikator-indikator dan target pengukuran kinerja yang berorientasi kepada masyarakat. Pengukuran kinerja pada organisasi publik dapat meningkatkan pertanggungjawaban dan memperbaiki proses pengambilan keputusan (Ittner dan Larcker 1998).
Organisasi non profit atau organisasi publik merupakan organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan untuk mendapatkan keuntungan (profit). Meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari keuntungan (profit), organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiennya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik dapat menggunakan Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerjanya.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep Balanced Scorecard . perubahan yang terjadi antara lain :
1. Perubahan framework dimana yang menjadi driver adalah misi untuk melayani masyarakat
2. Perubahan antara perspektif financial dan perspektif pelanggan
3. Perubahan dari perspektif customers menjadi customersand stakeholders
4. Perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity (Rohm 2003).
Yang menjadi fokus utama dalam organisasi publik adalah misi organisasi, secara umum misi suatu organisasi publik adalah melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan strategi-strategi yang akan dilakukan untuk pencapaian misi tersebut. Strategi tersebut kemudian diterjemahkan kedalam 4 perspektif, yaitu :
a. Perspektif customers & stakeholders, menggambarkan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat
b. Perspektif financial, mengidentifikasikan pemberian pelayanan yang efisien
c. Perspektif internal business process, menggambarkan proses-proses yang penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat
d. Perspektif employee & organization capacity, menggambarkan kompetensi dan kemampuan semua anggota organisasi.
Balance scorecard yaitu sebuah metode pengukuran kinerja atau strategi dalam suatu perusahaan tidak hanya dilihat dari keuangannya saja tetapi adanya keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk keberhasilan kinerja perusahaan.
Terdapat 4 presepektif dalam penerapan balance scorecard pada perusahaan atau organisasi yang mencari laba yaitu :
1. Prespektif keuangan yaitu bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham
2. Prespektif pelanggan yaitu Bagaimana perusahaan bisa menjadi pemasok utama yang paling bernilai bagi para pelanggan.
3. Prespektif proses bisnis internal yaitu proses bisnis apa saja yang terbaik yang dapat dilakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan pelanggan.
4. Prespektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus-menerus,terutama dalam meningkatkan kemampuan dan motivasi karyawan.
Lalu bagaiamana implementasi balance scorecard di organisasi nirlaba ?
BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih nyata. Pada organisasi nirlaba atau non-profit suatu keberhasilan perusahaan lebih mengutamakan kesuksesan pencapaian misi atau dapat dikatakan lebih memperhatikan pelayanan terhadap public daripada pencapaian keuntungan atau mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Keberhasilan instansi pemerintah diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya, jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih kepada ukuran pelanggan.. Oleh karena itu, instansi pemerintah tidak dapat dikatakan berhasil jika hanya mampu meningkatkan pendapatan atau return on investment yang tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanan yang telah di fasilitasi oleh organisasi nirlaba merasa tidak puas. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya dengan menempatkan prespektif pelanggan di puncak, lalu perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi.
Balance scorecard adalah suatu strategi dari visi dan misi perusahaan yang mutlak harus dilaksanakan termasuk oleh organisasi nirlaba. Walaupun organisasi nirlaba disebut organisasi yang tidak bertujuan komersil dan tidak mencari keuntungan namun organisasi mengelola isu-isu yang sedang ramai dipublik. Maka dari itu, cara mengimplementasikan balance scorecard pada organisasi nirlaba adalah menyeimbangkan ke-4 perspektif balance scorecard tersebut yaitu:
1) Perspektif pelanggan yaitu menunjukkan seperti apa organisasi di mata pelanggan (masyarakat umum dan stakeholders). Pelanggan berhak dibantu oleh organisasi dari sisi: waktu, kualitas, kinerja dan jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh pelayanan. Kemudian pelanggan akan menilai organisasi atas pelayanannya. Sehingga semakin baik persepsi pelanggan, semakin baik pula nilai organisasi dimata pelanggan.
2) Perspektif keuangan. Organisasi nirlaba harus menyiapkan rencana yang menguntungkan investor pada jangka pendek maupun jangka panjang. Meskipun kerugian tidak dapat diduga, setidaknya ada keuntungan yang akan didapat baik bagi organisasi maupun investor walaupun hanya sedikit. Semakin baik kerjasama dengan investor, semakin aman untuk memperoleh sumber modal bagi organisasi.
3) Perspektif proses bisnis internal yaitu menjadi ukuran dalam proses produksi organisasi dengan baik. Orientasi kepada pelanggan (masyarakat) untuk membantu dengan optimal bisa dengan cara inovasi dan profesionalitas demi keberlangsungan organisasi, dan pelanggan pun dapat memenuhi kebutuhan.
4) Perspektif pembelajar dan pertumbuhan ini adalah ukuran yang ditujukan untuk internal organisasi dari saran, kritik eksternal organisasi. Sehingga kemampuan karyawan dan sistem-sistem organisasi memberikan hasil yang meningkat dari yang sebelumnya telah dicapai organisasi.
Sehingga status organisasi nirlaba dapat terus berlangsung atas keberhasilan yang dicapai atas kerjasama antara pihak internal dan eksternal organisasi.
ada 2 tahapan penting,
yaitu tahapan perencanaan dan implementasi.
Posisi balanced scorecard awalnya berada pada
tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard
di sini hanya sebagai alat ukur kinerja secara
komprehensif kepada para eksekutif dan
memberikan feedback tentang kinerja
manajemen.� Dampak dari keberhasilan
penerapan balanced scorecard memicu para
eksekutif untuk menggunakan balanced
scorecard pada tahapan perencanaan strategik.
Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi
digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun
berkembang menjadi strategik management
sistem. Strategi korporasi diturunkan dan Visi
dan Misi. Demikian penting peran strategi,
sehingga� kalau tujuan� korporasi tidak
tercapai, maka yang salah adalah strategi.
Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal
�penyebab kegagalan penerapan strategi yaitu:
komunikasi yang sulit antar staf,
komitemen manajemen operasional lemah,
gagal menerima umpan balik dan
mekanismenya,
basis perencanaan tidak valid, formulasi
strategi tidak valid,
perencanaan fungsional tidak konsisten, dan
penilaian sumberdaya tidak konsisten.
Dalam penerapan BSC, ada premis yang secara
implisit didapat yaitu bahwa BSC adalah
strategi. Memperhatikan BSC sebagai�
pengukuran kinerja mungkin itu adalah hal yang
paling mudah diketahui, �karena masing-
masing perspektif yang kemudian diturunkan
mnejadi sasaran fungsinya adalah pengukuran
kinerja. Akan tetapi, bila diperhatikan bagaimana
hubungan antara visi, misi dan strategi sebagai
awal daripada penetapan perspektif, dapat
terlihat bahwa kaitan masing-masing perspektif
dengan strategi sangat kuat .
di jelaskan bagaimana
hubungan dari ke-empat prespektif Balance
Scorecard tersebut dalam penerapannya untuk
perusahaan. Balance Scorecard merupakan alat
bantu yang diperkenalkan oleh Kaplan & Norton
(1996) yang dapat digunakan untuk
menterjemahkan visi dan strategi perusahaan
kedalam 4 perspektif yaitu financial, customer,
internal business process, dan learn and growth
perspective.
1. perspektif keuangan, sumber atau asset/
harta
2. perspektif kemampuan dan kerapihan
operasional
3. perspektif pembelajaran/kualitas
pengetahuan bersama
4. perspektif kualitas hubungan dengan pihak-
pihak terkait di luar organisasinya.
Maknanya adalah bahwa esensi penerapan BSC
bukanlah adanya pengendalian terhadap devisi,
akan tetapi setiap devisi satu korporasi
sedemikian rupa akan berinisiasi, menentukan
ukuran kinerja dan mengkaitkannya dengan visi,
misi dan strategi korporasi. Dalam hal ini
keunggulan BSC adalah teridentifikasinya�
struktur ataupun kerangka yang ada di korporasi
guna mencapai � merealisasikan visi dan misi
korporasi. Penjelasan demikian menegaskan
bahwa sebelum BSC dikenalkan telah banyak
dikenal� berbagai program pengukuran yang
mengarah kepada perbaikan:� integrasi antar
fungsi, skala global, perbaikan terus-menerus,
tanggung jawab team yang menggantikan peran
individu. Kaplan sendiri menuliskan bahwa
penerapan BSC sejalan dengan prinsip semua
itu. Akan tetapi� yang membedakan BSC
dengan berbagai konsep tersebut adalah bahwa
pada BSC manajer memahami, setidaknya
secara implisit kaitan antar fungsi. Lebih dari
penjelasan itu, BSC juga mengarahkan manajer
ke depan daripada melihat ke belakang. Hal ini
mudah dipahami karena 4 perspektif: keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan yang oleh
Kaplan digambarkan sebagai perspektif yang
berkaitan satu dengan lainnya. Bahkan
dirangkum dalam satu hubungan. Adapun kaitan masing-
masing perspektif dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. �Perspektif pelanggan. Perspektif ini
menunjukkan seperti apa perusahaan di
mata�� pelanggan. Pelanggan mempunyai
kemampuan teknis melihat korporasi dari
berbagai sisi: waktu, kualitas, kinerja dan
jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh
pelanggan untuk memperoleh pelayanan.
Dimensi kebutuhan pelanggan demikian pada
akhirnya akan menentukan�� bagaimana
perusahaan� dilihat oleh pelanggan.
Semakin baik persepsi pelanggan, semakin
baik pula� nilai� korporasi dimata
pelanggan.
2. Perspektif keuangan. Pertanyaan yang harus
dijawab korporasi di sini adalah bagaimana
kita dilihat oleh pemegang saham baik pada
jangka pendek maupun jangka panjang.�
Korporasi bisa rugi pada waktu tertentu,
akan tetapi� pemegang saham� menyadari
bahwa setelah itu korporasi akan mendapat
keuntungan, sehingga dividen akan
diperoleh.� Semakin baik� korporasi
dimata pemegang saham, semakin aman�
korporasi memperoleh� sumber modal.
3. Perspektif proses bisnis internal. Ukuran ini
menunjukkan� dalam proses produksi
seperti apa �korporasi lebih baik. Orientasi
kepada pelanggan memang mutlak, akan
tetapi permasalahan bagi manajemen adalah
bagaimana caranya menyiapkan kompetensi
yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
4. Perspektif pembelajar dan pertumbuhan.
Perspektif ini menunjukkan bagaimana
korporasi dapat bertahan dan kmampu
berubah sesuai dengan tuntutan eksternal.
Perhatikan bahwa scorecard (papan nilai)
diturunkan dari visi dan strategi. Hal ini menjadi
kunci yang secara implisit mengingatkan bahwa
perusahaan sesungguhnya digerakkan oleh visi
dan misi. Bilamana visi dan misi dinyatakan
dengan baik maka ini akan menjadi �mesin�
penggerak semua kegiatan. Visi dan misi yang
terformulasi oleh Kaplan dinyatakan dengan 4
perspektif seperti di atas. Menurut Kaplan,
terjemahan visi untuk masing-masing perspektif
di atas haruslah diuji dengan masing-masing
kriteria yaitu: 1) sasaran, 2) ukuran, 3) sasaran,
dan 4) inisiatif. Keempat perspektif ini
mempunyai ciri sebagai berikut. Penterjemahan
visi dan misi ke dalam 4 perspektif di atas
menunjukkan adanya satu siklus:� keuntungan
perusahaan hanya dapat tumbuh bilamana
perusahaan� mempunyai posisi di benak
pelanggan (share value), sementara� posisi di
benak pelanggan hanya mungkin bila
perusahaan mempunyai proses belajar. Satu hal
yang sangat nyata dari hubungan yang
ditunjukkan oleh Kaplan adalah bahwa satu
dengan lainnya saling berhubungan. Dalam
bukunya yang terakhir (Strategy Map) Kaplan
menunjukkan berbagai cara empiris. Selanjutnya
Kaplan secara jitu menjelaskan bagaimana
pentingnya intangible asset sebagai rangkaian
pencapaian tujuan. Dari ke empat perspektif
sebagaimana dikemukakan di atas, Kaplan
(1996) juga menjelaskan bahwa� posisi
persfektif seperti diatas berorientasi ke depan,
bukan ke belakang. Hal ini terlihat dalam
penentuan sasaran yang diimplementasikan
melalui perumusan inisiasi yang akan digunakan.
Ambil contoh penerapan Balance Scorecard
pada sebuah Rumah Sakit.
Sebelum menerapkan, kita terlebih dahulu harus mengetahui pengertian dari Organisasi Nirlaba dan Balance Scorecard (BSC)
Balance Scorecard (BSC) yang merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Robert Kaplan pada tahun 1992, pendekatan Kaplan ini menjadi terkenal karena pengukuran kinerja tidak hanya berdasarkan kepada pengukuran finansial saja melainkan menggunakan pendekatan non finansial . Selain itu, BSC muncul karena terdapat pemahaman baru bahwa suatu aktivitas operasional yang kecil harus terkait atau selaras dengan tujuan utama perusahaan dalam lingkup suatu visi dan misi .
Penggunaan BSC yaitu dengan jalan memberikan kartu skor kepada pihak-pihak terkait perusahaan (para stakeholders termasuk di dalamnya adalah konsumen dan karyawan). Pada kartu skor ini akan ditulis mengenai hasil kinerja seseorang atau perusahaan secara keseluruhan dengan bobot tertentu. Kemudian ditulis pula mengenai harapan dan tujuan yang hendak dicapai pada masa yang akan datang, diharapkan dari adanya perencanaan ini maka hasil yang didapat pada masa datang dapat dibandingkan apakah telah mampu memenuhi atau justru melebihi dari apa yang diharapkan.
Kerangka kerja dari BSC berdasarkan kepada empat perspektif yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari keempat macam elemen dalam BSC maka dapat dilihat bahwa tiap-tiap tonggak dalam perusahaan memiliki posisi yang sama, saling mempengaruhi dan disatukan dengan adanya suatu visi dan misi perusahaan yang menjadi suatu pegangan bersama. Posisi antara elemen finansial dengan pembelajaran yang berkelanjutan adalah sama dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesemuanya sama pentingnya. Dalam BSC sendiri, konsep mengenai pentingnya pelanggan juga memperoleh tempat tersendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa proses bisnis internal sama pentingnya dengan kepuasan dari konsumen.
Perspektif mengenai konsumen inilah yang kemudian membuat BSC cocok diterapkan di organisasi nirlaba , karena pada organisasi tersebut konsumen atau subyek manusia yang terkena imbas dari proyek menjadi suatu perhatian penting. Selain itu dalam konsep BSC terlihat pula mengenai tujuan jangka panjang yang diharapkan oleh perusahaan. Dengan demikian dari BSC ini diharapkan perusahaan memiliki perencanaan yang jauh lebih baik untuk menghadapi permasalahan-permasalahan atau kemungkinan kesulitan-kesulitan untuk dapat diatasi pada saat tahun berjalan. Dengan demikian diharapkan bahwa perencanaan ini akan memberikan suatu strategi yang lebih matang terutama dalam menghadapi krisis layaknya yang saat ini dihadapi oleh banyak negara di dunia.
Kelemahan penerapan BSC pada perusahaan nirlaba :
-Tidak terdapat diagram aliran yang ada hanyalah konsep perputaran mengenai posisi dari masing-masing elemen dengan kesemuanya diharapkan menyatu untuk dapat menghasilkan tujuan yang dikehendaki oleh organisasi.
-Finansial sekalipun bukan menjadi fokus utama akan tetapi masih mendapatkan porsi yang cukup besar yang terkadang akan terlalu riskan apabila diterapkan pada organisasi nirlaba.
-Bobot dari masing-masing elemen belum terlihat jelas, menjadikan subyektifitas perusahaan akan besar dan hal ini berpengaruh kuat pada kaitannya dengan lingkungan eksternal dan usaha untuk mencari dana dari perusahaan bisnis.
-Aspek SDM perusahaan belum tergali lebih lanjut padahal dalam organisasi nirlaba hal tersebut menjadi perhatian yang penting.
BALANCED SCORECARD : BSC tidak melulu memandang strategi dalam kaitan aspek finansial semata, namun juga aspek tiga “tambahan” lain yaitu: 1) hubungan dengan pelanggan, 2) proses internal, serta 3) pembelajaran dan pertumbuhan. Banyak pihak percaya, bahwa ketiga aspek tambahan tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru. Namun sebagai sebuah kerangka pemikiran, dunia harus mengakui bahwa Robert S. Kaplan, seorang profesor akunting pada Harvard Business Shool, beserta David P. Norton, seorang konsultan teknologi informasi, yang telah berjasa merumuskan konsep pemikiran tersebut sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menerapkan sistem ini secara sistematis.
Konsep itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak statis dan tidak pula bersifat sekali-jadi. Sejak pertama kali muncul dalam artikel di Harvard Business Review pada edisi Januari-Februari 1992, Kaplan dan Norton secara evolutif berdasarkan bukti-butkri empirik dari pengalaman-pengalaman perusahaan-perusahaan yang disurvey dalam penerapan konsep ini, telah memoles dan mempertajam konsep ini dari tahun ke tahun hingga yang mutakhir konsep ini semakin lengkap dengan konsep Strategy-focused Organisation (SFO). Kaplan dan Norton (1992) mengatakan kepada para eksekutif senior: “What you measure is what you get“. Secara singkat ungkapan tersebut ingin mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja betul-betul akan mempengaruhi kinerja dan perilaku individu-individu di dalam perusahaan. Masalahnya, perspektif apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja? Ketika awal era industrialisasi, secara tradisional orang merasa cukup dengan ukuran-ukuran akuntansi keuangan seperti return on investment (ROI) atau earnings per share (EPS). Namun pengukuran perspektif keuangan saja ternyata tidak memuaskan. Orang juga mulai memerlukan informasi yang berkaitan dengan kinerja operasional. Bahkan ada sebagian orang yang mengatakan “Lupakan saja pengukuran perspektif keuangan. Fokuskan upaya pada perbaikan operasional seperti siklus waktu dan tingkat kerusakan produk. Pada akhirnya ini akan berdampak juga pada perspektif finansial.”
Inilah yang kemudian melatarbelakangi Kaplan dan Norton merumuskan konsep pengukuran kinerja yang dinamakan The Balanced Scorecard (BSC). Keseimbangan (balanced) di sini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif-perspektif yang akan diukur, yaitu antara perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan sebagai berikut:
1. Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang perusahaan.
2. Perspektif internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa perusahaan memiliki keahlian.
3. Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
4. Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana perusahaan memandang pemegang saham.
KELEBIHAN BALANCE SCORECARD
Yang menjadikan BALANCE SCORECARD memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. BALANCED SCORECARD merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.
2. BALANCED SCORECARD bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat.
3. BALANCED SCORECARD mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. balanced scorecard tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.
4. BALANCED SCORECARD membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.
5. BALANCED SCORECARD memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
6. BALANCED SCORECARD memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
7. BALANCED SCORECARD memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’.
Balance scorecard adalah suatu sistem manajemen strategi yang menjabarkan visi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan perasional dan tolak ukur.Tujuan dan tolak ukur dikembangkan untuk setiap 4 perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses usaha dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam mengimplementasikan perlu adanya langkah-langkah yang harus dilakukan seperti:
-menterjemahkan visi,misi, dan strategi perusahaan,
-mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balance scorecard,
-merencanakan dan menetapkan sasaran serta menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis,
-dan meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Dalam balance scorecard, pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balance scorecard juga sekarang telah banyak digunakan sebagai pengembangan strategi dan sebagai alat yang dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Dalam halnya organisasi non profit, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda maka perlu dilakukan beberapa perubahan seperti misalnya : perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balance scorecard organisasi ini yaitu misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi antara perspektif financial dan perspektif pelanggan, perspektif customer berubah menjadi perspektif customer dan stakeholder, perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity.
Berbeda dengan langkah-langkah yang dilakukan, adapun tahapan yang digunakan dalam membangun balance scorecard yang lebih spesifik yaitu : -visi,misi dan core values yang dimiliki organisasi membentuk budaya dari organisasi tersebut.
-Selanjutnya visi ,misi dan core values tersebut dinyatakan dalam sasaran yang ingin dicapai.
-kemudian sasaran tersebut diterjemahkan kedalam strategi-strategi.
-Langkah berikutnya menterjemahkan strategi kedalam tujuan yang dibentuk dalam strategi yang kemudian untuk setiap tujuan ditetapkan ukuran yang ingin dicapai.
-Setelah ukuran ditetapkan, maka proses selanjutnya adalah menetapkan target dan program yang harus dilakukan untuk mencapai misi organisasi.
-Langkah terakhir yaitu identifikasi sumberdaya dan anggaran.
Dalam proses selanjutnya kita harus mengimplementasikan apa yang telah dibangun dan disusun yang meliputi data yang dibutuhkan melalui identifikasi, dan terakhir adalah adanya evaluasi. Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balance scorecard sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan kinerja.
Menerapkan balance scorecard pada perusahaan nirlaba yaitu dengan mengubah prespektif atau tujuan utama dari balance scorecard tersebut, kalau perusahaan profit oriented perspektif utama dari balance scorecardnya adalah perspekif finansial, tetapi untuk menerapkan balance score card pada perusahaan non profit oriented atau nirlaba perspektifnya utamanya adalah perspektif customer . Pada perusahaan non profit oriented atau nirlaba perspektif finansial adalah hanya pertanggung jawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektiv dan efisien dalam memenuhi kebutuhan cutomer, sehingga yang paling utama adalah perspektif customer karena perusahaan nirlaba mengutamakan pelayanan yang bersifat kualitatif dan non keuangan.
Balanced Scorecard
Definisi Balance Score Card BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang.
Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang dimasa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif dalam Balanced Scorecard
1. Perspektif Keuangan
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut. Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan,yaitu:
1.Kelompok pengukuran inti icore measurementgroup).
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition).
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3.Pelayanan purna jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4.Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untukmenghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas system informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Implementasi BSC sebagai alat pengukuran kinerja tetap harus berpedoman pada tujuan organisasi. Pada jenis quasy non profit organizations, tujuan orgnisasinya adalah kepuasan pelanggan dan meningkatnya profitabilitas. Dengan demikian, BSC dapat dimofikasi dengan menempatkan perspektif finansial dan pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif proses internal dan selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran . Hal ini berarti bahwa sasaran utama organisasi adalah tercapainya target-target keuangan dan kepuasan pelanggan yang dipicu oleh kinerja yang baik dari perspektif proses internal dan pembelajaran/inovasi. Sedangkan pada pure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan di puncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi pemerintah mampu menghasilkan outcome sebagaimana keinginan dan kebutuhan masyarakat. Modifikasi lainnya bisa dilakukan dengan menambah ukuran finansial dengan stakeholders (Robertson, 2000). Perspektif finansial/stakeholders digunakan untuk menilai apa yang harus dilakukan untuk memuaskan penyedia sumber daya organisasi. Hal ini karena sebagian sumber daya instansi pemerintah berasal dari subsidi atau bantuan para stakeholders. Jadi, ukuran finansial yang dimaksud sebetulnya adalah sudut pandang stakeholders itu sendiri dalam memandang pengelolaan keuangan instansi pemerintah yang telah memperoleh pasokan sumber daya dari mereka.
Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi publik. Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya.
Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Adanya peningkatan kinerja setidak-tidaknya bisa dilihat dari apakah aktivitas organisasi mempunyai nilai tambah. Syarat-syarat Efektifitas BSC (Quinlivan, 2000):
1. Ada definisi yang jelas atas tujuan individu, team, unit organisasi, dan organisasi.
2. Memahami hubungan antara proses internal yang bernilai tambah dengan outcome yang dihasilkan.
3. Mengintegrasikan model pengukuran kinerja BSC dalam suatu manajemen strategic, manajemen kinerja, dan sistem penghargaan pegawai.
Organisasi sektor publik berhubungan langsung dengan penyediaan services and goods untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani dengan baik sehingga dalam rangka memenuhi customer satisfaction, sangat perlu ditanamkan pola pikir (mind set)terhadap para pengelola organisasi layanan publik tentang bagaimana meningkatkan kepuasan pelanggan (masyarakat). Peningkatan income tanpa diimbangi dengan kepuasan masyarakat belum menunjukkan keberhasilan organisasi publik seperti ini.
Kinerja organisasi publik harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi keberhasilan organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan dalam pengukuran kinerja bisa dimodifikasi agar layak digunakan untuk menilai kinerja akuntabilitas publik dengan sebenarnya. Balanced Scorecard dan Value for Money bisa digunakan dalam berbagai macam cara agar mampu mendeteksi ketercapaian organisasi publik dalam melayani pelanggan (masyarakat).
Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut. BSC tetap mempertahankan pengukuran keuangan tradisional. Tetapi pengukuran keuangan menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era industri untuk kemampuan investasi jangka panjang dan relationship pelanggan tidak secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak, bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana perusahaan pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui investasi dalam pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi. BSC menyarankan bahwa kita melihat suatu kinerja organisasi dari empat perspektif berikut: (1) The Learning and Growth Perspective, (2) The Business Process Perspective, (3) The Customer Perspective, dan (4) The Financial Perspective.
Balanced Scorecard Model ini pada awalnya memang ditujukan untuk memperluas area pengukuran kinerja organisasi swasta yang profit-oriented. Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif inovasi & pembelajaran (Quinlivan, 2000).
1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
a) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
d) Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Pada hakekatnya sendiri balance scoredcard tidak hanya menyoroti kinerja bagian keuangan saja tetapi pada bagian non-keuangan juga. Balance scoredcard pada perusahaan nirlaba dapat diterapkan kerana perusahaan nirlaba sendiri yang haketnya adalah “non-profit-oriented” sebetulnya tetap mencari keuntungan yang akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan masyarakat atau peningkatkan pelayanan masyrakat. Dengan konsep balance scorecard ini, yang memiliki 4 prespektif utama. Untuk penerapan pada perusahaan nirlaba bisa berfokus utama pada pelanggan dimana perusahaan nirlaba memang miliki tujuan untuk melayani masyarakat, dan prespektif finasial dijadikan sebagai acuan atau pertanggungjawaban apakah penggunaan sumberdaya untuk peningkatan pelayanan masyarakat atau pelanggan telah berjalan dengan efektif dan efisien.
Balanced Scorecard adalah sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba di seluruh dunia untuk kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan memantau kinerja organisasi terhadap strategis tujuan. Itu berasal oleh Drs. Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton sebagai kerangka pengukuran kinerja yang strategis menambahkan non-ukuran kinerja keuangan tradisional metrik keuangan untuk memberikan para manajer dan eksekutif yang lebih ‘seimbang’ pandangan kinerja organisasi. Sementara frase balanced scorecard diciptakan pada awal tahun 1990-an, akar dari jenis ini pendekatan yang mendalam, dan termasuk karya perintis General Electric pada pengukuran kinerja pelaporan di tahun 1950-an dan pekerjaan proses Perancis insinyur (yang menciptakan Tableau de Bord – secara harfiah, sebuah “dashboard” ukuran kinerja) di bagian awal abad ke-20.
Balanced Scorecard telah berevolusi dari awal digunakan sebagai kerangka pengukuran kinerja yang sederhana untuk penuh perencanaan strategis dan sistem manajemen. Yang “baru” scorecard seimbang mentransformasikan organisasi rencana strategis dari menarik tetapi pasif dokumen ke dalam “berbaris perintah” untuk organisasi sehari-hari. Menyediakan kerangka kerja yang tidak hanya menyediakan pengukuran kinerja, tetapi membantu perencana mengidentifikasi apa yang harus dilakukan dan diukur. Ini memungkinkan para eksekutif untuk benar-benar melaksanakan strategi mereka.
Pendekatan baru ini manajemen strategis pertama kali rinci dalam serangkaian artikel dan buku oleh Drs. Kaplan dan Norton. Mengenali beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan manajemen sebelumnya, pendekatan scorecard yang seimbang memberikan resep yang jelas mengenai apa yang harus perusahaan untuk mengukur ‘keseimbangan’ perspektif keuangan. Seimbang Scorecard adalah sebuah sistem manajemen (bukan hanya suatu sistem pengukuran) yang memungkinkan organisasi untuk menjelaskan visi dan strategi mereka dan menerjemahkannya ke dalam tindakan. Menyediakan umpan balik di sekitar kedua proses bisnis internal dan eksternal hasil dalam rangka untuk terus meningkatkan kinerja dan hasil strategis. Ketika sepenuhnya dikerahkan, Balanced Scorecard mentransformasikan perencanaan strategis dari latihan akademis ke pusat saraf suatu perusahaan.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur.
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Penerapan balanced scorecard juga perlu diterapkan pada organisasi sektor publik. Dimana yang kita ketahui bhawa organisasi sektor publik salah satunya adalah non profit oriented. Dan dengan tujuan utama organisasi sektor publik adalah pemberian pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat, bukan memaksimumkan laba untuk kesejahteraan para pemegang saham seperti pada organisasi sektor swasta. Maka diperlukan modifikasi terlebih dahulu terhadap balanced scorecard sebelum dapat diterapkan pada organisasi sektor publik. Modifikasi utama yang harus dilakukan adalah mengubah driver dalam balanced scorecard menjadi misi untuk melayani publik sehingga perspektif yang dijadikan tujuan akhir bukanlah perspektif keuangan melainkan perspektif pelanggan. Serta dari segi prespektif internal organisasi yaitu karyawan dan kapasitas organisasi. Penerapan balanced scorecard pada organisasi sektor publik akan menghadirkan suatu sistem pengukuran kinerja yang menyeluruh. Balanced scorecard dapat digunakan sebagai suatu pendekatan untuk menyusun rencana strategis yang berorientasi pada masyarakat serta dapat dijadikan sebagai alat untuk mengomunikasikan strategi pada seluruh anggota organisasi. Contoh penerapan balanced scorecard yang berhasil dipakai oleh organisasi sektor publik adalah rumah sakit bhayangkara di semarang.
Menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:
Scorecard: Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.
Balanced: Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.
Konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2000) merupakan salah satu metode pengukuran kinerja dengan memasukkan empat aspek/perspektif di dalamnya yaitu:
1. Financial perspective (perspektif keuangan)
2. Customer perspective (perspektif pelanggan)
3. Internal bisnis perspective (perspektif proses bisnis internal) dan
4. Learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan)
Balanced Scorecard merupakan strategi bisnis yang diterapkan agar dapat dilaksanakan dan dapat mengukur keberhasilan organisasi. Dengan demikian Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai alat untuk mengimplementasikan strategi. Lebih dari itu, Balanced Scorecard dapat menyelaraskan berbagai fungsi (divisi, departemen, seksi) agar segala keputusan dan kegiatannya di dalam masing-masing fungsi tersebut dapat dimobilisasikan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Balanced scorecard pada organisasi laba, perspektif keuangan merupakan perspektif yang utama selanjutnya ada perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan tujuan.
Untuk menerapkan balanced scorecard pada non-profit organization perspektif utama yang harus dibuat yaitu mengubah perspektif keuangan dan diganti dengan perspektif pelanggan. Karena pada non-profit organization keuntungan bukanlah hal utama yang di inginkan oleh non-profit organization tetapi pelayanan prima kepada pelanggan merupakan hal yang utama.
Di dalam organisasi nirlaba juga terdapat perspektif finansisal. Tetapi bentuk perspektif finansial di organisasi nirlaba lebih mengarah kepada pertanggungjawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial.
Contohnya Rumah sakit umum merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang sektor publik dalam bidang jasa kesehatan. Kegiatan usaha 4 rumah sakit umum daerah bersifat sosial dan ekonomi yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Rumah sakit umum sebagai salah satu instansi pemerintah harus mampu memberikan pertanggungjawaban baik secara keuangan maupun non-keuangan kepada pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna jasa.
Balance Score Card (BSC) adalah suatu konsep untuk mengukur kinerja aktivitas operasional suatu perusahaan berjalan dengan baik. BSC tidak hanya berfokus pada tujuan keuangan, tetapi juga menyoroti tujuan non-keuangan. BSC membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan untuk bertindak sesuai tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam satu laporan.
Munculnya BSC disebabkan karena adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competiton ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya. Untuk mewujudkan itu maka dalam BSC memperkenalkan suatu system pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria tertentu. Kriteria tersebut merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda, yaitu:
a) Perspektif keuangan yaitu bagaimana kita berorientasi kepada para pemegang saham
b) Perspektif pelanggan yaitu bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang bernilai bagi para pelanggan
c) Perspektif proses bisnis internal yaitu proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang atau jangka pendek untuk mencapai tujuan keuangan dan kepuasan pelangga.
d) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus, terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi perusahaan dimana pengukuran tersebut dapat digunakan untuk menilai keberhasilan suatu perusahaan serta sebagai dasat penyusunan imbalan dalam perusahaan. Selama ini pengukuran kinerja perusahaan dilakukan secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan. Melalui BSC perusahaan tidak hanya mengukur kinerja perusahaan dari satu perspektif saja, tetapi kinerja perusahaan diukur dari empat perspektif tersebut yang sudah dijelaskan diatas.
Tujuan dari BSC untuk membantu dalam menetapkan strategi. Dalam penerapan system pengkuran kinerja terdapat empat konsep dasar,
a) Menentukan strategi : dalam hal ini paling penting adalah tujuan dan target perusahaan dinyatakan ekspilit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk keseluruhan perusahaan dan kemudian dikembangkan ke level fungsional dibawahnya.
b) Menentukan pengukuran strategi : diperlukan untuk mengartikulasikan strategi ke seluruh anggota perusahaan. Perusahaan tersebut harus focus pada beberapa pengukuran kritikal saja. Sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan pengukuran indicator kinerja yang tidak perlu
c) Mengintegrasikan pengukuran kedalam system manajemen: pengukuran harus merupakan bagian perusahaan baik secara formal maupun informal, juga merupaka dari budaya perusahaan dan sumber daya manusia perusahaan
d) Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan : manajemen selalu mengevaluasi pengukuran kinerja perusahaan apakah masih valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu.
Pengkuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi bisnis dengan cara membandingkan hasil actual dengan sasaran dan tujuan strategis. System pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode sistematis dalam penempatan sasaran dan tujuan serta pelaporan periodic yang mengindentifikasikan realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan.
Kelemahan dari BSC menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2000:75) menyatakan bahwa kelemahan BSC yang menitikberatkan pada kinerja keuangan yaitu,
a) Ketidakmampuan mengukur kinerja harta-harta tidak tampak (intangible assets) dan harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan
b) Kinerja keuangan hanya mampu bercerita mengenai sedikit masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan kearah yang lebih baik.
Manfaat BSC bagi perusahaan menurut Kaplan dan Norton (2000:122) adalah sebagai berikut,
a) BSC mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang
b) BSC memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam perspektif keuangan dan non keuangan
c) BSC memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, system dan prosedur demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang
Kriteria BSC yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain,
a) Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut
b) Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat
c) Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan
Langkah-langkah BSC meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menuru (Kaplan dan Norton, 1996) antara lain,
a) Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis
d) Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
BSC juga membantu perusahaan untuk menghadapi dua masalah fundamental yaitu mengukur performa organisasi secara efektif dan mengimplementasikan strategi dengan sukses. Secara tradisional, pengukuran terhadap bisnis berkisar pada aspek financial, yang kemudian banyak mendatangkan kritik. Ukuran financial tidaklah konsisten dengan lingkungan bisnis saat ini, punya daya prediktif yang lemah mengakibatkan munculnya silo fungsional, menghambat cara berfikir jangka panjang, dan tidak lantas bisa relevan bagi kebanyakan perusahaan. Mengimplementasi strategi secara efektif menjadi permasalahan tersendiri. Setidaknya terdapat empat pembatasan implementasi strategi di perusahaan, pembatasan visi, pembatasan orang, pembatasan sumber daya, dan pembatasan manajemen.
Maknanya adalah bahwa esensi penerapan BSC bukanlah adanya pengendalian terhadap devisi, akan tetapi setiap devisi satu korporasi sedemikian rupa akan berinisiasi, menentukan ukuran kinerja dan mengkaitkannya dengan visi, misi dan strategi korporasi. Dalam hal ini keunggulan BSC adalah teridentifikasinya struktur ataupun kerangka yang ada di korporasi guna mencapai merealisasikan visi dan misi korporasi. Penjelasan demikian menegaskan bahwa sebelum BSC dikenalkan telah banyak dikenal berbagai program pengukuran yang mengarah kepada perbaikan: integrasi antar fungsi, skala global, perbaikan terus-menerus, tanggung jawab team yang menggantikan peran individu. Kaplan sendiri menuliskan bahwa penerapan BSC sejalan dengan prinsip semua itu. Akan tetapi yang membedakan BSC dengan berbagai konsep tersebut adalah bahwa pada BSC manajer memahami, setidaknya secara implisit kaitan antar fungsi. Lebih dari penjelasan itu, BSC juga mengarahkan manajer ke depan daripada melihat ke belakang. Hal ini mudah dipahami karena 4 perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan yang oleh Kaplan digambarkan sebagai perspektif yang berkaitan satu dengan lainnya.
Organisasi sektor publik berhubungan langsung dengan penyediaan services and goods untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani dengan baik sehingga dalam rangka memenuhi customer satisfaction, sangat perlu ditanamkan pola pikir (mind set) terhadap para pengelola organisasi layanan publik tentang bagaimana meningkatkan kepuasan pelanggan (masyarakat). Peningkatan income tanpa diimbangi dengan kepuasan masyarakat belum menunjukkan keberhasilan organisasi publik seperti ini.
Kinerja organisasi publik harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi keberhasilan organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan dalam pengukuran kinerja bisa dimodifikasi agar layak digunakan untuk menilai kinerja akuntabilitas publik dengan sebenarnya. Balanced Scorecard bisa digunakan dalam berbagai macam cara agar mampu mendeteksi ketercapaian organisasi publik dalam melayani pelanggan (masyarakat).
Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut. BSC tetap mempertahankan pengukuran keuangan tradisional. Tetapi pengukuran keuangan menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era industri untuk kemampuan investasi jangka panjang dan relationship pelanggan tidak secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak, bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana perusahaan pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui investasi dalam pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi. BSC menyarankan bahwa kita melihat suatu kinerja organisasi dari empat perspektif berikut: (1) The Learning and Growth Perspective, (2) The Business Process Perspective, (3) The Customer Perspective, dan (4) The Financial Perspective.
Balanced Scorecard Model ini pada awalnya memang ditujukan untuk memperluas area pengukuran kinerja organisasi swasta yang profit-oriented. Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif inovasi & pembelajaran (Quinlivan, 2000).
1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Balanced Scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai alat pengendalian, analisa dan merevisi strategi organisasi (Campbell et al. 2002). Balance scorecard bukan hanya digunakan oleh organisasi bisnis tapi juga oleh organisasi publik. Balanced scorecard dapat membantu organisasi publik dalam mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi (Modell 2004). Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan organisasi publik diukur keberhasilannya melalui efektivitas dan efisisensi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik harus menetapkan indikator-indikator dan target pengukuran kinerja yang berorientasi kepada masyarakat. Pengukuran kinerja pada organisasi publik dapat meningkatkan pertanggungjawaban dan memperbaiki proses pengambilan keputusan (Ittner dan Larcker 1998).
Perbedaan mendasar antara organisasi bisnis dan organisasi publik adalah organisasi bisnis berorientasi profitsedangkan organisasi publik berorienasi nonprofit. Selain itu perbedaan lainnya adalah dari segi tujuan strategis, tujuan financial, stakeholders, dan outcome.
Meskipun organisasi publik tidak bertujuan untuk mencari profit, organisasi ini terdiri dari unit-unit yang saling terkait yang mempunyai misi yang sama yaitu melayani masyarakat. Untuk itu organisasi publik harus dapat menterjemahkan misinya kedalam strategi, tujuan, ukuran serta target yang ingin dicapai. Yang kemudian dikomunikasikan kepada unit-unit yang ada untuk dapat dilaksanakan sehingga semua unit mempunyai tujuan yang sama yaitu pencapaian misi organisasi. Untuk itu organisasi publik dapat menggunakan balanced scorecarddalam menterjemahkanmisi organisasi kedalam serangkaian tindakan untuk melayani masayarakat. Dengan adanya perbedaan-perbedaan antara organisasi bisnis dan publik, maka balanced scorecardharus dimodifikasikan terlebih dahulu agar sesuai dengan kebutuhan organisasi publik (Rohm 2003).
BALANCED SCORECARD
Balanced scorecardmerupakan sistem manajemen strategis yang menterjemahkan visi dan strategi suatu organisasi kedalam tujuan dan ukuran operasional (Hansen dan Mowen 2003). Tujuan dan ukuran operasional tersebut kemudian dinyatakan dalam empat perspektif yaitu perspektif finansial, pelanggan (customers), proses bisnis internal (internal business process), serta pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) (Kaplan dan Norton 1996). Perspektif finansial menggambarkan keberhasilan finansial yang dicapai
oleh organisasi atas aktivitas yang dilakukan dalam 3 perspektif lainnya. Perspektif pelanggan menggambarkan pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi berkompetisi. Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasikan proses-proses yang penting untuk melayani pelanggan dan pemilik organisasi. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang.
Visi dan strategi diterjemahkan kedalam 4 perspektif yang kemudian oleh masing-masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang akan datang serta inisiatif–inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan-tujuan strategis.
BALANCED SCORECARD PADA ORGANISASI PUBLIK
Organisasi publik merupakan organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan mendapatkan keuntungan (profit). Organisasi ini bisa berupa organisasi pemerintah dan organisasi nonprofit lainnya. Meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari profit, organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik dapat menggunakan balanced scorecard dalam pengukuran kinerjanya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep balanced scorecard.
Perubahan yang terjadi antara lain:
1) perubahan frameworkdimana yang menjadi driverdalam balanced scorecard
untuk organisasi publik adalah misi untuk melayani masyarakat 2) perubahan
posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan 3) perspektif
customersmenjadi perspektif customers & stakeholders4) perubahan perspektif
learning dan growthmenjadi perspektif employess and organization capacity
(Rohm 2003).
Yang menjadi fokus utama dalam organisasi publik adalah misi organisasi,
secara umum misi suatu organisasi publik adalah melayani dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan strategi-strategi
yang akan dilakukan untuk pencapaian misi tersebut. Strategi tersebut kemudian
diterjemahkan kedalam 4 perspektif, yaitu: perspektif customers & stakeholders,
perspektif financial, perspektif internal business processdan perspektif employees
& organization capacity.
Perspektif customers & stakehodersmengambarkan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Perspektif financialmengidentifikasikan pemberian
pelayanan yang efiesien. Perspektif internal business processmenggambarkan
proses-proses yang penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Perspektif employees & organization capacitymengambarkan kompetensi dan kemampuan semua anggota organisasi.
BAlanced Scorecard berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Konsep Balanced Scorecard menjadi suatu sarana untuk mengkomunikasikan persepsi strategis dalam suatu perusahaan secara sederhana dan mudah dimengerti oleh berbagai pihak dalam perusahaan, terutama pihak-pihak dalam organisasi yang akan merumuskan strategi perusahaan. Pengertian Balanced Scorecard sendiri jika diterjemahkan bisa bermakna sebagai rapor kinerja yang seimbang (Balanced). Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan/atau suatu kelompok, juga untuk mencatat rencana skor yang hendak diwujudkan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerpa konsep Balance Scorecard sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan sebab Balanced Scorecard yang telah dilakukan dapat menghasilkan perbaikan dan perubahan strategis yang dilakukan untuk pencapaian kinerja yang akan dicapai dalam pengelolaan unit usaha perusahaan.
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan Balanced Sorecard sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced Scorecard sekarang banyak digunakan sebagai untuk pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami, dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian, berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan & Norton, 1996).
Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard. Pembahasan mengenai pengukuran kinerjadengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasanmengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for- profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama.
Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti:
1. Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai;
2. Database dan teknologi informasi;
3. Proses operasi yang efisien dan responsif;
4. Inovasi dalam produk dan jasa;
5. Hubungan dan kesetiaan pelanggan; serta
6. Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan darimasyarakat (Kaplan dan Norton, 2000)
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampumengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Jadi, Dalam menilai kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran keuangan saja dinilai kurang mewakili. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan memiliki beberapa kelemahan yaitu : Pendekatan finansial bersifat historis sehingga hanya mampu memberikan indikator dari kinerja manajemen dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan kearah yang lebih baik. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah kepada manajemen strategis. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur aser perusahaan.
Balanced scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja. Hal ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
Konsep Balance Scorecard dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja suatu organisasi atau skor individu. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.
Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan organisasi/individu di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja organisasi/individu yang bersangkutan.
Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja organisasi/individu diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal.
Dalam definisi lain Balance Scorecard adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi.
Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.
Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:
• menjelaskan visi organisasi
• menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu
• mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya
• meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk mengarahkan perubahan
Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya lima prinsip utama berikut:
1 Menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang dapat memahami
2 Menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan arah dari eksekutif kepada staf garis depan
3 Membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang dalam implementasi strategis
4 Membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi organisasi dan
5 Melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.
Munculnya Balanced Scorecard disebabkan karena adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya. Perubahan Teknologi Persaingan ketat di dunia bisnis Mendorong kebutuhan akan Informasi Mengakibatkan persaingan Informasi Untuk membantu ambil keputusan, adanya kata Balance itu sendiri menunjukkan sebuah keseimbangan dalam pengelolaan organisasi sehingga dapat berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan kinerja organisasi dengan baik. Untuk mewujudkan itu maka dalam Balance Scorecard dalam konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu :
1. Perspektif finansial yaitu Bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham.
2. Perspektif customer adalah Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer.
3. Perspektif proses, bisnis internal, yakni Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer.
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ialah Bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus,terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.
Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat.
Mengapa harus 4 perspektif? Karena perspektif keuangan tidak cukup mencerminkan kinerja perusahaan dimana perspektif keuangan yang baik tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan bisa exiss dalam jangka panjang (yang merupakan tujuan utama suatu perusahaan didirikan). Selain itu perspektif non keuangan juga dianggal penting karena perspektif Non Keuangan di anggap sebagai bagian yang bila ikut diperhatikan, pada akhirnya dapat mendongkrak kinerja keuangan yang merupakan keinginan utama dari pemegang saham. Untuk dapat exiss, perusahaan harus mempunyai strategi yang dituangka dalam action-action, sehingga penilaian kinerja juga harus lebih dari sekedar penilaian financial. Berikut ini yang di utamakan dalam setiap perspektif
1. Keuangan, berorientasi pada para pemegang saham
2. Pelanggan, bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer
3. Proses bisnis internal, Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan dalam jangka panjang untuk mencapai tujuan financial dan kepuasan konsumen
4. Pembelajaran & pertumbuhan, bagaimana kita bisa meningkatkan dan menciptakan value secara continue terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.
Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.
Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:
• menjelaskan visi organisasi
• menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu
• mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya
• meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk mengarahkan perubahan.
Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya lima prinsip utama berikut:
1. Menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang dapat memahami.
2. Menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan arah dari eksekutif kepada staf garis depan.
3. Membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang dalam implementasi strategis.
4. Membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi organisasi dan,
5. Melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.
Munculnya Balanced Scorecard disebabkan karena adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya. Perubahan Teknologi, Persaingan ketat di dunia bisnis, Mendorong kebutuhan akan Informasi untuk membantu ambil keputusan, adanya kata Balance itu sendiri menunjukkan sebuah keseimbangan dalam pengelolaan organisasi sehingga dapat berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan kinerja organisasi dengan baik. Untuk mewujudkan itu maka dalam Balance Scorecard dalam konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu :
1. Perspektif finansial yaitu Bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham.
2. Perspektif customer adalah Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer.
3. Perspektif proses, bisnis internal, yakni Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer.
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ialah Bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus,terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.
Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat.
Pengukuran ke-empat prespektif tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Perspektif Financial menurut Kaplan (Kaplan, 1996) pada saat perusahaan melakukan pengukuransecara finansial, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksikeberadaan industri yang dimilikinya. Kaplan menggolongkan tiga tahap perkembanganindustri yaitu; growth, sustain, dan harvest.Dari tahap-tahap perkembangan industri tersebut akan diperlukan strategi-strategi yang berbeda-beda. Dalam perspektif finansial, terdapat tiga aspek dari strategi yang dilakukan suatu� perusahaan; (1) pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang dimiliki suatu organisasi bisnis, (2) penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, (3) penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi.
2. Perspektif Customer, dalam perspektif customer ini mengidentifikasi bagaimana kondisi customer mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan customer tersebut sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama (Kaplan,1996:67); yaitu
o pengukuran pangsa pasar, pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan mencerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah customer, atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual.
o customer retention, pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya prosentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
o customer acquisition, pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada.
o customer satisfaction, pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah : survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview.
o customer profitability, pengukuran terhadap customer profitability dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Activity Based-Costing (ABC).
3. Perspektif Proses Bisnis Internal, dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu: proses inovasi, proses operasi, proses pasca penjualan.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, Perspektif yang terakhir dalam Balanced Scorecard adalah perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Kaplan (Kaplan,1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif di atas dan tujuan perusahaan.
Permasalahan yang timbul dalam penerapan Balanced Scorecard dan banyak dihadapi oleh perusahaan yang ingin sekali menerapkan Balanced Scorecard dalam sistem manajemennya antara lain adalah :
1. Bagaimana mendesain sebuah scorecard, Desain scorecard yang baik pada dasarnya adalah desain yang mencerminkan tujuan strategik organisasi. Beberapa perusahaan di Amerika telah mencoba mendesain sebuah scorecard penilaian kinerja berdasarkan kategori-kategori yang diungkapkan oleh Kaplan & Norton. Dalam prakteknya, masih banyak perusahaan yang tidak dapat merumuskan strateginya dan memiliki strategi yang tidak jelas sama sekali (Mavrinac & Vitale, 1999:1). Hal ini tentu saja akan menyulitkan desain scorecard yang sesuai dengan tujuan strategik perusahaan yang ingin dicapai.
2. Banyaknya alat ukur yang diperlukan, Banyaknya alat ukur yang dikembangkan oleh perusahaan tidak menjadi masalah yang terpenting adalah bagaimana alat ukur-alat ukur yang ada tersebut bias mencakup keseluruhan strategi perusahaan terutama dapat mengukur dimensi yang terpenting dari sebuah strategi. Tetapi hal yang harus diingat adalah bahwa alat ukur tersebut dapat menjangkau perspektif peningkatan kinerja secara luas dengan pengukuran minimal.
3. Apakah Scorecard cukup layak untuk dijadikan penilai kinerja, Menurut Sarah Marvinack (Marvinack, 1999:1) Layak atau tidaknya scorecard yang dibentuk oleh perusahaan akan tergantung pada nilai dan orientasi strategi perusahaan yang bersangkutan. Pada beberapa perusahaan di Amerika, mereka lebih memperhatikan nilai-nilai yang secara eksplisit dan kuantitatif dikaitkan dengan strategi bisnis mereka.
4. d. Perlunya Scorecard dikaitkan dengan gainsharing secara individu, Banyak perusahaan di Amerika yang menghubungkan antara kinerja dalam Balanced Scorecard dengan pembagian keuntungan (gainsharing) secara individual. Tetapi haruslah diingat bahwa dasar pembagian keuntungan (gainsharing) tersebut adalah seberapa besar dukungan inovasi atau perubahan kultur yang diberikan oleh individu kepada peningkatan kinerja perusahaan.
5. Apakah scorecard yang ada dapat menggantikan keseluruhan sistem manajemen lama, Dalam prakteknya, sangat sulit mengganti sistem manajemen yang lama dengan sistem manajemen yang sama sekali baru (Balanced Scorecard), tetapi perusahaan diharapkan dapat melakukannya apabila dirasa sistem manajemen yang lama sudah tidak bisa mendukung tujuan organisasi selama ini. Pada beberapa perusahaan di Amerika yang berusaha menerapkan konsep Balanced Scorecard dalam perusahaannya (Mavrinac, 1999:4), mereka memilih menggabungkan antara sistem yang masih relevan dengan pencapaian tujuan organisasi dengan system Balanced Scorecard.
Balanced Scorecard tidak hanya berfungsi sebagai laporan saja tetapi lebih dari itu, Balanced Scorecard haruslah benar-benar merupakan refleksi dari sebuah strategi perusahaan serta visi dari organisasi. Balanced Scorecard dapat dipandang sebagai sebuah alat untuk mengkomunikasikan strategi dan visi organisasi perusahaan secara kontinyu. Ian Alliott, sebuah perusahaan konsultan besar di Amerika, berhasil mengidentifikasi empat langkah utama yang harus ditempuh oleh perusahaan apabila perusahaan akan menerapkan konsep Balanced Scorecard. Langkah-langkah tersebut adalah (Mattson,1999:2) :
1. Memperoleh kesepakatan dan komitmen bersama antara pihak manajemen puncak perusahaan.
2. Mendesain sebuah model (kerangka) Balanced Scorecard, yang memungkinkan perusahaan untuk menentukan beberapa faktor penentu seperti tujuan strategik, perspektif bisnis, indikator-indikator kunci penilaian kinerja.
3. Mengembangkan suatu program pendekatan yang paling tepat digunakan oleh perusahaan sehingga Balanced Scorecard menjadi bagian dari kultur organisasi yang bersangkutan. Konsep Scorecard yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai salah satu pengendali jika terjadi perubahan kultur dalam perusahaan. Dengan kata lain perusahaan haruslah memperhitungkan apakah penerapan Balanced Scorecard akan mengakibatkan perubahan yang cukup besar dalam organisasi perusahaan.
4. Aspek penggunaan teknologi, Banyak perusahaan sudah mulai menggunakan software komputer dalam menentukan elemen-elemen scorecard dan mengotomatisasikan pendistribusian data ke dalam scorecard. Data-data scorecard, yang berwujud angka-angka pengukuran tersebut, akan interview dari periode ke periode secara terus-menerus.
Balanced Scorecard merupakan alat yang telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. Dan Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang sangat berfungsi seiring dengan perkembangan manajemen sebuah organisasi, yakni mengubah pandangan-pandangan yang tadinya hanya pada hal-hal tangible namun kini meluas dengan hal-hal yang bersifat intangible. Adapun perspektif dalam Balanced Scorecard, yakni :
1. Perspektif Keuangan. Metode pengukuran kinerja keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan yang dapat mewujudkan visi perusahan dlam meingkatkan customer, produktivitas, dan kemmapuan perusahaan untuk menghasilkan financial returns.
2. Perspektif Pelanggan. Menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan dengan mengukur kinerja tiap unti operasi pasar dalam upaya mencapai target finansialnya.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal. menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retuns.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan. menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Balance scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja dalam suatu organisasi untuk melaksanakan strategi dalam rangka mencapai visi dan misi perusahaan. Balanced Scorecard System pertama kali dikenalkan sebagai alat untuk menilai kinerja pada perusahaan komersial. Namun, sebetulnya pemanfaatan BSC ini bisa oleh semua jenis organisasi. BSC dapat digunakan dengan berbagai macam cara. Pada organisasi publik yang mengedepankan layanan publik, BSC perlu diadaptasikan sehingga menghasilkan pengukuran yang sesuai dengan tujuan utama organisasi. Pada organisasi komersial model BSC , menempatkan perpekstif finansial di atas ketiga perspektif lainnya.
Dalam Organisasi non-profit hendaknya memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Proses orientasi pada pelanggan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi siapa sebenarnya pelanggan organisasi. Selanjutnya untuk lebih mengenal apa keinginan dan kebutuhan para pelanggan, sebaiknya dilakukan survei lapangan (interview) dengan mereka sehingga dapat merumuskan berbagai program yang memang dibutuhkan pelanggan (masyarakat). Informasi dari para pelanggan ini sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kerja. Dalam proses implementasi rencana-rencana kerja ini perlu dilakukan monitoring terhadap kinerja dan jika menghadapi kondisi yang tidak sesuai, bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian terhadap berbagai rencana kerja.
Pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih focus. BSC digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan BSC ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi BSC tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja BSC.
Tentu saja Penerapan BSC dapat dilakukan pada Organisasi non profit hal ini untuk pemberdayaan institusi, pengambilan keputusan penganggaran yang lebih rasional, peningkatan kinerja, meningkatkan komunikasi kepada pihak-pihak berkepentingan (stakeholders), dan penyediaan data untuk benchmarking. Pada dasarnya, pengembangan BSC baik pada sektor swasta maupun publik dimaksudkan untuk memberikan peningkatan kepuasan untuk para pelanggan. Perbedaannya dapat dilihat dari tujuan maupun pihak-pihak yang berkepentingan.
Secara umum, penerapan konsep BSC dalam organisasi non profit dapat dilakukan mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian, pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses pembelajaran ini akan mempengaruhi proses internal organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun para wakil rakyat, mempengaruhi nilai dan manfaat, serta mempengaruhi keuangan dan biaya sosial, dan secara keseluruhan akan bermuara pada misi organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Pemberian pelayanan publik pada dasarnya tidak berhadapan dengan pesaing bisnis atau bersifat monopoli. Namun sebagai konsekuensi logis dari pemberian pelayanan tersebut adalah perbedaan proses pengambilan keputusan yang sangat berbeda antara privat dan publik. Pengambilan keputusan non profit harus melalui tahapan tertentu yang relaif lebih panjang jika dibandingkan dengan sektor privat atau komersial.
Mengingat pendanaan yang digunakan organisasi non profit bersumber dari masyarakat, maka pertanggungjawabannya juga harus diberikan kepada masyarakat melalui legislatif. Kemudian dalam proses internalpun, harus melalui tahapan-tahapan tertentu (birokrasi) sesuai dengan jenjang organisasi yang tersedia.
Beberapa pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam menjabarkan misi organisasi menjadi strategi dalam empat perspektif BSC dapat dijabarkan berikut ini.
1. Misi :
Apa misi organisasi ?
Jasa pelayanan dan program apa saja yang dipersyaratkan dan dibutuhkan ?
2. Pelanggan dan Pihak Berkepentingan :
Bagaimana organisasi mencipta nilai ?
Manfaat apa saja yang dibutuhkan untuk penyediaan jasa tersebut ?
3. Karyawan dan Kapasitas Organisasi :
Bagaimana kita merubah dan mengembangkan kemampuan ?
4. Proses Bisnis Internal :
Untuk memuaskan para pembayar pajak, wakil rakyat dan pihak berkepentingan lainnya, proses bisnis mana yang harus ditonjolkan ?
5. Finansial :
Untuk kehati-hatian pengelolaan sumber daya publik, bagaimana cara mengalokasikan dana dan mengontrol belanja ?
Untuk dapat menerapkan BSC dengan sukses, langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :
• Melaksanakan evaluasi terhadap organisasi;
• Menjelaskan tema strategis atau daerah fokus;
• Menetapkan tujuan;
• Menggambarkan peta strategi;
• Menjelaskan pengukuran kinerja;
• Mengembangkan inisiatif;
• Visualisasi dan komunikasi kinerja;
• Terjun ke dunia bisnis;
• Evaluasi dan penyesuaian kinerja.
Konsep balanced scorecard (BSC) yang secara substansial dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pelayanan konsumen (masyarakat), sangat relevan diadopsi dalam pengembangan manajemen keuangan daerah ke depan. Secara konsepsional BSC sudah sejalan dengan arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah saat ini, yaitu dalam rangka mencapai kinerja pemerintahan yang baik, Anggaran harus disusun dengan anggaran kinerja. Penyusunan Anggaran harus dilakukan untuk mencapai output, outcome, benefit, dan impact, sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan.
MEGAWATI (1410112112)
PENGGUNAAN BALANCED SCORECARD
Sejak diperkenalkannya pendekatan Balanced Scorecard oleh Kaplan dan Norton, metodologi telah digunakan di sejumlah nirlaba dan tidak-untuk organisasi nirlaba. literatur penuh dengan contoh-contoh keberhasilan pelaksanaan pendekatan Balanced Scorecard, terutama di organisasi nirlaba.
Dalam sektor nirlaba, perusahaan telah mengakui bahwa metrik keuangan sendiri tidak memadai untuk mengukur dan mengelola kinerja mereka (Kaplan 2001). Kaplan dan Norton (1992, 1996) dilengkapi perspektif keuangan dengan lainnya tiga perspektif: pelanggan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Nirlaba mencari perusahaan, perspektif keuangan memberikan tujuan jangka panjang yang jelas (Kaplan 2001).
Di sisi lain, dalam waktu yang tidak-untuk-profit sektor, perspektif keuangan memberikan kendala bukan tujuan. Sementara tidak-untuk-keuntungan belanja memantau dan mematuhi anggaran keuangan, keberhasilan atau kegagalan mereka tidak diukur dengan menghabiskan dalam hubungan dengan jumlah yang dianggarkan. Menurut Kaplan, khas tidak-untuk-profit telah mengalami kesulitan menempatkan perspektif keuangan di bagian atas Balanced Scorecard. Dia menyarankan bahwa tidak-untuk-keuntungan mempertimbangkan menempatkan tujuan misi di bagian atas scorecard mereka sebagai misi mewakili akuntabilitas antara tidak-untuk-profit dan masyarakat. Dia juga menyarankan keuntungan tidak-untuk-memperluas definisi yang pelanggan mereka. Sebagaimana dicatat oleh Kaplan, semakin banyak tidak-untuk-keuntungan telah mulai menggunakan model Balanced Scorecard (Kaplan 2001
Ada perspektif Balanced scorecard Non Profit Oriented :
1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC di Non Profit Oriented
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen pengukuran dan pengendalian secara cepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajemen tentang kinerja bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan serta proses pembelajaran dan pertumbuhan.
Pada awalnya, Balanced Scorecard dirancang untuk digunakan pada organisasi yang bersifat profit-oriented, namun kemudian berkembang dan diterapkan pada organisasi non profit. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan balanced scorecard pada organisasi profit-oriented dengan organisasi non profit, diantaranya: pada organisasi profit-oriented perspektif finansial adalah tujuan utama berupa laba atau keuntungan, sedangkan dalam organisasi non profit perspektif konsumen merupakan tujuan utama dan perspektif finansisal-nya merupakan pertanggungjawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Organisasi non profit (sektor publik) hendaknya memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Proses orientasi pada pelanggan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi siapa sebenarnya pelanggan organisasi. Selanjutnya untuk lebih mengenal apa keinginan dan kebutuhan para pelanggan, sebaiknya dilakukan survei lapangan (interview) dengan mereka sehingga dapat merumuskan berbagai program yang memang dibutuhkan pelanggan (masyarakat). Informasi dari para pelanggan ini sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kerja. Dalam proses implementasi rencana-rencana kerja ini perlu dilakukan monitoring terhadap kinerja dan jika menghadapi kondisi yang tidak sesuai, bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian terhadap berbagai rencana kerja.
Sistem pengukuran kinerja ini diharapkan bisa digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi serta bermanfaat dalam memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.
Pada hakekatnya sendiri balance scoredcard tidak hanya menyoroti kinerja bagian keuangan saja tetapi pada bagian non-keuangan juga. Balance scoredcard pada perusahaan nirlaba dapat diterapkan kerana perusahaan nirlaba sendiri yang haketnya adalah “non-profit-oriented” sebetulnya tetap mencari keuntungan yang akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan masyarakat atau peningkatkan pelayanan masyrakat. Dengan konsep balance scorecard ini, yang memiliki 4 prespektif utama. Untuk penerapan pada perusahaan nirlaba bisa berfokus utama pada pelanggan dimana perusahaan nirlaba memang miliki tujuan untuk melayani masyarakat, dan prespektif finasial dijadikan sebagai acuan atau pertanggungjawaban apakah penggunaan sumberdaya untuk peningkatan pelayanan masyarakat atau pelanggan telah berjalan dengan efektif dan efisien.
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Cara dapat menerapkan BSC dengan sukses, langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :
• Melaksanakan evaluasi terhadap organisasi;
• Menjelaskan tema strategis atau daerah fokus;
• Menetapkan tujuan;
• Menggambarkan peta strategi;
• Menjelaskan pengukuran kinerja;
• Mengembangkan inisiatif;
• Visualisasi dan komunikasi kinerja;
• Terjun ke dunia bisnis;
• Evaluasi dan penyesuaian kinerja.
Balanced scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja. Hal ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
Secara umum, penerapan konsep BSC dalam organisasi non profit dapat dilakukan mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian, pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses pembelajaran ini akan mempengaruhi proses internal organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun para wakil rakyat, mempengaruhi nilai dan manfaat, serta mempengaruhi keuangan dan biaya sosial, dan secara keseluruhan akan bermuara pada misi organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC di Non Profit Oriented
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?.
