Studi S3 di Luar Negeri (Proses Pendaftaran)
Beberapa kali saya pernah mendapat pertanyaan tentang bagaimana proses yang harus dilakukan pada saat seseorang ingin melanjutkan studi ke tingkat doktoral (S3), khususnya dari teman-teman yang ingin lanjut studi di luar negeri. Karena itu, saya pikir mungkin ada baiknya kalau pengalaman saya mulai dari awal, perjalanan hingga tahap akhir studi doktoral saya share secara umum.
Proses studi doktoral saya mungkin bisa dikatakan sangat berbeda dengan proses studi doktoral teman-teman lain, khususnya yang melanjutkan studi di dalam negeri. Saya sering ditanya harus belajar apa saja untuk persiapan tes masuk, padahal dalam proses awal studi lanjut saya tidak pernah menjalani tes tertulis untuk diterima di program doktoral pada School of Computing and Mathematical Sciences, Auckland University of Technology (AUT), New Zealand. Selain itu, sering juga saya mendapat pertanyaan bagaimana caranya memilih perguruan tinggi yang bagus untuk studi dan kenapa saya memilih AUT di New Zealand sebagai tempat studi lanjut.
Saya pernah mendengar seorang teman berkata, “Kalau mau kuliah S1 carilah nama perguruan tingginya, kalau mau kuliah S2 carilah kekhususan atau specialties dari perguruan tinggi tersebut, tapi kalau mau ambil S3 carilah dimana professor yang ditargetkan untuk menjadi pembimbing (disebut promoter dalam sistem pendidikan Indonesia) berada.” . Rupanya, bagi saya kondisi inilah yang terjadi. Saya pada kahirnya melanjutkan studi ke New Zealand di akhir tahun 2007 karena professor yang saya inginkan menjadi pembimbing saya memang berada di AUT, New Zealand lebih tepatnya di sebuah lab yang bernama Knowledge Engineering and Discovery Research Institute (KEDRI). Berbeda juga dengan pengalaman teman-teman yang lain, saya telah mengenal professor saya ini jauh sebelum bahkan saya bertatapan langsung dengannya, bahkan sebelum secara resmi mendaftar sebagai calon mahasiswa di AUT, New Zealand.
Hal ini jugalah yang membedakan proses pembuatan proposal penelitian doktoral yang seringkali menjadi momok yang cukup signifikan bagi teman-teman yang sedang studi lanjut. Di tahun 2005 hingga 2006, saya telah banyak membaca artikel-artikel ilmiah yang dipublikasikan olef Prof. Nikola Kasabov (yang pada akhirnya menjadi pembimbing saya). Dari artikel-artikel yang saya baca, muncul beberapa ide penelitian yang tentunya didasarkan pada hasil kerja Prof. Nikola Kasabov dan merupakan pengembangannya. Akhirnya di awal 2007 saya memberanikan diri untuk mengirimkan sebuah email ke Prof. Nikola Kasabov yang isinya menyatakan ketertarikan saya terhadap penelitiannya dan juga saya sampaikan bahwa saya memiliki beberapa ide yang berupa pengembangan dari penelitiannya.
Alhamdulillah, gayung bersambut. Prof. Nikola Kasabov merespon dengan cepat dan tertarik dengan ide-ide saya. Selanjutnya selama 6 bulan ke depan kami bekerja via email untuk membangun proposal penelitian doktoral saya. Hingga pada bulan Agustus 2007, Prof. Nikola Kasabov mengatakan bahwa sudah saatnya saya mendaftar secara resmi sebagai PhD student di AUT dan segera datang ke New Zealand. Maka di titik inilah baru proses pendaftaran saya sebagai mahasiswa doktoral dimulai. Tidak ada tes yang harus saya ikuti, yang utama adalah proposal penelitian dan rekomendasi dari calon pembimbing. Pada akhirnya di bulan Oktober 2007 saya mendapat kepastian bahwa saya diterima sebagai PhD student di AUT, New Zealand dan akan berada di bawah bimbingan Prof. Nikola Kasabov.
Jadi begitulah bagian awal perjalanan studi doktoral saya di Negeri Kiwi, New Zealand yang mana menurut saya prosesnya cukup berbeda dibandingkan dengan proses studi lanjut di dalam negeri. Mungkin cerita ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang ingin studi lanjut ke luar negeri, karena mungkin prosesnya mirip dengan pengalaman saya.
Pada intinya, adalah merupakan sebuah keuntungan apabila kita sudah punya rencana yang baik terkait proposal penelitian bahkan sebelum studi doktoral itu dimulai. Sehingga dengan demikian mudah-mudahan tidak akan ada perubahan terhadap ide penelitian yang kita ajukan. Selain itu, studi doktoral seringkali bersifat cukup personal, karena dibutuhkan kerja sama yang baik dan juga saling paham antara mahasiswa dan pembimbingnya. Oleh karena itu, menurut saya mengenal lebih dulu orang yang kita inginkan menjadi pembimbing dapat merupakan nilai tambah lainnya.
Sementara ini dulu yang bisa saya share, di cerita selanjutnya saya akan bercerita tentang bagaimana saya bisa mendapat beasiswa dari AUT, New Zealand, proses penelitian doktoral dan juga penulisan doktoral thesis (disertasi) yang saya alami selama studi di KEDRI, AUT, New Zealand.