ANTI MONEY LAUNDERING (AML)
Mengapa perlu menerapkan Anti Money Laundering (AML) ?
Financial Actions Task Force on Money Laundering (FATF) memasukkan Indonesia ke dalam daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCTTs) pada Juni 2001, hal ini membawa konsekuensi negatif bagi perkembangan ekonomi maupun tatanan pergaulan secara internasional. Untuk dapat keluar dari keterkucilan ini, maka langkah awal yang harus ditempuh diantaranya adalah melakukan penguatan kerangka hukum (legal framework), peningkatan pengawasan di sektor keuangan, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) dan penerbitan peraturan yang terkait dengan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Anti Money Laundering).
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memiliki arti penting mengingat dampak yang ditimbulkannya, baik dalam bidang ekonomi maupun penegakan hukum. Dalam prakteknya, kegiatan pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik (electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas Negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.
Usaha melawan kegiatan pencucian uang oleh bank pada dasarnya merupakan penyimpangan dari tradisi memegang teguh rahasia bank.Terdapat suatu prinsip yang berlaku secara umum yang menyatakan larangan kepada perbankan untuk memberikan informasi tentang nasabahnya kepada pihak ketiga termasuk kepada otoritas yang berwenang, kecuali dimungkinkan oleh undang-undang yang berlaku.
Sesuai UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) yang dimaksud pencucian uang adalah “perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”. Sedangkan pengertian “money laundering” dalam Black’s Law Dictionary adalah “term to used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that is original source 3 cannot be traced”. Dari pengertian tersebut tampak bahwa melalui kegiatan pencucian uang, para pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul sebenarnya dari suatu dana atau uang hasil tindak pidana yang dilakukan dan memanfaatkannya seolah-olah sebagai hasil usaha yang sah/legal.
Bagaimana ancaman pidana atas pencucian uang ?
Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara minimum 5 (lima) tahun dan maksimum 15 (lima belas) tahun serta denda minimum Rp.100.000.000,00 dan maksimum Rp.15.000.000.000,00 .
Bagaimana kenyataannya pelaksanaan Anti Pencucian Uang?
Dengan perkembangan dunia secara global yang didukung oleh kemudahan teknologi informasi, semakin kompleksnya produk perbankan dan aktivitas transaksi serta persaingan bisnis antara bank, maka risiko pemanfaatan bank dalam pencucian uang semakin tinggi. Peningkatan risiko yang dihadapi oleh bank perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko yang terkait dengan program APU & PPT.
Meskipun hampir setiap negara telah memiliki undang-undang (rezim) anti pencucian uang dan kerja sama antara negara secara global dalam mencegah dan memberantas praktek illegal pencucian uang serta dibentuk Financial Actions Task Force (FATF) yang merupakan komisi khusus dalam menjalankan tugas Rezim Anti Pencucian Uang, tetapi dalam banyak kasus,pelaku kejahatan internasional masih bisa menjalankan aksinya dengan melakukan pemindahan dana dari satu negara ke negara lainnya secara on-line.Perbedaan yuridis dan perlakuan di masing-masing negara terkait pencucian uang ini yang membuat penegak hukum sulit untuk melacak pelaku tindak pidana pencucian uang.
Keberhasilan pemberantasan tindak pidana pencucian uang tidak hanya dengan dikeluarkannya undang-undang pencucian uang, tetapi juga harus didukung oleh institusi penegak hukum yang mau bekerja, aparat hukum harus bertindak pro aktif dan memiliki pengetahuan dibidang teknologi informasi untuk belajar berbagai modus kejahatan dalam dunia maya atau internet serta memiliki keseriusan untuk menjalin kerja sama dengan negara lain dalam menyelesaikan kasus pencucian uang yang sedang ditangani.
Penanganan yang cepat dari institusi penegak hukum dalam mengungkap dan menangkap pelaku tindak pidana pencucian uang dan pemberian hukuman yang berat bagi pelakunya diharapkan dapat membuat efek jera bagi pelaku tindak pidana pencucian uang yang pada akhirnya lambat laun tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diminimalisir, sehingga satabilitas dan pertumbuhan ekonomi dapat berkembang dengan wajar.