Balanced Scorecard merupakan sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba di seluruh dunia untuk kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan memantau kinerja organisasi terhadap strategis tujuan. Itu berasal oleh Drs. Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton sebagai kerangka pengukuran kinerja yang strategis menambahkan non-ukuran kinerja keuangan tradisional metrik keuangan untuk memberikan para manajer dan eksekutif yang lebih ‘seimbang’ pandangan kinerja organisasi. Sementara frase balanced scorecard diciptakan pada awal tahun 1990-an, akar dari jenis ini pendekatan yang mendalam, dan termasuk karya perintis General Electric pada pengukuran kinerja pelaporan di tahun 1950-an dan pekerjaan proses Perancis insinyur (yang menciptakan Tableau de Bord – secara harfiah, sebuah “dashboard” ukuran kinerja) di bagian awal abad ke-20.
Balanced Scorecard telah berevolusi dari awal digunakan sebagai kerangka pengukuran kinerja yang sederhana untuk penuh perencanaan strategis dan sistem manajemen. Pendekatan baru ini manajemen strategis pertama kali rinci dalam serangkaian artikel dan buku oleh Drs. Kaplan dan Norton. Mengenali beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan manajemen sebelumnya, pendekatan scorecard yang seimbang memberikan resep yang jelas mengenai apa yang harus perusahaan untuk mengukur ‘keseimbangan’ perspektif keuangan. Seimbang Scorecard adalah sebuah sistem manajemen (bukan hanya suatu sistem pengukuran) yang memungkinkan organisasi untuk menjelaskan visi dan strategi mereka dan menerjemahkannya ke dalam tindakan. Menyediakan umpan balik di sekitar kedua proses bisnis internal dan eksternal hasil dalam rangka untuk terus meningkatkan kinerja dan hasil strategis. Ketika sepenuhnya dikerahkan, Balanced Scorecard mentransformasikan perencanaan strategis dari latihan akademis ke pusat saraf suatu perusahaan.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur.
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit operasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Kartu skor berimbang (bahasa Inggris: balanced scorecard, BSC) adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dema kali dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak hanya berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.
Pada tahun 1992, Robert S. Kaplan dan David P. Norton mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian artikel-artikel jurnal dan buku The Balanced Scorecard pada tahun 1996. Sejak diperkenalkannya konsep aslinya, BSC telah menjadi lahan subur untuk pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang dari artikel asli Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan tinjauan ulang terhadap konsep ini satu dasawarsa kemudian berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka lakukan.
Balanced Scorecard membantu organisasi untuk menghadapi dua masalah fundamental: mengukur performa organisasi secara efektif dan mengimplementasikan strategi dengan sukses. Secara tradisional, pengukuran terhadap bisnis berkisar pada aspek finansial, yang kemudian banyak mendatangkan kritik. Ukuran finansial tidaklah konsisten dengan lingkungan bisnis saat ini, punya daya prediktif yang lemah, mengakibatkan munculnya silo fungsional, menghambat cara berpikir jangka panjang, dan tidak lantas bisa relevan bagi kebanyakan level organisasi. Mengimplementasikan strategi secara efektif menjadi permasalahan tersendiri. Setidaknya terdapat empat pembatas implementasi strategi di organisasi: pembatas visi, pembatas orang, pembatas sumberdaya, dan pembatas manajemen.
Balanced Scorecard memberi organisasi elemen yang dibutuhkan untuk berpindah dari paradigma ‘melulu finansial’ menuju model baru yang mana hasil Scorecard menjadi titik awal untuk me-review, mempertanyakan, dan belajar tentang strategi yang dipunya. Balanced Scorecard akan menerjemahkan visi dan strategi ke dalam serangkaian ukuran koheren dalam empat perspektif yang berimbang. Kita akan dengan cepat bisa dapatkan informasi untuk dipertimbangkan lebih dari sekadar ukuran finansial.
Konsep keseimbangan dalam Balanced Scorecard terkait pada tiga area berikut:
Keseimbangan antara indikator keberhasilan finansial dan non finansial. Balanced Scorecard sendiri awalnya dibuat untuk mengatasi kekuranghandalan ukuran performa finansial dengan menyeimbangkannya dengan pemicu lain untuk performa yang mengacu ke masa depan. Ini adalah masih terus menjadi prinsip dari sistem Balanced Scorecard ini.
Keseimbangan antara konstituen internal dan eksternal dari organisasi. Shareholder dan pelanggan merepresentasikan konstituen eksternal dalam Balanced Scorecard, sementara karyawan dan proses internal merepresentasikan konstituen internal. Balanced Scorecard berusaha menyeimbangkan kebutuhan kedua grup yang tak jarang menjadi kontradiktif satu sama lain untuk bisa secara efektif mengimplementasikan strategi.
Keseimbangan antara indikator performa lag dan lead. Indikator lag secara umum merepresentasikan performa masa lalu. Contohnya semisal saja kepuasan pelanggan atau revenue. Meskipun ukuran tersebut pada umumnya cukup obyektif dan bisa diakses dengan mudah, namun mereka semua punya daya prediktif yang lemah. Sementara itu indikator lead adalah pemicu performa yang membawa pada pencapaian indikator lag. Indikator ini biasanya berbentuk ukuran atas proses dan aktivitas. Pengiriman tepat waktu, semisal, bisa merepresentasikan indikator lead untuk ukuran lag kepuasan pelanggan. Suatu scorecard harus berisi campuran/paduan antara indikator lag dan lead. Indikator lag yang tanpa disertai oleh ukuran lead tidak akan mengkomunikasikan bagaimana target akan diraih. Sebaliknya, indikator lead tanpa ukuran lag akan menghasilkan perkembangan jangka pendek namun tidak tampak bagaimana perkembangan tersebut berdampak pada peningkatan benefit bagi pelanggan dan juga shareholder.
Jarang sekali ada pembahasanmengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for- profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998).
Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti:
1. Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai;
2. Database dan teknologi informasi;
3. Proses operasi yang efisien dan responsif;
4. Inovasi dalam produk dan jasa;
5. Hubungan dan kesetiaan pelanggan; serta
6. Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan darimasyarakat (Kaplan dan Norton, 2000)
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampumengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Kaplan dan Norton, 1996a, b ; Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang menyediakan kerangka kerja untuk menerapkan strategi. Balanced berfokus pada pencapaian tujuan keuangan yang juga menyoroti tujuan non-keuangan yang organisasi harus mencapai dalam rangka untuk memenuhi tujuan keuangan.
Perspective Balance Score Card :
1. Perspektif keuangan keuangan
2. Perspektif Pelanggan
3. Perspektif bisnis internal
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Masing – masing perspektif dipengaruhi oleh strategi suatu perusahaan.
Tantangan besar penerapan balance scorecard terjadi ketika :
• Mengembangkan alat ukur, menyederhanakan proses,
• Penanganan resistensi terhadap perubahan,
• Kelemahan berkomunikasi organisasi,
• Mengumpulkan data,
• Mengadaptasi tekhnologi untuk proses dan benchmarketing.
Disebut Balanced scorecard karena upayanya untuk menyeimbangkan ukuran kinerja keuangan dan non-keuangan untuk mengevaluasi baik jangka pendek dan kinerja jangka panjang dalam satu laporan. Sehingga, balanced scorecard mengurangi penekanan manajer pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba kuartalan. Hal ini disebabkan karena indikator non-keuangan dan operasional mengukur perubahan mendasar suatu perusahaan. Keuntungan finansial dari perubahan yang mendasar tersebut tidak dapat ditangkap di laba jangka pendek, tetapi perbaikan yang baik dalam langkah-langkah non-keuangan sinyal prospek menciptakan nilai ekonomi di masa depan. Misalnya, peningkatan kepuasan pelanggan sinyal penjualan yang lebih tinggi dan pendapatan di masa depan. Dengan menyeimbangkan campuran ukuran finansial dan non-keuangan, balanced scorecard memfokuskan perhatian manajemen pada kedua jangka pendek dan kinerja jangka panjang (Norreklit dan Mitchell, 2007).
Bagaimana mengimplementasikan Balance Scorecard di Perusahaan Non-Profit?
Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, adalah ketika (Merchant, 1998) :
• Owner dan consumer merupakan orang yang sama,
• Mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama.
Keberhasilan penerapan balance scorecard pada Perusahaan Non – Profit lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada perolehan keuntungan. Pengukuran sisi keuangan tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti:
• Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai;
• Database dan teknologi informasi;
• Proses operasi yang efisien dan responsif;
• Inovasi dalam produk dan jasa;
• Hubungan dan kesetiaan pelanggan
• Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan darimasyarakat (Kaplan dan Norton, 2000)
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Balanced scorecard merupakan sistem yang dibuat oleh suatu manajemen, dimana sistem ini dibuat untuk mengelola implementasi strategi, pengukuran kinerja secara keseluruhan, komunikasi terhadap visi, strategi dan sasaran untuk para pemangku kepentingan. Dalam hal ini kata balance mengacu terhadap konsep keseimbangan antara berbagai perspektif, jangka waktu panjang ataupun pendek, ruang lingkup internal dan ekstern. Sedangkan pada kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi, bagian-bagian lebih spesifik serta pengukuran secara kuantitatif. BSC dapat digunakan dalam mempertimbangkan resiko dan staregi dalam sebuah perusahaan, karena merupakan keharusan dalam mengelola kinerja dan potensi sumber daya yang dimiliki perusahaan. BSC menjadi sangat penting menentukan pola tinakan dalam membentuk program yang dibuat perusahaan dalam mencapau tujuan.BSC tidak hanya digunakan dalam organisasi bisnis tetapi di organisasi publik.
Pada awalnya penerapan terhadap BSC ditujukan untuk memperluas area pengukuran kinerja organisasi swasta yang profit-oriented. Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif inovasi & pembelajaran (Quinlivan, 2000).
1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow.
2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share.
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Dalam Balance Scorecard dari keempat perspektif yang di sebutkan diatas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena hal tersebut merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
SARAH KHAIRUNISA NASSUTION (1511060104) Pengertian dari Balance Score Card BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal.
Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang dimasa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan .Perspektif dalam Balanced Scorecard
1. Perspektif Keuangan
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Kaplan dan Norton.
siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu:
1. bertumbuh (growth),
2. bertahan (sustain), dan
3. menuai (harvest),
di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut. Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan.
Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
menunjukkan seperti apa organisasi di mata pelanggan (masyarakat umum dan stakeholders). Pelanggan berhak dibantu oleh organisasi dari sisi: waktu, kualitas, kinerja dan jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh pelayanan. Kemudian pelanggan akan menilai organisasi atas pelayanannya. Sehingga semakin baik persepsi pelanggan, semakin baik pula nilai organisasi dimata pelanggan.
Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan,yaitu:
a. Kelompok pengukuran inti icore measurementgroup).
b. Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition)
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
1. Proses inovasiProses adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3.Pelayanan purna jual Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4.Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur.
Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas system informasi Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Kelebihan Balance Scorecard.
Yang menjadikan Balance Scorecard memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Balance Scorecard merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.
2. Balance Scorecard bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat
3. Balance Scorecard mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. balanced scorecard tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.
4. Balance Scorecard membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.
5. Balance Scorecard memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
6. Balance Scorecard memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
7. Balance Scorecard memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan”Strategic based responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan tersebut. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau organisasi diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard merupakan suatu system management strategi yangmenjabarkan visi dan strategi suatu perusahaan ke dalam tujuan operasional dantolak ukur. Tujuan dan tolak ukur dikembangkan untuk setiap 4 (empat)perspektif yaitu : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif prosesusaha dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Manfaat Balanced Scorecard bagi perusahaan menurut Kaplan dan Norton (2000: 122) adalah sebagai berikut :
1.Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
2.Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam perspektif keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, dan belajar dan bertumbuh)
3.Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang.
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain:
1.Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver) .
2.Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship).
3.Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Kempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) antara lain :
1.Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan,untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
2.Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard,dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
3.Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
4.Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis. Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Yuniar Nurul Ishofah (1511060109)
A. Pengertian Balanced Scorecard (Kartu Skor Berimbang)
BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
1. Perspektif Keuangan
Mencakup ukuran kinerja keuangan seperti pendapatan operasi dan arus kas
2. Perspektif customer
Bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer.
3. Perspektif proses bisnis internal,
Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer.
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
Meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus, terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.
B. Keuntungan Kartu Skor Berimbang
1. Sarana untuk menelusuri kemajuan terhadap pencapaian tujuan strategis.
2. Sarana untuk mengimplementasikan strategi dengan mengalihkan perhatian manajer pada faktor-faktor penentu kesuksesan yang secara strategis relevan, dan memberikan mereka penghargaan atas pencapaian faktor-faktor ini.
3. Kerangka kerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mencapai perubahan organisasi yang diharapkan dalam hal strategi, dengan memberikan perhatian dan penghargaan atas pencapaian faktor-faktor yang merupakan bagian dari strategi baru.
4. Alasan yang adil dan obyektif bagi perusahaan dalam menentukan kompensasi dan promosi dari setiap manajer.
5. Kerangka kerja yang mengoordinasikan seluruh upaya perusahaan untuk mencapai faktor-faktor penentu kesuksesan.
C. Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver).
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
D. Penerapan balanced scorecard pada Organisasi Non Profit
Berdasarkan karakteristiknya, organisasi non profit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pure non profit organization dan quasy non profit organizations. Pure non profit organizations adalah organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan / atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan quasy non profit organizations merupakan organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan / atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh keuntungan (surplus).
1. Quasy on profit organization
BSC dapat diadopsi dan diadaptasikan pada pure non profit organizations maupun quasy non profit organizations. Pada jenis quasy non profit organizations, tujuan orgnisasinya adalah kepuasan pelanggan dan meningkatnya profitabilitas. Dengan demikian, BSC dapat dimofikasi dengan menempatkan perspektif finansial dan pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif proses internal dan selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran . Hal ini berarti bahwa sasaran utama organisasi adalah tercapainya target-target keuangan dan kepuasan pelanggan yang dipicu oleh kinerja yang baik dari perspektif proses internal dan pembelajaran/inovasi.
2. Pure non profit organizations
Pure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.
Pada organisasi non profit (Organisasi penyedia layanan publik), tujuan utama pengukuran kinerjanya adalah untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. (Quinlivan, 2000). Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome.
Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya.
SARAH KHAIRUNISA NST(1511060104)
Pengertian dari Balance Score Card BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal.
Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang dimasa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan .Perspektif dalam Balanced Scorecard
1. Perspektif Keuangan
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Kaplan dan Norton.
siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu:
1. bertumbuh (growth),
2. bertahan (sustain), dan
3. menuai (harvest),
di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut. Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan.
Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
menunjukkan seperti apa organisasi di mata pelanggan (masyarakat umum dan stakeholders). Pelanggan berhak dibantu oleh organisasi dari sisi: waktu, kualitas, kinerja dan jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh pelayanan. Kemudian pelanggan akan menilai organisasi atas pelayanannya. Sehingga semakin baik persepsi pelanggan, semakin baik pula nilai organisasi dimata pelanggan.
Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan,yaitu:
a. Kelompok pengukuran inti icore measurementgroup).
b. Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition)
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
1. Proses inovasiProses adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3.Pelayanan purna jual Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4.Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur.
Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas system informasi Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Kelebihan Balance Scorecard.
Yang menjadikan Balance Scorecard memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Balance Scorecard merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.
2. Balance Scorecard bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat
3. Balance Scorecard mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. balanced scorecard tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.
4. Balance Scorecard membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.
5. Balance Scorecard memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
6. Balance Scorecard memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
7. Balance Scorecard memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’
Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non keuangan. Suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
a) Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
b) Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
c) Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Munculnya Balanced Scorecard disebabkan karena adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya. Perubahan Teknologi, Persaingan ketat di dunia bisnis, mendorong kebutuhan akan informasi mengakibatkan persaingan informasi untuk membantu ambil keputusan, adanya kata Balance itu sendiri menunjukkan sebuah keseimbangan dalam pengelolaan organisasi sehingga dapat berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan kinerja organisasi dengan baik. Untuk mewujudkan itu maka dalam Balance Scorecard dalam konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu :
1. Perspektif finansial yaitu Bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham. hal pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industri yang dimilikinya. Ada tiga tahap perkembangan industri yaitu growth, sustain, dan harvest. Dari tahap-tahap perkembangan industri tersebut akan diperlukan strategi-strategi yang berbeda-beda. Dalam perspektif finansial, terdapat tiga aspek dari strategi yang dilakukan suatu perusahaan :
• pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang dimiliki suatu organisasi bisnis
• penurunan biaya dan peningkatan produktivitas
• penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi.
2. Perspektif customer adalah Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer dan mengidentifikasi bagaimana kondisi customer mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan customer tersebut sebagai sumber pendapatan mereka.
3. Perspektif proses, bisnis internal, yakni Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer. perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manager maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu proses inovasi, proses operasi, proses pasca penjualan.
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ialah Bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus,terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan. suatu organisasi bisnis penting untuk terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif di atas dan tujuan perusahaan.
Elfira Mutmainnah 1511060106
Sebelum pemakaian BSC yang meluas pada akhir tahun 1990an, perusahaan cenderung hanya berfokus pada ukuran kinerja keuangan, sehingga beberapa ukuran non keuangan yang sangat penting tidak dipantau. Sebagai hasilnya BSC memungkinkan perusahaan untuk menggunakan sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada strategi, sistem yang memfokuskan perhatian manajer terhadap faktor-faktor penentu kesuksesan, serta memberikan perhatian kepada mereka yang telah mencapai faktor-faktor tersebut.
BSC atau yang disebut Balanced scorecard mempunyai 4 perspektif penentu kesuksesan yaitu :
1. Perspektif keuangan, mencakup ukuran kinerja keuangan seperti pendapatan operasi dan arus kas.
2. Perspektif pelanggan, mencakup ukuran kepuasan pelanggan.
3. Perspektif proses internal, mencakup diantaranya ukuran produktivitas dan kecepatan. Serta,
4. Pembelajaran dan inovasi , mencakup ukuran seperti jumlah jam pelatihan karyawan dan jumlah hak paten / produk baru.
BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. BSC itu juga merupakan implementasi dari strategi dengan menyediakan alat pengukuran kinerja komprehensif yang mencerminkan ukuran-ukuran yang sangat penting untuk kesuksesan strategi perusahaan dan menyediakan sarana untuk mensejajarkan pengukuran kinerja pada perusahaan dengan strategi perusahaan.
BSC itu sendiri mempunyai manfaat yaitu:
1. Sarana untuk menelusuri kemajuan terhadap pencapaian tujuan strategis
2. Sarana untuk mengimplementasikan strategi dengan mengalihkan perhatian manajer pada faktor-faktor penentu kesuksesan yang secara strategis relevan
3. Sebagai kerangka kerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mencapai perubahan organisasi yang diharapkan dlm hal startegi.
4. Sebagai alasan yang adil dan objektif bagi perusahaan dalam menentukan kompensasi dan promosi dari setiap manajer.
Dalam mengimplementasikan BSC secara efektif, BSC harus:
1. Memiliki dukungan yang kuat dari manajemen puncak.
2. Secara akurat mencerminkan strategi perusahaan.
3. Mengomunikasikan strategi organisasi secara jelas kepada seluruh manajer dan karyawan yang memahami dan menerima kartu skor.
4. Memiliki proses yang meninjau dan memodifikasi kartu skor sebagai strategi organisasi dan perubahan sumber daya.
5. Mencakup proses untuk menjamin keakuratan dan keandalan informasi pada BSC.
BSC dapat dipandang sebagai jalan dua arah. Ketika BSC dirancang untuk membantu mengimplementasikan strategi, BSC itu sendiri harus mencerminkan sebuah strategi.
Konsep Balanced Scorecard yang merupakan BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton di awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced Scorecard menunjukkan adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan. Tidak hanya fokus terhadap pencapaian keuangan yang objective.
BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif hal itu dapat diukur dari segi keuangan.Yang kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu perspectives keuangan, perspective pelanggan,perspective proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Konsep Balance Scorecard memiliki performa jangka pendek dan jangka panjang. Melalui mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Febi Lisdia 1511060112
Balance Score Card
BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan dan David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan.
BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan dari BSC adalah membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya dengan keunggulannya yaitu sistem manajemen kontemporer, yang terdiri dari 4 perspektif yaitu :
1. Keuangan
2. Pelanggan
3. Proses Bisnis Internal
4. Pembelajaran dan Pertumbuhan
Menurut ( Mulyadi ,2001, p.18) BSC ini mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut
(1) komprehensif
(2) koheren
(3)seimbang dan
(4) terukur
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1.Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
2.Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3.Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
4.Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek.
Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
4. Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Ratna Ristyawanti Dewi 1511060099
Balanced Scorecard atau bias disingkat juga dengan BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur.
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja
b. Retensi pekerja
c. Produktivitas pekerja
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Ignatius Bimo N S (1410112097)
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Cara dapat menerapkan BSC dengan sukses, langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :
• Melaksanakan evaluasi terhadap organisasi;
• Menjelaskan tema strategis atau daerah fokus;
• Menetapkan tujuan;
• Menggambarkan peta strategi;
• Menjelaskan pengukuran kinerja;
• Mengembangkan inisiatif;
• Visualisasi dan komunikasi kinerja;
• Terjun ke dunia bisnis;
• Evaluasi dan penyesuaian kinerja.
Balanced scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja. Hal ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
Secara umum, penerapan konsep BSC dalam organisasi non profit dapat dilakukan mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian, pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses pembelajaran ini akan mempengaruhi proses internal organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun para wakil rakyat, mempengaruhi nilai dan manfaat, serta mempengaruhi keuangan dan biaya sosial, dan secara keseluruhan akan bermuara pada misi organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC di Non Profit Oriented
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?.
