Pancasila, masih ada?

image_print

Menyebut istilah Pancasila rasanya hati tergetar, namun getaran yang berbeda dengan beberapa waktu yang lalu. Getaran itu kini penuh dengan “air mata”.

Kenapa demikian? Entah apakah anak-anak kita kelak masih mengenal Pancasila. Entah apakah nilai-nilai yang digali dari masyarakat kita dan “berdarah-darah” dirumuskan oleh pendiri bangsa ini masih melekat dan menjiwai pola perilaku anak-anak bangsa ini… saat ini dan akan datang?

Barangkali terlalu berlebihan pertanyaan diatas dilontarkan, namun coba kita renungkan..peristiwa-peristiwa disekitar kita saat ini, bukan hanya pola perilaku dalam aspek sosial kemasyarakatan yang telah menggerus nilai-nilai yang ada didalam Pancasila tetapi pola perilaku bernegara sudah sangat jauh dari nilai-nilai luhur yang ada didalam Pancasila. Ambil contoh. Sila pertama di dalam Pancasila menyebutkan ketuhanan yang maha esa (yang merupakan ruh dari sila-sila lainnya), tapi apa yang terjadi ketika kita melihat begitu banyak aliran sesat (yang sama sekali tidak menunjukkan berketuhanan yang maha esa) dan pelecehan dalam beragama hidup dan tumbuh subur, ketika kita melihat perilaku anak bangsa ini sangat jauh dari keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa sehingga atas nama kebebasan dan hak asasi manusia mengedepankan nilai-nilai yang dilaknat Tuhan, ketika para pemimpin saling menghina dan berperilaku kasar padahal mereka adalah contoh teladan, ketika perilaku anak bangsa ini membiarkan nilai-nilai moral terbang hanya karena memperturutkan kepentingan pribadi dan golongan dengan cara melakukan berbagai perbuatan dzolim terhadap manusia, terhadap lingkungan, bahkan dzolim terhadap diri sendiri dan keluarga…. Seolah-olah Tuhan hanya ada di tempat peribadatan. Ini hanyalah sebuah uraian sederhana dari sebagian kecil nilai-nilai yang dikandung Pancasila.

Mari kita tengok keresahan yang dilontarkan oleh seorang guru besar Hukum Prof. Sunaryati Hartono di dalam tulisannya pada buku “Butir-butir pemikiran dalam Hukum , memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta”. Pada kesimpulan tulisannya Prof. Sunaryati Hartono mengemukakan suatu hal yang patut kita renungkan: bahwa sesungguhnya para pendiri bangsa ini telah memilih filsafat kenegaraan dan filsafat hukum yang benar. Hanya saja, dalam penyelenggaraan tata pemerintahan dan Negara kita, sejak tahun 1980-an bangsa dan pemimpin-pemimpin bangsa kita telah memilih jalan pintas, dengan harapan agar Indonesia akan lebih cepat masuk dalam kelompok Negara–negara kaya. Ternyata, jalan pintas itu telah menuju jalan buntu, karena tidak hanya semangat kebangsaan kita menjadi semakin luntur tetapi disamping itu peringkat Indonesia sebagai Negara yang berarti dan berpengaruh didunia Internasional justru semakin merosot, karena sekarang justru di atasi dan didahului oleh Cina, India, Thailand dan bahkan Vietnam!. Oleh sebab itu, dalam rangka menghadapi pemerintahan yang baru, dan bahkan kemungkinan diadakannya amandemen kelima atas UUD 1945, sejogyanya bangsa ini secara serius mempertimbangkan untuk benar-benar tertib menerapkan Pembukaan UUD 1945, sebagaimana dihayati dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Sebab bukan hanya filsafah hukum dan kenegaraan yang tersimpul di belakang perumusahan Pembukaan UUD 1945 yang benar-benar merupakan filsafah yang “digali dari bumi Indonesia sendiri” tetapi yang lebih penting adalah bahwa filsafat hukum dan kenegaraan itu bahkan sudah (lebih dahulu) sesuai dengan tuntutan kehidupan berbangsa dan bernegara di abad ke 21 ini atau yang oleh Maynard dan Mehrtens disebut ‘ The Fourt Wave” itu.

Nah, tulisan Prof. Sunaryati Hartono diatas tentu bukan tulisan tanpa data dan perenungan. Kenyataannya itulah kita kini. Pertanyaan berikutnya adalah: apakah kita masih bisa berharap bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tetap utuh dan kokoh dengan nilai-nilai moral yang sarat sampai akhir zaman atau akan hilang tak berbekas seperti Negara-negara yang disebut didalam kitab suci…..hanya menjadi sejarah dan menjadi buah tutur? Kita semua yang menentukan. Wallahu a’lam bisowab

About Andi Fariana

You may also like...

1 Response

  1. atika says:

    GOOD article! Maka sangat penting mengenalkan pancasila kepada anak sejak usia dini agar kelak jika mereka sudah dewasa akan paham mengenai pancasila itu sendiri. Terima Kasih atas sharing ilmunya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *