Mengolah atau Menghilangkan Sampah Digital
Ketergantungan teknologi saat ini, baik untuk kebutuhan pribadi maupun kebutuhan organisasi, memiliki nilai yang sangat tinggi. Untuk keperluan pribadi saat ini seolah-olah tidak dapat dipisahkan antara pemilik dan perangkat digital. Sehingga muncul sebuah istilah yang cukup unik yaitu “lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan gadget”, hal ini sudah menunjukkan betapa tergantungnya kita dengan perangkat digital tersebut meskipun aktifitas yang dilakukan hanyalah untuk bersosialita dengan mengubah status di facebook, intip cuitan seseorang di tweeter dan lain sebagainya. Sedangkan untuk organisasi sudah menjadi standar umum untuk melakukan segala aktifitas (tugas atau pekerjaan kantor) selalu menggunakan perangkat kerja digital baik personal komputer maupun perangkat bergerak. Aktifitas tersebut kerap dilakukan untuk melakukan tukar menukar informasi, data bagi perusahaan ataupun data lain yang terkait dengan urusan kantor.
Dibalik kegiatan tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa setiap aktifitas tersimpan data ke dalam perangkat digital kita. Kebiasaan buruk yang tidak kita sadari adalah “rajin menyimpan tapi tidak rajin melakukan bersih-bersih” sehingga jika kita buka simpanan data tersebut maka pasti ditemui data dalam jumlah yang sangat besar (banyak). Istilah besar lebih tepat digunakan untuk data karena dampak yang dirasakan dengan adanya tumpukan data ini adalah “besaran” tersebut mempengaruhi kapasitas simpanan perangkat dan berdampak pada performa (unjuk kerja) dari perangkat. Contoh nyata dan sering kali dirasakan dari hal ini yang umum terjadi pada perangkat telepon genggam pintar dimana jika sudah mengalami besaran data tersebut maka secara otomatis muncul pesan peringatan bahwa kapasitas simpanan sudah mendekati batas dan diharapkan pemilik segera melakukan tindakan bersih-bersih.
Melalui tulisan ini mari kita berhenti sejenak dan mencoba peduli dengan adanya tumpukan data yang kita miliki untuk diolah atau dihilangkan sama sekali agar tidak menjadi sampah digital.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang apa yang sebaiknya dilakukan, maka kita tinjau dahulu terminologi “sampah” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) . Dalam KBBI didefinisikan bahwa sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Artinya kriteria sebuah benda dikatakan sebagai sampah jika benda tersebut menurut pemiliknya sudah tidak diperlukan kembali atau tidak akan digunakan kembali.
Sedangkan yang dimaksud dengan “Sampah Digital” menurut definisi yang dikutip dari tulisan Wesiyadi di sebuah tulisan online beralamat di http://www.kompasiana.com/maswes/sampah-digital-di-dunia-internet_56c31c5bd17a61ff07a1f720 adalah data yang sudah tidak digunakan lagi namun tetap disimpan dalam media digital (komputer pribadi, tablet atau handphone).
Apa saja yang disebut dengan Sampah Digital ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sangat simple, yaitu kita sudah menyimpan data apa saja selama ini. Data disini adalah data dalam bentuk digital mulai dari dokumen digital kita, foto digital sampai dengan film digital dimana kesemua ini disebut dengan data multimedia dan yang paling umum digunakan sejak dunia internet memasyarakat adalah (akun) email. Selain itu ada lagi yang dapat dikategorikan sampah digital namun banyak masyarakat awam yang tidak menyadari yaitu “jejak digital” yang tertinggal di perangkat digital kita yang biasa disebut dengan history data. Sebenarnya masih banyak lagi yang dapat dikategorikan sampah digital di dalam dunia maya namun beberapa yang sudah disebutkan di atas paling tidak sudah mewakili.
Setelah mengetahui tipe data apa saja yang dimaksud disini, pembahasan berikutnya adalah perangkat digital apa saja yang kita miliki dan sering digunakan untuk melakukan akses data tersebut, apakah cukup telepon genggam pintar saja, atau sudah bervariasi dengan tambahan komputer pribadi, tablet, kamera digital sampai dengan televisi pintar (yang dapat digunakan akses internet). Perangkat inilah yang “tidak sengaja” digunakan oleh semua orang menciptakan “sampah digital” baik secara pribadi. organisasi maupun sampah yang berdampak pada orang lain.
Sampai pembahasan ini diharapkan kita semua menyadari bahwa sebenarnya kita telah “berkreasi” membuat sampah namun dalam bentuk yang berbeda yaitu “Sampah Digital”. Pertanyaan selanjutnya, apa yang dapat dilakukan dengan sampah-sampah ini ?
Solusi Pertama Menghilangkan Selamanya
Sebagaimana layaknya sebuah sampah non digital, maka salah satu cara yang dilakukan dengan menghilangkan (bahasa halus dari “membuang”) data tersebut tentu saja dengan persyaratan utama bahwa data tersebut memang benar-benar TIDAK AKAN DIGUNAKAN atau DATA TERSEBUT SUDAH MEMILIKI CADANGAN (Versi terakhir). Untuk data yang tersimpan pada sebuah gadget kita dengan tujuan supaya tidak mengakibatkan performa turun maka data tersebut juga dihilangkan dengan catatan data yang dirasa masih penting sudah disimpan dalam media penyimpan lain, baik itu penyimpanan sekunder (flashdisk, memory card atau harddisk). Untuk data yang berhubungan dengan organisasi sebaiknya BUKAN dihilangkan namun di”aman”kan pada media simpanan khusus yang dimiliki oleh organisasi tersebut, atau paling tidak diserahkan pada pihak yang lebih tepat dengan data-data tersebut.
Solusi Kedua Mengolah Sampah menjadi Data Bernilai.
Membaca judul di atas, mungkin timbul pertanyaan apakah mungkin atau bagaimana caranya ??? Kembali kepada analogi dunia nyata, bahwa saat ini juga mulai muncul usaha baru (biasa disebut dengan “usaha kreatif”) dengan melakukan reproduksi sampah yang dikenal dengan Recycle dimana dari usaha ini para kreator (sebutan pihak yang secara kreatif berkreasi) melihat peluang baru dengan olahan sampah yang ada dapat dijadikan produk baru yang memiliki nilai lain dari bentuk asal sampah tersebut.
Dalam dunia teknologi (Information Communication Technology – ICT), hal sama dapat juga dilakukan namun secara prinsip BUKAN mengolah data menjadi “bentuk” baru namun menggali tumpukan data yang ada untuk diolah menjadi sumber informasi baru yang selama ini belum tereksploitasi. Cara kedua ini sebenarnya tidak seratus persen mengolah “sampah digital” namun lebih tepatnya mengolah “tumpukan data” (yang kadang tersimpan sudah beberapa tahun). Dalam dunia ilmu bidang teknologi informasi cara kedua ini cukup banyak dilakukan khususnya oleh perusahaan karena dalam usahanya melakukan penggalian informasi yang dapat dihasilkan lagi dengan informasi yang lebih baru. Salah satu ilmu yang dimaksud adalah Data Mining dimana dengan metode ini data yang ada diharapkan dapat menghasilkan sebuah informasi baru yang “tersembunyi” dari setumpukan data yang ada.
Akhirnya, dengan bertambahnya pengetahuan kita tentang “sampah digital” ini pilihan yang harus dilakukan bersama adalah “apakah kita akan menyimpan data tersebut selamanya sampai perangkat yang kita miliki tidak mampu lagi menampung bahkan tidak dapat beroperasi ? “ atau “kita tata kembali data yang ada tersebut untuk kebaikan diri sendiri atau organisasi dan lingkungan” dengan pilihan menghilangkan atau mengolah untuk manjadi nilai baru ?”. Semua kembali kepada kebijakan kita selaku pemiliki data tersebut, namun yang penting meski di dunia maya alangkah baiknya kita tetap menjalankan kata bijak “kebersihan daripada iman” , “buanglah sampah pada tempatnya” dan “Olah sampah menjadi informasi yang bermanfaat”
Salam Pengetahuan.
Penulis.
M. ISNIN FARIED
Sumber Gambar :
https://static01.nyt.com/images/2015/12/03/technology/03techfix-illo/
http://copyrightuser.org/wp-content/uploads/2013/06/