Implementasi balanced score card pada suatu organisasi. Balanced Scorecard yaitu suatu sistem manajemen strategik yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan dari 4 perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses usaha internal Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan perspektif usaha internal dan proses produksi dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Tujuan dari Balanced scorecard untuk sector komersil maupun Non-Profit yaitu Balanced Scorecard System dapat digunakan dengan berbagai macam cara. Pada organisasi publik, Balanced scorecard perlu diadaptasikan sehingga menghasilkan pengukuran yang sesuai dengan tujuan utama organisasi. Pada organisasi komersial model Balanced scorecard menempatkan perpekstif finansial di atas ketiga perspektif lainnya. Hal ini berarti bahwa semua komponen kinerja non finansial dilakukan dalam rangka mengoptimalkan kinerja finansial misalnya profit dan return on investment(ROI). Model seperti sangat beralasan karena memang tujuan utama organisasi adalah memaksimalkan laba.
Dalam membangun balance scorecard Non-profit organization yaitu harus memiliki :
1. visi
2. misi
3. dan core values yang merupakan dasar pembentukan sebuah organisasi yang didukung oleh suatu strategi.
Dalam organisasi non profit, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda maka perlu dilakukan beberapa perubahan seperti misalnya : perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balance scorecard organisasi ini yaitu misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi antara perspektif financial dan perspektif pelanggan, perspektif customer berubah menjadi perspektif customer dan stakeholder, perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity.
Secara ringkas, tahapan yang digunakan dalam membangun balance scorecard yaitu : visi,misi dan core values yang dimiliki organisasi membentuk budaya dari organisasi tersebut. Selanjutnya visi ,misi dan core values tersebut dinyatakan dalam sasaran yang ingin dicapai dan kemudian sasaran tersebut diterjemahkan kedalam strategi-strategi. Langkah berikutnya menterjemahkan strategi kedalam tujuan yang dibentuk dalam strategi map,yang kemudian untuk setiap tujuan ditetapkan ukuran yang ingin dicapai. Setelah ukuran ditetapkan, maka proses selanjutnya adalah menetapkan target dan program yang harus dilakukan untuk mencapai misi organisasi. Langkah terakhir yaitu identifikasi sumberdaya dan anggaran.
Setelah membangun balance scorecard, maka selanjutnya kita harus mengimplementasikan apa yang telah dibangun dan disusun .Tahap implementasi balance scorecard meliputi : data yang dibutuhkan diidentifikasi , balance scorecard secara menyeluruh dibangun dan selanjutnya evaluasi dilakukan.
Pada dasarrnya, balance scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran ukuran financial maupun non financial yang dirumuskan dalam bentuk perspektif balance scorecard. Namun implementasi balance scorecard harus tetap berpedoman pada tujuan organisasi. Pada organisasi non profit umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. Balance scorecard dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Perspektif pelanggan diletakan di puncak dibanding persektif lainnya karena dalam organisasi non profit, tujuan utama pengukuran kinerja dalam organisasi ini yaitu untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi non profit saat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. Artinya, kinerja organisasi ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga, organisasi non profit hendaknya memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Proses orientasi pada pelanggan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi siapa sebenarnya pelanggan organisasi. Selanjutnya untuk lebih mengenal apa keinginan dan kebutuhan para pelanggan, sebaiknya dilakukan survei lapangan (interview) dengan mereka sehingga dapat merumuskan berbagai program yang memang dibutuhkan pelanggan (masyarakat). Informasi dari para pelanggan ini sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kerja. Dalam proses implementasi rencana-rencana kerja ini perlu dilakukan monitoring terhadap kinerja dan jika menghadapi kondisi yang tidak sesuai, bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian terhadap berbagai rencana kerja. Namun hal yang perlu dipahami bahwa pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih focus. Balance scorecard digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan Balance scorecard ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi balance scorecard tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja balance scorecard.
Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan/konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
a) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
d) Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan/konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
a) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
Definisi Balanced Scorecard
BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Keuangan Perspektif
Ini perspektif menggambarkan melalui bagaimana sukses adalah mereka yang tertarik dan terlibat dengan aspek finansial organisasi :.
Tujuan
langkah-langkah
Sasaran
Inisiatif
Organisasi menerapkan perspektif ini akan memiliki beberapa kunci tujuan dengan langkah yang cocok, target dan inisiatif. Perlu diingat beberapa tempat yang lebih tinggi keuangan perspektif seperti Return on and Investment Return on Asset.
Objek yang seimbang scorecard adalah masih tahu keuangan ini – barang yang penting. Mereka tidak hanya fokus …
Dalam Perspektif
Hal yang sama empat wilayah di atas di “sebuah” melalui “apa” akan mendaftar untuk ini dan yang lainnya dua perspektif. Tujuan dari dalam perspektif adalah untuk memenuhi misi penerima (nirlaba pelanggan), funders, relawan dan staf.
Hal ini memungkinkan tujuan luar biasa keuangan. Apa misi yang dicapai? Apakah orang lainnya external-benefiting? Apa mereka keuntungan itu?
Ini kunci perspektif mungkin akan memiliki sebagian besar ledakan dalam pertumbuhan alat-alat baru dan sistem untuk mengukur hasil untuk Organisasi nirlaba memang.
Belajar dan Pertumbuhan
Ini bukan khas pertumbuhan organisasi matriks ukuran. Ini organisasi menguraikan belajar dan pertumbuhan sebagai berlakunya penuh tim dari staf, sukarelawan, papan, vendor, dll.
Peningkatan adalah kuncinya fokus pada tujuan sekitar belajar. Mengukur ini membutuhkan upaya tambahan karena ini adalah tidak seperti itu paling nonprofits.
Wawasan harus mendapatkan, yang dapat digunakan di lain tiga pilar.
Ini perspektif mungkin memiliki tabrakan terbesar di setiap organisasi internal. Hal ini tercermin di daerah tersebut seperti kebahagiaan, kepuasan, inovasi dan panjang.
4. Pembentuk Perspektif
Bagaimana caranya memperbaiki hubungan dengan pembentuk, serta mempertahankan hubungan tersebut dalam jangka panjang adalah dua area umum tentang fokus.
Beberapa area umum untuk mengukur di antaranya :.
Donor Himbauan
Dollar Himbauan
Donor Acquisition Biaya
Donor Kepuasan
Selain pembentuk Kepuasan
Ketika digunakan dengan baik, gambaran dari apa yang terjadi di bantuan muncul. Saya bisa melihat mengapa sekolah setempat, kelompok …
Proses implementasi BSC dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?.
Iva fitdia luckytasari 1410112115
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
a) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
d) Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Pengukuran kinerja didasarkan pada aspek finansial dan non finansialyang dibagi dalam empat perspektif, yaitu :
1. Perspektif Finansial (keuangan)
dalah suatu teknikanalisis untuk mengetahui hubungan dari pos pos tertentu dalam neraca ataulaporan keuangan lain secara individu atau kombinasi dari kedua laporantersebut. Pengukuran kinerja atas dasar perspektif finansial selain itu dapatmenggunakan data primer berdasarkan yang dapat dikumpulkan dengankuisioner dengan didesain menggunakan skala likert dan analisis statistic.(Mahsun. 2006)
2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customersatisfaction, customer retention, customer profitability, dan marketshare. (Quinlivan dalam Mahsun 2006)Suatu produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagikonsumennya jika manfaat yang diterimanya relatif lebih tinggi daripadapengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen tersebut untukmendapatkan produk atau jasa itu. Suatu produk atau jasa semakinbernilai apabila manfaatnya mendekati atau bahkan melebihi dari apayang diharapkan oleh konsumen. (Widodo, Iman. 2011)
Perspektif pelanggan merupakan indikator tentang bagaimanapelanggan melihat organisasi dan bagaimana organisasi memandangmereka. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai bagaimanapelanggan memandang organisasi adalah tingkat kepuasan pelangganyang bisa diketahui melalui survey pelanggan, sikap dan perilakumereka yang dapat diketahui dari keluhan keluhan yang merekasampaikan. Teknik pengukuran perspektif ini menggunakan data primerberdasarkan yang dapat dikumpulkan dengan kuisioner dengan didesainmenggunakan skala likert dan analisis statistic. (Mahsun. 2006)
3. Perspektif Proses Internal.
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internalorganisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yangmenjadi kebutuhan pelanggan. Perspektif ini mencakup indikatorproduktivitas, kualitas, waktu penyerahan, waktu tunggu dansebagainya. Indikator ini memungkinkan kita untuk menentukan apakahproses telah mengalami peningkatan, sejajar dengan benchmarks danatau mencapai target dan sasaran. Teknik pengukuran perspektif inimenggunakan data primer berdasarkan kuesioner yang didesainmenggunakan skala likert dan analisis statistika. (Mahsun. 2006)
4. Perspektif Pertumbuhan (Inovasi) dan Pembelajaran
Perspektif inovasi dan pembelajaran mengukur faktor-faktoryang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui. Perspektif ini memuat tentang indikator tentang seberapa jauh manfaat daripengembangan baru atau bagaimana hal ini dapat memberikankontribusi bagi keberhasilan dimasa depan. Mengukur hasil daritindakan dan aktivitas dalam perspektif ini mungkin tidak dapatdilakukan karena hasilnya tidak segera dapat diketahui dan bersifatjangka panjang. Teknik pengukuran perspektif ini menggunakan dataprimer berdasarkan kuesioner yang didesain menggunakan skala likertdan analisis statistika. (Mahsun. 2006)
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Sebelum mengimplementasikan balanced scorecard terlebih dahulu yang
dilakukan adalah membangun balanced scorecard melalui tahapan-tahapan
berikut: 1) menilai fondasi organisasi 2) membangun strategi bisnis 3) membuat
tujuan organisasi 4) membuat strategic map bagi strategi bisnis organisasi 5)
pengukuran kinerja dan 6) menyusun inisiatif. Tahapan dalam mengimplementasikan balanced scorecard meliputi identifikasi data yang dibutuhkan,
membangun balanced scorecard secara menyeluruh dan melakukan evaluasi. Balanced scorecard dapat digunakan pada organisasi non profit setelah dilakukan modifikasi dari konsep balanced scorecard yang awalnya ditujukan bagi organisasi bisnis. Modifikasi tersebut antara lain adalah dalam hal misi organisasi non profit, sehingga tujuan utama suatu organisasi non profit adalah memberi pelayanan kepada masyarakat dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bagian lain yang perlu dimodifikasi adalah posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan. Selanjutnya perspektif customers diubah menjadi perspektif customers & stakeholders dan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employess and organization capacity.
Balance scorecard dapat membantu organisasi non profit dalam mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi. 4 perspektif balance scorecard dalam organisasi non profit yaitu :
1. Customers and stakeholders bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan organisasi.
2. Financial bertujuan untuk mengurangi biaya jasa.
3. Internal business process bertujuan untuk mengurangi waktu yg dibutuhkan untuk menyerahkan jasa.
4. Employee and organization capacity bertujuan untuk meningkatkan kemampuan karyawan.
Instansi pemerintah merupakan pure non profit organizations. Model balanced scorecard dengan memodifikasi hirarki seperti tampak pada gambar 9.5 bisa digunakan. Dalam arti ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama organisasi. Ukuran outcome justru lebih layak menggantikan ukuran finansial dalam puncak hirarki model BSC. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan di puncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi pemerintah mampu menghasilkan outcome sebagaimana keinginan dan kebutuhan masyarakat. Modifikasi lainnya bisa dilakukan dengan menambah ukuran finansial dengan stakeholders (Robertson, 2000). Gambar 9.6 menyajikan model BSC yang menempatkan ukuran finansial/stakeholders dan ukuran pelanggan pada puncak hirarki.
Perspektif finansial/stakeholders digunakan untuk menilai apa yang harus dilakukan untuk memuaskan penyedia sumber daya organisasi. Hal ini karena sebagian sumber daya instansi pemerintah berasal dari subsidi atau bantuan para stakeholders. Jadi, ukuran finansial yang dimaksud sebetulnya adalah sudut pandang stakeholders itu sendiri dalam memandang pengelolaan keuangan instansi pemerintah yang telah memperoleh pasokan sumber daya dari mereka.
Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan
4 Perspektif dalam Balanced Scorecard:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996). Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
A. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan.
B. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
A. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi
B. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
C. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
A. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan.
B. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
C. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
test test test
“Balance Scorecard” adalah sebuah “Strategi” hal ini muncul bukan serta merta, diawali dalam studi yang dilaksanakan oleh Kaplan dan Norton (1992) terhadap 12 korporasi, didapat sebenarnya bahwa korporasi tersebut telah mengadopsi scorecard. Kapalan dan Norton melihat ada kelemahan kepada pengukuran kinerja yang dapat menonjolkan pencapaian tujuan� secara terpisah, bahkan cenderung kompetitif yang pada akhirnya mengakibatkan konflik korporasi.
Lalu Bagaimana balanced scorecard ditinjau dari sistem manajemen strategik perusahaan? Di dalam sistem manajemen strategik (strategic management system), ada 2 tahapan penting, yaitu tahapan perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard di sini hanya sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif kepada para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja manajemen.� Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management sistem. Strategi korporasi diturunkan dan Visi dan Misi. Demikian penting peran strategi, sehingga� kalau tujuan� korporasi tidak tercapai, maka yang salah adalah strategi. Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal �penyebab kegagalan penerapan strategi yaitu:
komunikasi yang sulit antar staf,
komitemen manajemen operasional lemah,
gagal menerima umpan balik dan mekanismenya,
basis perencanaan tidak valid, formulasi strategi tidak valid,
perencanaan fungsional tidak konsisten, dan
penilaian sumberdaya tidak konsisten.
Dalam penerapan BSC, ada premis yang secara implisit didapat yaitu bahwa BSC adalah strategi. Memperhatikan BSC sebagai� pengukuran kinerja mungkin itu adalah hal yang paling mudah diketahui, �karena masing-masing perspektif yang kemudian diturunkan mnejadi sasaran fungsinya adalah pengukuran kinerja. Akan tetapi, bila diperhatikan bagaimana hubungan antara visi, misi dan strategi sebagai awal daripada penetapan perspektif, dapat terlihat bahwa kaitan masing-masing perspektif dengan strategi sangat kuat .Balance Scorecard merupakan alat bantu yang diperkenalkan oleh Kaplan & Norton (1996) yang dapat digunakan untuk menterjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam 4 perspektif yaitu financial, customer, internal business process, dan learn and growth perspective.
perspektif keuangan, sumber atau asset/harta
perspektif kemampuan dan kerapihan operasional
perspektif pembelajaran/kualitas pengetahuan bersama
perspektif kualitas hubungan dengan pihak-pihak terkait di luar organisasinya.
Maknanya adalah bahwa esensi penerapan BSC bukanlah adanya pengendalian terhadap devisi, akan tetapi setiap devisi satu korporasi sedemikian rupa akan berinisiasi, menentukan ukuran kinerja dan mengkaitkannya dengan visi, misi dan strategi korporasi. Dalam hal ini keunggulan BSC adalah teridentifikasinya� struktur ataupun kerangka yang ada di korporasi guna mencapai � merealisasikan visi dan misi korporasi. Penjelasan demikian menegaskan bahwa sebelum BSC dikenalkan telah banyak dikenal� berbagai program pengukuran yang mengarah kepada perbaikan:� integrasi antar fungsi, skala global, perbaikan terus-menerus, tanggung jawab team yang menggantikan peran individu. Kaplan sendiri menuliskan bahwa penerapan BSC sejalan dengan prinsip semua itu. Akan tetapi� yang membedakan BSC dengan berbagai konsep tersebut adalah bahwa pada BSC manajer memahami, setidaknya secara implisit kaitan antar fungsi. Lebih dari penjelasan itu, BSC juga mengarahkan manajer ke depan daripada melihat ke belakang. Hal ini mudah dipahami karena 4 perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan yang oleh Kaplan digambarkan sebagai perspektif yang berkaitan satu dengan lainnya. Bahkan dirangkum dalam satu hubungan �cause and effect relationship�. Adapun kaitan masing-masing perspektif� dapat dijelaskan sebagai berikut
�Perspektif pelanggan. Perspektif ini menunjukkan seperti apa perusahaan di mata�� pelanggan. Pelanggan mempunyai kemampuan teknis melihat korporasi dari berbagai sisi: waktu, kualitas, kinerja dan jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh pelayanan. Dimensi kebutuhan pelanggan demikian pada akhirnya akan menentukan�� bagaimana perusahaan� dilihat oleh pelanggan. Semakin baik persepsi pelanggan, semakin baik pula� nilai� korporasi dimata pelanggan.
Perspektif keuangan. Pertanyaan yang harus dijawab korporasi di sini adalah bagaimana kita dilihat oleh pemegang saham baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.� Korporasi bisa rugi pada waktu tertentu, akan tetapi� pemegang saham� menyadari bahwa setelah itu korporasi akan mendapat keuntungan, sehingga dividen akan diperoleh.� Semakin baik� korporasi dimata pemegang saham, semakin aman� korporasi memperoleh� sumber modal.
Perspektif proses bisnis internal. Ukuran ini menunjukkan� dalam proses produksi seperti apa �korporasi lebih baik. Orientasi kepada pelanggan memang mutlak, akan tetapi permasalahan bagi manajemen adalah bagaimana caranya menyiapkan kompetensi yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
Perspektif pembelajar dan pertumbuhan. Perspektif ini menunjukkan bagaimana korporasi dapat bertahan dan kmampu berubah sesuai dengan tuntutan eksternal.
Perhatikan bahwa scorecard (papan nilai) diturunkan dari visi dan strategi. Hal ini menjadi kunci yang secara implisit mengingatkan bahwa perusahaan sesungguhnya digerakkan oleh visi dan misi. Bilamana visi dan misi dinyatakan dengan baik maka ini akan menjadi �mesin� penggerak semua kegiatan. Visi dan misi yang terformulasi oleh Kaplan dinyatakan dengan 4 perspektif seperti di atas. Menurut Kaplan, terjemahan visi untuk masing-masing perspektif di atas haruslah diuji dengan masing-masing kriteria yaitu: 1) sasaran, 2) ukuran, 3) sasaran, dan 4) inisiatif. Keempat perspektif ini mempunyai ciri sebagai berikut. Penterjemahan visi dan misi ke dalam 4 perspektif di atas menunjukkan adanya satu siklus:� keuntungan perusahaan hanya dapat tumbuh bilamana perusahaan� mempunyai posisi di benak pelanggan.Keunggulan BSC dalam hal ini diakui oleh para peneliti bahwa BSC menyajikan satu kerangka logis yang terstruktur yang mengakibatkan setiap devisi perusahaan dapat berinisiasi aktif untuk menentukan kinerja. Akan tetapi penentuan kinerja ini bagaimanapun harus diikuti dengan menentukan strategi yang dibutuhkan untuk� mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan hal ini, Kaplan dalam wawancaranya dengan Lagace (2008) menjelaskan tantangan penerapan strategi menjadi operasional: 1) banyak perusahaan menerapkan berbagai program seperti TQM, Six Sigma, dan lain-lain, tetapi gagal mencatat bagaimana perbaikan organisasi terjadi bersamaan dengan program demikian; 2) perencanaan anggaran dan pembiayaan lepas dari strategi, maka apa yang diperoleh senantiasa tidak menjadi ukuran yang dapat diterima.
Yang paling sulit adalah untuk menyepakati ukuran apa yang dijadikan keberhasilan satu perusahaan, karena didalamnya selalu ada unsur konflik antar bagian. Adapun 4 perspektif yang dikemukakan oleh Kaplan sesungguhnya haruslah diikuti pemahaman mendalam saat perencanaan strategis dimulai. Pemahaman ini harus dimulai dari identifikasi yang sesuai sehingga dapat ditentukan apa yang menjadi tujuan dan kegiatan �serta ukuran yang akan diterapkan. Dalam hal ini adapun konsep pengukuran kinerja menjadi bermanfaat, karena penyusun strategi akan� dapat menentukan.� Hendrick (2004) menunjukkan� kendala penerapan BSC (1)� sedikit� pemeriksaan tentang faktor yang berkaitan dengan pengadopsian BSC, dan� (2)� masih dibutuhkan keyakinan bahwa dengan pengadopsian� BSC akan berdampak kepada kinerja keuangan. Selanjutnya melaporkan bahwa kunci daripada penerapan BSC adalah :
Keterlibatan kepemimpinan senior
Mengartikulasi visi dan strategi perusahaan
Mengidentifikasi kategori kinerja yang menghubungkan visi dan strategi terhadap hasil
Terjemahkan papan nilai kepada tim, devisi, dan tingkatan fungsi
Kembangkan pengukuran yang efektif dan standar yang berarti (jangka pendek dan panjang, memimpin, dan tertinggal)
Kenakan penganggaran yang tepat, Teknologi Informasi, Komunikasi , dan sistem imbal jasa
Melihat BSC sebagai proses kontinius, membutuhkan perbaikan,� penilaian ulang, dan pemutakhiran, dan ;
Percaya bahwa BSC sebagai fasilitator perubahan kultur dan organisasi.
�Komitmen pimpinan puncak tetap saja menjadi kata kunci, karena� hanya dengan adanya komitmen itulah organisasi dapat bergerak. Satu hal yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen adalah mengakomodasi hal-hal yang umum dalam satu industri, akan tetapi bagaimanapun satu perusahaan harus dapat mengakomodasi hal yang menurut mereka spesifik bagi industri ataupun perusahaan dimana mereka berada.� Akhirnya bahwa dalam� mengimplementasi� BSC pada awalnya merupakan papan nilai yang dinilai seimbang antar berbagai perspektif untuk menentukan� keberhasilan satu organisasi ataupun perusahaan. Permasalahan ini menjadi krusial bukan saja karena ini menyangkut� banyak hal, akan tetapi karena dengan adanya ukuran yang seimbang diharapkan bahwa� capaian dan kinerja satu organisasi dapat berkelanjutan (sustainable). Apa yang harus dicatat dari berbagai publikasi Kaplan dan Norton bahwa untuk mengimplementasikan BSC sekalipun dibutuhkan strategi.� Sehingga, dapat diketahui bahwa dalam BSC sangat dinyatakan bahwa rancangan strategi implementasi mutlak dilaksanakan. Hal ini merupakan koreksi terhadap keleamahan strategi pada umumnya.
Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard. Pembahasan mengenai pengukuran kinerjadengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasanmengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for- profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998).
Dalam organisasi non profit, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda maka perlu dilakukan beberapa perubahan seperti misalnya : perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balance scorecard organisasi ini yaitu misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi antara perspektif financial dan perspektif pelanggan, perspektif customer berubah menjadi perspektif customer dan stakeholder, perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity. Dalam organisasi non profit, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda maka perlu dilakukan beberapa perubahan seperti misalnya : perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balance scorecard organisasi ini yaitu misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi antara perspektif financial dan perspektif pelanggan, perspektif customer berubah menjadi perspektif customer dan stakeholder, perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity.
Balanced Scorecard atau bias disingkat juga dengan BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Dalam sektor nirlaba, perusahaan telah mengakui bahwa metrik keuangan sendiri tidak memadai untuk mengukur dan mengelola kinerja mereka (Kaplan 2001). Kaplan dan Norton (1992, 1996) dilengkapi perspektif keuangan dengan lainnya tiga perspektif: pelanggan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Nirlaba mencari perusahaan, perspektif keuangan memberikan tujuan jangka panjang yang jelas (Kaplan 2001).
Di sisi lain, dalam waktu yang tidak-untuk-profit sektor, perspektif keuangan memberikan kendala bukan tujuan. Sementara tidak-untuk-keuntungan belanja memantau dan mematuhi anggaran keuangan, keberhasilan atau kegagalan mereka tidak diukur dengan menghabiskan dalam hubungan dengan jumlah yang dianggarkan. Menurut Kaplan, khas tidak-untuk-profit telah mengalami kesulitan menempatkan perspektif keuangan di bagian atas Balanced Scorecard. Dia menyarankan bahwa tidak-untuk-keuntungan mempertimbangkan menempatkan tujuan misi di bagian atas scorecard mereka sebagai misi mewakili akuntabilitas antara tidak-untuk-profit dan masyarakat. Dia juga menyarankan keuntungan tidak-untuk-memperluas definisi yang pelanggan mereka. Sebagaimana dicatat oleh Kaplan, semakin banyak tidak-untuk-keuntungan telah mulai menggunakan model Balanced Scorecard (Kaplan 2001
Ada perspektif Balanced scorecard Non Profit Oriented :
1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Proses implementasi BSC di Non Profit Oriented
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?
PENGGUNAAN BALANCED SCORECARD
Sejak diperkenalkannya pendekatan Balanced Scorecard oleh Kaplan dan Norton, metodologi telah digunakan di sejumlah nirlaba dan tidak-untuk organisasi nirlaba. literatur penuh dengan contoh-contoh keberhasilan pelaksanaan pendekatan Balanced Scorecard, terutama di organisasi nirlaba.
Dalam sektor nirlaba, perusahaan telah mengakui bahwa metrik keuangan sendiri tidak memadai untuk mengukur dan mengelola kinerja mereka (Kaplan 2001). Kaplan dan Norton (1992, 1996) dilengkapi perspektif keuangan dengan lainnya tiga perspektif: pelanggan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Nirlaba mencari perusahaan, perspektif keuangan memberikan tujuan jangka panjang yang jelas (Kaplan 2001).
Di sisi lain, dalam waktu yang tidak-untuk-profit sektor, perspektif keuangan memberikan kendala bukan tujuan. Sementara tidak-untuk-keuntungan belanja memantau dan mematuhi anggaran keuangan, keberhasilan atau kegagalan mereka tidak diukur dengan menghabiskan dalam hubungan dengan jumlah yang dianggarkan. Menurut Kaplan, khas tidak-untuk-profit telah mengalami kesulitan menempatkan perspektif keuangan di bagian atas Balanced Scorecard. Dia menyarankan bahwa tidak-untuk-keuntungan mempertimbangkan menempatkan tujuan misi di bagian atas scorecard mereka sebagai misi mewakili akuntabilitas antara tidak-untuk-profit dan masyarakat. Dia juga menyarankan keuntungan tidak-untuk-memperluas definisi yang pelanggan mereka. Sebagaimana dicatat oleh Kaplan, semakin banyak tidak-untuk-keuntungan telah mulai menggunakan model Balanced Scorecard (Kaplan 2001
Ada perspektif Balanced scorecard Non Profit Oriented :
1. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC di Non Profit Oriented
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?.
PANDU ADITYA KURNIAWAN
141 0112 071
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
How to implementation Balanced Scorecard in Organization non-profit
Berfore we talk about how to implementation balance scorecard we have to need to know step of making balanced scorecard.
1. Step of strategy focus, implement strategy has been made
2. Step of assessment, determine value to be benchmark, develop benchmark and analysis result of observations benchmark.
3. Step of change planning and implementation,
4. Step of continuous improvement, to monitoring and evaluation value of bencmark in Balanced Scorecard.
In Implemention balanced scorecard in organization non-profit has same thing with organization profit, both of organization has 4 perspective,
1. Financial perspective
2. Customers perspective
3. Internal business perspective
4. Learning and growth perspective
We have to know there is a difference about financial perspective in both of organizations. Organization profit is about financial and organization non-profit is financial accountability regarding use of resources effectively and efficiently in order to meet the needs of society. Balanced scorecard priority aspect quality and non-financial. Balanced scorecard use in organization non-profit is balanced scorecard has been modified of concept balanced scorecard. 4 perspective helps to translating visions and missions as well. Implementation balanced scorecard in organization non-profit have to prepare process and readiness in organization non-profit with steps.
1. Gaining agreement and shared commitment of all parties nonprofit organizations.
2. Designing a scorecard models for companies
3. Develop a program most appropriate approach
4. Determining elements and optimal scorecard.
Pengertian Definisi Balance Scorecard- Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan/konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Balanced Scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver)
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
a) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
d) Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Daftar Pustaka:
– Kaplan, R. dan D. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action, edisi satu. United States Of America : Harvard Business School Press.
– Mulyadi. 2005. “Alternatif Pemacuan Kinerja Personel dengan Pengelolaan Kinerja Terpadu Berbasis Balanced Scorecard.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.20, No.3.
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang.
Balanced scorecard membantu menerapkan strategi dalam visi dan misi suatu organisasi dalam ukuran kinerja yang menyediakan kerangka kerjanya dalam penerapan strategi tersebut (Kaplan and Norton, 1996).
Balance Scorecard tidak hanya digunakan dalam organisasi keuangan namun juga dalam organisasi non keuangan, dalam rangka pemenuhan tujuan keuangannya.
Langkah-langkah Balanced score card dalam organisasi dari perspektif utama sebagai berikut;
1. Keuangan
Pengukuran kinerja atas dasar perspektif finansial selain itu dapatmenggunakan data primer berdasarkan yang dapat dikumpulkan dengankuisioner dengan didesain menggunakan skala likert dan analisis statistic.(Mahsun. 2006)
2. Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996)
3. Proses bisnis internal
Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer. perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manager maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham.
4. Pembelajaran dan pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1) Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a) Kepuasan pekerja
b) Retensi pekerja
c) Produktivitas pekerja
2) Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3) Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
KELEBIHAN BALANCE SCORECARD
Yang menjadikan BALANCE SCORECARD memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. BALANCED SCORECARD merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.
2. BALANCED SCORECARD bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat.
3. BALANCED SCORECARD mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. balanced scorecard tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.
4. BALANCED SCORECARD membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.
5. BALANCED SCORECARD memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
6. BALANCED SCORECARD memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
7. BALANCED SCORECARD memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’.
Dalam sektor nirlaba, perusahaan telah mengakui bahwa metrik keuangan sendiri tidak memadai untuk mengukur dan mengelola kinerja mereka (Kaplan 2001). Kaplan dan Norton (1992, 1996) dilengkapi perspektif keuangan dengan lainnya tiga perspektif: pelanggan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Nirlaba mencari perusahaan, perspektif keuangan memberikan tujuan jangka panjang yang jelas (Kaplan 2001).
Since the introduction of the Balanced Scorecard approach by Kaplan and Norton, the methodology has been utilized in a number of for-profit and not-for-profit organizations. The literature is replete with examples of the successful implementation of the Balanced Scorecard approach, especially in for-profit organizations.
In the not-for-profit sector, the financial perspective provides a constraint rather than an objective. While the not-for-profits monitor spending and adhere to financial budgets, their success or failure is not measured by spending in relationship to budgeted amounts. According to Kaplan, the typical not-for-profit has had difficulty placing the financial perspective at the top of the Balanced Scorecard. He suggests that the not-for-profits consider placing a mission objective at the top of their scorecard as the mission represents the accountability between the not-for-profit and society. He also suggests the not-for-profits expand the definition of who their customer is. As noted by Kaplan, a growing number of not-for-profits have begun using the Balanced Scorecard model (Kaplan 2001).
How to implement Balanced Scorecard in organization non-profit, are :
1. Defining Goals, Objectives, Strategies, And Organization Program
We can not judge anything if you do not have clear criteria as guidelines for assessment. Likewise, if we are to assess the performance of the organization should have clear criteria. These criteria are the indicators of achievement of goals, objectives, strategies, and programs. Thus the first step with the BSC Non-Profit Organization performance measurement is defining objectives, goals, strategies, and programs as the basis for determining the measurement indicator. To effectively implement the Balanced Scorecard approach within the Organization, the participation and acceptance of the system by all personnel was essential.
2. Measurement Framework Study Managerial each.
In this phase the formulated area of performance measurement in increments based on the existing organizational structure to be directed at achieving the objective with a level of depth that is different. It also formulated a performance measurement for each individual, team, and organizational groups.
3. Integrating Measurement to Management System In.
Performance measurement system that has been formulated is a sub organization’s management system. Therefore, the performance measurement system should be integrated into the management system, both formal and non-formal organizations. Performance measurement system is a part of the planning, organization, coordination, motivation and control of an organization.
4. Monitoring Performance Measurement System.
Implementation of the performance measurement system should always be monitored because organizations always face a dynamic environment. State the system is designed very likely no longer relevant due to changes in the environment. Therefore, it is necessary to monitor the specified size and the results are continuously consistently, and evaluate them to improve the system of measurement in subsequent periods. Facing turbulence this environment, the possibility of changing the strategy to achieve organizational objectives.
As Conclusion, In implementing the Balanced Scorecard approach, the Non-Profit Organization need to placed equal emphasis on the consumer perspective and the financial perspective. This equal focus is based upon the necessity of the Organization to carry out its primary mission for its consumers as well as the necessity to maintain financial stability within the Organization. The emphasis on both of these perspectives has become a necessity in order for the Organization to efficiently and effectively serve its customers.
The challenge ahead for the Non-Profit Organization is to continue to develop outcome measures for the individual within the Organization and tie these outcome measures to the strategic objectives of the Organization. It is recognized as an extremely difficult process as real outcomes are not easily measurable. The formulation of outcome measures is a continuous development process. It is felt this process will definitely enhance the efficiency and effectiveness of the Organization in the long run.
BALANCED SCORECARD : BSC tidak melulu memandang strategi dalam kaitan aspek finansial semata, namun juga aspek tiga “tambahan” lain yaitu: 1) hubungan dengan pelanggan, 2) proses internal, serta 3) pembelajaran dan pertumbuhan. Banyak pihak percaya, bahwa ketiga aspek tambahan tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru. Namun sebagai sebuah kerangka pemikiran, dunia harus mengakui bahwa Robert S. Kaplan, seorang profesor akunting pada Harvard Business Shool, beserta David P. Norton, seorang konsultan teknologi informasi, yang telah berjasa merumuskan konsep pemikiran tersebut sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menerapkan sistem ini secara sistematis.
Konsep itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak statis dan tidak pula bersifat sekali-jadi. Sejak pertama kali muncul dalam artikel di Harvard Business Review pada edisi Januari-Februari 1992, Kaplan dan Norton secara evolutif berdasarkan bukti-butkri empirik dari pengalaman-pengalaman perusahaan-perusahaan yang disurvey dalam penerapan konsep ini, telah memoles dan mempertajam konsep ini dari tahun ke tahun hingga yang mutakhir konsep ini semakin lengkap dengan konsep Strategy-focused Organisation (SFO). Kaplan dan Norton (1992) mengatakan kepada para eksekutif senior: “What you measure is what you get“. Secara singkat ungkapan tersebut ingin mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja betul-betul akan mempengaruhi kinerja dan perilaku individu-individu di dalam perusahaan. Masalahnya, perspektif apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja? Ketika awal era industrialisasi, secara tradisional orang merasa cukup dengan ukuran-ukuran akuntansi keuangan seperti return on investment (ROI) atau earnings per share (EPS). Namun pengukuran perspektif keuangan saja ternyata tidak memuaskan. Orang juga mulai memerlukan informasi yang berkaitan dengan kinerja operasional. Bahkan ada sebagian orang yang mengatakan “Lupakan saja pengukuran perspektif keuangan. Fokuskan upaya pada perbaikan operasional seperti siklus waktu dan tingkat kerusakan produk. Pada akhirnya ini akan berdampak juga pada perspektif finansial.”
Inilah yang kemudian melatarbelakangi Kaplan dan Norton merumuskan konsep pengukuran kinerja yang dinamakan The Balanced Scorecard (BSC). Keseimbangan (balanced) di sini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif-perspektif yang akan diukur, yaitu antara perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan sebagai berikut:
1. Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang perusahaan.
2. Perspektif internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa perusahaan memiliki keahlian.
3. Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
4. Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana perusahaan memandang pemegang saham.
KELEBIHAN BALANCE SCORECARD
Yang menjadikan BALANCE SCORECARD memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. BALANCED SCORECARD merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.
2. BALANCED SCORECARD bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat.
3. BALANCED SCORECARD mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. balanced scorecard tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.
4. BALANCED SCORECARD membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.
5. BALANCED SCORECARD memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
6. BALANCED SCORECARD memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
7. BALANCED SCORECARD memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’.
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Sebelum mengimplementasikan balanced scorecard terlebih dahulu yang
dilakukan adalah membangun balanced scorecard melalui tahapan-tahapan
berikut: 1) menilai fondasi organisasi 2) membangun strategi bisnis 3) membuat
tujuan organisasi 4) membuat strategic map bagi strategi bisnis organisasi 5)
pengukuran kinerja dan 6) menyusun inisiatif. Tahapan dalam mengimplementasikan balanced scorecard meliputi identifikasi data yang dibutuhkan,
membangun balanced scorecard secara menyeluruh dan melakukan evaluasi. Balanced scorecard dapat digunakan pada organisasi non profit setelah dilakukan modifikasi dari konsep balanced scorecard yang awalnya ditujukan bagi organisasi bisnis. Modifikasi tersebut antara lain adalah dalam hal misi organisasi non profit, sehingga tujuan utama suatu organisasi non profit adalah memberi pelayanan kepada masyarakat dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bagian lain yang perlu dimodifikasi adalah posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan. Selanjutnya perspektif customers diubah menjadi perspektif customers & stakeholders dan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employess and organization capacity.
Balance scorecard dapat membantu organisasi non profit dalam mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi. 4 perspektif balance scorecard dalam organisasi non profit yaitu :
1. Customers and stakeholders bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan organisasi.
2. Financial bertujuan untuk mengurangi biaya jasa.
3. Internal business process bertujuan untuk mengurangi waktu yg dibutuhkan untuk menyerahkan jasa.
4. Employee and organization capacity bertujuan untuk meningkatkan kemampuan karyawan.
Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for- profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998).
Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti:
1. Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai;
2. Database dan teknologi informasi;
3. Proses operasi yang efisien dan responsif;
4. Inovasi dalam produk dan jasa;
5. Hubungan dan kesetiaan pelanggan; serta
6. Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan darimasyarakat (Kaplan dan Norton, 2000)
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampumengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategic atau lebih tepat dinamakan suatu “Strategic Based Accounting System’ yang menjabarkan misi dan startegic perusahaan kedalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja, dimana Balanced Scorecard ini memiliki karakterisrik sebagai berikut : (Mulyadi,2001 : 18-24).
Komprehensif : Balanced Scorecard memperluas prespektif yang dicakup dalam pengukuran kinerja, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada prespektif pelanggan, prespektif proses bisnis internal, serta prespektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan prespektif ini menghasilkan manfaat bagi perusahaan, yaitu menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang, serta membantu perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
Koheren : Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran startegik yang dihasilkan dalam perencanaan startegik. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam prespektif non keuangan harus memiliki hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seimbang : Keseimbangan diantara keempat prespektif dalam Balanced Scorecard yang dihasilkan oleh sistem perencanaan startegic, sangat penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berjangka panjang. Bobot keempat prespektif dalam Balanced Scorecard adalah seimbang, dimana prespektif yang satu tidak melebihi prespektif yang lain.
Terukur : Balanced Scorecard mengukur sasaran strategic yang sulit untuk diukur. Sasaran startegik di prespektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah terukur, namun dalam Balanced Scorecard ketiga prespektif non keunagan tersebut ditentukan ukurannya sehingga dapat diwujudkan untuk mengukur kinerja perusahaan.
Pengukuran kinerja perusahaan yang dilakuakn oleh pihak manajemen mempunyai tujuan dan manfaat tertentu. Adapun tujuan pengukuran kinerja antara lain :
Bagi pihak manajemen, merupakan dasar dalam pengambilan keputusan startegis perusahaan dan penyusunan langkah – langkah di masa yang akan datang.
Bagi pihak luar manajemen, untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan dimana ia akan menamkan modalnya.
Implementasi Balanced Scorecard
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan Balanced Sorecard sebagai satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced Scorecard sekarang banyak digunakan sebagai untuk pengembangan strategi dan sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami, dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian, berfungsi untuk semua kegiatan. Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan & Norton, 1996). Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard. Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for-profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat (Kaplan dan Norton, 2000) Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Proses Balanced Scorecard
Proses implementasi BSC dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi, Dan Program Organisasi
Kita tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan, sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2. Merumuskan Framework Pengukuran Setiap Jenjang Manajerial.
Dalam tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3. Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam Sistem Manajemen.
Sistem pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4. Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten, dan mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran?.
BSC dapat diadopsi dan diadaptasikan pada pure non profit organizations maupun quasy non profit organizations. Implementasi BSC sebagai alat pengukuran kinerja tetap harus berpedoman pada tujuan organisasi. Pada jenis quasy non profit organizations, tujuan orgnisasinya adalah kepuasan pelanggan dan meningkatnya profitabilitas. Dengan demikian, BSC dapat dimofikasi dengan menempatkan perspektif finansial dan pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif proses internal dan selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran . Hal ini berarti bahwa sasaran utama organisasi adalah tercapainya target-target keuangan dan kepuasan pelanggan yang dipicu oleh kinerja yang baik dari perspektif proses internal dan pembelajaran/inovasi. Sedangkan pada pure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.
Instansi pemerintah merupakan pure non profit organizations. Model balanced scorecard dengan memodifikasi hirarki seperti tampak pada gambar 9.5 bisa digunakan. Dalam arti ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama organisasi. Ukuran outcome justru lebih layak menggantikan ukuran finansial dalam puncak hirarki model BSC. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan di puncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi pemerintah mampu menghasilkan outcome sebagaimana keinginan dan kebutuhan masyarakat. Modifikasi lainnya bisa dilakukan dengan menambah ukuran finansial dengan stakeholders (Robertson, 2000). Gambar 9.6 menyajikan model BSC yang menempatkan ukuran finansial/stakeholders dan ukuran pelanggan pada puncak hirarki.
Perspektif finansial/stakeholders digunakan untuk menilai apa yang harus dilakukan untuk memuaskan penyedia sumber daya organisasi. Hal ini karena sebagian sumber daya instansi pemerintah berasal dari subsidi atau bantuan para stakeholders. Jadi, ukuran finansial yang dimaksud sebetulnya adalah sudut pandang stakeholders itu sendiri dalam memandang pengelolaan keuangan instansi pemerintah yang telah memperoleh pasokan sumber daya dari mereka.
Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan.
Pada organisasi penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya adalah untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. (Quinlivan, 2000). Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome.
Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi publik. Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya.
Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Adanya peningkatan kinerja setidak-tidaknya bisa dilihat dari apakah aktivitas organisasi mempunyai nilai tambah. Syarat-syarat Efektifitas BSC (Quinlivan, 2000):
1. Ada definisi yang jelas atas tujuan individu, team, unit organisasi, dan organisasi.
2. Memahami hubungan antara proses internal yang bernilai tambah dengan outcome yang dihasilkan.
3. Mengintegrasikan model pengukuran kinerja BSC dalam suatu manajemen strategic, manajemen kinerja, dan sistem penghargaan pegawai.
Pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih focus. BSC digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan BSC ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi BSC tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja BSC.
First of all,
Based on characteristics we have to know that the non-profit organization divide into two, Pure Non Profit Organization and Quasi Non-Profit Organization. Pure Non Profit Organization provide or sell goods and or services with purpose to serve and improve social welfare and source of funding came from tax, retribution, debt, obligation, profit of state owned enterprise, etc. Quasi Non-Profit Organization purpose to serve people and have gain, source of funding came from private investor and goverment investor like state owned enterprise.
