Keseimbangan Kehidupan dan Pekerjaan (Work Life Balance)

Bagi seorang pegawai, kehidupan sehari-hari terkonsentrasi atas dua kegiatan dan dua tempat yang berbeda. Di satu sisi, pegawai merupakan bagian dari sebuah organisasi tempat mengabdikan diri dan mencari penghasilan. Sementara itu, di sisi yang lain seorang pegawai juga menjadi bagian dan bertanggung jawab atas keluarga yang dimilikinya. Konsentrasi dan pembagian waktu harus dilakukan oleh pegawai agar keduanya dapat berjalan dengan seimbang.

Pembagian yang dilakukan bukanlah bersifat perhitungan matematika yang harus diberikan dengan jumlah yang sama. Pekerjaan yang dimiliki mendukung kehidupan keluarganya. Demikian pula sebaliknya, kehidupan keluarga akan mendukung pegawai di dalam melaksanakan semua kegiatnnya.

Suhardono (2015) mengharapkan apa yang dilakukan pegawai untuk pekerjaan dan keluarga berjalan seiring secara harmoni, pekerjaan merupakan bagian dari kehidupan yang akan menghasilkan totalitas di dalam bekerja, berkarya, dan berkehidupan. Jadi bukan sekadar seimbang (balance).

Di dalam kenyataan, mengatur keseimbangan antara kehidupan pekerjaan tidaklah mudah. Pengaturan menjadi tidak mudah pada saat pegawai memiliki masalah di luar pekerjaannya, di dalam hal ini permasalahan keluarga. Pengaturan yang dibutuhkan bukan hanya pengaturan waktu tetapi juga pikiran yang akan menyita perhatian pegawai. Masalah yang membebani pikiran seorang pegawai akan membebaninya dan membuat pekerjaannya menjadi tidak terpikirkan.

Kondisi yang sebaliknya, mungkin saja terjadi. Permasalahan di tempat kerja yang belum terselesaikan akan menjadi beban pikiran dan akan terbawa pada kehidupan di luar pekerjaan.

Sebagai seorang pegawai yang sudah memiliki keluarga dituntut untuk dapat mengatur keseimbangan di antara pekerjaan yang memberikan penghasilan untuk melanjutkan kehidupan dengan tanggung jawab sebagai bagian dari keluarga.

Sebagai seorang pegawai dan seorang ibu saya merasakan benar kebutuhan akan pengaturan keseimbangan ini. Pada saat beban kerja cukup berat, saya memilih untuk menyelesaikan pekerjaan agar beban berkurang dan pada akhirnya selesai dan yang tinggal pekerjaan rutin.

Kondisi sebaliknya  juga harus dilaksanakan dengan seimbang, seperti saat saya sebagai ibu ingin mendampingi anak-anak yang sedang menghadapi ujian. Proses pendampingan harus dilaksanakan tanpa mengabaikan kewajiban sebagai pegawai. Saat  kondisi terjadi seperti ini, muncul rasa syukur karena sudah memilih profesi dosen yang memiliki waktu kerja lebih fleksibel. Sebagai seorang dosen, tuntutan pelaksanaan pekerjaan yang berupa tridarma dapat dilaksanakan secara fleksibel.

Fleksibilitas pekerjaan tidak dapat dinikmati oleh semua pegawai. Setiap industri memiliki tuntutan yang berbeda di dalam hal penyelesaian pekerjaan oleh pegawainya.

Suhardono, Rene, 2015, Work-Life Harmony, Not Balance, http://www.impact-factory.com/2015/05/18/work-life-harmony-not-balance/