Pure Non-Profit Organization should be focus on their purpose, specifically on the customer. Their orientation process could be identify by who really are the organization customer then how to know what the customer need. For the first step can do the field survey ( interview ) so that we can formulate program which is needed by the customer ( society ). Information from customers is very useful in implementing work plans . In the process of implementation of work plans is necessary to monitor the performance and when they faced with conditions that do not fit , can do changes or adjustments to the various work plans .
Balanced Scorecard System pertama kali dikenalkan sebagai alat untuk menilai kinerja pada perusahaan komersial. Namun, sebetulnya pemanfaatan BSC ini bisa oleh semua jenis organisasi. BSC dapat digunakan dengan berbagai macam cara. Pada organisasi publik yang mengedepankan layanan publik, BSC perlu diadaptasikan sehingga menghasilkan pengukuran yang sesuai dengan tujuan utama organisasi. Pada organisasi komersial model BSC sebagaimana dirumuskan Norton & Kaplan, menempatkan perpekstif finansial di atas ketiga perspektif lainnya. Hal ini berarti bahwa semua komponen kinerja non finansial dilakukan dalam rangka mengoptimalkan kinerja finansial misalnya profit dan return on investment (ROI). Model seperti ini sangat beralasan karena memang tujuan utama organisasi adalah memaksimalkan laba. Maka menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana BSC untuk organisasi publik yang berorientasi bukan semata berorientasi pada penumpukan laba.
Berdasarkan karakteristiknya, organisasi publik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pure non profit organizations danquasy non profit organizations. Pure non profit organizations adalah organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan / atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Organisasi sektor publik hendaknya memfokuskan tujuan mereka pada pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. BSC dapat diadopsi dan diadaptasikan pada pure non profit organizations maupun quasy non profit organizations. Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan.
Pada organisasi penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya adalah untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini adalah pengukuran kinerja berbasisoutcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. (Quinlivan, 2000). Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.
Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi publik. Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya.
Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Adanya peningkatan kinerja setidak-tidaknya bisa dilihat dari apakah aktivitas organisasi mempunyai nilai tambah. Syarat-syarat Efektifitas BSC (Quinlivan, 2000):
1. Ada definisi yang jelas atas tujuan individu, team, unit organisasi, dan organisasi.
2. Memahami hubungan antara proses internal yang bernilai tambah dengan outcome yang dihasilkan.
3. Mengintegrasikan model pengukuran kinerja BSC dalam suatu manajemen strategic, manajemen kinerja, dan sistem penghargaan pegawai.
Pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih focus. BSC digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan BSC ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi BSC tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja BSC.
Pengertian Definisi Balance Scorecard- Balance scorcard di terapkan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan/konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru :
a) Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
b) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c) Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
d) Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu:
1. Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba.
2. pelanggan,
perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
3. Proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1)komprehensif,
Memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
2) koheren
Dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
(3) Terukur
memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it
Dalam organisasi non-profit, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda maka perlu dilakukan beberapa perubahan seperti misalnya: perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balance scorecard organisasi ini yaitu misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi antara perspektif financial dan perspektif pelanggan, perspektif customer berubah menjadi perspektif customer dan stakeholder, perubahan perspektif learning and growth menjadi perspektif employee and organization capacity.
Balance scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran ukuran financial maupun non financial yang dirumuskan dalam bentuk perspektif balance scorecard. Namun implementasi balance scorecard harus tetap berpedoman pada tujuan organisasi. Pada organisasi non-profit umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. Balance scorecard dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Implementasi Balanced Scorecard pada organisasi non-profit meliputi
1. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan dianggap sebagai perspektif yang utama dalam institusi sektor publik. Tidak seperti organisasi swasta yang menjalankan aktivitas bisnis dengan tujuan memperoleh laba. Pada organisasi non-profit, pengukuran kinerja dari perspektif pelanggan dapat diukur melalui aspek-aspek yang dapat menunjukkan pencapaian pada organisasi tersebut untuk dapat memenuhi keinginan pelanggan dari layanan yang diberikan oleh organisasi seperti kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan profitabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran
2. Perspektif Financial
Setiap organisasi membutuhkan dana untuk melaksanakan aktivitas operasinya. Oleh karena itu, organisasi sektor swasta maupun publik tidak akan terlepas dari sistem pengelolaan keuangan. Adapun indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja perspektif keuangan seperti pemanfaatan anggaran dengan efektif dan efisien.
3. Perspektif Proses Internal
Setelah menentukan pihak yang menjadi pelanggan dalam aktivitas operasi sekolah, selanjutnya sekolah perlu untuk mengidentifikasikan apa saja yang perlu dilakukan untuk dapat memenuhi keinginan peserta didik seperti yang ada pada perspektif pelanggan. Aspek yang dapat dijadikan tolak ukur dalam penilaian kinerja dalam perspektif proses internal seperti
a. Inovasi secara konstan
b. Proses Operasi, Proses operasi merepresentasikan aspek-aspek layanan yang diberikan oleh organisasi kepada pelanggan dalam kaitannya memenuhi keinginan. Adapun indikator yang dapat dijadikan tolak ukur pencapaian kinerja dalam proses seperti penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, operasi antara lain:
c. kemitraan, Niven (2008:177) menyatakan bahwa kemitraan menawarkan banyak peluang bagi perkembangan organisasi nonprofit. Adapun indikator yang dapat digunakan untuk menilai capaian kemitraan adalah jumlah kerja sama yang terjalin dibanding target kerjasama yang ditentukan sebelumnya.
d. Proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan
4. Perspektif Pembelajaran dan Inovasi
Sumber daya manusia merupakan aset yang mendukung kesuksesan organisasi. Saat ini,organisasi memerluka sumber daya manusia yang berkompeten dan budaya kerja yang kondusif untuk dapat menggerakkan organisasi menuju visi yang telah ditentukan. Aspek yang dapat dijadikan indikator dalam mengukur kinerja institusi non-profit pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan keterampilan sumber daya manusia di posisi strategis, Organisasi perlu untuk menentukan kelompok strategi pada tujuan-tujuan di perspektif proses internal dan melakukan penelaahan atas posisi yang mendukung tujuan pada proses internal.
b. Pelatihan sumber daya manusia
c. Kepuasan karyawan dan keselarasan SDM dengan misi organisasi
Balance scorecard memiliki 4 perspektif :
-perspektif keuangan : mengukur kinerja keuangan
-perspektif pelanggan : berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya
-perspektif proses usaha internal
-perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Bagaimana memerepkan atau mengimplementasikan balanved scorecard ?
Balance scorecard dikenal sebagai pengukuran kerja. Balance scorecard sekarang banyak digunakan untuk pengembangan starategi dan alat eksekusi yg dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Balance scorecard telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik manufaktur atau jasa. Penerapan berfokus pada 4 perspektif balance scorecard dan lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan yang bertujuan mencari laba (profit seeking organizations)& jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan balance scorecard pada organisasi nirlaba (not for profit organization) atau koperasi dimana owner dan customer sama dan anggota menjadi prioritas yang sama.
Pada organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada keaukaesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Jadi dengan balance scorecard para manajer akan mampu mengukur bagaimana unit bisnia mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang.
Melalui metode yg sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Balance scorecard yaitu sebuah metode pengukuran kinerja atau strategi dalam suatu perusahaan tidak hanya dilihat dari keuangannya saja tetapi adanya keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk keberhasilan kinerja perusahaan.
Terdapat 4 presepektif dalam penerapan balance scorecard pada perusahaan atau organisasi yang mencari laba yaitu :
1. Prespektif keuangan yaitu bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham
2. Prespektif pelanggan yaitu Bagaimana perusahaan bisa menjadi pemasok utama yang paling bernilai bagi para pelanggan.
3. Prespektif proses bisnis internal yaitu proses bisnis apa saja yang terbaik yang dapat dilakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan pelanggan.
4. Prespektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus-menerus,terutama dalam meningkatkan kemampuan dan motivasi karyawan.
Lalu bagaiamana implementasi balance scorecard di organisasi nirlaba ?
BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih nyata. Pada organisasi nirlaba atau non-profit suatu keberhasilan perusahaan lebih mengutamakan kesuksesan pencapaian misi atau dapat dikatakan lebih memperhatikan pelayanan terhadap public daripada pencapaian keuntungan atau mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Keberhasilan instansi pemerintah diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya, jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih kepada ukuran pelanggan. Oleh karena itu, instansi pemerintah tidak dapat dikatakan berhasil jika hanya mampu meningkatkan pendapatan atau return on investment yang tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanan yang telah di fasilitasi oleh organisasi nirlaba merasa tidak puas. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya dengan menempatkan prespektif pelanggan di puncak, lalu perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi.
Kelemahan penerapan BSC pada perusahaan nirlaba :
1. Tidak terdapat diagram aliran yang ada hanyalah konsep perputaran mengenai posisi dari masing-masing elemen dengan kesemuanya diharapkan menyatu untuk dapat menghasilkan tujuan yang dikehendaki oleh organisasi.
2. Finansial sekalipun bukan menjadi fokus utama akan tetapi masih mendapatkan porsi yang cukup besar yang terkadang akan terlalu riskan apabila diterapkan pada organisasi nirlaba.
3. Bobot dari masing-masing elemen belum terlihat jelas, menjadikan subyektifitas perusahaan akan besar dan hal ini berpengaruh kuat pada kaitannya dengan lingkungan eksternal dan usaha untuk mencari dana dari perusahaan bisnis.
4. Aspek SDM perusahaan belum tergali lebih lanjut padahal dalam organisasi nirlaba hal tersebut menjadi perhatian yang penting.
Implementasi merupakan rangkaian aktifitas dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk mewujudkan perencanaan balanced scorecard yang telah disusun manajemen sebagai alat ukur kinerja.
Sejak satu dekade terakhir, banyak organisasi atau perusahaan secara umum mengetahui keunggulan penerapan balance scorecard sebagai alat pengukuran kinerja perusahaan yang lebih akurat dibandingkan dengan alat ukur lainnya. Diantaranya penerapan balance scorecard tidak hanya dapat diimplementasikan pada perusahaan bisnis, tetapi juga pada perusahaan atau organisasi nirlaba atau organisasi publik. Organisasi publik bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan untuk mendapatkan keuntungan. Organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat menggunakan pengukuran kinerja sistem balance scorecard.
Beberapa langkah awal mengimplementasikan balanced scorecard yaitu :
1. Memperjelas visi dan strategis perusahaan
Visi oleh Veithzal Rivai (2009) yaitu gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Sedangkan strategi secara sederhana dapat diartikan sebagai cara-cara yang dapat digunakan perusahaan untuk menjalankan misinya, meraih visinya atau tujuan-tujuannya
2. Mengembangkan sasaran strategi
3. Meluncurkan inisiatif strategi lintas bisnis
4. Membimbing setiap divisi mengembangkan setiap strateginya masing-masing, konsisten dengan yang dimiliki perusahaan.
Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian manajemen kepada kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja manajemen. (Mulyadi, 2001)
Balanced scorecard merupakan alat ukur terhadap kinerja manajemen dengan ukuran aspek keuangan dan non keuangan. Berdasarkan pendekatan balanced scorecard, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh manajemen merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan konsumen, pelaksanaan proses bisnis internal yang produktif dan efektivitas biaya dan pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen.
implementasi balanced scorecard dapat diterapkan tidak hanya pada perusahaan bisnis (profit oriented) tetapi juga organisasi nirlaba atau publik, artinya sama-sama memberikan suatu hasil pengukuran kinerja yang komprehensif dan koheren bagi masing-masing perusahaan, dan mampu meningkatkan efektifitas kinerja sehingga menjadikan perusahaan dapat bertahan dalam persaingan global.
Definisi Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang (balancedd) artinya kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif).
Pada awal perkembangannya, BSC hanya ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan kefektifan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan pemberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan.
BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan pada pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sekarang, perusahaan akan mengamankan posisi finansial masa depannya. Mengenali keseimbangan antara pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek yang seringkali juga diinginkan oleh para pemegang saham. Dibandingkan dengan konsep manajemen strategis umum, BSC memiliki beberapa konsep penting:
1. Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada.
2. Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging. Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi, karena itu jika perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator leading sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika perusahaan memperbaiki indeks kepuasan pelanggannya, maka perusahaan akan dalam jalur yang benar mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik.
3. Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dalam cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebab-akibat.
4. Penerapan BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya perusahaan multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama akan menciptakan BSC bagi tingkat perusahaan kemudian membangun kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan mengambil sasaran (dan bahkan indikator) scorecard perusahaan sebagai awal pertimbangan dan mengerti bagaimana mereka memberi sumbangan pada target perusahaan.
Balanced Scorecard mengajak kita untuk melihat suatu organisasi dari empat persektif, kemudian membangun indikator, mengumpulkan data dan menganalisa setiap perspektif itu. Ada pun keempat perspektif tersebut antara lain sebagai berikut:
1. The Learning and Growth Perspective (Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan)
Perspektif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan karyawan pada perusahaan baik perkembangan individu maupun kelompok. Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat tiga kategori dalam perspektif ini yaitu kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi dan motivasi, pemberdayaan dan keselarasan.
2. The Business Process Perspective (Perspektif Bisnis)
Perkembangan proses bisnis perusahaan dipantau pada persepktif ini. Indikator yang dibuat pada perspektif ini menjawab seberapa baik bisnis perusahaan tersebut berjalan. Kaplan dan Norton (1996), menilai perlu adanya tiga proses bisnis utama yakni inovasi, operasi dan layanan purna jual agar perkembangan bisnis suatu perusahaan semakin baik.
3. The Customer Perspective (Perspektif Costumer)
Perspektif ini berfokus pada kebutuhan dan kepuasan customer. Kaplan dan Norton mengukur kepuasan customer berdasarkan, market share, costumer retention, customer acquisition, customer satisfaction, dan customer profitability. Selain itu pengukuran juga berdasarkan atribut produk/jasa dan hubungan costumer.
4. The Financial Perspective (Perspektif Financial)
Tujuan akhir dari sebuah perusahaan adalah finansial. Perspektif finansial merupakan fokus tujuan dan tolak ukur dari ketiga perspektif lainnya. Kaplan dan Norton membagi tiga tahapan finansial bagi suatu perusahaan, yaitu growth (pertumbuhan), sustained (bertahan), dan harvest (penuaian).
Sektor Publik (non profit) merupakan sektor yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan untuk mendapatkan keuntungan (profit). Meskipun sektor publik bukan bertujuan mencari profit, sektor publik dapat mengukur efektivitas dan effesiensinya dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Untuk itu sektor publik dapat menggunakan Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerjanya.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan sektor publik yang berbeda dengan sektor bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang terjadi antara lain :
1) perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam Balanced Scorecard untuk sektor publik adalah misi untuk melayani masyarakat.
2) perubahan posisi antara perspektif keuangan dengan perspektif pelanggan.
3) perspektif customers diganti dengan perspektif customers &
stakeholders.
4) perubahan perspektif learning and growth menjadi Pespektif Employees and Organization Capacity.
Bagaimanapun juga, penerapan Balanced Scorecard organisasi pemerintah memerlukan beberapa penyesuaian, karena :
1.Fokus utama sektor publik adalah masyarakat (publik) dan kelompok‐kelompok tertentu (interestgroup), sedangkan focus utama sektor bisnis adalah pelanggan dan pemegang saham.
2.Tujuan utama organisasi publik adalah bukan maksimalisasi hail‐hasil finansial (anggaran) melalui pelayanan kepada pihak‐pihak yang berkepentingan (stakeholders) sesuai dengan visi dan misi organisasi pemerintah.
3.Mendefinisikan ukuran dan target dalam perspektif customers/stakeholders membutuhkan pandangan dan kepedulian yang tinggi, sebagai konsekuensi dari peran kepengurusan oraganisasi pemerintah dan membutuhkan definisi yang jelas serta hasil yang diinginkan. Misalnya, penentuan siapa yang menjadi stakeholder pemeliharaan sumber daya kelautan (perikanan dan lain‐lain), tujuan startegis, ukuran kinerja, target kinerja dan program tindakan yang membutuhkan definisi yang jelas.
Yang menjadi fokus utama dalam sektor publik adalah misi organisasi, secara umum misi suatu organisasi adalah melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan strategi‐strategi yang akan dilakukan untuk pencapain misi tersebut.
Strategi tersebut kemudian diterjemahkan kedalam 4 perspektif, yaitu : perspektif customers and stakeholders, perspektif financial, perspektif internal business process dan perspektif employees and organization capacity.
There’s no doubt that profit and nonprofit organizations are very different. But there’s one thing that both types of organizations need to succeed—a well-executed strategy. Without a well-thought-out, organized plan of action and common goals to work toward, both for profit and nonprofit businesses would be in disarray.
When it comes to applying the strategy for nonprofit organizations, such as the Balanced Scorecard (BSC), we have to rethink about the four perspectives: learning/growth internal processes, customer/constituent, financial. Is the order of the four perspectives are the same? How should we identify the difference between the two and applying it with success?
Scorecarding began as a framework primarily for use in the private sector, but we’ll now see the BSC in nonprofits, government organizations, healthcare organizations, and a number of other mission driven and nonprofit associations.
Balanced Scorecard in Nonprofit Organizations
Nonprofits organizations are up against many challenges, and the BSC can address (and even help solve) many organizational problems, including the nonprofit’s. They had identified the redesigned BSC framework to adapt with their organization. And it results in the different order of the four perspectives according to their strategic planning and the causal effect of each perspective.
Some nonprofits switch the position of the financial perspective with customer perspective. Others are putting the customer and financial perspective on the same level, in other words their strategic planning says that the two perspectives are as important. And there are also nonprofit organization that change one perspective to something that more relevant to their organization, such as changing customer perspective with the constituent perspectives. In their opinion, relationships with constituents and retaining those relationships over the long term are two of the common areas of focus
There’s one thing in common, tough: the top perspective is often the customer perspectives (that’s what I came across, at least). That’s because the nonprofit organization itself built to achieve some certain goals and it has to serve the customers within that goals.
However, I’d like to promote the 4 BSC perspectives that most of nonprofits organizations can apply into their strategy. Here they are from top to bottom.
1. Customer Perspective
Kaplan and Norton indicate the core of any business strategy is the customer-value proposition which describes the unique mix of product, price, service, relationship, and image that a company offers. Accordingly, an organization must identify the customers it wishes to attract and the market segment in which it will compete. An organization differentiates its customer-value proposition. It selects from among operational excellence, customer intimacy, and product leadership. The customer perspective also identifies the intended outcomes from delivering a differentiated value proposition (Kaplan and Norton 2001).
Nonprofits are mission-centric—in other words, they are focused entirely on achieving the purpose that they’ve set out to work on, and put their effort into that instead of focusing on the company’s bottom line. Because of this, “success” is measured much differently. Despite being created with for profit enterprises in mind, the BSC can accommodate for these differences quite nicely. For example, an organization like the Cancer Society can define its success not as “curing cancer”, but as “reducing the deaths caused by cancer”. This allows them to focus less on research and more on early detection and other prevention techniques.
2. Financial Perspective
Profit-seeking organizations attempt to increase shareholder value. This is typically done through two approaches – increasing revenue and improving productivity. The basic intent is to improve the bottom-line. In a nonprofit organization the emphasis is significantly different from that of a profit oriented organization. Nonprofits are focused solely on meeting their organizational goals and mission, rather than pleasing shareholders or beating financial expectations. That being said, the organization can’t be successful without fundraising. The BSC allows for organizations to better identify goals, missions, and key performance indicators (KPIs). Having this clearly-defined mission and strategy is attractive to serious donors.
3. Internal Processes Perspective
The internal process perspective involves the determination of the internal processes that will best affect the customers as well as the process improvements that will affect the financial objectives. In improving internal processes, there should be a connection between the overall strategy and the improvements. There should also be a determination of how the strategy is to be measured. According to Kaplan and Norton, in utilizing this approach the organization can frequently identify processes at which the organization must excel to meet its goals (Kaplan and Norton, 1996b, 2001).
The BSC is not only a measurement tool, but also a communication tool. The scorecard can be used to communicate strategic vision throughout an organization that includes its board members, employees, volunteers, donors, and clients. Thus, the scorecard helps get everyone aligned and on the same page.
Since the scorecard facilitates transparency across the organization, accountability also increases which helps with employee performance, according to Kaplan and Norton. Therefore, the scorecard also becomes a performance management system that encourages employees to prioritize tasks in alignment with the scorecard. Further, the scorecard facilitates consistency between the organization’s mission and daily actions
4. Learning and Growth Perspective
The fourth category of the BSC is the learning and growth perspective, which has been identified as the foundation of any strategy. The learning and growth perspective involves a determination of employee capabilities and skills, technology, and a corporate climate needed to support a strategy. The human resources, technology and organizational climate must be aligned with the strategies within the other three perspectives giving the organization linkages among the four perspectives (Kaplan and Norton, 1996 b, 2001)
Since the BSC recognizes the importance of this perspective, employees that attend seminars or workshops, for example, can become more effective at their jobs that leads to better internal process, increase their chances to fundraising, and use the resource provided by the donors for the betterment of their customers.
Bottom line: Balances competing concerns
Kaplan and Norton state that perspectives that are often in competition (e.g. short-term vs. long-term goals, financial vs. non-financial goals) with one another are incorporated into the scorecard and are thus balanced. This is important because if we only focused on financial goals, for example, we deemphasize the value of continual employee learning and growth. Similarly, if we only focused on non-financial goals, we would deemphasize the importance of fundraising in helping the organization be sustainable. The scorecard ensures that all of these perspectives are simultaneously addressed.
REFERENCES
1. Kaplan, R. ―Strategic Performance Measurement and Management in Nonprofit Organizations,‖ Nonprofit Management and Leadership (Spring 2001)
2. Martello, M., Watson, JG. and Fischer, MJ. Implementing A Balanced Scorecard In A Not-For-Profit Organization. Journal of Business & Economics ResearchVol 6 No.9 (September 2008)
3. Love, Jay. An Introduction to Balanced Scorecards for Nonprofits. https://bloomerang.co/. September 2015.
4. Jackson, Ted. 3 Reasons To Use The Balanced Scorecard For Nonprofit Organizations. https://www.clearpointstrategy.com/. June 2015.
BSC dapat diadopsi dan diadaptasikan pada pure non profit organizations maupun quasy non profit organizations. Implementasi BSC sebagai alat pengukuran kinerja tetap harus berpedoman pada tujuan organisasi. Pada jenis quasy non profit organizations, tujuan orgnisasinya adalah kepuasan pelanggan dan meningkatnya profitabilitas. Dengan demikian, BSC dapat dimofikasi dengan menempatkan perspektif finansial dan pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif proses internal dan selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran . Hal ini berarti bahwa sasaran utama organisasi adalah tercapainya target-target keuangan dan kepuasan pelanggan yang dipicu oleh kinerja yang baik dari perspektif proses internal dan pembelajaran/inovasi. Sedangkan pada pure non profit organizations, pada umumnya mempunyai tujuan utama peningkatan pelayanan publik. BSC dapat diterapkan dengan memodifikasinya sehingga perspektif pelanggan ditempatkan di puncak, diikuti perspektif finansial, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan inovasi. Jadi, instansi pemerintah belum bisa dikatakan berhasil jika hanya berhasil meningkatkan pendapatan atau return on investment-nya tinggi tetapi masyarakat pengguna jasa layanannya justru banyak yang mengeluh tidak puas.
Instansi pemerintah merupakan pure non profit organizations. Dalam arti ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama organisasi. Ukuran outcome justru lebih layak menggantikan ukuran finansial dalam puncak hirarki model BSC. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan di puncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi pemerintah mampu menghasilkan outcome sebagaimana keinginan dan kebutuhan masyarakat. Modifikasi lainnya bisa dilakukan dengan menambah ukuran finansial dengan stakeholders (Robertson, 2000).
Perspektif finansial/stakeholders digunakan untuk menilai apa yang harus dilakukan untuk memuaskan penyedia sumber daya organisasi. Hal ini karena sebagian sumber daya instansi pemerintah berasal dari subsidi atau bantuan para stakeholders. Jadi, ukuran finansial yang dimaksud sebetulnya adalah sudut pandang stakeholders itu sendiri dalam memandang pengelolaan keuangan instansi pemerintah yang telah memperoleh pasokan sumber daya dari mereka.
Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan.
Pada organisasi penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya adalah untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. (Quinlivan, 2000). Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome.
Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi publik. Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya.
Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Adanya peningkatan kinerja setidak-tidaknya bisa dilihat dari apakah aktivitas organisasi mempunyai nilai tambah. Syarat-syarat Efektifitas BSC (Quinlivan, 2000):
1. Ada definisi yang jelas atas tujuan individu, team, unit organisasi, dan organisasi.
2. Memahami hubungan antara proses internal yang bernilai tambah dengan outcome yang dihasilkan.
3. Mengintegrasikan model pengukuran kinerja BSC dalam suatu manajemen strategic, manajemen kinerja, dan sistem penghargaan pegawai.
Pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga bisa lebih focus. BSC digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi, motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan BSC ini manajemen bisa lebih efektif, tetapi BSC tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran kinerja BSC.
There’s no doubt that profit and nonprofit organizations are very different. But there’s one thing that both types of organizations need to succeed—a well-executed strategy. Without a well-thought-out, organized plan of action and common goals to work toward, both for profit and nonprofit businesses would be in disarray.
When it comes to applying the strategy for nonprofit organizations, such as the Balanced Scorecard (BSC), we have to rethink about the four perspectives: learning/growth internal processes, customer/constituent, financial. Is the order of the four perspectives are the same? How should we identify the difference between the two and applying it with success?
Scorecarding began as a framework primarily for use in the private sector, but we’ll now see the BSC in nonprofits, government organizations, healthcare organizations, and a number of other mission driven and nonprofit associations.
Balance Scorecard in Nonprofit Organization
Nonprofits organizations are up against many challenges, and the BSC can address (and even help solve) many organizational problems, including the nonprofit’s. They had identified the redesigned BSC framework to adapt with their organization. And it results in the different order of the four perspectives according to their strategic planning and the causal effect of each perspective.
Some nonprofits switch the position of the financial perspective with customer perspective. Others are putting the customer and financial perspective on the same level, in other words their strategic planning says that the two perspectives are as important as the other. And there are also nonprofit organization that change one perspective to something that more relevant to their organization, such as changing customer perspective with the constituent perspectives. In their opinion, relationships with constituents and retaining those relationships over the long term are two of the common areas of focus
There’s one thing in common, tough: the top perspective is often the customer perspectives (that’s what I came across, at least). That’s because the nonprofit organization itself built to achieve some certain goals and it has to serve the customers within that goals.
However, I’d like to promote the 4 BSC perspectives that most of nonprofits organizations would apply into their strategy. Here they are from top to bottom.
1. Customer Perspective
Kaplan and Norton indicate the core of any business strategy is the customer-value proposition which describes the unique mix of product, price, service, relationship, and image that a company offers. Accordingly, an organization must identify the customers it wishes to attract and the market segment in which it will compete. An organization differentiates its customer-value proposition. It selects from among operational excellence, customer intimacy, and product leadership. The customer perspective also identifies the intended outcomes from delivering a differentiated value proposition (Kaplan and Norton 2001).
Nonprofits are mission-centric—in other words, they are focused entirely on achieving the purpose that they’ve set out to work on, and put their effort into that instead of focusing on the company’s bottom line. Because of this, “success” is measured much differently. Despite being created with for profit enterprises in mind, the BSC can accommodate for these differences quite nicely. For example, an organization like the Cancer Society can define its success not as “curing cancer”, but as “reducing the deaths caused by cancer”. This allows them to focus less on research and more on early detection and other prevention techniques.
2. Financial Perspective
Profit-seeking organizations attempt to increase shareholder value. This is typically done through two approaches – increasing revenue and improving productivity. The basic intent is to improve the bottom-line. In a nonprofit organization the emphasis is significantly different from that of a profit oriented organization. Nonprofits are focused solely on meeting their organizational goals and mission, rather than pleasing shareholders or beating financial expectations. That being said, the organization can’t be successful without fundraising. The BSC allows for organizations to better identify goals, missions, and key performance indicators (KPIs). Having this clearly-defined mission and strategy is attractive to serious donors.
3. Internal Processes Perspective
The internal process perspective involves the determination of the internal processes that will best affect the customers as well as the process improvements that will affect the financial objectives. In improving internal processes, there should be a connection between the overall strategy and the improvements. There should also be a determination of how the strategy is to be measured. According to Kaplan and Norton, in utilizing this approach the organization can frequently identify processes at which the organization must excel to meet its goals (Kaplan and Norton, 1996b, 2001).
The BSC is not only a measurement tool, but also a communication tool. The scorecard can be used to communicate strategic vision throughout an organization that includes its board members, employees, volunteers, donors, and clients. Thus, the scorecard helps get everyone aligned and on the same page.
Since the scorecard facilitates transparency across the organization, accountability also increases which helps with employee performance, according to Kaplan and Norton. Therefore, the scorecard also becomes a performance management system that encourages employees to prioritize tasks in alignment with the scorecard. Further, the scorecard facilitates consistency between the organization’s mission and daily actions
4. Learning and Growth Perspective
The fourth category of the BSC is the learning and growth perspective, which has been identified as the foundation of any strategy. The learning and growth perspective involves a determination of employee capabilities and skills, technology, and a corporate climate needed to support a strategy. The human resources, technology and organizational climate must be aligned with the strategies within the other three perspectives giving the organization linkages among the four perspectives (Kaplan and Norton, 1996 b, 2001)
Since the BSC recognizes the importance of this perspective, employees that attend seminars or workshops, for example, can become more effective at their jobs that leads to better internal process, increase their chances to fundraising, and use the resource provided by the donors for the betterment of their customers.
Bottom line: Balances competing concerns
Kaplan and Norton state that perspectives that are often in competition (e.g. short-term vs. long-term goals, financial vs. non-financial goals) with one another are incorporated into the scorecard and are thus balanced. This is important because if we only focused on financial goals, for example, we deemphasize the value of continual employee learning and growth. Similarly, if we only focused on non-financial goals, we would deemphasize the importance of fundraising in helping the organization be sustainable. The scorecard ensures that all of these perspectives are simultaneously addressed.
Organisasi publik (Non-Profit) merupakan organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan mendapatkan keuntungan. Organisasi ini bisa berupa organisasi pemerintah dan organisasi non profit lainnya. Meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari profit, organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik dapat menggunakan Balanced Scorecard(BSC) dalam pengukuran kinerjanya.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep Balanced Scorecard (BSC).
Perubahan yang terjadi antara lain:
1) Perubahan framework dimana yang menjadi acuan utama dalam balanced scorecard untuk organisasi publik adalah misi untuk melayani masyarakat.
2) Perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan.
3) Perspektif customers menjadi perspektif customers & stakeholders.
4) Perubahan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employess and organization capacity.
Yang menjadi fokus utama dalam organisasi publik adalah misi organisasi, secara umum misi suatu organisasi publik adalah melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan strategi-strategi yang akan dilakukan untuk pencapaian misi tersebut. Strategi tersebut kemudian diterjemahkan kedalam 4 perspektif, yaitu:
1) Perspektif customers & stakeholders, mengambarkan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat.
2) Perspektif financial, mengidentifikasikan pemberian pelayanan yang efisien.
3) Perspektif internal business process, process menggambarkan proses-proses yang penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
4) Perspektif employees & organization capacity, mengambarkan kompetensi dan kemampuan semua anggota organisasi.
Jadi Balanced Scorecard (BSC) dapat digunakan pada organisasi publik setelah dilakukan modifikasi dari konsep Balanced Scorecard (BSC) yang awalnya ditujukan bagi organisasi bisnis menjadi kompatibel dan sesuai dengan misi organisasi publik (Non-Profit).
Prof. Kaplan memaparkan bahwa produktivitas organisasi dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di dalamnya dapat ditingkatkan melalui penerapan Balance Scorecard (BSC). Saat ini, BSC telah diterapkan sebagai management tool di banyak organisasi, baik profit maupun non-profit. BSC tidak hanya berkutat pada usaha untuk meningkatkan kinerja, tetapi juga mencoba menyelaraskan antara performa manajemen dengan visi organisasi.
Contoh dari organisasi non profit adalah pemerintahan. Berdasarkan pengalaman Prof. Kaplan, institusi pemerintahan biasanya akan dihadapkan pada beberapa permasalahan, seperti visi dan strategi yang tidak jelas, kurangnya penyelarasan dalam organisasi, proses perencanaan dan penganggaran yang tidak berhubungan, dan ketidakmampuan mengadaptasi sistem pengelolaan kinerja. Namun demikian, ia mencontohkan beberapa institusi pemerintahan di beberapa negara tetangga yang sukses merencanakan dan mengimplementasikan strateginya, seperti Malaysia, Singapura, dan Fillipina.
Mereka berhasil memenuhi lima pilar kunci sukses dalam implementasi strategi, yaitu menetapkan tujuan yang ambisius, (menerjemahkan visi dan strategi ke dalam peta strategi yang jelas, menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dan pegawai dengan strategi, menghubungkan anggaran dengan strategi, dan menjadikan strategi sebagai proses yang berkelanjutan.
Implementasi BSC pada organisasi non-profit seperti pemerintahan memang tidak mudah, butuh proses belajar yang memadai untuk mencapai kesempurnaan. Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan sektor publik yang berbeda dengan sektor bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang terjadi antara lain :
1) perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam Balanced Scorecard untuk sektor publik adalah misi untuk melayani masyarakat.
2) perubahan posisi antara perspektif keuangan dengan perspektif pelanggan.
3) perspektif customers diganti dengan perspektif customers &
stakeholders.
4) perubahan perspektif learning and growth menjadi Pespektif Employees and Organization Capacity.
Menurut Rohm (2003), ada 6 tahapan dalam membangun suatu BSC, yaitu:
1. Menilai fondasi organisasi.
Ada berbagai macam model yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian terhadap fondasi organisasi. Salah satu penilaiannya dapat menggunakan SWOT analysis dan benchmarking.
2. Membangun strategi bisnis.
Keberhasilan suatu organisasi dicapai melalui beberapa strategi, Strategi-strategi ini didapatkan dari visi, misi, dan penilaian fondasi organisasi. Setelah visi, misi, dan penilaian fondasi organisasi diketahui, maka organisasi harus menyusun strategi atau tindakan apa yang akan dilakukan untuk mencapai visi dan misi yang sesuai dengan kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang ada.
Dalam membentuk strategi, organisasi harus mempertimbangkan pendekatan apa saja yang bisa digunakan untuk menjalankan strategi tersebut. Apakah strategi itu bisa dijalankan? Berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan? Apakah organisasi tersebut mendukung organisasi mencapai misinya?
3. Membuat tujuan organisasi.
Tujuan merupakan alat untuk merumuskan strategi dan tindakan untuk mencapai tujuan utama organisasi yang sesuai dengan visi dan misi organisasi.
4. Membuat strategic map bagi strategi kegiatan organisasi.
Strategic map adalah sebuah diagram yang menggambarkan strategi-strategi yang saling berhubungan antar elemen (allignment). Pola yang ada pada strategic map merupakan hubungan sebab-akibat. Strategi utama harus di cascading ke bawah ke arah tindakan-tindakan.
5. Pengukuran kinerja.
Ukuran kinerja harus diciptakan untuk mengukur kemajuan yang sudah dicapai. Pengukuran kinerja bertujuan untuk meningkatkan kemajuan organisasi kearah yang lebih baik. Identifikasi hasil (outcome) yang diinginkan dan proses yang dilakukan untuk mencapainya, dapat menghasilkan pengukuran kinerja yang bermanfaat bagi organisasi.
Keseimbangan antara indikator performa lag dan lead. Indikator lag secara umum merepresentasikan performa masa lalu. Contohnya semisal saja kepuasan pelanggan atau revenue. Meskipun ukuran tersebut pada umumnya cukup obyektif dan bisa diakses dengan mudah, namun mereka semua punya daya prediktif yang lemah. Sementara itu indikator lead adalah pemicu performa yang membawa pada pencapaian indikator lag. Indikator ini biasanya berbentuk ukuran atas proses dan aktivitas. Pengiriman tepat waktu, semisal, bisa merepresentasikan indikator lead untuk ukuran lag kepuasan pelanggan. Suatu scorecard harus berisi campuran/paduan antara indikator lag dan lead. Indikator lag yang tanpa disertai oleh ukuran lead tidak akan mengkomunikasikan bagaimana target akan diraih. Sebaliknya, indikator lead tanpa ukuran lag akan menghasilkan perkembangan jangka pendek namun tidak tampak bagaimana perkembangan tersebut berdampak pada peningkatan benefit bagi pelanggan dan juga shareholder (Wikipedia).
6. Menyusun inisiatif.
Sebelum menentukan inisiatif, kita harus mengetahui target. Target dibuat sebelum ukuran dan merupakan tingkat kinerja yang diinginkan.Ukuran dapat dibuat setelah mengetahui target yang akan dicapai, dan target dapat ditentukan setelah inisiatif disusun. Inisiatif dapat disusun untuk jangka waktu tiga atau lima tahun kedepan. Inisiatif biasanya berisi program-program yang akan dilakukan selama beberapa tahun ke depan.
Program-program yang diusung sebuah organisasi biasanya menggunakan tools khusus untuk program yang akan dijalankan, seperti LFA, PPM, atau Outcome Mapping.
Balanced Scorecad telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa. Penerapannya adalah dengan berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard yaitu Perspektif Keuangan (financial perspective), Perspektif Pelanggan (customer perspective), Perspektif proses usaha internal (internal business process perspective), dan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learn and growth/ infrastructure perspective)
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-for-profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998).
Pada organisasi-organisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud.
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
Ukuran kinerja harus diciptakan untuk mengukur kemajuan yang sudah dicapai. Pengukuran kinerja bertujuan untuk meningkatkan kemajuan organisasi kearah yang lebih baik. Identifikasi hasil (outcome) yang diinginkan dan proses yang dilakukan untuk mencapainya, dapat menghasilkan pengukuran kinerja yang bermanfaat bagi organisasi.
Keseimbangan antara indikator performa lag dan lead. Indikator lag secara umum merepresentasikan performa masa lalu. Contohnya semisal saja kepuasan pelanggan atau revenue. Meskipun ukuran tersebut pada umumnya cukup obyektif dan bisa diakses dengan mudah, namun mereka semua punya daya prediktif yang lemah. Sementara itu indikator lead adalah pemicu performa yang membawa pada pencapaian indikator lag. Indikator ini biasanya berbentuk ukuran atas proses dan aktivitas. Pengiriman tepat waktu, semisal, bisa merepresentasikan indikator lead untuk ukuran lag kepuasan pelanggan. Suatu scorecard harus berisi campuran/paduan antara indikator lag dan lead. Indikator lag yang tanpa disertai oleh ukuran lead tidak akan mengkomunikasikan bagaimana target akan diraih. Sebaliknya, indikator lead tanpa ukuran lag akan menghasilkan perkembangan jangka pendek namun tidak tampak bagaimana perkembangan tersebut berdampak pada peningkatan benefit bagi pelanggan dan juga shareholder (Wikipedia).
6. Menyusun inisiatif.
Sebelum menentukan inisiatif, kita harus mengetahui target. Target dibuat sebelum ukuran dan merupakan tingkat kinerja yang diinginkan.Ukuran dapat dibuat setelah mengetahui target yang akan dicapai, dan target dapat ditentukan setelah inisiatif disusun. Inisiatif dapat disusun untuk jangka waktu tiga atau lima tahun kedepan. Inisiatif biasanya berisi program-program yang akan dilakukan selama beberapa tahun ke depan.
Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan.
Pada organisasi penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya adalah untuk mengevaluasi keefektivan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome daripada sekedar ukuran-ukuran proses. (Quinlivan, 2000). Artinya, kinerja organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome.
Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi publik. Outcome suatu organisasi didasarkan atas keberhasilan pencapaian visi dan bukan pada keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran finansial tetapi lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi pemerintah seharusnya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya.
Weighing the Pros and Cons of Balanced Scorecards
1. Measuring Performance and Goals
The balanced scorecard is a methodological tool meant to help businesses manage their future growth, objectives and plans. The purpose of the balanced scorecard is to give a measuring tape by which someone can determine whether the set goals have been met or exceeded. It adds non-financial metrics to traditional financial metrics to give a well-rounded view of the performance in an organization. Balanced scorecards can be as simple or complex as needed for the purposes of a company’s metrics. There are four components to the balanced scorecard:
a. Financial – traditional financial data – where is the company now, where should the company be?
b. Internal Business Processes – this deals with business process improvement and improving the way the business runs
c. Learning and Growth – this deals with training and implementation of the corporate culture
d. Customer Satisfaction and Appeal – this deals with the end-user of the rpoduct and service, they are ultimately the reason that financial aspects succeed or fail
Like all tools meant to gauge the metrics of a company’s financial performance, there are advantages and disadvantages of balanced scorecards.
2. Balanced Scorecard Advantages
The first advantage of using the balanced scorecard method is that by looking at four aspects of a company’s performance, you really do get a balanced view of company performance. Unlike traditional methods of tracking the financial health of a business, the balanced scorecard gives you a full picture as to whether your company is meeting its objectives. While it may seem that a company is doing well financially, it may be that customer satisfaction is down, employee training is inadequate, or that the processes are outdated. Second, by using a balanced scorecard approach, the immediate future isn’t the only thing being evaluated. Often, when an accountant sees the financial bottom line (perhaps the company isn’t doing well), suggestions are given that are immediate, but do not look at the long-term. Using balanced scorecards allows for stakeholders to determine the health of short, medium, and long term objectives at a glance. Finally, by using a balanced scorecard, a company can be sure that any strategic action implemented matches the desired outcomes. Will raising the price of a product help the bottom line of the company in the long run? It might, if the customer is satisfied with that product, or if the processes involved with creating that product make the product of a higher quality.
3. Balanced Scorecard Disadvantages
While there are many advantages to using balanced scorecards in your accounting toolbox, there are a few disadvantages to the method as well. First, the balanced scorecard takes forethought. It is not a tool you can just think up one night to solve a problem. Instead, it is recommended that you hold a meeting to plan out what goals you would like to see your company reach in each of the four above areas. Once you have clearly stated objectives, you can then begin to break down these objectives in what you will need, financially, to bring these objectives to fruition.
Second, while the balanced scorecard gives you an overall view of the four areas for concern in business growth and development, these four areas do not paint the whole picture. The financial information included on the scorecard is limited. Instead, to be successfully implemented, the balanced scorecard must be part of a bigger strategy for company growth that includes meticulous accounting methods.
Finally, many companies use metrics that are not applicable to their own situation. It is vitally important when using balanced scorecards to make the information being tracked applicable to your needs. Otherwise, the metrics will be meaningless.
*Is The Balanced Scorecard Right For Your Accounting Needs?*
Given that there are various advantages and disadvantages of balanced scorecards, it is important to recognize that this tool is truly beneficial when it is fully integrated into a system of accounting. If your company relies upon the balanced scorecard as its sole metrics for measuring performance, you will likely be disappointed. If, instead, the balanced scorecard is used as a shorthand glance at the health of the company, the tool can be quite effective.